Bagaimana pendapat anda terkait puisi Tuhan, Kita Begitu Dekat karya Abdul Hadi W.M?

Tuhan, Kita Begitu Dekat

Tuhan, Kita Begitu Dekat
(Abdul Hadi W.M)

Tuhan
Kita begitu dekat
Sebagai api dengan panas
Aku panas dalam apimu
Tuhan
Kita begitu dekat
Seperti kain dengan kapas
Aku kapas dalam kainmu
Tuhan
Kita begitu dekat
Seperti angin dengan arahnya
Kita begitu dekat
Dalam gelap
Kini aku nyala
Pada lampu padammu

Penyair memanfaatkan citraan visual pada bait 1, 2, dan 3 dengan memanfaatkan majas simile dan metafora sekaligus. Hubungan yang demikian dekat antara penyair dengan Tuhan dilukiskan dengan menghidupkan imaji visual dalam diri pembaca. Bait 3 misalnya, bentuk ”Sebagai kain dengan kapas” lebih mudah melukiskan kedekatan antara manusia dengan Tuhan yang sangat intens daripada menggunakan bahasa biasa.

Bait 3

Tuhan Kita begitu dekat
Sebagai kain dengan kapas
Aku kapas dalam kainmu

Pada bait 5 puisi itu, penyair memanfaatkn citraan visual dengan menggunakan bentuk majas metafora. Citraan dengan bentuk majas metafora itu lebih mudah menghidupkan imaji visual pembaca dalam melukiskan keakraban dan keintiman penyair dengan Tuhan daripada bahasa biasa. Dengan citraan visual itu imaji yang ada dalam diri pembaca menjadi lebih mudah merespons dan merasakan pengalaman religius penyair, dalam hal ini intimits hubungannya dengan Tuhan.

Dalam gelap
Kini aku nyala
Pada lampu padammu

Pemanfaatan citraan dalam puisi tersebut mampu meng- hidupkan imaji pembaca dalam merasakan apa yang dirasakan oleh penyair, menghayati pengalaman religius penyair. Seandainya penyair menggunakan bahasa biasa kiranya tidak mudah bagi pembaca untuk membayangkan apa yang dirasakan penyair, terlebih pengalaman religius yang bersifat batiniah. Demikian intensif pemanfaatan citraan dalam puisi itu.

Setelah puisi tersebut ditelaah dari segi metode atau struktur fisiknya seperti rima dan iramanya, diksi, majas, dan citraan, maka kita akan sampai pada telaah hakikat puisi, yakni makna atau gagasan apa sebenarnya yang terkandung di dalamnya. Sebagai sastrawan santri atau ’kaum sarungan’, penghayatan religiositas Abdul Hadi W.M. terasa sekali dalam puisi “Tuhan, Kita Begitu Dekat”. Puisi itu mampu menunjukkan bahwa penyair bukan hanya sastrawan santri melainkan sastrawan sufistik yang menghayati kedalaman tasawuf yang memiliki intensitas religiusitas.

Baris ketiga dan keempat, ekspresi stilistikanya bervariasi meskipun hakikat maknanya juga sama yakni kedekatan, keakraban, dan kentiman penyair dengan Tuhan. Bahkan, seolah- olah antara penyair sebagai makhluk dan Tuhan sebagai Khalik tidak ada jarak sama sekali.

Bait 1


Sebagai api dengan panas
Aku panas dalam apimu

Bait 2


Seperti angin dan arahnya
Aku arah dalam anginmu

Bait 3


Sebagai kain dengan kapas
Aku kapas dalam kainmu

Ungkapan ”Sebagai api dengan panas” dan ”Aku panas dalam apimu” (bait 1), ”Seperti angin dan arahnya” dan ”Aku arah dalam anginmu” (bait 2), lalu ”Sebagai kain dengan kapas” dan ”Aku kapas dalam kainmu” (bait 3), kesemuanya mengeskpresikan gagasan yang sama tentang kedekatan, keakraban, dan keintiman penyair dengan Tuhan. Hubungan ”api dengan panas”, ”angin dan arahnya”, lalu ”kapas dengan kain” jelas tidak terpisah. Lebih jauh dapat ditafsirkan, bahwa esensi gagasan puisi itu adalah berpadunya dimensi insaniyah dengan dimensi Ilahiyah, bersatunya eksistensi manusia dengan eksistensi Tuhan.

Adapun bait 5, meskipun tidak dimulai dengan /Tuhan/ /Kita begitu dekat/, hakikat makna bait itu sama pula dengan bait-bait sebelumnya, yakni kedekatan, keakraban, dan keintiman penyair dengan Tuhan. Bahkan, dapat dinyatakan bahwa bait 5 merupakan konklusi atau substansi dari bait 1, 2, 3, dan 4.

Dalam gelap
Kini aku nyala
Pada lampu padammu.

Ungkapan ”Kini aku nyala” ”Pada lampu padammu” menunjukkan semacam konklusi atau esensi dari keseluruhan puisi tersebut, yakni kedekatan, keakraban, dan keintiman penyair dengan Tuhan. Kata ”nyala” dengan ”lampu” merupakan dua kata yang esensi maknanya menunjukkan berpadunya eksistensi manusia dengan eksistensi Tuhan, kebersatuan antara makhluk dengan Khalik. Itulah penghayatan tasawuf penyair yang diekspresikan melalui puisinya.

Dalam hal ini Abdul Hadi melalui puisi tersebut agaknya mengekspresikan perasaan kedekatan, keakraban, dan kemesraan hubungannya sebagai makhluk dengan Tuhan Allah sebagai Sang Khalik. Bahkan, puisi tersebut menunjukkan kebersatuannya sebagai insan dengan Tuhan. Atau, dapat diinterpretasikan bahwa sang penyair menyatakan keintimannya dengan Sang Khalik sebagai ekspresi atas ”kerinduannya kepada Tuhan” sehingga seolah-olah dia menyatu dalam dzat Tuhan. Jika pemahaman demikian dapat diterima, maka bukan tidak mungkin puisi tersebut merupakan media bagi penyair Abdul Hadi W.M. untk bermeditasi sehingga dia merasa demikian dekat bahkan seolah-olah bersatu dengan Tuhan. Itulah hakikat penghayatan tasawuf Wahdatul Wujud, antara insan si makhluk menyatu dengan Tuhan Sang Khalik.