Bagaimana cara kita mengambil sesuatu keputusan organisasi yang baik ?

Berani mengambil risiko merupakan kalimat yang mudah untuk di ucapkan akan tetapi sangat sulit untuk di lakukanya. Risiko sendiri adalah sesuatu yang sealu di kaitkan dengan kemungkinan yang akan terjadi.

Orang yang mengambil risiko seharusnya mereka telah mengetahui baik buruknya atau untung ruginya yang akan mereka terima, tetapi tidak sedikit pula orang-orang yang berani mengambil risiko tanpa di pikirkan atau di perhitungkan terlebuh dahulu.

Kita hidup di dunia ini selalu memiliki risiko, menangis memiliki risiko terlihat seperti orang sentimentil, mencintai seseorang memili risiko sakit hati, berharap memiliki risiko kecewa, mencoba memiliki risiko gagal, hidup memiliki risiko mati dan masih banyak lagi risiko-risiko kita hudup di duni ini.

Semisal apakah sangat berisiko untuk mengendarai mobil F1 yang bertenaga turbo dengan kecepatan 300 km/jam ? Terntu saja ada resikonya bila anda tidak dapat mengendalikanya saat di sirkuit maka bisa saja terjadi kecelakaan dan mengabatkan kematian.

Akan tetapi bila anda berlatih secara rutin dan terus menerus maka risiko terjadi hal tersebut sangatlah kecil kemungkinannya.

Hal yang perlu di lakukan untuk mengambil risiko yaitu perhitungan dan perencanaan. Para pemenang mengambil risiko yang telah di perhitungkan, yang dimaksud dengan telah di perhitungkan adalah risiko yang kemungkinan untuk berhasil itu tinggi (misal 80% lebih) maka hal itu berpeluang sangat mendukung untuk keberhasilan dalam pengambilan suatu risiko.

Bagaimana cara kita mengambil sesuatu keputusan yang berisiko?

Menurut Hirokawa dan Gouran proses pengambilan keputusan harus memenuhi empat syarat fungsi jika ingin mencapai solusi dengan kualitas yang tinggi dan mendapatkan keputusan yang efektif.

Empat tugas atau fungsi tersebut antara lain :

1. Analysis of the Problem (Analisis Masalah)

Proses pengambilan keputusan biasanya dimulai dengan mengidentifikasikan dan menilai suatu masalah. Pada tahap ini mereka harus menjawab berbagai pertanyaan terhadap situasi yang sedang dihadapi. Anggota-anggota kelompok dalam sebuah organisasi harus berpikir realistis dalam melihat kondisi yang sedang terjadi sekarang ini jika suatu perbaikan atau perubahan perlu terjadi dalam sebuah perusahaan (Morissan, 2009). Suatu masalah terjadi apabila pencapaian organisasi tidak memenuhi sasaran yang ditetapkan (Griffin, 2003).

Sebuah masalah (problem) merupakan perbedaan antara realitas dengan harapan dari organisasi tersebut. Adanya perbedaan antara keadaan yang sesungguhnya dan keinginan yang ditetapkan tidaklah menjamin bahwa akan membuat keputusan yang tepat guna menyelesaikan masalah. Maka kemudian terdapat tiga hal yang harus dilihat, yakni menyadari adanya perbedaan, adanya motivasi untuk mengurangi perbedaan tersebut serta faktor pengetahuan, kemampuan dan sumber daya yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah tersebut (Griffin, 2003).

2. Goal Setting (Penetapan Tujuan)

Langkah selanjutnya setelah mengumpulkan dan mengevaluasi informasi terkait dengan masalah yang dihadapi, kelompok perlu menetapkan tujuan yang disepakati agar identifikasi masalah yang ada dapat diselesaikan dengan solusi yang tepat. Hal ini dilakukan karena anggota-anggota di dalam kelompok membutuhkan penjelasan mengenai pekerjaan yang akan dikerjakan (Morissan, 2009).

Hirokawa dan Gouran menghormati tujuan diskusi dan bersikap obyektif sebagai syarat penting dari fungsi pengambilan keputusan.Kebutuhan kelompok adalah menetapkan standar untuk mempertimbangkan solusi-solusi perubahan dalam organisasi.

Jalur Pengambilan Keputusan
Gambar Jalur Pengambilan Keputusan menurut Functional Perspective

3. Identification of Alternatives (Identifikasi terhadap Berbagai Alternatif yang Ada)

Pada tahap ini, Hirokawa dan Gouran menekankan pentingnya memiliki sejumlah alternatif solusi ketika kelompok mengambil keputusan terhadap masalah yang sedang dihadapi bersama.Kelompok kemudian menyusun berbagai usulan dari para anggotanya mengenai solusi-solusi alternatif dari permasalahan yang ada. Pada tahap ini, banyak informasi dikumpulkan, data analisa, dan kemudian dirundingkan kemungkinan alternatif tindakan untuk diidentifikasikan. Keterlibatan orang lain sangat penting untuk memaksimumkan informasi dan menciptakan komitmen. Karena adanya sejumlah informasi yang diperlukan dan dikumpulkan sehingga membuat langkah ini memakan waktu yang cukup lama daripada langkah yang lain dalam proses pengambilan keputusan (Griffin, 2003).

Dalam pernyataan mengenai fungsional perspektif, Hirokawa dan Gouran menitikberatkan pada penyusunan angka-angka alternatif solusi yang mana anggota-anggota dalam kelompok dapat memilihnya.Jika tidak ada satupun orang yang memperhatikan kebutuhannya untuk menghasilkan banyak alternatifalternatif sebagai kemungkinan yang sangat realistis, maka kemungkinan penemuan surat-surat dapat diterima.

4. Evaluation of Positives and Negatives Characteristic

Berbagai solusi alternatif yang tersedia kemudian dievaluasi dengan tujuan akhirnya adalah untuk mengambil keputusan.Anggota kelompok harus menguji keunggulan dari setiap pilihan yang tersedia untuk menentukan pilihan solusi yang paling memenuhi kriteria yang dinilai penting (Morissan, 2009). Hirokawa dan Gouran memperingatkan kelompok-kelompok lemah dan sering membutuhkan satu anggota untuk mempertimbangkan positif dan negatif dari alternatif yang lainnya. Pilihan-pilihan dari solusi adalah seleksi yang paling menjanjikan dari beberapaalternatif tindakan.Alternatif terbaik menyediakan solusi yang terbaik sesuai dengan sasaran serta mencapai hasil yang diharapkan. Karena jumlah resiko melekat pada setiap keputusan sehingga harus diperkirakan keberhasilannya dan memilih alternatif dengan tingkat resiko paling sedikit (Griffin, 2003).

Menurut Hirokawa dan Gouran, dalam pengambilan keputusan kelompok terdapat tiga jenis komunikasi, yaitu:

  1. Promotive, merupakan interaksi yang menggerakkan kelompok sesuai dengan tujuan organisasi.
  2. Disruptive, interaksi yang mengalihkan, memperlambat atau menghambat, atau menghalangi anggota kelompok dalam melaksanakan empat fungsi tugas.
  3. Counteractive, yaitu interaksi yang digunakan oleh anggota kelompok untuk mengembalikan kelompok pada tujuan awal.

Ketika berbagai individu melakukan proses komunikasi dan bekerjasama dalam sebuah kelompok dalam organisasi, individu cenderung untuk mengambil nilai-nilai inti dari kelompok. Individu dalam kelompok sering melakukan kompromi dari nilainilai mereka sendiri demi yang dimiliki oleh kelompok.

Nilai melibatkan emosi, pengetahuan, pikiran, dan akhirnya pilihan respon. Nilai bervariasi antara individu dan karena nilai-nilai mengatur perilaku, mereka mewarnai pandangan cara individu dan menanggapi dunia mereka. Hal ini penting untuk memahami nilai-nilai terhadap pilihan dalam proses pembuatan keputusan. Sementara nilai-nilai yang didapat dan dilakukan, berubah dari waktu ke waktu, serta mewakili komponen penting dari kepribadian dari anggota kelompok.

Umumnya hal ini digambarkan sebagai standar sosial yang normal, atau norma-norma, serta nilai-nilai yang dapat mempengaruhi bagaimana orang membuat pilihan (Chmielewski, 2004). Nilai-nilai yang dimiliki individu dalam kelompok serta nilai-nilai yang dipegang kelompok dalam suatu organisasi memengaruhi cara mereka dalam mencari alternatif solusi dari masalah yang sedang dihadapi sehingga berpengaruh juga terhadap keputusan yang dibuat oleh kelompok itu sendiri. Maka dari itu, pemimpin diskusi dalam kelompok memiliki peranan penting dalam menjaga ide-ide dan inovasi anggota dalam memberikan solusi sehingga pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemimpin diskusi memiliki kualitas yang tinggi.

Faktor penting yang kemudian juga memengaruhi pembuatan keputusan suatu kelompok dalam organisasi adalah gaya partisipasi pemimpin dalam kelompok tersebut. Gaya ini kemudian dibedakan menjadi tiga, yaitu gaya pengambilan keputusan yang otoritarian, laissez-faire dan partisipatif. Ketiga gaya tersebut tentunya akan menciptakan level partisipasi yang berbeda-beda di antara para anggotanya (O’Hair et al, 2009).

  • Gaya yang pertama adalah gaya pengambilan keputusan secara otoritarian, di mana seorang pimpinan mengambil keputusan untuk kelompok. Partisipan tidak dilibatkan dalam membuat keputusan; mereka hanya melakukan apa yang disuruh pimpinan. Ada dua situasi yang membutuhkan gaya pengambilan keputusan secara otoritarian, yakni saat krisis dan adanya kondisi kurangnya pengetahuan (informasi). Ketika sebuah kelompok menghadapi krisis, keputusan harus diambil dengan cepat dan tidak banyak waktu untuk diskusi. Ketika anggota diminta untuk memberi opini, bukti atau detail material di mana mereka tidak memiliki banyak informasi atau pengetahuan yang dibutuhkan, maka waktu dan tenaga akan terbuang sia-sia. Maka dalam kasus ini gaya yang paling cocok adalah otoritarian (O’Hair et al, 2009).

    Namun gaya ini memiliki kelemahan, yakni menurunkan moral partisipan yang ingin berkontribusi tapi tidak diizinkan. Gaya ini melemahkan rasa percaya kepada pimpinan dan menimbulkan kecurigaan terhadap niat pimpinan. Peluang terjadinya keputusan yang buruk adalah tinggi karena beberapa masukan berharga mungkin tidak pernah muncul dan ide-ide tetap tidak dibahas (O’Hair et al, 2009).

  • Gaya pengambilan keputusan yang kedua adalah gaya keputusan laissez-faire. Gaya keputusan laissez-faire adalah gaya di mana hanya ada sedikit keterlibatan pimpinan kelompok. Anggota kelompok yang beroperasi dengan tipe keputusan ini pada dasarnya membuat keputusan tanpa pedoman atau arahan dari pimpinan. Kelompok kemudian berusaha memutuskan sendiri. Tipe ini sulit ditangani karena beberapa orang mungkin merasa berhak menjadi pimpinan tanpa menunjukkan keterampilan yang mencukupi. Kelompok laissez-faire mungkin akan bertele-tele dalam mengidentifikasi masalah atau mengambil keputusan kecuali para anggotanya bersatu padu (O’Hair et al, 2009).

  • Gaya pengambilan keputusan yang ketiga adalah gaya pengambilan keputusan partisipatif yang merujuk pada gaya manajemen atau tipe prosedur pengambilan keputusan yang dengannya bawahan diizinkan memengaruhi beberapa keputusan manajer. Dalam gaya keputusan partisipatif, pimpinan membuat keputusan bersama kelompok (O’Hair et al, 2009). Riset mengindikasikan bahwa pengambilan keputusan partisipatif memberi banyak keuntungan bagi anggota. Anggota kelompok yang berpartisipasi dalam pengambilan keputusan akan lebih memiliki komitmen pada hasil keputusan ketimbang anggota yang tidak ikut serta. Partisipasi juga menghasilkan pengalaman yang menarik dan memuaskan bagi anggota kelompok. Selain itu, kualitas keputusan meningkat apabila anggota kelompok yang memiliki keahlian atau pengetahuan yang tidak dipunyai pimpinan bersedia diajak kerja sama (O’Hair et al, 2009).

Dalam pengambilan keputusan, terdapat berbagai cara dan gaya yang dilakukan sebuah organisasi. Berbagai gaya dan cara ini dapat dilakukan oleh seluruh anggota organisasi maupun pemimpin organisasi tersebut. Pengambilan keputusan baik secara keseluruhan organisasi maupun hanya lewat pemimpin memiliki pengaruh dalam keputusan itu sendiri.

Berbagai pihak yang terkait dalam pengambilan keputusan dan ikut dalam diskusi dalam rangka pemecahan masalah diharapkan dapat melaksanakan setiap keputusan yang telah diambil dan disepakati bersama.Kehadiran pihak terkait ini menjadi penting karena dengan demikian sebuah masalah dapat dilihat dari berbagai sisi dan keputusan yang diambil tidak merugikan salah satu atau kedua pihak.

Kesepakatan dalam organisasi dan pengambilan keputusan diharapkan merupakan keputusan terbaik demi terwujudnya tujuan bersama