Bagaimana biografi Friedrich Wilhelm Nietzsche ?

Friedrich Wilhelm Nietzsche

Friedrich Wilhelm Nietzsche adalah seorang filsuf Jerman dan seorang ahli ilmu filologi yang meneliti teks-teks kuno. Friedrich Nietzsche dilahirkan di kota Röcken, di wilayah Sachsen. Orang tuanya adalah pendeta Lutheran Carl Ludwig Nietzsche (1813-1849) dan istrinya Franziska, nama lajang Oehler (1826-1897). Ia diberi nama untuk menghormati kaisar Prusia Friedrich Wilhelm IV yang memiliki tanggal lahir yang sama. Adik perempuannya Elisabeth dilahirkan pada 1846. Setelah kematian ayahnya pada 1849 dan adik laki-lakinya Ludwig Joseph (1848-1850) keluarga ini pindah ke Naumburg dekat Saale.

Filsafat Nietzsche adalah filsafat cara memandang ‘kebenaran’ atau dikenal dengan istilah filsafat perspektivisme. Nietzsche juga dikenal sebagai “sang pembunuh Tuhan” (dalam Also sprach Zarathustra). Ia memprovokasi dan mengkritik kebudayaan Barat di zaman-nya (dengan peninjauan ulang semua nilai dan tradisi atau Umwertung aller Werten) yang sebagian besar dipengaruhi oleh pemikiran Plato dan tradisi kekristenan (keduanya mengacu kepada paradigma kehidupan setelah kematian, sehingga menurutnya anti dan pesimis terhadap kehidupan). Walaupun demikian dengan kematian Tuhan berikut paradigma kehidupan setelah kematian tersebut, filosofi Nietzsche tidak menjadi sebuah filosofi nihilisme. Justru sebaliknya yaitu sebuah filosofi untuk menaklukan nihilisme (Überwindung der Nihilismus) dengan mencintai utuh kehidupan (Lebensbejahung), dan memposisikan manusia sebagai manusia purna Übermensch dengan kehendak untuk berkuasa (der Wille zur Macht).

Selain itu Nietzsche dikenal sebagai filsuf seniman (Künstlerphilosoph) dan banyak mengilhami pelukis moderen Eropa di awal abad ke-20, seperti Franz Marc, Francis Bacon,dan Giorgio de Chirico, juga para penulis seperti Robert Musil, dan Thomas Mann. Menurut Nietzsche kegiatan seni adalah kegiatan metafisik yang memiliki kemampuan untuk me-transformasi-kan tragedi hidup.

  • “Saya bukan seorang manusia, saya adalah sebuah dinamit!”
  • "Yang penting bukanlah kehidupan kekal (das ewige Leben), melainkan kekal-nya ‘yang menghidupkan’ (die ewige Lebendigkeit)! "
  • “Tuhan sudah mati”

Bagaimana biografi Friedrich Wilhelm Nietzsche ?

Nietzsche, melalui karyanya, Ecce Homo (Lihatlah Dia), filsuf asal Jerman ini adalah satu-satunya filsuf yang menuliskan autobiografinya sendiri. Sama halnya dengan Jacques Derrida, Nietzsche juga memiliki alasan tersendiri sebagaimana ia tulis dalam pendahuluan autobiografinya

“Dengarkan aku! Aku adalah begini dan begitu. Janganlah, di atas segalanya, mengaburkan aku dengan apa yang bukan diriku!”.

Nietzsche lahir di Rocken, Prusia, Jerman pada tahun 15 Oktober 1844. Nietzsche dibesarkan dalam keluarga yang taat pada agama. Kakeknya, Friedrich August Ludwig (1756-1862) adalah seorang kepala pendeta (setara dengan uskup) di Gereja Lutheran. Ayahnya, Karl Ludwig Nietzsche (1813-1849) merupakan pastor di desanya. Sedangkan ibunya, Fransziska Oehler (1826-1897) adalah putri pastor aliran Lutheran di desa tetangga. Kelahiran anak pertamanya yaitu Nietzsche, Fransziska masih berumur 18 tahun. Setelah itu keluarga Karl Ludwig kehadiran sosok wanita yang nantinya banyak membantu karya-karya Nietzsche yaitu Elizabeth adiknya, lahir pada tahun 1846. Sedangkan anak laki-laki kedua yakni Joseph lahir pada tahun 1848.

Hari kelahiran Nietzsche bertepatan dengan tanggal lahir atau ulang tahun ke-49 raja Prusia yaitu Friedrich Wilhelm IV. Karl Ludwig (ayah Nietzsche) sangat mengagumi raja tersebut, untuk itulah nama sang raja disandingkan pada Nietzsche sebagai nama depan. Bagi Nietzsche, hari kelahirannya menjadi kebanggan tersendiri sebagaimana ia ungkapkan dalam Ecce Homo (H-15) bahwa betapa beruntungnya ia dilahirkan pada tanggal itu karena hari ulang tahunnya selalu menjadi hari yang dirayakan oleh umum.

Kebahagiaan itu segera padam ketika umur Nietzsche menginjak empat tahun, ayahnya Karl Ludwig meninggal pada 30 Juli 1849 akibat penyakit “melemahnya otak” dan hasil otopsi menjelaskan bahwa seperempat bagian otaknya telah rusak akibat “pelemahan” itu.6 Tentang ayahnya Nietzsche menuangkan dalam karyanya Ecce Homo sebagai berikut:

“Ayahku meninggal pada umur tiga puluh enam: ia dahulu lembut, layak dikasihi sekaligus mengerikan, bagai ditakdirkan untuk hanya berkunjung sejenak ke dunia ini—sebuah pengingat yang sangat ramah akan kehidupan dibanding dengan hidup itu sendiri”.

Lebih menyedihkan lagi, adiknya Ludwig Joseph menyusul sang ayah pada tahun berikutnya (4 Januari 1850). Keluarga yang terdiri atas Nietzsche, ibunya, adik perempuannya, nenek dari pihak ibu dan dua orang bibi harus meninggalkan wisma pendeta pada bulan April 1850 ke Naumburg, Thuringia. Sejak itulah Nietzsche diasuh dalam sebuah rumah yang dipenuhi oleh “perempuan suci”.

Di Naumburg 1849 sampai dengan 1858, Nietzsche hidup dalam lingkungan wanita. Pada usia enam tahun ia masuk ke sekolah dasar setempat. Setahun kemudian dia meninggalkannya, dan berpindah ke sekolah swasta. Menginjak usianya yang ke empat belas, Nietzsche (1858) Nietzsche mendapatkan beasiswa untuk belajar di Gymnasium (sekolah setingkat SMA) di Pforta (Thuringen), beberapa kilometer dari kota Naumburg. Dia belajar di sekolah yang terkenal dengan tradisi humanis dan Lutheran tersebut sampai tahun 1864. Di sekolah yang didirikan sejak abad XVI ini, Nietzsche menerima pendidikan klasik yang ketat.

Sekolah tersebut mengonsentrasikan diri pada pendidikan klasik, terutama bahasa Latin dan Yunani dibanding matematika dan sains. Jadi, setiap siswa diwajibkan bangun jam 4 pagi, palajaran dimulai jam 6 sampai 4 sore. Selain itu, ada kelas lagi di malam hari.

Masa-masa di Gymnasium, Nietzsche tidak dikenal sebagai anak yang nakal. Bahkan di kalangan teman-teman sekolahnya ia mendapat julukan “sang pendeta”. Salah satu kegemarannya adalah membaca buku dan membaca kitab injil. Kegemarannya membaca, membuat matanya sakit. Adapun buku-buku yang ia sukai adalah karya penyair bernama Schiller, Holderlin, dan Byron. Dari tiga penyair tersebut, Nietzsche lebih tertarik dan sangat menyukai karya-karyanya Holderlin.

Bersama dua teman dari Naumburg, yakni Wilhelm Pinder dan Gustav Krug, Nietzsche membentuk sebuah perkumpulan sastra pada tanggal 25 Juli 1860. Dan pada tahun-tahun berikutnya mencoba-coba menulis esai, sajak dan komposisi.

kata bijak Friedrich Wilhelm Nietzsche

Pada usianya yang ke 18, Nietzsche mulai kehilangan akan pegangannya dalam agama Kristen yaitu Tuhan. Kenyataan inilah yang cukup janggal, sebab ia adalah keturunan pendeta atau keturunan keluarga yang saleh. Orang-orang sekelilingyna mengira bahwa kejanggalan ini hanyalah gejala anak remaja yang bersifat sementara. Namun, kepercayaan akan Tuhan dalam agama Kristen itu benar-benar hilang.

Pada tahun 4 September 1864 Nietzsche meninggalkan Pforta, dan melanjutkan studinya ke Universitas Bonn sebagai mahasiswa filologi dan teologi (16 Oktober). Akan tetapi pada tahun 1865, Nietzsche menghapus pelajaran teologi dan hanya belajar filologi saja. Kenyataan ini sejalan dengan keputusan pada umurnya yang ke 18 bahwa sudah tidak lagi percaya pada Tuhan. Sejak di Pforta, sikap janggal Nietzsche sudah mulai tampak ketika pada tahun-tahun terakhir. Hal itu tampak dalam tulisannya Ohne Heimat (Tanpa Kampung Halaman). Kondisi Nietzsche yang telah berubah mendapat reaksi perlawanan keras dari ibunya. Perseteruan ini membawa Nietzsche dan keluarganya berdiskusi dalam sebuah surat dimana Nietzsche pernah menuliskan kalimat demikian,

“Jika engkau haus akan kedamaian jiwa dan kebahagiaan, maka: percayalah! Jika engkau ingin menjadi murid kebenaran, maka: carilah…!”.

Nietzsche dalam riwayatnya diselingi dalam pengalaman menjadi seorang tentara. Meskipun menderita miopia, ia tidak dibebaskan dari wajib militer. Ketika ia berumur 23 tahun, suatu cedera berat akibat jatuh dari kereta mengharuskan Nietzsche dibebaskan dari dinas ketentaraan. Pengalaman semasa menjadi seorang tentara inilah yang sebagian besar menjadi semangat keberanian dalam karya-karyanya. Akhirnya, ia menempuh jalan akademik sebagai ahli filologi. Bersama dengan Ritschl, Nietzsche semakin mahir dalam filologi.

Masa-masa Nietzsche di Bonn tidak bertahan lama. Ia hanya menikmati Universitas tersebut selama dua semester. Hingga pada pertengahan 1865 Nietzsche pindah ke Leizpig untuk belajar filologi selama empat semester. Ritschl sebagai dosen menilai Nietzsche sangat berbakat dalam bidang filologi. Penilaian Ritschl ini berdasarkan tulisan Nietzsche yang pertama dalam bidang filologi, yaitu De Theognide Megarensis (Silsilah Para Dewa Megara). Tulisan ini sebenarnya sudah ia kerjakan saat masih di Pforta.

Roy Jackson dalam bukunya Friedrich Nietzsche, memetakan masa-masa Nietzsche ketika tinggal di Leizpig, yaitu:

  1. Nietzsche menderita penyakit sifilis karena masuk ke rumah-rumah bordil, sekalipun hal itu tidak dapat dipastikan secara konklusif.

  2. Ketika berjalan-jalan di sebuah toko loakan, Nietzsche menemukan buku The Word as Will and Idea (1819) karya filsuf Arthur Schopenhauer (1788-1860). Setelah membaca buku tersebut, Nietzsche menjadi seorang “Schopenhaueran”. Pandangan pesimis Schopenhauer bahwa dunia ini ditopang oleh sebuah keinginan umum yang tidak menaruh perhatian pada kemanusiaan sangat mengena pada perasaan Nietzsche kala itu. Di samping karya Arthur Schopenhauer, Nietzsche juga membaca karya F. A. Lange (1828-1875) “History of Materialism” seorang ilmuan sosial yang memperkenalkan Nietzsche pada Darwinisme.

  3. Pada tanggal 28 Oktober 1868, Nietzsche mengumumkan perubahan pandangannya terhadap komposer dan teoretikus musik yang sangat berpengaruh, yakni Ricard Wagner (1813-1883), setelah mendengarkan sebuah pertunjukan prelude Tristan dan Meistersinger. 11 hari kemudian, Nietzsche baru bertemu dengan Wagner secara pribadi. Dalam pertemuan tersebut, Wagner menyambut kehadiran Nietzsche dengan memainkan piano. Sejak pertemuan itu, Nietzsche beranggapan bahwa Ricard Wager adalah Schopenhaueran juga.

Ada sesuatu yang heran bagi Nietzsche ketika ia mendapat panggilan dari universitas Basel untuk menjadi dosen. Keheranan tersebut karena dirinya masih belum bergelar doktor, dan umurnya yang masih belum genap 25 tahun. Berkat Ritscl dosennya dulu di Leizpig Nietzsche mendapatkan rekomendasi untuk mengajar di Basel. Sebulan kemudian, Nietzsche mendapatkan gelar doktor dari Leizpig tanpa ujian dan formalitas apa pun. Sebuah karya yang meyakinkan diri Ritscl atas Nietzsche adalah De Theognide Megarensis (Silsilah Para Dewa Megara). Nietzsche adalah mahasiswa paling maju untuk ukuran anak-anak muda seumurnya yang perah ia ajar. Di Basel, Nietzsche ditunjuk sebagai pengajar filologi klasik di Basel, dan menjadi pengajar kajian Yunani di sekolah menengah milik universitas yang sama sejak 13 Februari 1869.

Ia datang di Basel pada tanggal 19 April 1969. Mengunjungi Wagner di Tribschen dekat Lucerne pada tanggal 15 Mei, namun tidak bertemu dengan tuan rumah, dan kembali lagi pada tanggal 17 Mei, di undang untuk hadir dalam perayaan ulang tahun Wagner tanggal 22 Mei, namun karena tugas mengajarnya di Basel membuat Nietzsche tidak bisa hadir pada acara tersebut. Di akhir pekan, antara tanggal 5 sampai 7 Juni, Nietzsche kembali lagi mengunjungi sang komposer. Setelah itu, ia menjadi tamu tetap keluarga Wagner. Selama tiga tahun, sejak saat itu sampai bulan April 1872, Nietzsche mengunjungi Wagner 23 kali, ketika Wagner meninggalkan Tribschen dan pindah ke Bayreuth.

Pada masa-masa karirnya yang cukup gemilang dirasakan oleh Nietzsche, ada saat dimana ia harus sering cuti dan beristirahat demi kesembuhan penyakitnya. Misalnya saja, pada 1870 ia jatuh sakit karena serangan desentri dan difteri. Pada tahun 1870 ini ia hanya mengajar selama satu bulan, dan waktu yang lainnya ia gunakan untuk berobat ke berbagai daerah. Sakit mata dan kepala mulai ia rasakan yakni sejak tahun 1875 dan kambuhnya yang paling parah ia alami pada 1879 dan mengharuskannya beristirahat mengajar.

Pada tanggal 2 Mei 1879, Nietzsche mengajukan petisi untuk dibebaskan dari tugas mengajar di universitasnya: tanggal 14 Juni ia memperoleh pensiun. Bersama Elizabeth saat kesehatannya membaik ia pergi ke Schloss Bremgarten, dekat kota Bren, kemudian ke Zurich, lalu sendirian ke St. Moritz. Di kota itu Nietzsche menyelesaikan Sang Pengelana dan Bayang-Bayangnya („suplemen‟ kedua untuk manusia terlalu manusiawi) di bulan September. Pada bulan Oktober ia ke Naumburg sepanjang tahun itu ia mengalami serangan penyakitnya yang berat selama 118 hari. Di susul 2 tahun selanjutnya, tahun 1881 sampai dengan 1882, Nitzsche menyelesaikan Gay Science.

kata bijak Friedrich Wilhelm Nietzsche

Pada saat dimana ketika Nietzsche berhenti menajar di Basel, ia sering ditemani olehh tiga orang yakni Elizabeth (adiknya), Paul Reed dan Lou Salome (temannya). Jalinan pertemanan antara Nietzsche dengan Lou Salome membuatnya jatuh cinta dan ingin melamarnya. Akan tetapi, ketik Nietzsche mencoba melamar Loe, ada hal yang janggal dari jawaban Loe yaitu, ia bersedia menerima Nietzsche dengan syarat Paul Ree juga menjadi suaminya. Loe Salome tahu, jalinan pertemanan diantara ketiganya ada cinta segitiga. Mendengar kenyataan ini, Elizabet segera mengabarkan kepada ibu Nietzsche bahwa ada rencana immoral. Alhasil, Nietzsche membatalkan diri untuk melanjutkan kesepakatan yang dibuat oleh Loe, dan ditambah dengan sakitnya yang terus memburuk mendorong Nietzsche untuk hidup sendiri tanpa pasangan sampai akhir hayatnya.

Setelah izin pensiun diberikan oleh universitas kepada Nietzsche, pada periode inilah ia memulai pengembaraannya dalam kesepian. Nietzsche adalah filsuf yang sangat menyukai kesunyian, bahkan Goenawan Mohamad dalam sebuah kata pengatar karya St. Sunardi “Nietzshe” menyelipkan kalimat “kesunyian adalah rumahku”. Sebuah kalimat dari Nietzsche tersebut telah mengantarkan Goenawan Mohamad pada representasi tentang Nietzsche tak ubahnya seperti rahib (rahib tanpa Tuhan). Karena hidupnya hampir selalu dalam suasana khalwat tanpa batas.

Pada tahun 1889, Overbeck membawa Nietzsche ke klinik universitas Basel (10 Januari), karena tahu bahwa Nietzsche tengah mengalami sakit jiwa. Dan pada tanggal 17 Januari, ia dipindahkan ke klinik di Jena. Karena pengobatan yang terasa sia-sia, akhirnya pada 1890, sanga ibu membawanya ke Naumburg dan merawatnya sendiri. Ditengah suasana yang dialami oleh Nietzsche tersebut, ibunya meninggal pada tahun 1897, dan ditambah dengan kedatangan Elizabeth dari Paraguay karena suaminya yakni Forster bunuh diri akibat ketakutan diadili karena terlibat kasus penipuan sehubungan dengan perusahaan kolonialnya. Kini hanya tinggal Elizabeth seorang yang merawat adiknya. Kematian sang ibu, Nietzsche tidak mengetahuinya karena sakit jiwa yang dideritanya. Akhirnya, Elizabeth memindahkan kakaknya ke Weimar dan menetap di Villa Silberblick beserta arsip-arsipnya. Dan tahun 25 Juli 1900, sang rahib tanpa Tuhan menghembuskan nafas terakhirnya di Weimar. Jika dikalkulasi, masa efektif hidup Nietzsche hanyalah 46 tahun. Sedangkan 10 tahunnya, ia berada dalam kegelapan.

Latar Belakag Pemikiran Nietzsche

Hampir tidak ada filsuf yang riwayat hidupnya dikaitkan begitu erat dengan pemikirannya seperti Nietzsche. Seorang filsuf yang mendapat banyak cemooh karena penyakit jiwa yang dideritanya serta deklarasi kematian Tuhan ini ditandai dengan berbagai pengembaraan dalam kesepian dimana pengalaman itu memberikan representasi atas pemikirannya. Menelusuri jejak pemikirannya, bukanlah perkara yang mudah. Ia tampak berada dalam suasana yang ambruk ketika menuangkan pikiran-pikiran filosofisnya yang tidak dapat dilepaskan dari perjalanan hidupnya.

Hidup sebagai latarbelakang pemikirannya. Nietzsche, yang semula waktu kecil adalah sosok paling taat akan perintah agama. Tatkala umurnya yang ke 18, ia mulai membuang apa yang sebelumnya ia yakini. Padahal garis kependetaan membentang pada keluarga ayahnya. Jika diperhatikan dari latarbelakang keluarganya yang taat, Nietzsche merupakan anti-tesis dari pernyataan bahwa “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”.

Pada tahun-tahun terakhir di Pforta, sikap jalang sudah tanpak pada Nietzsche yaitu dalam tulisannya Ohne Heimat (Tanpa Kampung Halaman). Dari tulisan tersebut ia ingin bebas dan minta dipahami. Bersamaan dengan itu, ia melepaskan keyakinannya. Nietzsche merasa tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan hidup. Berkali-kali ia menyatakan akan mengadakan semacam pencarian (Versuch) dengan hidupnya. Ia memilih menjadi seorang freethingker yang tidak hanya membebaskannya dari beban, akan tetapi memilih beban yang lebih berat.

Berangkat dari sini, corak latarbelakang pemikirannya mulai muncul bahwa ia ingin merombak atau sebuah sikap untuk mengevaluasi seluruh nilai dan mendapatkan “nilai baru”.

Sebelumnya, Nietzsche telah mendapatkan inspirasi dari pemikiran Arthur Schopenhauer melalui karyanya Die Welt als Wille und Vor-stellung. Dalam pandangan Schopenhauer dunia menampakkan diri pada kita sebagai suatu representasi namun sifat dasarnya adalah kehendak (will). Kehendak itu adalah keinginan yang sederhana serta mengarahkan segala sesuatu tanpa pernah selesai.

Maka dari itu, Schopenhauer memandang kehendak pada hakikatnya bersifat jahat dan satu-satunya cara mengatasi penderitaan dan kejahatan adalah mengingkari kehendak. Di sini Nietzsche menolak ajakan Schopenhauer untuk mengingkari kehendak. Asketisme, penyangkalan, dan penolakan menurut Nietzsche hanyalah merupakan ekspresi dari kehendak untuk berkuasa.

Penolakan Nietzsche terhadap Schopenhauer bukan berarti jejak pemikirannya terlepas total. Sebagaimana direpresentasikan oleh Roy Jackson, bahwa pengaruh Schopenhauer pada Nietzsche ada dalam tiga hal:

  1. Seperti halnya Schopenhauer, Nietzsche menampilkan gambaran filsuf yang akan berhenti pada kesia-siaan atas pencarian kebenaran, betapapun menyakitkan.

  2. Gaya penulisan Schopenhauer, mungkin lebih dari isinya, memiliki pengaruh pada penulisan Nietzsche sendiri dan menunjukkan bahwa seseorang bisa menulis filsafat sekaligus bagus dalam penulisannya.

  3. Nietzsche mengadopsi keunggulan kehendak sebagai gaya dorong dan kemudian menjadi kehendak untuk berkuasa (will to power).

kata bijak Friedrich Wilhelm Nietzsche

Dalam bukunya Syahwat Keabadian (kumpulan puisi-puisi Nietzsche), Nietzsche menuliskan kritiknya kepada Schopenhauer;

Arthur Schopenhauer
Was er lehrte abgetan,
Was er lebte, wird bleiben stahn:
Seht ihn nur an!
Niemande war er untertan!

Yang ia ajarkan sudah kadaluarsa,
Yang ia hidupi bakal kokoh berjaya:
Simaklah ia!
Tak pada siapapun ia sudi menghamba.

Ketertarikan Nietzsche dalam bidang filologi telah mengantarkannya bertemu dengan Wagner dan bahkan dapat dikatakan menjadi bagian dari keluarga Wagner. Di samping Schopenhaueren, Nietzsche juga Wagnerian. Pertemuan pertamanya dengan Wagner, satu hal yang ditemukan dalam diri Wagner yaitu bahwa dia juga Schopenhaueren. Hal ini tentu saja berdampak begitu dalam pada diri Nietzsche. Bagi Nietzsche, hanya Wagnerlah yang sanggup menggabungkan unsur-unsur Apollonian dengan Dionysian dengan cara yang serupa dengan tragedi Yunani. Penekanan Nietzsche atas kekuatan unsur Dionysian ini terbukti menjadi bagian yang esensial dari filsafatnya dikemudian hari. Dengan cara ini pula, ia menolak gagasan Schopenhauer tentang “Penyangkalan atas Kehendak”. Lebih ekstrim lagi, ia menggunakan unsur Dionysian ini untuk menentang paham Kristiani yang dianggapnya telah melemahkan peradaban.

Penghayatan hidup melalui jalur seni merupakan jawaban Nietzsche untuk membebaskan orang dari kungkungan moral. Pendektan moral dikritik Nietzsche sejauh dilandasi keyakinan akan adanya hokum moral universal dan nilai-nilai moral yang absolut. Sebagaimana dikutip oleh Albert Camus dalam bukunya The Myth of Sisyphus “kita memiliki seni agar tidak mati mengenal kebenaran”.

Awalnya, Nietzsche tidak memperdulikan status Wagner, ia hanya terkesima dengan opera-opera yang dimainkannya. Akan tetapi, pagelaran Wagner di Bayreuth pada tahun 1876, menunjukkan peristiwa penting persahabatan mereka. Nietzshe sadar akan satu hal dari Wagner, bahwa dia bukanlah juru selamat yang pernah diagung-agungkannya. Padahal pada tahun 1871, Nietzsche telah menuliskan The Brith of Tragedy atas persahabatannya.

Namun, melihat pertunjukan Wagner waktu di Bayreuth, terdapat indikasi sikap nasionalisme Jerman dan anti-Semit. Dalam Ecce Homo, Nietzsche mengatakan:

Siapakah yang benar-benar meragukan bahwa aku, prajurit artileri tua aku ini, memiliki kemampuan untuk mengangkat senjataku yang berat melawan Wagner?

Untuk itulah, Nietzsche memutuskan hubungan dengan Wagner, ia mencelanya dengan kemarahan yang neurotik, sebagaimana ia tuangkan dalam karyanya The Case of Wagner:

“Wagner menyanjung setiap sikap naluri Budhisme yang nihilistik, dan kemudian menyamarkannya di dalam musiknya; ia memuja setiap bentuk Kristianitas dan setiap bentuk serta ekspresi religius dari dekadensi… Ricard Wagner, seorang romantik pikun dan putus asa, tiba-tiba hancur sebelum Tahta Suci. Apakah sudah tidak ada manusia Jerman yang punya mata untuk melihat, dan hati untuk meratapi pemandangan yang mengerikan ini? … Apakah cuma aku yang menyebabkan ia begitu menderita? … Mungkin akulah satu-satunya pengikut Wagner yang begitu merusak Ya, aku adalah anak dari zaman ini yang, seperti halnya Wagner, merupakan seorang yang dekaden; tetapi aku betul-betul menyadarinya; dan aku berusaha melawannya.”

Mengenai pengaruh dan kekagumanya pada Spencer dan Darwin, dalam pemikiran Nietzsche itu tidak dapat ditegaskan. Akan tetapi, rumusan “survival of the fittest” ternyata sangat mempengaruhi pemikiran Nietzsche mengenai manusia dan kemanusiaan. Baginya, “dalam hidup ini yang kuatlah yang akan menang dan kebajikan utama dalam kehidupan adalah kekuatan”. Oleh karena itu, apa yang dinyatakan sebagai kebajikan, atau apa yang dianggap baik, haruslah kuat. Sebaliknya, segala yang lemah adalah buruk dan salah. Dalam hal ini, pemikiran Nietzsche membedah persoalan moral yang dibaginya menjadi moralitas tuan dan budak.

Karya-Karya Pokok Nietzsche

  1. The Birth of Tragedy (Die Geburt der Tragödie,1872).
  2. Untimely Meditations (Unzeitgemässe Betrachtungen, 1873-1876).
  3. Human, All Too Human (Menschliches, Allzumenschliches (vol. 1), 1878 dan (vol. 2), 1879-1880).
  4. Daybreak (Morgenröte, 1881).
  5. The Gay Science (Die fröliche Wissenschaft, 1882).
  6. Thus Spoke Zarathustra (Also Sprach Zarathustra, bks I-II, 1883; bk III, 1884; bk IV (printed and distributed privately, 1885).
  7. Beyond Good and Evil (Jenseits von Gut und Böse, 1886).
  8. On the Genealogy of Morality (Zur Genealogie der Moral, 1887).
  9. The Case of Wagner (Der Fall Wagner, 1888).
  10. Ecce Homo (Ecce Homo, 1888, first published 1908).
  11. Nietzsche contra Wagner (Nietzsche contra Wagner, 1888, first published 1895).
  12. Twilight of the Idols (Götzen-Dämmerung, 1889).
  13. The Anti-Christ (Der Antichrist, 1888).
Referensi
  • Kristine McKenna, The three of Jacques Derrida: An Interview with the Father of Deconstructionism (LA Weekly: 8-14 November 2002).
  • Friedrich Nietzsche, Ecce Homo, terj. Omi Intan Naomi, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004).
  • Roy Jackson, Fredrich Nietzsche, (Jogjakarta, Bentang Budaya, 2003),.
  • Fuad Hasan, Berkenalan dengan Eksistensialisme, (Depok, Komunitas Bambu, 2014).
  • Paul Strathern, 90 Menit Bersama Nietzsche, (Jakarta, Penerbit Erlangga, 2001).
  • A. Setyo Wibowo, Gaya Filsafat Nietzsche (Yogyakarta: Galang Press, 2004).
  • Chairul Arifin, Khendak untuk Berkuasa Friedrich Nietzsche (Jakarta, Penerbit Erlangga,1986).
  • R. J. Hollingdale, Kronologi Kehidupan Friedrich Nietzsche, (Yogyakarta: LKiS, 2012).
  • Albert Camus, Mite Sisifus: Pergulatan dengan Absurditas, ter. Apsanti D, (Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 1999).
  • Zainal Abidin, Filsafat Manusia: Memahami Manusia Melalui Filsafat, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2003).