Bagaimana Asuhan Gizi pada Penyakit HIV/AIDS?

image

Bagaimana Asuhan Gizi pada Penyakit HIV/AIDS?

tujuan memberikan asuhan gizi antara lain mengoptimalkan status gizi dan kesehatan serta imunitas; mempertahankan/mencapai BB normal dan mempertahankan massa otot polos; mencegah defisiensi zat gizi dan menurunkan resiko terhadap penyulit/komplikasi baru (diare, intoleransi laktosa, mual, muntah) serta memaksimalkan keefektifan intervensi obat.

Asuhan gizi pada pasien HIV/AIDS sebaiknya dilakukan individual dan perlu diberikan konseling untuk mengetahui kebutuhan gizi yang diperlukan. Strategi yang terbaik dalam melakukan asuhan gizi pada pasien HIV/AIDS dengan pendekatan ADIME (Assesment, Diagonosa gizi, Intervensi gizi, Monitoring dan Evaluasi). Namun sebelum melakukan terapi gizi sebaiknya dilakukan skrining gizi untuk mengetahui apakah pasien pada posisi beresiko malnutrisi atau hanya memerlukan intervensi biasa. Pasien HIV sangat erat dengan kondisi malnutrisi.

Assesment


  • Pengkajian gizi yang utama adalah mengetahui diagnosa medis lengkap dengan stadiumnya. Oleh karena itu identifikasi hasil laboratorium pasien lebih penting dari pada keluhan pasien. Hal lain yang perlu diidentifikasi adalah penyakit penyerta maupun riwayat penyakit sebelumnya seperti penyakit jantung, diabetes, kanker, dan infeksi opurtunistik yang ada misalnya TBC, sariawan dan lain-lain. Hasil laboratorium atau hasil pemeriksaan biokimia yang perlu dicermati adalah nilai CD4; beban virus, albumin, haemoglobin, status zat besi, profil lipid, fungsi liver, fungsi ginjal, glukosa, insulin, kadar vitamin dalam darah.

  • Adapun kondisi fisik/antropometri yang perlu diperhatikan adalah perubahan berat badan. Oleh karena itu perlu ditanyakan bagaimana berat badan 3-6 bulan yang lalu. Pengukuran antropometri yang perlu dilakukan adalah lingkar lengan, dan lingkar pinggang. Gejala klinis yang perlu ditanyakan adalah apakah ada kesemutan, mati rasa/baal, dan kekakuan.

  • Riwayat diet atau riwayat makan yang perlu digali adalah kebiasaan makan saat ini, bagaimana penyediaan makan hari-hari, apakah ada riwayat alergi, bagaimana penggunaan suplemen, dan jenis obat yang diminum. Dengan demikian dapat diidentifikasi kemungkinan kekurangan zat gizi dan faktor penyebabnya. Faktor lain yang perlu digali adalah kondisi personal misalnya kondisi sosial ekonomi, karena kondisi ini juga sangat menentukan jenis makanan dan cara pengolahannya serta kemampuan daya beli obat (obat relatif mahal). Hal yang sering ditemui adalah pasien kurang memperhatikan makanan, karena dana terpusatkan pada obat atau sebaliknya. Informasi riwayat diet jika sulit diperoleh dari pasien dapat diperoleh dari pengasuhnya atau teman/kerabat dekatnya.

Diagnosa gizi


Secara umum pasien HIV sering mengalami masalah gizi kurang, maka diagnosa gizi pada pasien HIV biasanya adalah

  • Asupan makan dan minum secara oral kurang

  • Meningkatkan kebutuhan energi dan zat gizi

  • Gangguan menelan

  • Berubahnya fungsi saluran cerna

  • Kegemukan/obesitas

  • Pengetahuan yang rendah berkaitan dengan makanan dan gizi

  • Kelebiahan asupan dari suplemen

  • Kemampuan menyiapkan makanan rendah

  • Kesulitan akses terhadap bahan makanan

  • *Asupan makanan yang tidak bersih/aman *

Intervensi Gizi


Pelaksanaan intervensi gizi sesuai dengan proses asuhan gizi terstandar adalah pertama menetapkan tujuan yang ditindaklanjuti dengan pemberian preskripsi diet lengkap dengan syarat-syarat r diet dan edukasi/konseling. Oleh karena itu dalam intervensi gizi diuraikan berdasarkan tahapan /stadium pada HIV yaitu stadium I, II dan III dan stadium IV.
1. Stadium I: tujuannya adalah mempertahankan status gizi optimal dan mengoreksi jika ada defisiensi zat gizi yang terjadi. Jadi syarat dietnya adalah energi dan protein tinggi. Energi tinggi yang dimaksud adalah pemberian energi dan protein kira 110 % diatas kebutuhan normal. Sebagai contoh Jika kebutuhan normalnya 1700 Kkal dan protein 45 g, maka menjadi 1900 Kkal, dengan protein 50 g (dilakukan pembulatan). Pada kondisi ini pasien perlu diberikan suplementasi vitamin seperti vitamin C, B12, B6 dan asam folat serta mineral zat besi, seng, copper untuk membantu membangun sistem imunitas. Suplementasi ini tidak perlu diberikan mega dosis, cukup sama dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan.

Hal lain yang perlu dilakukan adalah memelihara keamanan pangan yaitu bahan makanan termasuk air bebas dari cemaran bakteri atau mikroba sehingga tubuh terhindar dari penyebab infeksi oppurtunistik. Higiene penanganan makanan, penyimpanan, persiapan, dan penyajian perlu diobservasi dengan baik. Hal yang sering diingatkan adalah menghindari mengkonsumi sayur dan buah dalam bentuk mentah atau tanpa dimasak, telur mentah atau setengah matang, bahan makanan dalam kaleng maupun yang diawet. Beberapa petunjuk persiapan dan penyimpanan bahan makanan agar aman

  • Hindari bahan makanan sumber protein dikonsumsi tidak matang seperti telur mentah, telur setengah matang, sushi, daging matang rendah dll

  • Jangan gunakan telur yang sudah pecah, makanan kaleng yang kalengnya peyok

  • Cairkan daging beku pada refrigerator (lemari pendingin) bukan suhu ruang

  • Gunakan susu yang sudah dipasteurisasi

  • Simpan makanan panas dlm suhu panas (60-83 derjat Celsius).

  • Simpanan makanan dingin pada suhu dingin ( -1 s/d 4 derajat C)

  • Jangan mengkonsumsi makanan yang diletakkan dalam suhu 6 derajat celsius sampai 60 derajat celsius lebih dari 2 jam.

  • Taruh bahan makanan yang mudah rusak segera dari toko ke refrigerator.

  • Simpanlah makanan/bahan makanan yang sudah di buka dalam tempat yang kedap udara.

2. Stadium II/III : Tujuan intervensi gizi pada stadium ini adalah mengurangi gejala dan komplikasi seperti anorexia, nyeri esophagus dan sariawan, malabsorpsi, komplikasi syaraf dan lain-lain. Pada pasien ini sudah ada tanda tanda infeksi
oppurtunistik maka dalam perhitungan energi khususnya BMR dinaikkan 20 s/d 50 baik dewasa maupun anak-anak. Untuk memastikan apakah makanan tersebut dapat diterima perlu dilakukan monitoring secara berkala dan lakukan penyesuaian segera. Protein kebutuhannya 10 dari kebutuhan normal. Namun pagi pasien dengan penyakit penyerta seperti sirosis, ginjal dan pankreatitis, kebutuhan protein menyesuaikan.

Berkaitan dengan zat gizi mikro (vitamin dan mineral) sangat diperlukan untuk imunitas. Defisiensi zat gizi mikro dapat mempengaruhi fungsi imun dan mempercepat kemajuan penyakit. Diketahui bahwa kadar vitamin A, B12, dan seng yang rendah berhubungan dengan percepatan kemajuan penyakit, sedangkan asupan vitamin C dan B berhubungan dengan peningkatan jumlah CD4 dan menurunnya progres HIV menjadi AIDS.

Pada stadium ini sering muncul sariawan, maka perlu diinformasikan hal-hal penting seperti selalu menjaga kebersihan mulut, hindari bahan makanan yang panas, berikan makanan yang lunak (mushed potato, telur orak arik, daging cincang), jika minum gunakan sedotan, hindari bahan makanan yang menyebabkan ketidak nyamanan (terlau pedas, terlalu manis, terlalu keras dll). Untuk memperjelas bisa dibuka kembali modul 2 topik 2 tentang syarat-syarat bentuk makanan lunak.

3. Stadium IV (Tahap akhir AIDS) : Pada tahap ini pasien sudah dalam kondisi terminal, biasanya pasien asupan oralnya rendah (< 30 %), ataupun sudah menolak makanan oral, dan mungkin makanan yang diberikan dalam bentuk enteral, atau gabungan enteral dan parenteral. Masalah utama yang sering dikeluhkan adalah diare dan malabsorpsi. Syarat diet yang perlu diperhatikan dalam kondisi ini adalah

  • Asupan cairan perlu ditingkatkan auntuk mempertahankan status hidrasi

  • Yoghurt dan bahan makanan lain yang mengandung kultur Lactobacillus acidophilus sebaiknya diberikan, untuk mengantisipasi efek dari penggunaan obat anti infeksi jangka panjang

  • Porsi kecil tetapi sering untuk meringankan kerja saluran cerna

  • Suplemen multivitamin untuk membantu penyediaan vitamin untuk diserap oleh tubuh

  • Suplemen minuman densitas tinggi oral mungkin berguna atau suplemen yang mempunyai kandungan energi mungkin juga berguna.

  • Dukungan gizi mungkin perlu diberikan dalam bentuk enteral atau parenteral

  • Pemberian enzim pankreatik mungkin perlu diberikan, namun sebelumnya perlu ditanyakan pada team asuhan gizi/dokter penanggung jawab pasien

  • Hindari kopi dan bahan makanan yang mengandung sorbitol, untuk menghindari gerarakan peristaltik yang tidak diinginkan dan diare.

Monitoring dan Evaluasi


Setelah dilakukan intervensi, maka perlu dilakukan monitoring dan evaluasi untuk melihat output dan outcome. Evaluasi sebaiknya dilakukan rutin menurut rencana pelayanan gizinya. Intervensi sebaiknya menghasilkan hasil yang dapat dimonitor apakah tercapai atau tidak. Sebagai contoh tujuan intervensi gizinya adalah mempertahankan berat badan normal dengan memberikan diet ML TETP 1900, protein 50 g, serat sedang. Monitoring yang dilakukan pertama kali sebaiknya adalah daya terima pasien terhadap makanan tersebut. Daya terima makan yang dimaksud adalah apakah makanan tersebut bisa dihabiskan, atau pasien masih terasa lapar. Selain itu apakah makanan tersebut dapat diterima oleh tubuh yang ditandai dengan tidak ada mual, muntah, diare, maupun konstipasi. Setelah itu baru dievalusi outcome dengan melakukan pengukuran antropometri, misalnya, berat badan. Apakah ada penambahan atau penurunan berat badan atau berat badan tetap sesuai dengan tujuan intervensinya dan lain-lain. Jika tujuan tidak tercapai perlu dilakukan perencanaan kembali sesuai dengan masalah dan tujuan yang ingin dicapai Hal lain yang perlu dimonitor dan dievaluasi adalah hasil pemerikasaan laboratorium terkait gizi yaitu lemak darah puasa; kadar insulin/glukosa darah; status protein; tekanan darah; kadar testosterone; jumlah sel CD4, dan beban virus

Saat ini pemerintah telah mensosialisasikan pedoman gizi seimbang (PGS) dan gerakan masyarakat sehat (GERMAS). Hal ini dapat anda gunakan sebagai bahan edukasi dalam pencegahan maupun penanggulangan penyakit HIV. Pedoman tersebut menyerukan bahwa kita perlu makan seimbang dan bervariasi dengan meningkatkan asupan buah dan sayur; membiasakan hidup bersih (misalnya cuci tangan sebelum makan) melakukan aktifitas fisik dan memonitor berat badan secara teratur dan melakukan pemeriksaan dini secara teratur dan berkala. Untuk lebih jelasnya, Anda dianjurkan untuk mencari tahu PGS dan GERMAS lebih dalam.