Bagaimana bentuk Pemerintahan Di Zaman Baru?

Zaman Baru atau Gerakan Zaman Baru (New Age) adalah suatu gerakan spiritual yang terbentuk di pertengahan abad ke-20. Merupakan gabungan dari spiritualitas Timur, dan Barat, serta tradisi - tradisi metafisika yang mengemukakan suatu filsafat yang berpusatkan kepada manusia. Bagaimana Pemerintahan Di Zaman Baru?

Mandiri dan Memisah

Dalam penanganan ilmu pengetahuan setelah tahun 1500 terlihat ada dua perkembangan. Pertama, pandangan-pandangan tentang politik dan pemerintahan memisah dari pandangan-pandangan tentang Filsafat, Etika dan Theologia. Padahal selama berabad-abad sebelumnya mereka menyatu. Kedua, berangsur-angsur berkembang ilmu pengetahuan baru yang membahas aspek-aspek khusus negara, seperti misalnya, hukum negara, hukum tata usaha negara, statistik, filsafat politik, tata negara dan sosiologi. Pandangan-pandangan yang berbeda tadi menjurus pada satu kesatuan.

Sentralisasi

Yang merumitkan masyarakat dalam abad pertengahan adalah perkembangan perdagangan lalu lintas, diperkenalkannya ekonomi uang, konsentrasi kekuasaan di sekitar inti tunggal nasional yang besar dan pemerintahan yang tidak efisien dari para bangsawan yang melakukan desentralisasi menentang sentralisasi. Pemerintahan desentralisasi tidak lagi dicekoki tuntutan khusus administrasi yang rumit dan tak terelakkan, sementara wewenang sentral hanya terkhususkan untuk suatu pemerintahan yang terarah. Tema pemerintahan sentralisasi atau desentralisasi menjadi aktual juga di negara Belanda dan di Indonesia dewasa ini.

Berdirinya Negara-negara

Semenjak tahun 1500 telah berdiri kerajaan-kerajaan dengan kawasan wilayah, wewenang dan warga negara yang jelas antara lain di Inggris, Prancis dan Spanyol. Machiavelli menemukan nama jenis bagi kesatuan pemerintahan yang baru tadi: Io stato - negara. Nama tadi bergaung hebat. Raja menjadikan dirinya tuan dari posisi-posisi kunci di dalam negara. Sementara kekuasaan duniawi dan Gereja menghadapi masa akhirnya. Para raja membiarkan diri mereka dibantu oleh badan-badan penasihat. Berangsur-angsur para raja menyentralisasikan kekuasaan pada dirinya sendiri.

Pembaharuan dari Burgundi

Para Hertog Burgundi menghadirkan pembaharuan pemerintahan dalam abad ke 15 di negeri Belanda. Sesudah Hertog ada Kanselir sebagai pejabat tertinggi. Selanjutnya Hertog didampingi oleh sebuah Dewan Penasihat. Di dalam dewan ada seksi-seksi untuk urusan hukum. Urusan finansial/ keuangan dan dinas rahasia. Karel V mengubah seksi yang pertama menjadi Dewan Negara. Wilayah pemerintahan diperintahkan para Walikota atas nama Raja.

Machiavelli

Machiavelli (1469-1527) menganggap suatu ajaran suatu ajaran tentang negara yang telah dibersihkan dari pemikiran religious. Dia membela kekuasaan absolut dari Raja. Untuk mempertahankan dan memperbesar kekuasaan pemerintah semua cara dihalalkan. Para warga mesti mematuhi tentang hukum dan norma, namun raja tidak. Lewat pemisahan yang konsekuen dari unsur-unsur agama maka Machiavelli menjadi pemikir politik modern. Dia juga adalah teoretikus pertama dari ajaran tentang kekuasaan. Di dalam karyanya Sang Raja, ia luncurkan gambaran tentang seorang Raja yang tidak mengenal batasan moral, bakti kepada Tuhan dan hukum dan yang tanpa peduli berambisi untuk meraih dan memperbesar kekuasaan. Mempertahankan dan membesarkan kekuasaan pemerintah menjadi tujuan-nya, untuk itu maka semua cara dihalalkan. Cara-cara seperti pengkhianatan, pembunuhan, intimidasi, penekanan dan demagogi menurut dia dapat ditolerir apabila semua itu cocok dalam kerangka tadi. Keberhasilan di dalam mempertahankan kekuasaan adalah satu-satunya kriteria yang mutlak.
Kutipan-kutipan dari Sang Raja (De Vorsr/The Prince):

  • Sudah menjadi hukum umum bahwa dia yang membiarkan orang lain menjadi perkasa, akan menghadapi kehancuran. Meraih kekuasaan dapat dilakukan seseorang dengan tipu muslihat atau kekerasan; untuk itu baik tipu muslihat maupun kekerasan perlu dipertimbangkan oleh mereka yang sedang berkuasa.

  • Tidak ada yang lebih sulit dan lebih pasti daripada melakukan pembaharuan. Yang melakukan hal itu bakal menjadi musuh dari mereka yang mapan dalam lembaga lama, dan dari mereka yang bakal meraup manfaat dari pembaharuan tadi, dia hanya mendapatkan pembelaan setengah hati.

  • Dua prinsip paling utama di atas semua negara, baik yang lama maupun yang baru, adalah berlandas pada hukum yang baik dan senjata yang baik pula. Seorang raja yang mempertahankan kekuasaannya dengan bantuan dari tentara sewaan, selamanya berpijak pada landasan yang goyah. Tentara sewaan tidaklah baik.

  • Dengan demikian tentara sewaan dari luar biasa bermanfaat bagi si pengirim, namun mirip api dalam sekam bagi si penerima. Hal itu teratasi bila pasukan tadi menderita kekalahan, bila mereka menang, jadilah ia (si penerima) tawanan mereka.

  • Dengan demikian saya simpulkan, sebuah negara yang tidak memiliki pasukan sendiri tidaklah lama, dia selalu bergantung pada nasib mujur dan ketiadaan kekuatan untuk mempertahankan diri di masa terdesak. Tidak ada yang lebih lemah dan rapuh daripada kemasyhuran suatu kekuasaan yang tidak berbasis pada kekuasaan sendiri.

  • Dalam kehidupan senantiasa ada suatu perbedaan besar antara seadanya dan seharusnya. Siapa yang tidak menghitung yang pertama (seadanya) dan hanya mengarah kepada yang kedua (seharusnya), berarti menggali kuburannya sendiri. Seseorang yang ingin berbuat baik dalam semua keadaan bakal terjepit di antara yang banyak yang beretiket tidak baik.

  • Lebih baik takut dan berhati-hati. Secara umum, tidak dapat dikatakan bahwa orang lain tidak tahu berterima kasih, plin-plan, berpura-pura, licik dan serakah. Kasih akan dikaitkan dengan kewajiban, karena manusia sekarang memang jelek, sesewaktu demi kepentingan sendiri mereka bakal jahat. Orang melupakan kematian ayah mereka lebih cepat dibanding kekayaan yang ditinggalkan.

  • Seorang raja yang bijak biarlah menahan lidahnya, karena akan sangat merugikan dirinya karena janji yang tidak lagi diingat. Lebih baik rendah hati, setia, manusiawi, jujur dan nampak taat beribadah, daripada sebaiknya.

  • Seorang penguasa tidak boleh membayangkan bahwa dengan memihak akan lahir kepastian. Teruslah mempertimbangkan molah-malihnya masalah. Yang terbanyak terjadi di dunia ini adalah kebutuhan akan suatu dorongan dari orang lain untuk menjadikan dirinya berani. Sebagaimana tata negara yang mengerti caranya membedakan yang rumit, demikian yang paling tidak berbahaya adalah di dalam memilih.

  • Bila telah memegang kendali pemerintahan di tangan jangan lagi memikirkan diri sendiri. Pandanglah segalanya dari sudut pandang kepentingan negara. seharusnya merupakan hasil kebijakan sang raja, bukannya kebijakan raja merupakan hasil dari adanya nasihat yang baik.

Kedaulatan

Dalam masa sesudah tahun 1500 berkisarlah pusat pernyataan pada

bagaimana kekuasaan tertinggi menyandang kedaulatan dan batas-batas mana yang mesti diperlakukan. Di satu pihak, masalahnya menyangkut absolutisme, di lain pihak menyangkut demokrasi lewat parlemen itulah yang diupayakan dalam abad ke enam belas hingga abad ke-18.

Absolutisme

Teori-teori absolutisme menandaskan bahwa kekuasaan seorang Raja

dibatasi oleh hukum. Jean Bodin (1530-1596) menyatakan bahwa raja terikat pada hukum alam dan hukum akhirat. Menurut Thomas Hobbes (1588-1679), menyerahkan kekuasaan kepada Raja berarti kehilangan hak, termasuk hak untuk berlawanan. Selanjutnya ada teori perjanjian kekuasaan, yang didasarkan pada hukum alam: rakyat dan Raja menemukan suatu persetujuan sukarela. Penyerahan kekuasaan berlangsung sukarela tidak boleh didasarkan pada kekerasan.

Demokrasi

Ajaran pemerintahan demokrasi telah diformulasikan oleh John Locke (1632-1704), Charles Louis de Secondat Baron de Labrede et de Montesquieu (1689-1755) dan Jean-Jacques Rousseau (1712-1778). Menurut Locke, kekuasaan pemerintah berlandas pada kekuasaan pembuat undang-undang sebagai organ tertinggi dan oleh pelaksana kekuasaan yang berada di bawahnya. Montesquieu muncul dengan teori pemisahan kekuasaan, pemisahan antara kekuasaan pembuat undang-undang (legislatif), kekuasaan pelaksana undang-undang (eksekutif) dan kekuasaan peradilan (yudikatif) serta keseimbangan di antara kekuasaan-kekuasaan tersebut. Dia menganjurkan kedaulatan rakyat dan suatu bentuk demokrasi di mana para warga secara langsung memerintah negara.

Berbeda dengan Hobbes yang memandang suatu pemerintahan yang kuat, dan Locke yang memandang kebebasan individu perlu dilindungi serta Montesquieu yang menghendaki pemisahan serta keseimbangan kekuasaan, maka Rousseau lebih menekankan pada keinginan umum ( general will). Rousseau menyatakan bahwa suatu pemerintahan itu harus berdasarkan pada keinginan umum untuk menciptakan tertib sosial dan membawa masyarakat kembali ke suasana damai dan harmonis, kendati kebebasan yang alamiah. Keinginan umum atau kepentingan bersama merupakan landasan bagi setiap masyarakat, keinginan umum cenderung menekankan pada persamaan dan selalu benar dan dapat dimanfaatkan oleh semua orang sebab ia berasal dari semua untuk kepentingan semua, masing-masing untuk semua dan semua untuk masing-masing. Sedangkan keinginan pribadi atau golongan cenderung bersifat kepentingan yang sempit dan harus dapat dikalahkan demi kepentingan keinginan umum.