Bagaimana cara iGrow meraih kesuksesan hingga diakui oleh negara lain?

iGrow adalah sebuah platform yang membantu petani lokal, lahan yang belum optimal diberdayakan, dan para investor penanaman untuk menghasilkan produk pertanian organik berkualitas tinggi. Sampai saat ini hanya dengan pasar Indonesia, iGrow telah berhasil mempekerjakan 2200 lebih petani di 1197 hektar lebih lahan dan memperoleh lebih dari 500 ton panen kacang tanah yang baik dan berkualitas. Tidak hanya itu, iGrow juga telah menjadi sumber pendapatan bagi para petani, pemilik lahan, dan investor penanaman.

iGrow ini memiliki platform untuk membantu dalam hal infrastruktur hijau yang dapat digunakan oleh semua orang yang bergerak di bidang ini. Dalam hal ini iGrow menyediakan sistem yang bertugas untuk melakukan supervisi dan administrasi kegiatan tanam-menanam sehingga tanaman apapun yang ditanam pembaca akan dapat langsung pembaca pantau perkembangannya dari waktu ke waktu semudah pembaca membuka akun Facebook atau Twitter.

Dalam iGrow ini nantinya akan terdapat tiga peran yang terdiri dari sponsor atau investor, operator, dan independent surveyor. Sponsor merupakan pihak yang mempunyai dana untuk menanam satu atau beberapa pohon yang diminati pihaknya.

Untuk operator mempunyai peran dalam menanam dan memelihara tanaman yang telah didanai selama kurun waktu yang telah disepakati. Terakhir peran independent surveyor melakukan verifikasi yang telah dilakukan oleh operator dan nantinya hasil verifikasi tersebut dilaporkan ke sponsor, inverstor, pihak-pihak yang membutuhkan data tersebut.

Nantinya pihak sponsor yang mendanai penanaman program ini dapat memberikan hasil tanaman kepada pihak-pihak yang berhak seperti sekolah, rumah sakit, dan masih banyak lagi. Namun pihak sponsor dapat juga meminta bagi hasil untuk pihaknya ketika pohon-pohon tersebut mulai berbuah.

Untuk bagi hasil bersih merupakan hasil rata-rata pohon sejenis yang dikelola di kebun yang sama dikurangi dengan biaya-biaya langsung yang terkait pohon tersebut. Bagi hasil bersih ini kemudian secara umum dibagikan ke pengelola sebesar 40 , sponsor sebesar 40 dan independent surveyor serta administrator iGrow 20%.

Berdasarkan data yang didapatkan dari situs resmi iGrow menyatakan bahwa hingga saat ini telah tertanam 27.365 bibit di 4 perkebunan dan 116.429 emisi karbon yang terserap berkat program ini. Selain itu, telah terdapat 9 bibit tanaman yang tersedia.

Reference

https://teknojurnal.com/igrow/

Bagaimana perkembangan kesuksesan iGrow? Berikut ulasannya.

Ide Startup iGrow
Ide munculnya iGrow ini sendiri pertama kali hadir dari komisaris sang CEO, Andreas Senjaya yaitu Muhaimin Iqbal yang memiliki pengalaman dan jam terbang selama belasan tahun sebagai pengusaha pertanian dan keuangan. Nah dari pengalaman inilah maka kemudian Muhaimin menindaklanjutinya menjadi aplikasi iGrow. Ide dari Muhaimin ini sendiri kemudian dieksekusi oleh Jay yang merupakan seorang programmer. iGrow menggunakan teknologi cloud-based agricultural management software.

Di dunia IT sendiri Jay juga telah memiliki banyak pengalaman dengan mendirikan studio aplikasi mobile Badr Interactive dan juga menghasilkan lebih dari 150 produk teknologi. Dengan kombinasi antara pengalaman Muhaimin dan Jay inilah membuat iGrow cepat tumbuh dan berkembang.

Model Bisnis yang Saling Menguntungkan
Dalam prakteknya, aplikasi iGrow ini menawarkan model bisnis yang saling menguntungkan satu sama lainnya. Untuk masyarakat umum sendiri mereka bisa menjadi investor dengan menyediakan paket benih tanamannya. Sedangkan bagi petani yang tidak mempunyai lahan, mereka dapat menjadi pengelolanya. Lalu untuk pemilik lahan yang tidak dimanfaatkan alias nganggur mereka bisa menyewakan tanahnya dalam bisnis iGrow.

Dengan model bisnis yang seperti ini maka hal ini akan sangat membuat investor dari kota sangat nyaman. Pasalnya mereka tidak perlu berkotor-kotoran terjun ke sawah untuk mendapatkan hasilnya.

Paket Investasi yang Ditawarkan iGrow
Paket investasi yang ditawarkan iGrow pada para investor ini berupa investasi di bidang kacang tanah, kelengkeng, kurma,durian, pisang, jambu madu Deli, akar wangi dan alpukat. Sedangkan untuk nilainya sendiri bermacam-macam dari yang termurah yaitu Rp1,5 juta per unit untuk investasi paket buah zaitun dan yang termahal yaitu Rp14,9 juta per hektar untuk investasi kacang tanah. Untuk periode atau jangka waktu kontraknya sendiri tergantung pada lamanya masa tanam hingga panen.

Dari sini maka kontrak dari investasi iGrow ini umumnya sangat lama yaitu dari 6 bulan untuk kacang tanah hingga 18 tahun untuk durian. Selain itu ada juga paket investasi jangka pendek yaitu penanaman bibit seperti kacang tanah dimana keuntungannya bisa langsung dirasakan hanya dalam waktu 6 bulan saja.

Perkembangan dan Pencapaian iGrow
Ketika pertama kali di luncurkan iGrow sendiri sebenarnya hanya bergerak dari komunitas yang telah lama berinteraksi dengan pihaknya. Namun ternyata setelah beberapa waktu berjalan, iGrow ini ternyata tumbuh dengan sendirinya.

Hal ini terbukti tanpa ada budget pemasaran sama sekali, iGrow telah mampu mengelola lebih dari 800 ha penanaman di beberapa wilayah seperti Blitar, Tanjung Lesung dan Bogor. Dari sini iGrow juga ikut berpartisipasi mengelola kelompok tani dalam hal pelaporan secara berkala kepada investor berkaitan dengan pelaporan perkembangan tanaman yang disertai foto.

Kini aplikasi iGrow ini telah memperoleh beberapa pencapaian. Sejak diluncurkan tahun 2014, iGrow pun saat ini telah memiliki lebih dari 1.300 sponsor penanaman, 1.200 petani, 800 ha penanaman, dan 300 ton lebih hasil panen kacang tanah.

Dalam kompetisi sendiri iGrow telah mampu menyabet beberapa juara seperti juara satu kompetisi Startup Asia 2014 dan kompetisi Payment Dragons Den Asia iGrow 2015, juara kedua di kompetisi Startup Istanbul 2015. Dan di tahun 2016 sendiri tim iGrow terpilih menjadi satu-satunya wakil dari Asia Tenggara di program akselerator bisnis yang diadakan di Amerika Serikat.

Refernsi

Startup iGrow ~ Platform Pertanian Virtual Kreasi Andreas Senjaya  - News & Media Publisher - Maxmanroe.com

iGrow didirikan sekitar akhir 2014. Awal mula terciptanya iGrow karena adanya permasalahan petani yang kesulitan mendapat modal sehingga banyaknya lahan yang menganggur di Indonesia. Andreas Senjaya sebagai CEO iGrow mengatakan bahwa mereka menghubungkan antara sponsor penanaman, petani, pemilik lahan, dan pembeli hasil penanaman dengan menggunakan teknologi cloud-based agricultural management software.

Andreas Senjaya mengatakan bahwa pada awalnya iGrow bergerak dari komunitas yang telah lama berinteraksi dengan pihaknya. Setelah sukses berjalan, model bisnis iGrow dapat berkembang dengan sendirinya, tanpa usaha pemasaran berbayar, terlebih lagi iGrow menguntungkan berbagai pihak yang terlibat. iGrow sendiri telah berhasil mengelolah lebih dari 800 ha penanaman dibebarapa wilayah seperti Blitar, Tanjung Lesung, dan Bogor.

Salah satu hal yang membuat nama iGrow lebih dikenal dan sukses bahkan diluar negeri adalah Jay dan timnya aktif mengikuti berbagai kompetisi bisnis. Dari kompetisi tersebut iGrow berhasil meraih juara pertama dalam kompetisi Startup Asia 2014, kompetisi Payment Dragons Den Asia iGrow 2015, dan juara kedua pada kompetisi Startup Istanbul 2015. Pada tahun 2016 iGrow menjadi satu-satunya wakil dari Asia Tenggara pada program akselerator bisnis di Amerika Serikat. Meski bisa dikatakan sudah cukup berhasil, Andreas Sanjaya mengungkapkan bahwa pada waktu yang tepat mereka akan melakukan fundraising, dan juga saat ini sudah ada beberapa pemodal ventura level internasional yang tertarik pada iGrow dan intensif berkomunikasi dengan mereka ketika berada di Amerika Serikat.

Reference

https://kumparan.com/swaonline/igrow-pertanian-virtual-dengan-hasil-nyata

“iGrow adalah FarmVille di dunia nyata”
iGrow adalah sebuah platform yang bisa menghubungkan para petani, pemilik lahan, dan orang-orang yang ingin berinvestasi di bisnis pertanian. Ibaratnya, iGrow adalah game FarmVille dengan tanaman sungguhan, yang memungkinkan pengguna menanam pohon dan meraup hasil dari pohon itu melalui aplikasi. Majalah Forbes juga sempat menyebut iGrow ini sebagai FarmVille di dunia nyata.

Sejak didirikan Agustus 2014, iGrow telah mengelola lahan hingga 1.197 hektar dan lebih dari 2.000 petani, dengan 5 lokasi lahan di Buleleng Bali, Blitar, Garut, Jonggol dan Tanjung Lesung. Saat ini ada 4.613 orang yang telah melakukan investasi di platform tersebut. Tak berhenti di sana, iGrow sedang mempersiapkan untuk ekspansi ke Banten. Bahkan, bermitra dengan sejumlah pengusaha dan petani di Turki untuk mencari lahan menanam pohon zaitun.

Fulltime Entrepreneur

Pada tahun 2014 tercetus ide iGrow. ”Di Indonesia ada 16 juta hektar tanah yang tidak terpakai dan tersedia dan bisa dimanfaatkan untuk pertanian. Itu di luar pemukiman dan hutan,” ungkap Jay, Co Founder iGrow.

Berdirinya iGrow merupakan perpaduan dari ilmu komputer Jay dengan rekannya Muhaimin Iqbal yang memiliki usaha perkebunan. “Kami memulainya dengan software sederhana dan modal Rp 40 juta,” ungkap lulusan Ilmu Komputer Universitas Indonesia.

Dia memulai pertama dengan menyewa lahan untuk ditanami pisang pisang, kacang tanah, kelengkeng, durian, alpukat dan akar wangi. “Kami tidak bergerak di komoditas pangan yang harganya base on paper,” ujar Jay.

Ternyata dalam waktu dua bulan saja, usaha ini sudah profitable dan balik modal. iGrow tidak menjual langsung ke end-customer, tetapi ke distributor besar seperti Dua Kelinci, Carefour, bahkan diekspor ke Jerman dan Swiss.

Meski iGrow sudah meraih keuntungan, Jay mengaku tidak mudah untuk akselerasi bisnis ini. Sebagai founder dia menekankan dirinya bukanlah pengumpul dana, tetapi benar-benar pebisnis penuh.

“Kami adalah fulltime entrepreneur, bukan fulltime fundraiser. Sehingga kepuasan terbesar kami bukan ketika startup kita dimuat di media karena mendapatkan pendanaan bermilyar-milyar atau dikagumi banyak orang karena tiba-tiba sedang memimpin perusahaan bervaluasi triliunan rupiah, tapi ketika produk startup kita terbukti bekerja, diterima pasar, memberikan nilai tambah, mendatangkan keuntungan dan growth untuk perusahaan,” ungkap Jay.

Dan itu tidak mudah. “Investasi hanyalah sebuah tools untuk meningkatkan kecepatan pertumbuhan bisnis startup, bukan tujuan. Bagi saya tujuan dari sebuah startup adalah menciptakan dan memberikan nilai tambah kepada orang lain, sedemikian sehingga nilai tambah tersebut berharga untuk ditukar dengan pendapatan dari target market kita dan menjadi keuntungan bisnis bagi kita. Semakin berharga dan scalable nilai tambah, semakin cepat perusahaan kita berkembang,” papar Jay.

Ia mengatakan awalnya kebanyakan investor tidak melirik iGrow. Namun ia tidak khawatir, tetapi melihat hal itu sebagai sebuah keunggulan bagi iGrow. “Karena tidak ada yang tertarik, jadi tidak harus mengejar-ngejar investor. Biarkan produk kami yang menjawablah,” ujarnya.

Bangun Jaringan
Jay mengatakan, lewat iGrow ia bercita-cita untuk mengatasi masalah ketahanan pangan di Indonesia, mengatasi kemiskinan petani sekaligus melakukan penghijauan dengan cara memanfaatkan lahan-lahan yang semula tidak produktif.

“Kami ingin menjadikan semua lahan yang tak terpakai terutama di Indonesia sebagai lahan pertanian yang dikelola oleh petani kita sendiri, dan dikonsumsi oleh kita. Ini menjadi ketahanan pangan dan juga memadukan sebuah ekosistem yang dapat meningkatkan environment, dan mengatasi global warming,” ungkap Jay.

Nah, untuk bisa meningkatkan bisnis startup ini, Jay menekankan pentingnya membangun jaringan di lingkungan ekosistem startup dunia. Salah satunya dengan mengikuti program akselerator.
“Apapun yang tdak terbayangkan bisa jadi solusi. Harus berani dan tidak takut berdagang. Dan tentu saja tetap semangat,” tegas pria yang gemar berorganisasi ini.

Awal tahun 2016 Jay mengikuti program inkubasi dan akselerasi 500accelerator yang diselenggarakan oleh 500startups selama 4 hingga 5 bulan di Silicon Valley. Sebagai peserta, iGrow berhak mendapat investasi sebesar US$100 ribu (sekitar Rp1,3 miliar), yang ditukar dengan kepemilikan saham sebesar lima persen untuk 500Startups.

Jay menerima tawaran untuk mengikuti akselerator tersebut karena merasa kalau Silicon Valley merupakan ekosistem startup terbaik di dunia. “Dengan mengetahui kondisi yang ideal, saya berharap bisa membawa ekosistem startup Indonesia ke kondisi tersebut,” jelas Jay.

Nama iGrow mulai mendunia setelah menjadi juara ke-2 kompetisi Startup Istambul International tahun 2015. Berkat prestasi itu, iGrow disebut Forbes sebagai FarmVille di dunia nyata. Dan di awal tahun 2016 iGrow masuk dalam daftar 11 startup pilihan TechCrunc. Prestasi ini membawa iGrow program 500 Startups Accelerator, sebuah program inkubasi dan percepatan yang diadakan di Silicon Valley, San Francisco, California.

Ini merupakan pertama kalinya sebuah perusahaan Indonesia mengikuti program tersebut. Setiap startup yang mengikuti program ini akan mendapatkan investasi sebesar US$125.000 dengan imbal balik saham 5% dari setiap peserta.

Selain itu, Jay ingin terus mengembangkan aplikasi iGrow tak hanya di Indonesia, tetapi seluruh dunia. Dia bahkan telah mendapat mitra di Turki untuk penanaman pohon zaitun.

“Kami ingin mencoba menyebarkan virus ini keluar. Karena masalah yang sama juga terjadi di luar negeri, termasuk di Jepang. Petaninya banyak yang nganggur, tanahnya banyak tak terpakai sedang pasarnya masih kekurangan. Dan iGrow cocok untuk memecahkan masalah ini tidak hanya di Indonesia juga di negara lain,” ungkap Jay.

Referensi

Andreas Sanjaya : Membangun “FarmVille” di Dunia Nyata

Referensi Gambar
https://igrow.asia/v1/

IGrow merupakan startup yang bergerak di sektor pertanian. Startup yang dirilis pada tahun 2014 telah berhasil memperoleh keuntungan yang sangat besar. Andrea Senjaya,Co-Founder sekaligus CEO iGROW ,ia berbagi berbagi pengalamannya, bagaimana ia bisa sukses dengan bisnis iGrow. Berawal dari produk pertamananya yaitu Yukitatani,yang merupakan sebuah marketplace yang menghubungkan masyarakat urban dengan petani. Akan tetapi yukitatani tidak bertahan lama, Andrea Senjaya memaparakan bahwa tidak mudah mengubah kultur petani,terutama soal inventori dan transaksi digital.

Selepas itu,mereka melihat fakta banyaknya lahan terbengkalai dan petani gurem di Indonesia dan juga permasalahan kredit perbankan disektor pertanian.Kemudian,dari fakta-fakta tersebut Andrea Senjaya dan temanya merilis iGrow pada tahun 2014. Andrea senjaya memaparkan manfaat dari iGrow, salah satunya,dengan iGrow ini investor bisa menanamkan uangnya pada lahan kosong,dengan jaminan hasil , karena iGrow menggandeng gapoktan (gabungan kelompok tani) atau usaha kecil menengah yang teruji.

Ia pun juga menjelaskan pembagian hasil yang di dapatkan iGrow. Pembagian hasil dari iGrow ini sebanyak 40% untuk investor, 40% untuk petani dan 20% untuk iGrow. Namun, ada satu hal paling berat yang menurut Jay dialami mereka dalam program akselerasi itu.

“Hal yang paling susah buat kami, karena di sini mereka mengharapkan kita melakukan fundraising (pencarian dana investasi -red.),” tutur Jay.

Sebagai perusahaan asal Asia Tenggara, Jay mengatakan kebanyakan investor tidak melirik iGrow. Namun ia melihat hal itu sebagai sebuah berkah, sebuah keunggulan bagi iGrow. Hal ini karena, sejak awal Jay dan teman-temannya memang mengikuti program itu bukan untuk mencari investor.

“Karena tidak ada yang tertarik, jadi tidak harus mengejar-ngejar investor. Biarkan produk kami yang menjawab lah,” ujarnya.

Sebagai penutup program diadakanlah Demo Day, yaitu sesi pitching yang menghadirkan berbagai pihak (investor, media, dll). Di sesi itu, iGrow cukup menarik perhatian media-media ternama Silicon Valley. Tak kurang dari Tech Crunch dan Fast Company yang menyebut iGrow sebagai startup yang patut diperhatikan. Setelah Demo Day, Jay mengatakan ada sekitar 20-an investor yang menghubungi dan menyatakan ingin melakukan investasi. Bayangkan sejenak apa yang terjadi di sini: sebuah perusahaan asal Depok, Indonesia, berada di Silicon Valley dan diminati oleh 20-an investor. Bukan sembarang investor, tapi investor di “kiblat”-nya startup. Mulai dari situ Igrow mulai dikenal dunia.

Referensi

Jay, Anak Depok yang Berjaya di Silicon Valley Halaman all - Kompas.com