Kata asma dalam bahasa Arab berarti nama-nama, bentuk jamak dari ism, kata asma berakar dari kata assumu yang berarti “ketinggian” atau assimah yang berarti “tanda”. Bukankah nama merupakan tanda sesuatu, yang sekaligus harus dijunjung tinggi. Sedangkan, kata husna adalah muanats dari kata ahsan yang artinya “terbaik”.
Dijelaskan pula oleh Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul “menyikap Tabir Illahi: Asmaul Husna dalam Perspektif Alqur’an”, penyifatan nama-nama Allah dengan kata yang berbentuk superlatif itu menunjukkan bahwa nama-nama tersebut bukan saja “baik”, tapi juga yang “terbaik” bila dibandingkan dengan yang baik lainnya.
Sifat “pengasih” misalnya adalah baik, sifat ini dapat disanding oleh makhluk atau manusia, tapi karena Allah yang terbaik, maka pastilah sifat kasih-Nya melebihi sifat kasih makhluk dalam kapasitas kasih maupun substansinya.
Disisi lain, sifat pemberani merupakan sifat yang baik disandang oleh manusia. Namun, sifat, sifat ini tidak wajar disbanding-Nya, karena keberanian mengandung kaitan dengan substansinya dengan tubuh sehingga tidak mungkin disandangkan kepada-Nya. Ini berbeda dari sifat: kasih, pemurah, adil dan sebagainya.
Kesempurnaan manusia adalah jika ia memiliki keturunan, tapi sifat kesempurnaan manusia ini tidak mungkin pula disandang-Nya karena ini mengakibatkan adanya kesamaan Tuhan dengan yang lain, disamping menunjukkan kebutuhan, sedang hal tersebut mustahil bagi-Nya.
dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia. (QS: al-Ikhlas: 4)
Sifat-sifat itu hanya ada pada Allah SWT, dan tidak mungkin ada pada diri makhluk-Nya. Sedangkan usaha yang dilakukan manusia adalah untuk mendekati atau menyerupai sifat-sifat Allah itu secara manusiawi (kodrati).
Sifat-sifat itu menunjukkan kemahasempurnaan Allah yang terangkum dalam segala sifat yang terpuji dan terbaik. Dan sifat-sifat itu menunjukkan eksistensi (al-wujud) Allah Taala.
1) Jumlah dan Bilangan Asmaul Husna
Sangat popular berbagai riwayat yang menyatakan bahwa jumlah Al-Asma al Husna adalah Sembilan puluh Sembilan. Salah satu riwayat tersebut berbunyi:
Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama – seratus kurang satu- siapa yang „'Ahshaha (mengetahui/menghitung/memeliharanya) maka dia masuk ke surga. (H.R. Bukhari dan Muslim).
Memang para ulama yang merujuk kepada Alqur’an mempunyai hitungan yang berbeda-beda. Seperti diantaranya Ath Thabathaba’I dalam tafsir “al Mizan” mengumpulkan tidak kurang dari 127 nama, ibnu Barjam Al Andalusi dalam karyanya “Syareh al-Asma‟ al-Husna” mengumpulkan sebanyak 132 nama, Imam al Qurthubi dalam tafsirnya mengemukakan bahwa ia telah menghimpun dalam bukunya “Al Kitab al Asna‟ Fi Syareh Asma Al Husna” nama-nama Tuhan yang disepakati dan yang diperselisihkan dan yang bersumber dari para ulama sebelumnya, keseluruhannya lebih dari 200 nama.
Bahkan ada pula seorang ulama bermadzhab Maliki ia bernama Abukabar Ibnul Araby seperti yang dikutip oleh Ibnu Kasir, ia menyebutkan bahwa sebagian ulama telah menghimpun nama-nama Tuhan dari Alqur’an dan Sunnah sebanyak 1000 nama, seperti antara lain Mutimmun Nurihii, Khairul Waaritsin, Khairul Maakirin.
Memang jika merujuk pada Alqur’an dan Sunnah ditemukan sekian banyak kata atau nama yang dapat dinilai sebagai Asma al Husna, misalnya: Al-Mauwla, An-Nashiir, Al- Ghaalib, Ar-Rab, Syadidul Iqab, Qa bilit Taubi, Ghafiriz Zanb, Muwlijil Laili Fin-Nahaar Wa Muliji Annahaara Fil Lail, Mukhrijul Hayya Minal Mayyit Wa Mukhrijul Almayyita Minal Hay dan sebagainya.
Dari As-sunah ditemukan juga nama-nama diantaranya: As- Sayyid, Ad-dayyan, Al-Hannan, Al-Mannan dan masih banyak yang lain. Jika demikian jelas, bahwa nama-nama Allah tidak terbatas pada sembilan puluh sembilan nama, seperti diterangkan dalam hadits nabi:
َ
aku memohon kepada-Mu dengan segala nama milik-Mu yang Engkau namakan diri-Mu dengannya atau yang telah Engkau ajarkan kepada seorang makhluk-Mu yang telah Engkau turunkan dalam kitab-Mu atau yang telah Engkau rahasiakan dalam ilmu ghoib di sisi-Mu. (HR. Ahmad).
Disisi lain perlu ditambahkan bahwa Fakhruddin Arrazy dalam tafsirnya mengklasifikasikan nama-nama Allah dan beberapa kategori, antara lain:
-
Nama yang juga disandang makhluk (tapi tentunya dengan kapasitas dan substansi yang berbeda. Seperti “Al Karimm, Rahim, Aziz, Lathif, Kabir, dan Khaaliq"
-
Nama yang tidak boleh disandang makhluk, yakni Allah dan Ar-Rahimin. Pada kategori pertamapun jika desertai dengan bentuk Superlatif atau kalimat tertentu, maka ia tidak boleh disandang oleh manusia kecuali Allah, seperti: Arhamur Rahimin (yang sebesar-besar pengasih), Akramul Akrimin (yang paling mulia kemuliaan-Nya), Khaliqus Samawaati Wal Ardh (pencipta langit dan bumi);
-
Nama-nama yang boleh disebut sendiri seperti: Allah, Rahmaan, Rahiim, Kariim dan sebagainya;
-
Nama-nama yang tidak boleh disebut kecuali berangkai, seperti “Mumit” (yang mematikan) atau “Ad-Dhar” (yang menimpakan mudharrat) kesemuanya tidak boleh dibaca secara terpisah namun harus secara berangkai, yaitu: “Muhyi Wa Mumit” (yang menghidupkan dan yang mematikan) dan “Ya Dhar, Ya Nafi” (wahai yang menimpakan mudharrat dan menganugrahkan manfaat).
2) Berdo’a dengan Asmaul Husna
Doa’a artinya permohonan, yaitu permintaan dari makhluk kepada al-khaliq atau penciptanya. Manusia adalah salah satu makhluk yang diciptakan Allah dan termasuk makhluk yang lemah, manusia tidak akan bisa mengatasi semua persoalan yang diahadapi dan juga tidak akan mampu memenuhi segala apa yang dibutuhkannya.
Oleh karena itulah manusia sangat perlu dan bahkan disuruh agar berdo’a kepada Allah SWT. Firman Allah :
Berdoalah kepada Tuhanmu dengan rendah hati dan suara yang lembut. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan. (QS: Al-A’raf:55- 56)
Kemudian dijelaskan pula Allah menganjurkan untuk selalu berdzikir dan berdo’a dengan nama-nama-Nya yang baik lagi agung. Seperti dalam firman Allah SWT:
Dan Allah memiliki Asmaul Husna (nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyalah artikan nama- nama-Nya. Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al-A’raf: 180)
Para sahabat Rasulullah saw mengamalkan Asmaul husna dengan tiga cara, yaitu:
- Hanya membaca salah satu dari 99 nama sesuai khasiat dan hajat yang akan dicapai;
- Membaca dua atau lebih gabungan dari asmaul husna, dan;
- Asmaul husna dibaca seluruhnya mulai dari pertama sampai terakhir.
Apabila akan mengamalkan asmaul husna, baik diamalkan dengan membaca secara keseluruhan maupun memilih salah satu atau gabungannya sesuai dengan kebutuhan hajatnya maka dapat berdoa dengan menyebut asmaul husna dengan tatacara sebagai berikut:
-
Membaca asmaul husna alangkah baiknya dilakukan dalam keadaan suci,
-
Berniat untuk berta‟arub (mendekatkan) diri kepada Allah SWT,
-
Sebelum membaca asmaul husna mulailah dengan membaca:
Tidak ada Tuhan yang wajib disembah kecuali hanya Allah Yang Maha Esa, tidak ada yang menyekutui-Nya, bagi-Nya semua kerajaan ddan baginya segala puji, diatas kekuasaanNyalah segala kebajikan. Dan Dia sangat berkuasa atas segalanya. Tidak ada Tuhan melainkan hanya Dia, yang memiliki nama-nama yang indah.
-
Kemudian bacalah asmaul husna secara kesuluhan atau hanya diambil sebagian saja.
-
Kemudian bacaan asmaul husna ditutup dengan bacaan:
Mahasuci Tuhan yang memiliki nama-nama yang indah dan sifat-sifat yang luhur. Mahasuci Dia dan Mahaluhur lah Dia dari perkataan orang-orang zalim dengan keluhuran yang sebesar-besarnya.
-
Setelah itu berdoalah sesuai dengan maksud yang diinginkan
-
Pahami dan hayati arti asmaul husna yang dibaca.
3) Manfaat Mengamalkan Asmaul Husna
Mengamalkan asmaul husna secara keseluruhan memiliki faedah atau khasiat yang besar sekali karena disamping mendapat pahala, juga sekaligus akan memperoleh apa yang dicita-citakan sesuai dengan khasiat yang terkandung didalamnya. Seseorang yang senantiasa menghayati atau menginternalisasikan sifat-sifat Allah SWT akan memancarkan sifat-sifat terpuji dalam setiap perilakunya.
Ia akan menjadi seorang yang mengasihi sebagai dorongan sifat ar-rahman, ia akan menjadi penyayang sesama manusia sebagai dorongan aplikasi dari sifat ar-rahim dan ia selalu memaknai sifat-sifat Allah SWT.
Mengapa hal itu bisa terjadi?
Sebab, kehendak manusiawinya luluh (fana) dalam kehendak Tuhan. Sehingga, ia berada dalam kesatuan hati yang tak terpisahkan. Ia akan terus menerus menyelami lautan ketuhanan yang tak bertepi.
Referensi :
- M. Ali Hasan, Memahami dan Meneladani Asmaul Husna, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1997).
- Haikal H. Habibillah al-Jabaly, Ajaibnya Asmaul Husna: Atasi Masalah-masalah Harianmu, (Yogyakarta: Sabil, 2013).
- M. Quraish Shihab, Menyingkap Tabir Ilahi: Asma al Husna Dalam Perspektif al- Qur‟an, (Jakarta: Lentera Hati, 2005).
- Sulaiman Abdurrahim & Abu Fawaz, Asmaul Husna Effects: Kedahsyatan Asmaul Husna dalam Meraih Kebahagiaan Hakiki, (Bandung: Sygma Publising, 2009).