Bagaiamana Hubungan Antara Media dengan Politik?

image
Media selalu menjadi bagian dari hidup masyarakat untuk mendapatkan informasi. Lalu adakah hubungan antara media dengan politik?

Hubungan antara media dengan politisi atau pemerintah sudah berjalan sekian lama, dan hubungan itu tidak bisa di pisahkan antara keduannya, bukan saja karena wartawan membutuhkan para politisi atau pejabat pemerintah sebagai sumber informasi (maker of news), tetapi juga para politisi maupun pejabat pemerintah memerlukan media untuk menyampaikan pikiran-pikirannya maupun kebijakan yang mereka ambil untuk kepentingan orang banyak. Oleh sebab itu, kehadiran media sangat penting dalam kegiatan komunikasi politik.

Tidak hanya dalam mendistribusikan pesan, tetapi jauh lebih penting adalah nilai berita yang akan diterima oleh khalayak. Tidak heran jika para wartawan sering tampak bergrobol di depan gedung istana, parlemen kantor kementrian, kantor gubernur atau kantor bupati menunggu kesempatan untuk mewawancarai para politisi atau para pejabat tersebut. Selain dengan cara itu, para politisi atau pejabat sering kali mengundang para wartawan untuk makan malam, berkunjung ke proyek atau dia sendiri yang berkunjung kekantor redaksi untuk di wawancarai dan di publikasikan.
media
Meski ada hubungan yang saling membutuhkan antara media dengan politisi, namun hubungan ini kadang menimbulkan gesekan yang kurang harmonis. Oleh karna itu ada yang mengatakan hubungan antara keduannya seperti benci, tapi rindu (hate and love), seperti ucapan Sonator Orlando Marcado bahwa:

“it is clear that media needs politician, as politician needs media. There are inextricably joined together in a “ love hate” relationship”.

Hubungan antara media dan pemerintah biasanya lebih banyak bersifat negatif. Sikap negative inilah yang sering menimbulkan miscommunicarion dan misinformation. Konsep terakhir yang muncul adalah kriteria penyimpangan (deviance), yakni suatu mempunyai nilai berita jika menyimpang dari norma ratarata, baik yang menyangkut peristiwa, orang, prilaku, dan arah perkembangan. Namun, disisi lain hubungan itu cukup rawan para pekerja media tidak hati-hati menjalankan tugas kewartawanannya secara professional sebab hal itu bisa menimbulkan delik hukum.

Ada beberapa faktor yang bisa menyeret para pekerja media kedalam delik hukum, antara lain:

  • Arogansi profesi, terutama para pekerja media yang berusia muda
  • Tidak menjaga privasi orang lain.
  • Memandang provesi wartawan sebagai provesi istimewa (merangsang orang myda untuk aktualisasi sendiri)
  • Melakukan malpraktik jurnalistik.
  • SDM yang tidak provisional untuk bisa membedakan mana yang seharusnya diberitakan, dan mana yang seharusnya diberitakan.
  • Melakukan character assassinational
  • Mengacaukan masyarakat
  • Menabrak rambu-rambu undang-undang pres dan penyiaran serta etika junarlistik.

    Pres cendrung untuk menyiarkan berita yang tidak rutin, kekacauan, kegagalan yang tidak nyaman bagi pejabat, namun disukai oleh pembaca. Sementara itu pemerintah sendiri mempunyai kriteria tentang berita, yaitu dikaitkan dengan keberhasilan, ketertiban, dan pembangunan. Perbedaan persepsi ini merupakan sumber benturan yang selalu terjadi dalam interaksi antara media dan pemerintahan dan sering di manfaatkan oleh pihak lain untuk kepentingan politik. Menurut penasehat publikasi regan, pemerintah yang sukses, mestinya dapat menyusun agenda apa yang harus dilakukan untuk masyarakat, dan bukan media yang harus membuatkan agenda apa yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk masyarakat.