Bagaimana Aturan Penyitaan Akta Notaris untuk Keperluan Penyidikan?


Apakah penyitaan Akta Notaris oleh Kepolisian bisa dilakukan tanpa izin Ketua Pengadilan?

Penyitaan Menurut KUHAP
Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud, untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan. Demikian yang disebut dalam Pasal 1 angka 16 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”).

Adapun benda yang disita hanyalah benda-benda yang ada hubungannya dengan tindak pidana. Benda yang dapat dikenakan penyitaan menurut Pasal 39 ayat (1) KUHAP adalah:
benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;
benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;
benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.

Penyitaan Minuta Akta Notaris untuk Keperluan Proses Pidana
Penyitaan surat atau tulisan lain dari mereka yang berkewajiban menurut undang-undang untuk merahasiakannya, sepanjang tidak menyangkut rahasia negara, hanya dapat dilakukan atas persetujuan mereka atau atas izin khusus ketua pengadilan negeri setempat kecuali undang-undang menentukan lain.[2]

Notaris merupakan pejabat yang menyimpan Minuta Akta dan dalam menjalankan tugasnya berkewajiban untuk merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain.[3]

Jadi menjawab pertanyaan Anda, dalam keperluan proses pidana, penyitaan Minuta Akta Notaris pada dasarnya harus dilakukan dengan izin khusus Ketua Pengadilan Negeri setempat.

Selain izin Ketua Pengadilan Negeri, diperlukan juga persetujuan pengambilan minuta akta atau protokol Notaris dari Ketua Majelis Kehormatan Notaris Wilayah sesuai dengan wilayah kerja Notaris yang bersangkutan sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris (“Permenkumham 7/2016”). Permenkumham ini mengatur tentang tata cara permintaan Minuta Akta untuk keperluan proses pidana.

Majelis Kehormatan Notaris adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan untuk melaksanakan pembinaan Notaris dan kewajiban memberikan persetujuan atau penolakan untuk kepentingan penyidikan dan proses peradilan, atas pengambilan fotokopi Minuta Akta dan pemanggilan Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.[4]

Salah satu kewenangan Majelis Kehormatan Notaris Wilayah adalah pemberian persetujuan atau penolakan terhadap permintaan persetujuan pengambilan fotokopi minuta akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris berdasarkan keputusan rapat Majelis Kehormatan Notaris Wilayah.[5]

Pengambilan minuta akta dan/atau surat-surat Notaris dalam penyimpanan Notaris dilakukan dalam hal:[6]
ada dugaan tindak pidana berkaitan dengan minuta akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris;
belum gugur hak menuntut berdasarkan ketentuan tentang daluwarsa dalam peraturan perundang-undangan di bidang hukum pidana;
ada penyangkalan keabsahan tanda tangan dari salah satu pihak atau lebih;
ada dugaan pengurangan atau penambahan dari minuta akta; atau
ada dugaan Notaris melakukan pemunduran tanggal (antidatum).

Dalam konteks pertanyaan Anda, penyidik Kepolisian mengajukan permohonan persetujuan pengambilan minuta akta atau protokol Notaris dan pemanggilan Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang terkait dengan akta atau protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris kepada Ketua Majelis Kehormatan Notaris Wilayah sesuai dengan wilayah kerja Notaris yang bersangkutan.[7]

Permohonan disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan tembusannya disampaikan kepada Notaris yang bersangkutan. Permohonan harus memuat paling sedikit:[8]
nama Notaris;
alamat kantor Notaris;
nomor akta dan/atau surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan
pokok perkara yang disangkakan.

Ketua Majelis Kehormatan Notaris Wilayah wajib memberikan jawaban berupa persetujuan atau penolakan terhadap permohonan dalam jangka waktu paling lama 30 hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan. Apabila jangka waktu tersebut terlampaui, dianggap Majelis Kehormatan Notaris Wilayah menerima permintaan persetujuan.[9]

Dalam hal majelis pemeriksa memberikan persetujuan atas permohonan penyidik, penuntut umum, atau hakim, Notaris wajib:[10]
memberikan fotokopi minuta akta dan/atau surat-surat yang diperlukan kepada penyidik, penuntut umum, atau hakim; dan
menyerahkan fotokopi minuta akta dan/atau surat-surat sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan dibuatkan berita acara penyerahan yang ditandatangani oleh Notaris dan penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi.