“Masa depan sebuah negara berada di pundak para pemudanya” -Anonim-
Dari quote diatas sudah barang tentu sebuah budaya adalah warisan dari yang tua kepada yang muda. Di tangan pemuda pemudanya lah budaya warisan ini akan menjadi apa.
Hanya sekedar pajangan?
Hanya berupa nostalgia?
Atau menjadi aset bagi Indonesia agar menjadi negara yang terkenal akan budayanya?
Berbicara soal budaya (terlebih produk budaya seperti batik, tari dan kesenian) adalah topik penting yang perlu perhatian lebih bagi saya sebagai mahasiswa Ilmu Budaya.
Saya adalah seorang mahasiswa Sastra Inggris UB. Itu artinya setiap hari setiap waktu selama 4 tahun lebih saya diberi pengertian dan pembelajaran budaya asing.
Just so you know, semakin saya belajar budaya asing, semakin saya mencintai budaya Indonesia milik kita.
Kenapa? Karena budaya Indonesia selain luas dan kaya, juga sudah full package.
Contoh:
Disana punya Balet, kita punya Remo
Disana punya Opera, kita punya Wayang Orang
Disana punya Puppet Show, kita punya Wayang
Disana baru baru ini sedang ramai soal soft skill (latihan kepribadian) kita sudah punya prinsip Tata Krama, Unggah Ungguh, Budi Pekerti.
Pertanyaannya adalah kenapa budaya Indonesia masih kalah pamor dengan budaya luar? (contoh Korea yang sekarang sedang booming).
Menurut saya adalah eksekusi produknya.
Era sekarang adalah era budaya Pop (Pop Culture) dimana produk budaya diproduksi dengan gaya kekinian.
Gambar kecilnya adalah kartun. Ya, tontonan anak.
Jepang memiliki anime, dimana dalam anime tersebut seringkali kita diperkenalkan dengan budaya jepang (ie. Samurai X, Naruto).
Anda pasti mencoba makan Ramen karena tau dari menonton anime.
Malaysia sudah berjalan kearah ini, dengan adanya kartun Upin Ipin dan Boboiboy.
Kartun ini impact nya besar sekali kepada anak anak.
True Story keponakan saya yang masih umur 5 tahun sudah cakap berbahasa Melayu daripada bahasa daerahnya sendiri (madura) karena tiap harinya menonton Upin Ipin dan Boboiboy.
Dilain pihak, Indonesia masih saja ikut ikutan latah dengan membuat kartun yang mirip dengan milik Malaysia dengan eksekusi yang kurang maksimal (ie. Keluarga Somad).
Tentu saja, kartun ini masih kalah pamor dibanding kartun Malaysia.
Apa yang harus kita lakukan?
-
Belajar
Tidak perlu menutup diri dari budaya luar. Pelajari budaya mereka, ambil positifnya, implementasikan terhadap budaya kita.
-
Ikuti perkembangan
Jika kita hanya stuck dengan produk tradisional saja, kita tidak akan bisa bersaing di pasar internasional. Akan lebih baik jika menggabungkan elemen pop dengan budaya kita.
Contoh:
Produksi film dengan eksekusi maksimal tentang silat (The Raid bahkan sampai kehabisan tiket di teater London dan masih menjadi kandidat kuat film action terbaik hingga sekarang).
-
Bangga dan pakai produk budaya kita
Percuma jika para anak mudanya menjadi garang di media sosial ketika batik diklaim oleh negara tetangga tapi masih malas memakai batik ketika kuliah karena takut diolok olok.
Rubah mindset tersebut, mulailah menjadi pionir bagi produk budaya kita sendiri. Pakai produk asli Indonesia seperti distro produksi lokal, maupun barang barang produksi lokal.
-
Viral Trend
Memanfaatkan sosial media menjadi game changer bagi promosi budaya.
Gunakan sosial media untuk memposting hal hal tentang budaya kita.
Contoh: hastag #ootd untuk caption posting Instagram saat kita memakai batik.
Mari berubah dan mencoba untuk mencintai budaya kita untuk melestarikannya.
Semoga jawaban ini bisa membantu