Bagaimana ajaran Islam melihat optimisme ?

Optimisme

Optimisme adalah cara berpikir yang positif dan realistis dalam memandang suatu masalah. Berpikir positif adalah berusaha mencapai hal terbaik dari keadaan terburuk.

Bagaimana ajaran Islam melihat optimisme ?

Dalam terminologi tasawuf bahwa istilah raja’ mempunyai arti kurang lebih, harapan atau optimisme. Dalam pengertian yang lebih luas, raja’ bisa dibawa pada pengertian bahwa Allah akan senantiasa memberikan harapan, yang seharusnya tidak boleh kehilangan harapan. Sikap yang ingin ditumbuhkan dari raja’ ini adalah optimisme dan husnuzzan kepada Allah, seraya meyakini Allah dari sisi positif. Sebelum lebih jauh menguraikan raja’, terlebih dahulu menuturkan esensi dan hakikatnya.

Al-Raja’ (Optimisme) adalah berharap baik terhadap sesuatu kebaikan kepada Allah Swt. Menurut Ahmad Zarur, raja’ adalah kepercayaan karunia Allah yang dibuktikan dengan amal. Dengan disertai usaha yang sungguh-sungguh dan tawakkal. Hal itu tentunya berbeda dengan al-tamami (angan-angan), sebab merupakan harapan dengan bermalas-malasan tanpa disertai usaha.

Raja’ adalah perasaan senang dalam diri seseorang menunggu sesuatu yang di sukai olehnya. Akan tetapi, perasaan ini berdasarkan suatu alasan yang dapat diraih melalui penyebabnya. Jika tidak ada penyebab (jalan) untuk meraihnya, maka disebut angan-angan, karena sesungguhnya manusia apabila menunggu sesuatu tanpa penyebab, bukan disebut sebagai orang yang optimistis. Sikap optimisme merupakan salah satu penyebab paling kuat yang dapat membantu seseorang tidak berputus asa dalam penyakitnya dan berpendirian teguh dalam ibadah-Nya, terlebih lagi pada masa menghadapi suatu masalah.

Dalam firman Allah Q.S Yusuf/12: 87.

“Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.”

Sesuatu harapan adalah pembimbing yang cerdas dalam pekatnya kesulitan, ilmu yang menjadi petunjuk dalam sulitnya permasalahan, penguasa perkasa yang mendorong tekad saat terjadi penurunan dan pendongrak semangat saat terjadi stagnasi. Sebaliknya, putus asa adalah penyakit menantikan bagi jiwa manusia. Putus asa adalah penyakit yang paling gigih dilawan oleh syariat Islam, karena hidup adalah gerak dan dinamika.

Menurut Imam al-Qusyairi menerangkan bahwa raja’ ialah terpikat hati kepada sesuatu yang diharapkan, yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Imam Ghazali menerangkan, hakekat raja’ ialah lapang hati dalam menantikan hal-hal yang diharapkan pada masa yang akan datang dalam hal yang akan mungkin terjadi.

Syekh Zaid bin Hadi al-Madkhali berkata, Raja’ adalah akhlak kaum beriman, maksudnya menginginkan kebaikan yang ada disisi Allah berupa keutamaan, ihsan, dan kebaikan dunia akihrat. Dan Raja’ haruslah diiringi dengan usaha menempuh sebab- sebab untuk mencapai tujuan.

Syekh al-Utsaimin berkata, ketahuilah raja’ yang terpuji hanya ada pada diri orang yang taat kepada Allah dan berharap pahala-Nya atau bertaubat dari kemaksiatannya dan berharap taubatnya diterima, adapun raja’ tanpa disertai rasa takut, maka belum sempurnalah harapannya itu. Harapan adalah keterpautan hati kepada sesuatu yang diinginkannya terjadi di masa yang akan datang, sebagai rasa takut juga berkaitan dengan apa yang akan terjadi di masa datang, hati menjadi hidup oleh harapan-harapan. Bahkan, hal yang paling celaka bagi seseorang ketika tak lagi memiliki harapan atau telah mati harapannya. Bagaimana mungkin orang yang telah kehilangan harapan akan mampu menjalani hidup dengan kedamaian. Orang yang penuh harap tak pernah berputus asa.

Maka ayat-ayat raja’ (pengharapan) banyak tercantum di dalam al-Qur‟an, dan Allah Ta‟ala mencela siapa saja yang berputus asa dari karunia Allah Ta‟ala.

Raja’ adalah berbaik sangka kepada Allah Ta‟ala dalam menerima ketaatan yang ditunjukkan kepadamu atau ampunan dari keburukan yang engkau taubati.

Sifat raja’ (optimisme) adalah suatu sikap hidup yang selalu mendorong orang untuk lebih banyak berbuat dan beramal shaleh, sehingga menjadi orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Sifat raja’ selalu mendorong untuk memohon perlindungan, pertolongan dan kesembuhan, dengan demikian telah jelas bahwa raja’ adalah besar sekali pengaruhnya dalam menggairahkan hidup manusia, sehingga hidup selalu dalam keadaan riang gembira, memperbanyak amal shaleh, dengan penuh harapan untuk berjumpa dengan penciptanya, taitu yang menciptakan dirinya sendiri dan alam sekelilingnya.

Bersikap optimisme dan pantang menyerah adalah hadirnya keyakinan yang kuat bahwa bagaimanapun sulitnya ujian, cobaan dan halangan yang terdapat dalam hidup ini pasti dapat diselesaikan dengan baik dan benar selama adanya daya upaya bersama Allah Swt dan rahmat-rahmat-Nya yang bertaburan di dalam kehidupan ini dengan berbagai bentuk macam permasalahan dan rupanya.

Allah berfirman: Q.S. ar-Rad/13: 11.

Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah. Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan. Yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.

Maksud ayat di atas memberikan spirit kepada kita agar tidak terhenti dan hilang semangat dalam melakukan perbaikan diri dari berbagai aspek kehidupan penyakit rohani yang dapat melumpuhkan potensi esensial seorang manusia, bahkan Allah Swt. Beratnya rintangan di dalam kehidupan dunia ini merupakan tangga untuk mendaki menuju pada kemuliaan dan keagungan hakikat diri dihadapan Allah Swt.

Sikap optimisme pantang menyerah dalam berdoa yang hidup menghasilkan tenaga dan kekuatan yang hebat di dalam jiwa.

Referensi
  • Yahya Ibn Hamzah al-Yamani, Pelatihan Lengkap Tazkiyatun Nafs Menumbuhkan Jiwa Mulia Hidup Lebih Berhasil dan Lebih Bahagia, Terj Kitab Tasfiyat al-Qulub Min Daran al-Awzar Wa al- Dzunub, (Jakarta: Zaman, 2012).
  • Syaiikh Abdul Qadir Isa, Hakekat Tasawuf, cet 13, (Jakarta: Qisthi Press,), 204.
  • Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa Nuansa Psikologi Islam, Cet 2 (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2002).
  • Muhammad bin Shalih al-Munajjid, Silsilah Amalan Hati Ikhlas, Tawakkal, Optimis, Takut, Syukur, Ridha, Sabar, Muhasabah, Tafakkur, Mahabbah, Taqwa, Wara’, Cet 1 (Irsyad Baitus Salam, 2006).
  • Ahmad Abduh Iwadh, Jangan Berputus Asa dari Rahmat Allah (Bandung: PT Grafindo Media Pratama, 2012).
  • Mustamir, Hidup Sehat & Herbal Ala Resep Sufi (Jogjakarta: Diva Press, 2008).
  • Al-Arif Billah Ta‟ala Abdul Aziz Ad-Daraini, Rahasia Menyucikan Hati Kunci-Kunci Pintu Makrifat Allah (Yogyakarta, Beranda Publishing, 2008).
  • Ibnu Athoillah Asukandi, Pembersihan Jiwa Langkah-Langkah Mempertajam Mata Hati dalam Melihat Allah (Surabaya: Putra Belajar, 2001).