Bagaimana awal perkembangan hukum laut internasional?

Perkembangan Hukum Laut Internasional

Bagaimana awal Perkembangan Hukum Laut Internasional ?

Hukum laut internasional adalah asas-asas atau kaedah-kaedah yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara-negara yang berkenaan dengan laut, baik laut yang berada di dalam wilayah maupun laut di luar wilayah atau laut lepas, baik dalam aktivitas pemanfaatannya maupun akibat negatif dari pemanfaatannya.

Semenjak laut dimanfaatkan untuk kepentingan pelayaran, perdagangan dan sebagai sumber kehidupan seperti penangkapan ikan, semenjak itu pula lah ahli-ahli hukum mulai mencurahkan perhatiannya pada hukum laut. Sebagai suatu bentuk dari hukum laut yang paling dini pada abad ke-12 telah dikenal beberapa kompilasi peraturan-peraturan hukum yang dikenal di benua Eropa untuk mengatur kekuasaan bangsabangsa atas lau serta kegiatan di laut yang dipakai di laut di Eropa. Di laut Tengah Lex Rhodia atau Hukum Laut Rhodia mulai dikenal sejak abad ketujuh.

Sebelum Imperium Romawi berada dalam puncak kejayaan, Phoenicia dan Rhodes mengaitkan kekuasaan atas laut dengan pemilikan atas laut. Pemikiran tersebut tidak terlalu besar pengaruhnya (kecuali Hukum Laut Rhodes tentang Perdagangan) akibat berlakunya hukum Romawi pada abad pertengahan dimana saat itu tidak ada bangsa yang menentang kekuasaan mutlak Romawi terhadap Laut Tengah.

Peraturan-peraturan hukum laut Rhodes yang berasal dari abad ke-2 atau ke-3 SM, sangat berpengaruh di daerah Laut Tengah karena prinsipprinsipnya diterima baik oleh orang-orang Yunani dan Romawi. Kitab Undang-Undang Rhodes yang dikeluarkan pada abad ke-7 Masehi oleh orang-orang Romawi didasarkan pada peraturan-peraturan hukum laut Rhodes. Di kawasan Laut Tengah sekitar abad ke-14 terdapat sekumpulan peraturan hukum laut yang dikenal dengan Consolato del Mare yang merupakan seperangkat ketentuan hukum laut yang berkaitan dengan perdagangan (perdata).

Sejarah pertumbuhan hukum laut internasional ditandai dengan adanya pertarungan antara dua konsepsi hukum laut, yaitu:

  • Res Communis , yang menyatakan bahwa laut itu adalah milik bersama masyarakat dunia dan karena itu tidak dapat diambil atau dimiliki oleh siapapun;
  • Res Nulius , yang menyatakan bahwa laut itu tidak ada yang memilikidan karena itu dapat diambil dan dimiliki oleh masingmasing negara.

Pertumbuhan dan perkembangan kedua doktrin tersebut diawali dengan sejarah panjang mengenai penguasaan laut oleh Imperium Roma. Kenyataan bahwa Imperium Roma menguasai tepi Lautan Tengah dan karenanya menguasai seluruh Lautan Tengah secara mutlak. Dengan demikian menimbulkan suatu keadaan di mana Lautan Tengah menjadi Lautan yang bebas dari gangguan bajak-bajak laut, sehingga semua orang dapat mempergunakan Lautan Tengah dengan aman dan sejahtera yang dijamin oleh Kekaisaran Romawi (Imperium Roma). Pemikiran hukum bangsa Romawi terhadap laut didasarkan atas doktrin res communis omnium (hak bersama seluruh umat manusia), yang memandang laut bersifat bebas dan terbuka bagi setiap orang. Asas res communis omnium menjamin kebebasan semua bangsa untuk melakukan pelayaran dan penangkapan ikan.

Pada abad XVI dan XVII keinginan untuk menguasai lautan menimbulkan pertentangan diantara negara-negara maritim di Eropa. Spanyol dan Portugis yang menguasai lautan memperoleh tantangan baik dari Inggris yang berada di bawah kekuasaan Ratu Elizabeth I maupun tantangan dari Belanda, karena Belanda menuntut adanya kebebasan di lautan sementara Inggris menuntut kedaulatan negara pantai atas laut yang berbatas dengan pantai. Pada abad XVII Raja James I dari Inggris memploklamirkan bahwa penangkapan ikan di laut yang berdekatan dengan pantai suatu negara hanya diperkenankan jika mendapat izin dari negara pantai yang bersangkutan. Hal ini berarti nelayan-nelayan Belanda harus membayar royalty di perairan Inggris. Beberapa waktu kemudian hal ini membawa pada perdebatan yuridis yang sangat sengit antara yuris Belanda Grotius menerbitkan “ Mare Liberum ” sedangkan John Selden dari Inggris menerbitkan buku “ Mare Clausum ”. Belanda dan Inggris tidak mengkhendaki dominasi Spanyol dan Portugis atas lautan.

Setelah runtuhnya Imperium Roma, negara-negara di sekitar Laut Tengah masing-masing menuntut sebagian dari laut yang berbatasan dengan pantai negara-negara tersebut.

Venetia mengklaim sebagian besar dari Laut Adriatik, suatu tuntutan yang diakui oleh Paus Alexander ke-III dalam tahun 1177. Berdasarkan kekuasaannya atas laut Adriatik, Venetia memungut bea terhadap setiap kapal yang berlayar di sana. Genoa mengklaim kekuasaan atas laut Linguria dan sekitarnya dan melakukan tindakan-tindakan untuk melaksanakannya. Hal yang sama dilakukan oleh Pisayang mengklaim dan melakukan tindakan-tindakan penguasaan atas laut Thyrrhenia.

Kekuasaan negara-negara atau kerajaan-kerajaan tersebut terkait laut yang berbatasan dengan pantainya dilakukan dengan tujuan yang dewasa ini mungkin dapat disebut kepentingan:

  • Karantina
  • Bea cukai
  • Pertahanan dan netralitas.

Sejarah hukum Internasional, menunjukkan adanya upaya-upaya untuk menetapkan batas laut teritorial yang berlaku secara universal dengan memberikan catatan bagi negara-negara pantai dan pelintas. Semula batas laut teritorial suatu negara ditentukan berdasarkan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam praktek ketatanegaraan negara yang bersangkutan dengan memperhatikan kepentingan negara lainnya.

Ahli-ahli hukum yang berusaha meletakkan konsep-konsep dasar tentang hukum laut, menurut Summer biasanya membagi teori-teori tentang lautan secara legalistik dalam 4 bagian, yaitu:

  1. Perairan pedalaman

  2. Laut teritorial

  3. Zona tambahan

  4. Laut lepas

Setelah berakhirnya Perang Dunia II, terjadi perubahan-perubahan dalam hukum laut Internasional. Beberapa faktor yang menyebabkan perubahan itu antara lain yaitu:

  1. Semakin bergantungnya penduduk dunia pada laut dan samudera sebagai sumber kekayaan alam baik hayati maupun non hayati termasuk minyak dan gas bumi.

  2. Kemajuan teknologi yang memungkinkan penggalian sumber kekayaan alam di laut yang tadinya tak terjangkau oleh manusia.

  3. Perubahan peta bumi politik sebagai akibat bangsa-bangsa merdeka,menginginkan perubahan dalam tata hukum laut internasional yang dianggap terlalu menguntungkan negaranegara maju.

Kepentingan-kepentingan dunia atas hukum laut yang telah terlihat dalam perjalanan sejarah dunia mencapai puncaknya pada abad ke-20 ini. Di dalam dekade-dekade dari abad ke-20 ini telah empat kali diadakan usaha-usaha untuk memperoleh suatu himpunan hukum laut yang menyeluruh, yaitu:

  1. Konferensi Kodifikasi Den Haag 1930 ( The Hague Codification Conference in 1930) di bawah naungan Liga Bangsa-Bangsa.

  2. Konferensi PBB tentang Hukum Laut Tahun 1958 ( The U.N.Conference on The Law of The Sea in 1958)

  3. Konperensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1960 ( The U.N. Conference on The Law of The Sea in 1960)

  4. Konvensi Hukum Laut 1982, yang dihasilkan oleh konferensi Hukum Laut PBB III.

Konferensi PBB tentang hukum laut tahun 1958 telah menghasilkan empat konvensi penting, yaitu :

  1. Konvensi tentang laut teritorial dan jalur tambahan ( The Convention on Territorial Sea and Contigous Zone )

  2. Konvensi tentang laut lepas ( The Convention on The High Seas )

  3. Konvensi tentang landas kontinen ( The Convention on Continental Shelf )

  4. Konvensi tentang perikanan dan perlindungan Sumber-sumber hayati di laut lepas ( The Convention on Fishing and Conservation of Living Resources of The High Seas).

Konferensi PBB tentang Hukum Laut I tahun 1958 walaupun menghasilkan 4 konvensi, telah dinilai kurang berhasil karena tidak berhasil menetapkan batas lebar laut teritorial sehingga karenanya semua ketentuan mengenai baik landasan kontinen, perlindungan kekayaan hayati laut serta laut lepas jadi mengambang. Usaha lebih lanjut yang diusahakan oleh PBB pada Konperensi PBB tentang Hukum Laut 1960 (Konverensi Hukum Laut II) juga mengalami kegagalan. Pada permulaan tahun tujuhpuluhan, negara-negara maritim mempunyai keinginan yang sangat kuat untuk membuka perundingan baru terhadap tiga masalah penting yang tetap tidak terpecahkan dalam Konferensi Hukum Laut PBB 1958 yaitu masalah-masalah :

  • Lebar laut teritorial, dimana kebanyakan negara-negara menginginkan 12 mil.
  • Rejim yang mengatur lintas pelayaran kapal-kapal melalui selat yang digunakan untuk pelayaran internasional.
  • Batas perikanan dan beberapa masalah tentang peraturan perikanan.

Konvensi hukum laut 1982 adalah merupakan puncak karya dari PBB tentang Hukum Laut, yang disetujui di Montego Bay, Jamaica tanggal 10 Desember 1982. Terdiri dari 17 bagian ( Parts ) dan 9 Annex, konvensi antara lain terdiri dari ketentuan-ketentuan tentang batas-batas dari yurisdiksi nasional di ruang udara di atas laut, navigasi, perlindungan dan pemeliharaan lingkungan laut, riset ilmiah, pertambangan dasar laut dan eksploitasi lainnya dari sumber-sumber non hayati dan ketentuanketentuan tentang penyelesaian perselisihan. Di samping itu konvensi ini juga mengatur tentang pendirian dari badan-badan internasional untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi untuk realisasi tujuan-tujuan tertentu dari konvensi.

Sesuai dengan pasal 308 dari Konvensi Hukum Laut 1982, bahwa Konvensi akan mulai berlaku 12 bulan setelah tanggal deposit dari instrumen ratifikasi atau persetujuan yang ke-60. Kemudian pasal 311 menentukan bahwa Konvensi Hukum Laut 1982 akan menggantikan Konvensi-Konvensi Geneva 29 April 1958 untuk negara-negara maritim.

Perkembangan pemikiran hukum tentang laut pada zaman Romawi , masa abad pertengahan , zaman Portugal , Spanyol , serta zaman Inggris, yaitu :

a. Pada masa puncak kejayaan Imperium Roma

Lautan Tengah secara mutlak dikuasai oleh Imperium Roma. Dengan Imperium Roma menjadi penguasa tunggal lautan tengah persoalan penguasaan laut tidak menimbulkan persoalan antar bangsa karena tidak ada pihak lain yang menentang atau menggugat kekuasaan mutlak Imperium Roma atas lautan tengah . Pemikiran hukum bangsa romawi terhadap laut didasarkan atas doktrin “ res commmunis omnium “ yang artinya hak bersama seluruh umat manusia). Mengacu pada pemikiran ini penggunaan laut bebas terbuka untuk setiap orang yang dapatmengambil manfaatnya. Kebebasaan laut dalam artian bahwa bebas dari ancaman bajak laut dalam pada saat melakukan pemanfaatan di wilayah laut.

Dalam kerangka berpikir ini, Kekaisaran Roma melihat dirinya sebagai pihak yang menjamin kepentingan umum dalam laut dan penggunaanya sehingga tidak ada pertentangan antasa kekuasaan atas laut dan kebebasaan dalam penggunaanya. Dalam perkembangan ini terlebih dahulu perlu dijelaskan adanya pemikiran lain tentang laut yang menganggapnya sebagai suatu “res nullius” . menurut pandangan ini laut bisa dimiliki apabila yang berkeinginan memilikinya bisa menguasai dan mendudukinya, hal ini didasarkan paham “ occupation” dalam hukum perdata Romawi. Runtuhnya Imperium Roma akibat adanya kekuatan yang dapat mengalahkan penguasa laut mutlak, menimbulkan persoalan yang lebih jauh mengenai siapa yang memiliki dan menguasai laut diantara banyak negara dan kerajaan yang saling bersaing.

b. Masa abad pertengahan

Setelah runtuhnya kekuasaan imperium Roma banyak negara – negara yang muncul di sekitar tepi laut tengah masing – masing negara tersebut menuntut sebagian laut yang berbatasan dengan pantainya bedasarkan alasan yang bervariasi. Venetia mengklaim sebagian besar dari laut Adriatik, suatu tuntutan yang diakui oleh Paus Alexander III dalam tahun 1177.

Bedasarkan kekuasaanya atas laut Adriatik, Venetia memungut bea terhadap setiap kapal yang berlayar di wilayah laut tersebut. Genoa mengklaim kekuasaan atas laut Liguria dan sekitarnya serta melakukan tindakan – tindakan untuk melakasanakannya. Hal yang sama dilakukan juga oleh Pisa yang mengklaim dan melakukan tindakan – tindakan penguasaan atas laut Thyrrhenia.
Adanya 3 ( tiga ) negara kecil yang meminta hak atas sebagian wilayah di laut tengah setelah runtuhnya Imperium Roma hanya merupakan sebagian kecil dari negara tepi laut tengah yang berusaha ingin menguasai laut tengah. Kekuasaan yang dilaksanakan oleh negara – negara tersebut dengan tujuan yang bermacam – macam. Klaim – klaim negara pantai untuk kepentingan masing masing menimbulkan suatu keadaan dimana laut tidak lagi merupakan suatu daerah milik bersama. Tindakan sepihak negara pantai di lautan tengah yang menyatakan, secara ekslusif bagian dari laut yang berbatasan dengan pantainya menjadi haknya paling sedikit untuk menerapkan hukumnya di wilayah tersebut. Kebutuhan untuk memerikan dasar teoritis bagi klaim kedaulatan atas laut oleh negara – negara ini antara lain menimbulkan beberapa teori yang dikemukakan oleh Bartolus dan Baldus, dua ahli hukum di abad pertengahan . Bartolus meletakan dasar atas dua pembagian laut, yakni laut sebagai wilayah kedaulatan negara pantai dan diluar itu merupakan wilayah laut yang bebas dari kekuasaan dan kedaulatan negara manapun. Teori ini kemudian menjadi dasar pembagian laut klasik yaitu, Laut teritorial dan laut lepas. Sedangkan Baldus membagi konsepsi laut menjadi 3 yaitu, pemilikan laut , pemakaian laut dan yurisdiksi atas laut.

c. Perkembangan zaman Portugal , Spanyol , serta zaman Inggris

Perkembangan selanjutnya memperlihatkan bahwa ternyata pembagian dua laut dan samudra, serta klaim ke empat kerajaan di Eropa Barat mengenai konspsi laut tertutup ( mare clausum ) mendapat tantangan dari Belanda yang memperjuangkan asas kebebasan berlayar yang didasarkan atas pendirian bahwa lautan itu bebas untuk dilayari oleh siapa pun. Perkembangan penting dalam hukum laut Internasional yang perlu dicatat adalah pertarungan antara penganut doktrin laut bebas ( mare liberium ) dan laut tertutup ( mare clausum )

Setelah pertentangan antara penganut doktrin laut bebas dan laut tertutup tercapailah kompromi dimana Grotius sendiri mengakui bahwa laut sepanjang pantai suatu negara dapat dimliki sejauh yang dapat dikuasai dari darat . Kompromi tersebut juga ada pada Selden penulis hebat asal inggris penganut mare clausum yang mengakui adanya hak lintas damai di laut laut yang dituntut.

Kebebasan laut juga diterima oleh Inggris, karena armada laut Kerajaan Inggris sudah mulai tumbuh dan mengarungi seluruh samudra di dunia. Tercapainya kompromi antara penganut doktrin laut tertutup dan laut bebas, dengan diakuinya pembagian laut ke dalam laut teritorial yang jatuh di bawah kedaulatan penuh suatu negara pantai dan laut lepas yang bersifat bebas untuk seluruh umat manusia, telah menyelesaikan pertentangan kepentingan antar negara mengenai laut.