Bagaimana cara bernegosiasi dalam ber-Politik?

Menurut Stephen Robbins dalam bukunya “Organizational Behavior”, negosiasi adalah proses pertukaran barang atau jasa antara dua pihak atau lebih, dan masing-masing pihak berupaya untuk menyepakati tingkat harga yang sesuai untuk proses pertukaran tersebut. Dalam buku Teach Yourself Negotiating, karangan Phil Baguley, dijelaskan juga tentang definisi negosiasi yaitu suatu cara untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati dan diterima oleh dua pihak dan menyetujui apa dan bagaimana tindakan yang akan dilakukan di masa mendatang. Negosiasi adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi dan menyelesaikan konflik atau perbedaan kepentingan. Beberapa pendapat menyebutkan bahwa negosiasi berkaitan dengan kemampuan komunikasi dari seseorang sehinggai menurut Wahab (1997) negosiasi adalah alat dasar untuk memperoleh hal yang di kehendaki dari pihak lain.

Pramono (1997) mengacu pendapat dari Folwer menyebutkan bahwa definisi negosiasi adalah proses interaksi dengan mana kedua pihak atau yang lebih perlu terlibat secara bersama didalam hasil akhir kendati pada awalnya masing-masing pihak mempunyai sasaran yang berbeda beruasaha untuk menyelesaikan perbedaaan mereka dengan menggunakan argumen dan persuasi untuk mencapai jalan keluar yang dapat diterima bersama.

Menurut International Labour Organization (1998) terdapat beberapa cara dalam melakukan negosiasi, yaitu:

1. Mengumpulkan Informasi
Pengumpulan informasi ini mencakup:

  • prosedur yang disetujui untuk menyelesaikan perselisihan
  • keabsahan suatu tuntutan berdasarkan hukum
  • implikasi biaya dari konsesi-konsesi yang dibuat
  • dampak sosial dari konsesi-konsesi yang dibuat
  • hasil-hasil yang pernah dicapai sebelumnya berdasarkan tuntutan yang sama

2. Menetapkan Sasaran
Hal ini meliputi:

  • Mengetahui mengapa Anda ingin bernegosiasi dan apa yang dibahas dalam negosiasi tersebut
  • membedakan antara sasaran yang dapat diterapkan pada semua situasi dan sasaran yang dapat diterapkan pada negosiasi individual
  • masing-masing pihak mempertimbangkan tiga posisi untuk setiap negosiasi,
    yaitu:
    • posisi ideal
    • posisi target
    • posisi resistan / lawan

Posisi ideal adalah hasil terbaik yang dapat dicapai oleh suatu pihak yang bernegosiasi. Bagi sebuah serikat pekerja hal ini merepresentasikan tuntutan pembukanya. Bagi seorang pengusaha hal ini merepresentasikan penawaran pembukanya. Posisi target merepresentasikan hasil apa yang diharapkan oleh suatu pihak yang bernegosiasi. Hal ini adalah posisi cadangan jika posisi ideal tidak dapat tercapai. Posisi resistan / lawan merepresentasikan garis bawah atau titilk bawah yang sama sekali diharapkan oleh suatu pihak yang bernegosiasi.

3. Menentukan Prioritas
Menentukan prioritas berarti memutuskan:

  • sasaran apa saja yang paling penting dan harus dicapai
  • masalah-masalah / issue yang kurang begitu penting yang mungkin dapat diangkat dan menjadi konsesi.
  • Urutan konsesi yang mungkin dapat dibuat dalam negosiasi

4. Menginvestigasi tentang Pihak Lawan dan Kasusnya
Investigasi atau penelusuran tentang pihak lawan ini meliputi:

  • mempertimbangkan sasaran dan prioritas yang mungkin diambil oleh pihak lawan
  • mempersiapkan tanggapan atas pertanyaan yang mungkin diajukan oleh pihak lawan
  • memperkirakan kemungkinan komposisi tim negosiasi pihak lawan
  • mengidentifikasi siapa pembuat keputusan utama di dalam tim pihak lawan
  • memperkirakan gaya atau cara negosiasi yang mungkin digunakan oleh pihak lawan
  • mengidentifikasikan asumsi Anda mengenai kasus pihak lawan dan mencari tahu tentang keabsahannya

5. Mengembangkan Suatu Strategi Negosiasi
Pengembangan strategi negosiasi mencakup:

  • persuasi sebelum negosiasi jika perlu (misalnya dengan menyebarkan beberapa informasi terpilih sebelum negosiasi berlangsung)
  • menentukan taktik dan gaya yang akan digunakan selama negosiasi
  • menentukan kapan harus bersikap persuasif dan kapan harus bersikap kompromis
  • menentukan kapan harus bersikap kompetitif dan kapan harus bersikap kooperatif/bekerja sama
  • menentukan siapa yang harus terlibat dan pembagian tugas dalam kelompok / tim negosiasi
  • memilih tim negosiasi Anda berdasarkan:
    • kualitas pribadi dan kemampuan negosiasi
    • wawasan dan pengetahuan
    • kemampuan bekerja dalam kelompok
    • peran dalam negosiasi, seperti ketua tim, pencatat atau pendengar
  • mengidentifikasi elemen-elemen dalam posisi pihak lawan yang mungkin dapat dijadikan konsesi
  • menetukan tempat negosiasi; di wilayah Anda, wilayah pihak lawan atau suatu wilayah netral.
  • mengalokasikan waktu yang cukup untuk negosiasi

6. Mengetahui Keterikatan atau Batasan Mandat yang Diberikan kepada Anda
Hal ini mencakup:

  • memastikan bahwa Anda benar-benar memahami kebijakan mengenai mandat kepada Anda yang berlaku pada saat itu
  • mengetahui kapan negosiasi harus ditangguhkan sehingga ada kesempatan untuk berkonsultasi dengan para anggota
  • Memahami bahwa beberapa negosiator memiliki otoritas yang tidak terbatas

7. Mempertimbangkan Konsekuensi Kegagalan
Hal ini mencakup:

  • memikirkan pilihan-pilihan yang ada jika negosiasi gagal
  • mempertimbangkan apakah lebih baik membuat konsesi lebih banyak lagi atau membiarkan konflik yang terjadi diselesaikan oleh pihak ketiga.

Negosiasi Politik Era Demokrasi Elektoral

Pada saat ini partai politik hanya menganggap demokrasi sebatas dalam konteks prosedural dan sebuah alat untuk memperebutkan kekuasaan. Ini menyebabkan satu sisi yang buruk dalam proses demokratisasi di tanah air, bahwasanya mereka akan kerap kali mengabaikan partisipasi masyarakat untuk ikut berperan dalam membuat sebuah rancangan peraturan dan perundang-undangan yang berpihak pada kepentingan dan kebutuhan masyarakat luas.

Sementara pada sisi masyarakat, demokrasi saat ini hanya sebatas permainan kepentingan-kepentingan elite politik dan tidak berhubungan dengan upaya merealisasikan kesejahteraan dan keadilan sosial.

Kedua hal tersebut sangat mengganggu proses demokratisasi di tanah air yang dampaknya semestinya dapat menciptakan kemanfaatan yang banyak bagi seluruh lapisan masyarakat.

Hal ini pun akan sangat mempengaruhi bagaimana para partai politik melakukan negosiasi-negosiasi politik antar sesama partai untuk membangun sebuah koalisi di pemerintahan. Yang menjadi fondasi awal partai politik dalam melakukan negosiasi politik bukan lagi kepentingan dan kebutuhan yang merepresentasikan kehendak rakyat, melainkan ialah sebuah kebutuhan kekuasaan semata.

Tentunya, selain itu pula tidak ada lagi ideologi partai yang menjadi daya tawar untuk melakukan sebuah negosiasi politik. Karena ketika partai politik hanya menganggap demokrasi hanya sebagai sebuah mekanisme perebutan kekuasaan, maka dalam kepartaian akan ada yang hilang, yakni sebuah ideologinya itu sendiri dan yang menjadi hitungan utama mereka ialah bagi-bagi kekuasaan dalam pemerintahan tertinggi.

Dengan melihat dari segala aktivitas politik yang dilakukan oleh semua partai yang lolos ke dalam parlemen pada pemilu kali ini, Partai Hanura dan Partai Nasdem tak dapat mengajukan daya tawar yang berlebihan. Dengan jumlah suara yang mereka raih, mereka akan menerima tawaran terendah dari partai pengusung presiden sebagai sebuah kesepakatan dalam negosiasi.

Dalam instrumen pokok negosiasi politik lainnya yakni zona of possible agreement (ZOPA) ada beberapa partai politik yang berada dalam posisi ini. PKS, PPP, dan PKB. PKS yang suaranya anjlok pada pemilu kali ini tak akan bisa berbuat banyak dalam melakukan daya tawar dalam sebuah negoisasi koalisi politik yang berlangsung dengan partai lain. Citra buruk akibat perilaku korup petingginya dan elite politiknya yang hendak ingin membubarkan KPK membuat mereka tak memiliki daya tawar yang lebih dari sebatas penerimaan kursi menteri yang cukup dalam sebuah pemerintahan.

Terlebih lagi PPP dan PKB, kedua partai ini tak memiliki tokoh yang kuat untuk ditawarkan sebagai calon wakil presiden kepada partai pengusung utama calon presiden, karena mereka kerap kali terlibat dalam politik praktis. Ketiga partai ini tak akan sampai meninggalkan negosiasi politik yang sedang berjalan karena perolehan suara, citra politik, dan ketidakadaan tokoh yang layak membuat mereka berada dalam zona ini. Jatah menteri yang lebih dari cukup mampu membuat meredam mereka dalam sebuah negosiasi politik.

Instrumen yang terakhir ialah best alternative to a negotiated agreement (BATNA). Dalam instrumen ini Partai Demokrat dan PAN mampu berbicara banyak dengan mengajukan nama-nama untuk dijadikan calon wakil presiden kepada pengusung utama calon presiden. Suara mereka masih cukup terbilang banyak dan dalam partai tersebut elite politik yang ada masih memiliki kredibilitas yang cukup baik di masyarakat.

Demokrat dengan jumlah suara yang diraih pada pemilu kali ini mampu menawarkan apa yang mereka kehendaki pada partai pengusung calon presiden. PAN dengan ketokohan dan kematangan sosok Hatta Radjasa mereka dan memiliki suara yang cukup kuat mereka juga dapat melakukan hal yang sama. Kedua partai ini juga bisa dengan berani meninggalkan meja negosiasi untuk menjalin negosiasi dengan partai lain yang bisa menghendaki tawaran mereka. Inilah negosiasi politik di era demokrasi elektoral. Semuanya tentang bagi-bagi kekuasaan yang mengacu pada perolehan suara dan ketokohan elit partai mereka.

Sungguh proses demokratisasi mengalami nilai minus termasuk dalam tataran apa yang melandasi partai politik dalam melakukan sebuah negosiasi politik untuk membangun sebuah koalisi yang mapan dan melembaga. Dalam membangun koalisi yang menjadi acuan utamanya ialah memperhitungkan seberapa dekat jarak (ideologi) antara satu partai dengan yang lainnya. Koalisi seperti ini selalu berhitung kemungkinan untuk mendekatkan jarak dan seberapa jarak tersebut boleh untuk menghasilkan koalisi yang efektif.

Hal tersebut dapat memperhitung seberapa lama waktu koalisi dapat tercipta dengan kelanggengan, karena mereka mengacu kepada satu kedekatan jarak (ideologi) partai tersebut. Yang terpenting ialah, dari negosiasi politik yang mengacu pada seberapa dekat ideologi yang suatu partai politik, akan menciptakan satu power sharing yang bermanfaat untuk menciptakan satu kebijakan yang akan dibuat.

Pada saat ini, pada era demokrasi elektoral dapat kita simpulkan bahwa ketika daya tawar yang dilakukan oleh partai politik dalam sebuah negosiasi politik hanya bersandar pada perolehan suara dan untuk membagi-bagikan kekuasaan, maka koalisi pemerintahan yang akan berjalan selanjutnya tak akan stabil dan akan penuh dengan konflik baik di eksekutif maupun di legislatif seperti pemerintahan SBY kali ini. Selama ini proses demokratisasi kita telah hancur, namun ada baiknya kita menyiapkan energi yang kuat untuk memperbaikinya pada periode mendatang.