Bagaimana adab membaca Al-Qur’an yang baik?

membaca Al-Qur'an

Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam telah menggoreskan buat kita melalui
ucapan dan perbuatannya rambu-rambu etika yang seyogya-nya ditempuh oleh
setiap mu’min di dalam hidupnya. Melalui kepribadiannya yang mulia, Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam telah menjelaskan kepada kita contoh etika yang
seharusnya ditiru. Maka barang siapa yang menghendaki kebahagiaan, hendaklah
ia menempuh jalan hidup Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam dan meneladani
etikanya.

Bagaimana adab atau etika membaca al-Qur’an yang baik?

1 Like

1. Membaca al-Qur’an dengan benar:

Allah Swt berfirman, Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka merenungkan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran, (Qs. Shad [38]:29)

“Maksudnya adalah bahwa ayat-ayat al-Qur’an dibaca dengan benar dan memperhatikan waqf, washl dan aturan-aturan bacaan lainnya. Menyimak dengan baik makna-maknanya dan mengamalkan hukum-hukumnya. Berharap terhadap segala janji-janjinya dan cemas terhadap segala ancaman-ancamannya. Mengambil ibrah dari segala kisah-kisah yang diketengahkannya. Mematuhi segala yang diperintahkan di dalamnya dan menjauhi segala yang dilarangnya. Demi Allah! Yang dimaksud (dari ayat tersebut) bukan hanya menghafal ayat-ayatnya dan mempelajari huruf-hurufnya serta membaca surah-surahnya. Bukan juga mempelajari sepuluh bagian dan lima bagiannya. Menghafal huruf-hurufnya kemudian melanggar batas-batasnya (hudud).

(Melainkan yang dimaksud) Ber-tadabbur terhadap ayat-ayatnya dan beramal terhadap hukum-hukumnya. Allah Swt berfirman, “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka merenungkan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.”

2. Pengaruh Al-Qur’an Pada Diri

Imam Shadiq As bersabda, “Bagi pembaca al-Qur’an alangkah baiknya ia menyampaikan permohonan terbaiknya tatkala sampai pada ayat rahmat dan berlindung kepada Allah Swt dari api jahannam dan azab duniawi dan akhirat tatkala sampai pada ayat azab.”

3. Membaca al-Qur’an dalam Kondisi Wudhu dan Suci

Pada hakikatnya, membaca al-Qur’an adalah untuk mendengarkan firman Allah Swt. Artinya pembaca al-Qur’an berada di hadapan Tuhan. Karena itu, tuntutan adab mengharuskan pembaca al-Qur’an supaya dalam kondisi bersuci (thahârah).

Hasan bin Abi al-Husain Dailami dalam kitabnya menukil bahwa Imam Shadiq berkata,

“Membaca (qirâ’at) al-Qur’an lebih baik daripada zikir dan dzikir lebih baik dari sedekah dan sedekah lebih baik dari puasa dan puasa adalah tameng api neraka.”

Kemudian Imam Shadiq melanjutkan,

“Pembaca al-Qur’an memperoleh seratus ganjaran kebaikan atas setiap huruf yang dibacakan pada shalat dalam kondisi berdiri dan ketika mengerjakan shalat sambil duduk ia memperoleh lima puluh kebaikan atas setiap huruf yang dibaca dan pada kondisi di luar shalat, apabila ia dalam keadaan suci maka ia meraih dua puluh lima kebaikan atas setiap huruf yang dibaca dan apabila membacanya tanpa bersuci ia memperoleh sepuluh ganjaran kebaikan. Yang saya maksud dari (setiap) huruf (itu) bukanlah “Alif Lam Mim Ra” melainkan bahwa bagi setiap hurupnya pembaca al-Qur’an memperoleh ganjaran kebaikan (misalnya) untuk “Alif” sepuluh kebaikan dan untuk “Lam” adalah sepuluh kebaikan dan untuk “Mim” adalah sepuluh kebaikan serta untuk “Ra” adalah sepuluh kebaikan.”

4. Jujur dan Benar bukan Mencari Muka dan Berpretensi

Diriwayatkan dari Imam Shadiq bahwa Rasulullah Saw bersabda,

“Umat ini senantiasa di bawah lindungan dan kemurahan Tuhan sepanjang para pembacanya (al-Qur’an) tidak mencari muka di hadapan para penguasa dan ulamanya tidak berkompromi dengan para penjahat sehingga orang-orang baik mereka tidak condong kepada orang-orang buruk dan apabila demikian adanya maka Allah Swt akan menarik kemurahan-Nya kemudian menetapkan kemalangan dan kesengsaraan bagi mereka. Bilamana kalian melihat pembaca al-Qur’an mencari perlindungan ke istana raja maka ketahuilah bahwa ia adalah seorang pencuri dan jangan sampai kalian tertipu! (Meski) Ia berkata, “Maksud saya adalah untuk melenyapkan kezaliman dan membela orang-orang tertindas.” Hal ini merupakan tipuan setan yang menjadikannya sebagai perangkap dan bacaan al-Qur’an dijadikan sebagai sebuah tangga untuk maksud kejinya.

5. Tunduk dan Merasa Rendah di hadapan Al-Qur’an

Imam Shadiq bersabda bahwa barang siapa yang membaca al-Qur’an dan bacaannya tidak disertai dengan perasaan tunduk dan rendah, bacaannya tidak menghasilkan kelembutan hati dan tidak menimbulkan rasa takut kepada Allah Swt dalam dirinya, maka sesungguhnya pembaca (al-Qur’an) ini telah memandang enteng kedudukan dan martabat al-Qur’an dan telah menganggap rendah pemilik al-Qur’an. Pembaca sedemikian sesungguhnya adalah orang yang merugi, (menderita) kerugian yang nyata.

Demikian juga bersabda,

“Pembaca al-Qur’an untuk sampai pada ganjaran (tsawâb) bacaan al-Qur’an dan manfaat-manfaanya membutuhkan tiga hal:

  • Pertama, Hati yang takut.
  • Kedua, badan yang terlepas dari segala pekerjaan.
  • Ketiga, tempat kosong.

Dan masing-masing dari tiga hal ini adalah sumber keuntungan yang besar, ketundukan, dan penyebab kaburnya setan.

Allah Swt berfirman,

Faidza qara’ta al-Qur’an fastaidz biLlah min al-Syaithan al-Rajim.”

Sebagaimana Allah Swt dalam tataran pengajaran adab membaca al-Qur’an berfirman,

“Ketika engkau membaca al-Qur’an maka mintalah perlindungan kepada Allah Swt dari setan yang terkutuk dan tercampakkan dari rahmat Ilahi.”

6. Bukan untuk Mendapatkan Keuntungan dan Pendapatan

Imam Shadiq bersabda,

“Maka hendaklah kalian senantiasa bersama al-Qur’an.” Kemudian melanjutkan, “Sebagian orang membaca al-Qur’an supaya dikatakan kepadanya, “Ia adalah pembaca al-Qur’an.”

Dan sebagian orang membaca al-Qur’an untuk mendapatkan keuntungan dan memperoleh dunia sementara tiada kebaikan di dalamnya dan sebagian membaca al-Qur’an supaya ia mengambil manfaat darinya dalam shalatnya, siang dan malamnya.

7. Beramal terhadap al-Qur’an

Jelas bahwa sebagaimana yang diharapkan bahwa pengamalan pembaca al-Qur’an terhadap al-Qur’an harus lebih banyak daripada orang lain. Apabila ia tidak beramal terhadap apa yang diseru al-Qur’an dan terkontaminasi dengan noda-noda dosa maka hukuman yang ia dapatkan akan lebih keras.

Imam Shadiq meriwayatkan dari ayah-ayahnya dan berkata,

“Rasulullah Saw bersabda, “Pada hari Kiamat, neraka akan berbincang-bincang dengan tiga kelompok manusia. Amir (pemimpin), pembaca (al-Qur’an), orang kaya raya. Neraka berkata kepada Amir (pemimpin), “Wahai orang dianugerahkan kepadanya kepemimpinan namun tidak menegakkan keadilan.” Ia akan melahapnya sebagaimana ayam melahap wijen. Kemudian berkata kepada pembaca (al-Qur’an), “Wahai orang yang berhias di hadapan khalayak dan berperang melawan Tuhan dengan melakukan perbuatan dosa.” Al-Qur’an juga akan memakannya. Neraka berkata kepada orang kaya, “Wahai orang yang dianugerahkan Tuhan harta dunia yang melimpah dan hanya menunjukkan sikap bakhil (ketika orang mukmin fakir) atau orang papah ingin meminjam darinya. (Sebagaimana dua orang sebelumnya) Neraka juga akan melahap orang ini.”

8. Ikhlas dalam Membaca

Salah satu syarat penting benar dan diterimanya amalan ritual dan ibadah adalah keikhlasan dan niat tulus. Demikian juga pembaca dalam membaca al-Qur’an harus membacanya dengan niat ikhlas. Namun apabila ia membaca al-Qur’an supaya orang-orang senang atau menguji vokalnya dan sebagainya maka hal ini tidak hanya tidak bernilai namun ia tidak mendapatkan sesuatu kecuali kecelakaan dan kebinasaan.

Imam Shadiq berkata,

“Aku nasihatkan kalian kepada al-Qur’an. Belajarlah al-Qur’an. Sekelompok orang belajar al-Qur’an tujuannya adalah supaya orang-orang berkata bahwa ia adalah pembaca al-Qur’an dan sebagian lainnya mempelajari al-Qur’an dan tujuannya adalah suara (olah vokal) supaya orang-orang berkata bahwa orang itu memiliki suara yang indah. Tiada kebaikan pada dua kelompok ini. Dan sebagian orang mempelajari al-Qur’an supaya ia senantiasa, siang dan malam bersama al-Qur’an. Ia tidak berpikir apakah orang tahu atau tidak."

Di dalam membaca Al-Qur’an terdapat adab-adab yang harus diperhatikan agar bacaannya diterima dan mendapatkan pahala, diantaranya:

  • Ikhlas kepada Allah dalam membacanya, dengan meniatkan untuk mendapatkan ridha Allah dan pahala dari-Nya.

  • Suci dari hadats, baik besar maupun kecil.

  • Ketika membaca Al-Qur’an, tangannya dijaga dari hal yang sia-sia dan matanya dijaga dari memalingkannya tanpa ada kebutuhan.

  • Bersiwak (gosok gigi) dan membersihkan mulutnya, karena hal itu merupakan jalan dalam membaca Al-Qur’an.

  • Ketika membaca Al-Qur’an, hal yang utama adalah menghadap kiblat, karena itu adalah arah yang paling mulia.

  • Berlindung diri kepada Allah dari setan terkutuk (membaca ta’awwudz).

  • Membaca “bismillahirrahmanirrahim” jika memulai dari awal surat.

  • Membaca dengan tartil, membacanya dengan biasa dan pelan, karena maksud dalam membaca adalah tadabbur (memahami) dan tadabbur tidak akan tercapai jika dengan tergesa-gesa.

  • Menggunakan pikiran dan pemahamannya hingga mengetahui maksud dari bacaan Al-Qur’an yang sedang dibacanya.

  • Memohon kepada Allah ketika membaca ayat-ayat rahmah (kasih sayang), berlindung kepada Allah ketika membaca ayat-ayat adzab, bertasbih ketika membaca ayat-ayat pujian dan bersujud ketika diperintahkan untuk sujud.

  • Melaksanakan hak setiap hurufnya hingga ucapannya menjadi jelas dengan lafal yang sempurna, karena setiap hurufnya mengandung sebanyak sepuluh kebaikan.

  • Tetap kontinyu dalam kekhusyukan dan sakinah serta tenteram ketika tilawah.

  • Membaca sesuai kaidah tajwid. Salah seorang penyair berkata dengan syairnya:

Menggunakan tajwid adalah kewajiban yang lazim…
Barangsiapa yang tidak menggunakan tajwid dalam Al-Qur’an, maka dia berdosa.

  • Tidak mengomentari bacaan Al-Qur’an dengan perkataan sendiri, seperti ucapan sebagian mereka yang mengatakan, “Allah, Allah atau ulangi-ulangi atau yang semisal dengan itu. Kemudian yang dituntut dari pendengar Al-Qur’an adalah mentadabburinya, diam (tenang), dan khusyuk dalam menyimak.

  • Tidak memutuskan bacaan dengan perkataan yang tidak ada faedahnya.

  • Menjaga Al-Qur’an dengan selalu membacanya dan berusaha agar jangan sampai melupakannya. Maka, hendaknya tidak melewatkan seharipun tanpa membaca sebagian Al-Qur’an hingga tidak melupakannya dan jangan sampai menjauhkan diri dari mushaf. Kemudian lebih bagus lagi jika setiap hari membaca tidak kurang dari satu juz Al-Qur’an dan mengkhatamkannya dalam sebulan minimal sekali khataman.

  • Sebisa mungkin membacanya dengan suaranya yang paling bagus.

  • Wajib mendengar dan diam ketika ada yang membaca Al-Qur’an.

  • Menghormati mushaf, sehingga jangan diletakkan di atas tanah atau jangan meletakkan sesuatu di atasnya dan jangan melemparkannya kepada teman yang ingin mengambilnya (meminjam).

  • Hendaknya berkumpul dan berdo’a ketika telah khatam Al-Qur’an, karena hal itu disunnahkan.

Senantiasa mengamalkannya dalam membaca Al-Qur’an, niscaya bacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an yang dibaca akan diterima dan mendapat pahala dari Allah SWT.

Adab membaca Al-Qur’an


Agama Islam yang mengandung jalan hidup manusia yang paling sempurna dan berisi ajaran yang membimbing umat manusia menuju kebahagiaan dan kesejahteraan, dapat diketahui dasar-dasar dan undang- undangnya melalui Al-Qu’an. Al-Qur’an adalah sumber utama dan mata air yang memancarkan ajaran Islam.23 Al-Qur’an merupakan mukjizat rasulullah yang sangat luar biasa, maka untuk membaca Al-Qur’an umat mslim tidak hanya sembarang dalam membacannya tapi ada beberapa aturan kesopanan atau adab yang harus dilakukan untuk membaca Al- Qur’an agar orang yang membacanya tidak sekedar membaca. Ada banyak sekali adab yang harus diperhatikan bagi seorang muslim ketika mereka akan membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an. Di bawah ini kami memberikan beberapa adab yang harus dilakukan ketika membaca Al-Qur’an sebagai berikut :

  • Jika hendak membaca Al-Qur’an, hendaklah dia membersihkan mulut dengan siwak atau yang lainnya. Pendapat yang lebih terpilih berkenan dengan siwak ialah kayu Arak. Boleh juga dengan kayu-kayu lainnya atau dengan sesuatu yang dapat membersihkannya. Adapun tentang penggunaan jari yang kasar ada tiga pendapat dikalangan Asy-Syafi’i. Pendapat yang lebih mansyur adalah tidak mendapat sunahnya. Kedua adalah dapat menghasilkan sunahnnya. Dapat sunahnya jika tidak mendapat lainnya dan tidak boleh jika ada lainnya.
* Diutamakan bagi orang yang membaca Al-Qur’an dalam keadaan suci. Jika membaca Al-Qur’an dalam keadaan berhadas, maka hukumnya harus berdasar ijma’ul muslimin. Hadis-hadis berkenaan dengan perkara tersebut sudah dimaklumi. Immamul Haramain bekata: “ Tidaklah boleh dikatakan dia melakukan sesuatu yang makruh, tetapi meninggal ynag utama.” Jika tidak menemukan air, dia bertayamum. Wanita mustahadhah dalam waktu yang dianggap suci mempunnyai hukum yang sama dengan hukum orang yang berhadas. Sementara orang yang berjunub dan wanita yang haid, maka haram atas keduannya membaca Al-Qur’an, sama saja satu ayat atau kurang dari satu ayat. Bagi keduanya diharuskan membaca Al-Qur’an di dalam hati tanpa mengucapkannya dan boleh memandang ke dalam mushaf.

* Membaca Al-Qur’an disunahkan di tempat yang bersih dan terpilih. Justru, sejumlah ulama menganjurkan membaca Al-Qur’an di masid karena ia meliputi kebersihan dan kemuliaan tempat serta menghasilakan keutamaan lain, yaitu itikaf.

* Diutamakan ketika membaca Al-Qur’an di luar sembahyang supaya menghadap kiblat.

* Jika hendak membaca Al-Qur’an, maka dia memohon perlindungan dengan mengucapakan A’uudzu bilaahi minasy-syaithaanir rajiim( Aku berlindung kepada Allah Swt. dari syaitan yang terkutuk). Sebagian ulama salaf berkata Ta’awwudz itu sepatutnya dibaca sesudah membaca Al-Qur’an, berdasarkan firman Allah Swt. dalam surat An-Nahal ayat 98 yang berbunyi : 
   > *“ Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk “* 

    Maksud ayat ini menurut mayoritas ulama, apabila kamu ingin membaca Al-Qur’an, maka mohonlah perlindungan kepada Allah Swt. dari syaitan yang terkutuk.

   Hendaklah orang yang membaca Al-Qur’an selalu membaca *bismillahir Rahmaanir Rahiim* pada awal setiap surah selain surah Bara’ah. Karena sebagian besar ulama mengatakan, ia adalah ayat, sebab ditulis di dalam Mushaf. Basmalah ditulis di awal setiap surah, kecuali Bara’ah. Jika tidak membaca basmalah, maka dia meninggalkan sebagian Al-Qur’an menurut sebagian besar ulama.

* Jika mulai membaca, hendaklah bersikap khusyuk dan merenungkan maknannya ketika membaca.

* Anjuran mengulang-ulang ayat yang direnungkan .

* Menangis ketika membaca Al-Qur’an. Menangis ketika membaca Al-Qur’an merupakan sifat orang-orang yang arif dan syiar hamba- hamba Allah yang shaleh.
* Hendaklah membaca Al-Qur’an dengan tartil. Para ulama telah sependapat atas anjuran melakukan tartil. Allah berfirman dalam surat Al-Muzzamil ayat 4 yang berbunyi : 
  > *” Atau lebih dari seperdua itu. dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan “*

* Diutamakan jika melalui ayat yang mengandung rahmat agar memohon kepada Allah Swt. dan apabila melalui ayat yang mengandung siksaan agar memohon perlindungan kepada Allah Swt. dari kejahatan dan siksaan.
* Hal yang perlu diperhatikan dan amat ditekankan adalah memuliakan Al-Qur’an dari hal-hal yang kadang-kadang diabaikan oleh sebagian orang yang lalai ketika membaca bersama-sama. Diantarnnya menghindari tertawa, berbuat bising dan bercakap- cakap di tengah pembacaan, kecuali perkataan yang perlu diucapkan.
* Tidak boleh membaca Al-Qur’an dengan selain bahasa Arab, sama saj dia boleh berbahasa Arab dengan baik atau tidak boeh, sama saja di dalam sembahyang ataupun di luar sembahyang. Jika dia membaca Al-Qur’an dalam sembahyang dengan selain bahasa Arab, maka sembahyangnya tidak sah. Ini adalah madzhab kami dan Imam Malik, Ahmad, Dawud dan Abu Bakar Ibnul Mundzir. Sedangkan Abu Hanifah berkata: “ Diharuskan membaca dengan selain bahasa Arab dan sembahyangnya sah”.
* Diharuskan membaca Al-Qur’an dengan tujuh qiraat seperti bacaan yang disetujui. Dan tidak boleh dengan selain yang tujuh bacaan itu dan tidak pula dengan riwayat-riwayat asing yang ditulis(diambil) dari ketujuh ahli qiraat itu.
* Jika membaca Al-Qur’an hendaklah membaca menurut tertib Mushaf. Dimulai dengan Al-Fatihah, kemudian Al-Baqarah, dan surat-surat selanjutnya sesuai dengan tertibnya.
* Membaca Al-Qur’an dari Mushaf lebih utama dari pada membacannya dengan hafalan karena memandang dalam Mushaf adalah ibaah yang diperintah, maka berkumpullah bacaan dan pandangan itu.

Telah kami sebutkan di atas beberapa adab atau kesopanan di saat seseorang muslim akan membaca Al-Qur’an. Sebenarnya ada banyak adab yang perlu untuk diperhatikan ketika akan ataupun saat membaca Al-Qur’an. Yang kami ambil di atas adalah karangan dari Imam Nawawi. Beberapa tokoh Islam mempunyai beberapa pendapat yang lebih banyak atau lebih sedikit dari yang kami sebutkan di atas. Tapi secara garis besar, apa yang kami ambil di atas merupakan kebanyakan dari pendapat para tokoh Islam.

1 Like

Berikut ini merupakan adab membaca Al Quran :

  1. Memperhatikan niat ikhlas disaat mempelajari Al-Quran dan ketika membacanya. Dikarenakan membaca Al-Quran adalah ibadah yang dengan ibadah tersebut bertujuan untuk bertemu dengan wajah Allah. Setiap amal ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah tanpa disertai dua syarat diterimanya amal yaitu ikhlas dan sesuai tuntunan syariat maka amalan tersebut akan tertolak. An-Nawawi mengatakan: Yang pertama kali diperintahkan bagi seorang Qari’ Al-Quran adalah keikhlasan dalam membaca Al-Quran, dan hanya menghendaki perjumpaan dengan wajah Allah subhanahu wata’ala dari bacaan Al-Quran tersebut, dan tidak menghendaki pencapaian sesuatu selain itu”. Yang dikatakan oleh An-Nawawi ini adalah suatu yang benar, karena diantara para Qari’ ada yang membaca Al-Quran dengan tujuan agar perhatian kaum manusia tertuju kepadanya, dan agar mereka mendatangi majlis-nya, menyanjungnya dan menghormatinya Kami memohon kepada Allah keselamatan dan ‘afiah -. Dan cukuplah sebagai peringatan bagi Qari’ tersebut, agar dia mengetahui siksa bagi seseorang yang mempelajari AlQuran agar dikatakan sebagai seorang Qari’ Al-Quran. Imam Muslim telah meriwayatkan sebuah hadits didalam kitab Shahih beliau, dari hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata: Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Sesungguhnya orang yang paling pertama kali dijatuhkan putusannya pada hari kiamat, adalah seseorang yang mati syahid. Lalu diapun didatangkan dan dikabarkan nikmat-nikmat baginya lalu diapun mengetahuinya. Allah berfirman kepadanya: “Apakah yang telah engkau kerjakan bagi segala nikmat tersebut? “. Dia menjawab: Saya berperang karena Engkau hingga saya mendapatkan mati syahid. Allah berfirman: ”Engkau telah berdusta, akan tetapi engkau berpernag agar engkau dikatakan sebagai seorang yang gagah berani, dan itu telah dikatakan bagimu”.

    Kemudian diapun dilerintahkan untuk diseret kehadapan wajahnya lalu dia dicampakkan kedalam api neraka. Dan seseorang yang mempelajari ilmu lalu mengajarkannya dan membaca AlQuran. Kemudian dia dihadapkan, dan dikabarkan nikmat-nikmat baginya lalu diapun mengetahuinya. Allah berfirman: “Apakah yang telah engkau kerjakan bagi segala nikmat tersebut? “ Dia berkata: Saya mempelajari ilmu dan mengajarannya dan membaca Al-Quran karena Engkau. Allah berfirman: “Engkau telah berdusta, akan tetapi engkau mempelajari ilmu agar engkau dikatakan sebagai seorang yang alim, dan engkau membaca AlQur`an agar engkau dikatakan sebagai seorang Qari’, dan itu telah dikatakan bagimu. Kemudian diapun diperintahkan untuk diseret kehadapan wajahnya lalu dia dicampakkan kedalam api neraka. “ al-hadist.

  2. Mengamalkan kandungan Al-Quran Yaitu menghalalkan segala yang dihalalkan didalam Al-Quran, mengharamkan segala yang diharamkannya, berhenti pada setiap yang dilarangnya, mengerjakan setiap perintahnya dan mengamalkan setiap ayatayatnya yang muhkam dan beriman dengan ayat-ayat yang mutasyabih. Menegakkan setiap hukum-hukumnya dan huruf-hurufnya. Telah ada larangan yang sangat keras bagi seseorang yang Allah berikan kepadanya AlQuran lantas dia tidak mengamalkannya Didalam Shahih Al-Bukhari dari penggalan hadits mimpin Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari sebuah hadits yang terlentang diatas tengkuknya, dan seseorang yang berdiri diatas kepalanya dengan sebuah pemukul atau sebuah batu besar lalu orang itu memecahkan kepala orang yang berbaring tersebut. Dan sewaktu dia memukulkan batu itu kekepalanya, batu tersebut terguling, kemudian dia pergi mengambil batu tersebut, dan tidaklah dia kembali kepada orang ini hingga kepalanya telah sembuh dan kembali seperti sedia kala, lalu diapun kembali memukulkan batu tersebut kekepalanya. Saya berkata : Siapakah ini ? . Keduanya mengatakan : “ Pergilah “ ( Kemudian hal itu ditefsirkan kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau berkata ) : Dan orang yang engkau lihat kepalanya dipukulkan dengan batu besar, adalah seseorang yang Allah telah ajarkan kepadanya Al-Quran, namun dimalam hari dia tidur tidak membacanya dan tidak mengamalkan Al-Qur`an disiang ahrinya, akan diperbuat hal demikian pada dirinya pada hari kiamat panjang , disebutkan: “Keduanya mengatakan: Pergilah. Maka kamipun beranjak pergi hingga kami menjumpai seseorang yang berbaring.

  3. Anjuran untuk selalu mengingat Al-Quran dan memperbarui bacaan Al-Quran.

    Mengingat-ingat Al-Quran maksudnya adalah dengan membiasakan diri membaca Al-Quran dan selalu berupaya mengingatnya. Adapun memperbaruinya adalah dengan memperbaharui untuk konsisten mempelajarinya dan membacanya. Seseorang yang telah memfokuskan dirinya ntuk menghafal Kitab Allah, dan yang telah menghafalkannya, apabila dia tidak menjaganya dengan mempelajari dan mengingat-ingatnya kembali, maka hafalannya dia akan mudah terlupakan. Al-Quran sangatlah mudah lepas dari dalam dada, oleh karena itu mesti memperbanyak perhatian dan lebih sering mempelajarinya dan membacanya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan sebuah pemisalan bagi kita akan hal seorang penyandang Al-Quran yang memperhatikan Al-Quran dan seseorang yang melalaikannya. Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma telah meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Sesungguhnya pemisalan seorang penyandang Al-Quran bagaikan pemilik onta yang lagi terikat. Apabila dia memperhatikannya baik-abik tentu dia akan memegangnya dengan erat namun apabila dia melepaskannya maka onta tersebut akan lari darinya “ Dan dari hadits Abu Musa radhiallahu ‘anhu, beliau berkata : Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Jagalah Al-Quran, Demi Dzat yang mana jiwaku berada didalam genggaman Nya, sesungguhnya AlQuran sangat mudah lepas daripada seekor onta yang ebrada dalam ikatannya “ Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan dalam menerangkan perumpamaan yang disampaikan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “ Beliau menyerupakan sirnanya Al-Quran dengan berangsur-angsur dan kontinyuitas dalam membaca Al-Quran seumpama ikatan pada seekor unta yangdikhawatirkan lepas pergi. Kapan penjagaan Al-Quran ini ada, maka hafalan Al-Quran pun jug tetap ada, sebagaimana halnya seekor unta, kapan unta tersebut diikat erat dengan tali maka unta tersebut akan tetap terjaga. Dan pengkhususan penyebutan unta pada hadits diatas, dikarenakan unta adalah hewan peliharaan manusia yang paling mudah lepas, dan sangatlah sulit untuk menemukan hewan tersebut apabila hewan ini telah lepas.

  4. Janganlah anda mengatakan : Saya telah lupa ayat atau surah AlQuran akan tetapi katakanlah : Saya telah terlupakan, terjatuh hafalanku atau dilupakan. Dalil akan hal itu, ada pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu ‘anha , beliau berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mendengar seseorang yang membaca sebuah surah didalam Al-Quran pada waktu malam, lalu beliau bersabda : “ Semoga Allah merahmatinya, sungguh dia telah mengingatkan aku akan ayat ini dan ayat ini, yang sebelumnya saya telah terlupakan bahwa ayat tersebut berada pada surah ini dan surah ini “. Pada riwayat Muslim lainnya : “Sungguh dia telah mengingatkan aku sebuah ayat yang saya telah jatuhkan penyebutannya dari surah ini dan surah ini “ Dan pada hadits Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ alangkah buruknya seseorang diantara mereka yang mengatakan : Saya telah lupa ayat ini dan ayat ini, tetapi sesungguhnya dia telah terlupakan “. An-Nawawi mengatakan: “Pada hadits tersebut, menunjukkan tercelanya perkataan : lupa akan ayat ini, dan celaan ini sifatnya suatu yang makruh, dan perkataan : saya terlupakan bukan suatu yang tercela. Adapun larangan mengatakan : saya lupa ayat ini , dikarenakan mengandung sikap memudahmudahkan dan melailaikan ayat-ayat tersebut. Allah ta’ala berfirman: “Dan ayat-ayat Kami telah datang kepada-mu lalu kamu melupakannya “ Al-Qadhli ‘Iyadh mengatakan: “Penafsiran yang paling tepat terhadap hadits tersebut bahwa maknanya adalah celaan yang ditujukan pada keadaan sipengucap, bukan pada ucapannya, yakni saya lupa keadaan tersebut, keadaan dalam mengahafal Al-Qur`an lalu diapun lalai hingga melupakannya “

  5. Wajib menghayati kandungan Al-Quran Sekian banyak nash-nash syara’ yang mengharuskan penghayatan kandungan ayat-ayat Al-Quran Al-‘Aziz. Beberapa diantaranya telah dikemukakan sebelumnya. Dan juga pada firman Allah ta’ala : “ Apakah mereka tidak memikirkan Al-Quran. Sekiranya Al-Quran datangnya dari selainAllah, niscaya mereka akanmendapatkan perselisihan yang sangat banyak “ (An-Nisaa: 82 ) Ibnu Sa’diy mengatakan : “ Allah ta’ala memerintahkan untuk menghayati Kitab-Nya yaitu dengan menelaah makna-makna yang terkandung didalamnya, memikirkannya lebih mendalam, tentang hal-hal yang prinsipil serta perkara-perkara yang mengikutinya dan hal-hal yang berkaitan erat dengan hal itu. Dikarenakan penghayatan akan Kitabullah merupakan kunci pembuka bagi setiap ilmu dan pengetahuan, dan akan menghasilkan setiap kebaikan dan setiap ilmu akan dapat disadur dari KitabNya. Dan dengan penghayatan ini akan menambah keamanan didalam hati, dan akan mengokohkan pohon keamanan tersebut. Dan dengan itu, akan diketahui Siapakah Ar-Rabb Al-Ma’buud yang disembah dengan haq , beserta sifat-sifat-Nya yang sempurna dan sifat-sifat yang kurang mesti dijauhkan dari-Nya. Dan dengan itu juga, akan dikenali jalan yang akan mengantarkan kepada-Nya, sifat kaum yang meniti jalan tersebut, dan balasan pahala bagi mereka setelah tiba dihadapan-Nya. Dan juga akan dikenali musuh Al-Quran, musuh Al-Quran yang sebenarnya, dan jalan yang akan mengantarkan kepada siksa, dan sifat kaum yang berada diatas jalan tersebut, serta apa saja yang ditimpakan bagi mereka disaat sebab-sebab datangnya adzab ada pada mereka. Dan setiap kali seorang hamba semakin menelaah kandungan Al-Quran, maka akan bertambah ilmu, amal dan keyakinannya.

    Oleh karena itulah Allah ta’ala memeritahkan hal itu, menganjurkanya dan Allah ta’ala telah mengabarkan, bahwa inilah maksud dengan diturunkannya Al-Quran, sebagaimana firman Allah ta’ala : “ Inilah Kitab yang Kami telah turunkan kepada engkau , kitab yang penuh berkah, agar suapay mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan agar supaya orang-orang yang berpikir merenunginya “ ( Shad : 29 ) Ulama As-Salaf dari generasi sahabat radhiallahu ‘anhum dan generasi setelahnya telah mempraktikkan hal itu dalam amal perbuatan mereka. Imam Ahmad telah meriwayatkan dari Abu Abdirrahman, beliau berkata : Telah menceritakan kepada kami salah seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang membacakan Al-Quran kepada kami , bahwa mereka para sahabat mengambil bacaan Al-Quran dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebanyak sepuluh ayat, dan mereka tidaklah mengambil sepuluh ayat berikutnya sebelum mereka mengetahui kandungan ilmu dari ayat-ayat ini kemudian mengamalkannya. Mereka berkata : Maka kami mempelajari ilmu Al-Quran dan mengamalkannya.

    Dan pengecualian dari itu juga, dengan hadits yang diriwyatkan oleh Malik didalam Al-Muwaththa’ beliau dari jalan Yahya bin Sa’id, bahwa beliau berkata : Saya dan Muhammad bin Yahya bin Hibban pernah duduk , lalu Muhammad memanggil seseorang, dan mengatakan : Kabarkanlah kepadaku apa yang telah engkau dengan dari bapakmu. Orang itu berkata : Bapaku telah mengabarkan kepadaku bahwa dia telah mendatangi Zaid bin Tsabit, lalu berkata kepadanya : Bagaiman pendapatmu mengenai seseorang yang membaca Al-Qur`an dalam tujuh hari. Zaid berkata : Suatu yang baik, namun saya membacanya dalam setengah buan atau dalam waktu sepuluh hai lebih saya sukai daripadanya, dan tanyakan kepadaku mengapa demikian ? . Dia berkata : Saya bertanya kepada engkau ? Zaid mengatakan : Agar saya dapat menghayatinya dan memahaminya.