Bagaiamana Teknologi Baterai Berbahan Lithium-Ion?

http://sains.me/sainsme/wp-content/uploads/2013/06/Li-ion-Battery.jpg

Sesuai namanya, baterai jenis ini menggunakan bahan yang mengandung lithium sebagai katoda dan karbon sebagai anodanya. Apa itu katoda dan anoda?

Coba perhatikan sebuah baterai baik-baik. Kamu akan melihat sebuah tanda positif (+) di satu sisi dan tanda negatif (-) di sisi lainnya. Ya, dalam sebuah baterai terdapat kutub positif yang biasa disebut katoda, dan juga kutub negatif yang biasa disebut anoda. Kedua kutub yang biasa disebut elektroda ini dipisahkan oleh sebuah zat yang dapat mengalirkan listrik dari anoda ke katoda. Zat ini disebut juga elektrolit. Wah banyak juga ya istilahnya.

Lalu bagaimana komponen-komponen tersebut bisa menghasilkan aliran listrik? Begini, anoda dan katoda terbuat dari bahan yang dapat bereaksi dengan bahan elektrolitnya. Saat anoda dan elektrolit bereaksi, terbentuklah satu senyawa baru yang menyisakan satu elektron. Sebaliknya, reaksi antara katoda dan elektrolit membutuhkan satu elektron. Jadilah sisa elektron dari reaksi anoda dan elektrolit tadi dikirimkan ke katoda agar katoda dapat bereaksi dengan elektrolit. Perpindahan elektron inilah yang dapat menimbulkan aliran listrik dari sebuah baterai.

Reaksi tersebut akan terus berlangsung sampai salah satu dari anoda atau katoda kehabisan bahan untuk bereaksi. Pada saat itulah baterai akan habis kapasitasnya dan tidak dapat digunakan lagi. Hmm, lalu bagaimana dengan baterai yang dapat diisi ulang? Baterai jenis tertentu yang dapat diisi ulang ternyata memiliki kemampuan untuk melakukan reaksi sebaliknya. Singkatnya, saat mendapat aliran listrik dari luar, anoda dan katoda akan melakukan persenyawaan yang berkebalikan dari persenyawaan di atas sehingga akan kembali ke bentuk semula. Oleh karena itu, baterai memiliki kemampuan penuh kembali untuk menghasilkan aliran listrik.

Pada studi kasus baterai berbahan lithium, sesuai namanya, baterai jenis ini menggunakan bahan yang mengandung lithium sebagai katoda dan karbon sebagai anodanya. Lalu, apa saja kelebihan baterai Li-ion ini dibandingkan baterai lama selain bobotnya yang lebih ringan? Hmm, pernah dengar mitos bahwa kamu harus mengosongkan bateraimu sampai benar-benar habis untuk dapat mengisi ulang? Baterai jenis lama, misalnya yang menggunakan bahan nikel, memang memiliki memory effect yang menyebabkan ia harus diperlakukan seperti itu. Jika tidak diisi dari kosong sampai penuh, misalnya hanya sampai 75%, selanjutnya baterai akan menganggap kapasitasnya hanya 75% itu. Akibatnya, baterai itu tidak akan bisa lagi diisi sampai 100%. Namun, baterai Li-ion tidak lagi memiliki memory effect, sehingga tidak perlu mengosongkan kapasitas baterai untuk mengisi ulang. Bahkan, terlalu sering mengosongkan kapasitas baterai Li-ion bisa menyebabkan ia rusak, lho. Selain itu, baterai jenis ini mampu bertahan sampai ratusan siklus charge-discharge. Satu siklus charge-discharge adalah kondisi dari kapasitas penuh, kemudian digunakan sampai merasa perlu di charge lagi.

Meski demikian, ternyata baterai jenis ini sangat sensitif terhadap panas. Jika suhunya terlalu tinggi, baterai dapat meledak! Wah bahaya juga ya. Untunglah baterai Li-ion saat ini sudah dilengkapi dengan sirkuit yang dapat mencegah baterai dari kondisi yang terlalu panas. Saat suhu baterai sudah terlalu panas, sirkuit ini akan memutus aliran arus sampai suhunya normal kembali. Meski demikian, kita harus tetap berhati-hati dengan suhu baterai kita. Selain itu, umumnya umur baterai ini hanya bertahan 2-3 tahun, bahkan dalam kondisi tidak digunakan sekalipun. Jadi, jangan kaget jika 2 atau 3 tahun lagi bateraimu sudah minta diganti.

Referensi : http://sains.me/mengenal-teknologi-baterai-berbahan-lithium-ion/