Apakah zakat dapat menjadi Instrumen Fiskal dalam Ekonomi Islam?

fiskal

Instrumen fiskal ekonomi Islam adalah pajak, pengeluaran dan penerimaan pemerintah serta zakat. Apakah zakat dapat menjadi Instrumen Fiskal dalam Ekonomi Islam? Bagaimana penerapannya ?

Zakat akan mendorong pembangunan ekonomi, karena: menjalankan harta yang didiamkan, distribusi pendapatan bagi kaum kaya dan kaum miskin serta akan meningkatkan permintaan agregat dalam sekala ekonomi makro.

Salah satu sebab belum berfungsinya zakat sebagai instrumen pemerataan dan belum terkumpulnya zakat secara optimal di lembaga-lembaga pengumpul zakat, karena pengetahuan masyarakat terhadap harta yang wajib dikeluarkan zakatnya masih terbatas pada sumber-sumber konvensional yang secara jelas dinyatakan dalam Al-Qur‟an dan Hadits dengan persyaratan tertentu.

Harta yang wajib dizakati berdasarkan tekstual Al-Qur‟an dan Hadits seperti emas, perak, hasil tanaman dan buah-buahan, barang dagangan, hewan ternak yaitu Unta, sapi dan kambing, dan barang temuan.

Referensi

Danupranata, Gita. 2005. Ekonomi Islam. Yogyakarta: UPFE.

Zakat merupakan komponen utama dalam sistem keuangan publik sekaligus kebijakan fiskal yang utama dalam sistem ekonomi Islam. Zakat merupakan kutipan wajib bagi seluruh umat Islam. Walaupun demikian masih ada komponen lainnya yang dapat dijadikan unsure lain dalam sumber penerimaan negara.

Penerapan sistem zakat akan mempunyai berbagai implikasi diberbagai segi kehidupan, antara lain:

  1. Memenuhi kebutuhan masyarakat yang kekurangan;

  2. Memperkecil jurang kesenjangan ekonomi;

  3. Menekan jumlah permasalahan sosial, kriminalitas, gelandangan, pengemis,dll;

  4. Menjaga kemampuan beli masyarakat agar dapat memelihatra sektor usaha. Dengan kata lain zakat menjaga konsumsi masyarakat pada tingkat minimal sehingga perekonomian dapat terus berjalan.

  5. Mendorong, masyarakat unuk berinvestasi, tidak menumpuk hartanya;

Zakat merupakan ketentuan yang wajib dalam sistem ekonomi islam (obligatory zakat system), sehingga pelaksanaanya melalui institusi resmi negara yang memiliki ketentuan hukum. Zakat dikumpulkan, dikelola, atau didistribusikan melalui lembaga pengelola zakat. Pengelolaan zakat di Indonesia sudah dilakukan semenjak awal Islam masuk dan berkembang di Nusantara, baik individu maupun kelompok atau institusi. Namun demikian, mayoritas ulama di dunia dan Indonesia sepakat bahwa sebaiknya pengelolaan zakat dilakukan oleh pemerintah.

Manfaat kolektif dari zakat adalah bahwa zakat akan terus mengingatkan orang yang memiliki kecukupan harta bahwa ada hak orang lain dalam hartanya. Sifat kebaikan ini yang kemudian mengantarkan zakat memainkan perannya sebagai sebagai instrumen yang memberikan manfaat kolektif (jama’i).

Selain itu, eksistensi zakat dalam kehidupan manusia baik pribadi maupun kolektif pada hakikatnya memiliki makna ibadah dan ekonomi. Zakat adalah ibadah yang memiliki dua dimensi, yaitu vertical dan horizontal. Disatu sisi, zakat merupakan bentuk ibadah wajib bagi mereka yang mampu dari kepemilikan harta dan menjadi salah satu ukuran kepatuhan seseorang pada Allah Swt. Disisi lain zakat merupakan variabel utama dalam menjaga kestabilan sosial ekonomi agar selalu berada pada posisi aman untuk terus berlangsung.

Dari perspektif kolektif dan ekonomi, zakat akan melipatgandakan harta masyarakat. Proses pelipatgandaan ini dimungkinkan karena zakat dapat meningkatkan permintaan dan penawaran di pasar yang kemudian mendorong pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan permintaan terjadi karena perekonomian mengakomodasi golongan manusia yang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan minimalnya sehingga pelaku dan volume pasar dari sisi permintaan meningkat. Distribusi zakat pada golongan masyarakat kurang mampu akan menjadi pendapatan yang membuat mereka memiliki daya beli atau memiliki akses pada perekonomian. Sementara itu, peningkatan penawaran terjadi karena zakat memberikan disinsentif bagi penumpukan harta diam (tidak diusahakan atau idle) dengan mengenakan ‘potongan’ sehingga mendorong harta untuk diusahakan dan dialirkan untuk investasi di sektor riil. Pada akhirnya, zakat berperan besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara makro.

Dengan adanya mekanisme zakat, aktifitas ekonomi dalam kondisi terburuk sekalipun dipastikan akan dapat berjalan paling tidak pada tingkat yang minimal untuk memenuhi kebutuhan primer. Oleh karena itu, instrumen zakat dapat digunakan sebagai perisai terakhir bagi perekonomian agar tidak terpuruk pada kondisi krisis dimana kemampuan konsumsi mengalami stagnasi (underconsumption). Zakat memungkinkan perekonomian terus berjalan pada tingkat yang minimum, karena kebutuhan konsumsi minimum dijamin oleh dana zakat.

Secara ringkas penerapan sistem zakat akan berdampak positif di sektor riil dalam beberapa hal, antara lain:

  1. Zakat menjadi mekanisme baku yang menjamin terdistribusinya pendapatan dan kekayaan sehingga tidak terjadi kecenderungan penumpukan faktor produksi pada sekelompok orang yang berpotensi menghambat perputaran ekonomi.

  2. Zakat merupakan mekanisme perputaran ekonomi (velocity) itu sendiri yang memelihara tingkat permintaan dalam ekonomi. Dengan kata lain pasar selalu tersedia bagi produsen untuk memberikan penawaran. Dengan begitu, sektor riil selalu terjaga pada tingkat yang minimum tempat perekonomian dapat berlangsung karena interaksi permintaan dan penawaran selalu ada.

  3. Zakat mengakomodasi warga negara yang tidak memiliki akses ke pasar karena tidak memiliki daya beli atau modal untuk kemudian menjadi pelaku aktif dalam ekonomi sehingga volume aktivitas ekonomi relative lebih besar (jika dibandingkan dengan aktifitas ekonomi konvensional).

Tujuan utama dari kegiatan zakat berdasarkan sudut pandang sistem ekonomi pasar adalah menciptakan distribusi pendapatan menjadi lebih merata. Selain untuk tujuan distribusi, maka analisa kebijakan fiskal dalam sistem ekonomi pasar dilakukan untuk melihat bagaimana dampak dari zakat terhadap kegiatan alokasi sumber daya ekonomi dan stabilisasi kegiatan ekonomi.

Instrumen zakat juga memiliki justifikasi yang kuat untuk diintegrasikan dalam sistem fiskal nasional. Hal ini didasari kenyataan bahwa secara sosiologis dan demografis Indonesia adalah negara muslim terbesar. Dan pada saat yang sama secara filosofis, zakat memiliki legitimasi yang kuat ketika diintegrasikan dalam sistem fiskal.

Secara umum tujuan yang ingin dicapai oleh kebijakan fiskal adalah kestabilan ekonomi. Tetapi secara rinci para ahli ekonomi berpendapat bahwa fungsi kebijakan fiskal mencakup tiga hal.

  • Pertama, fungsi alokasi yang bertujuan untuk mengalokasikan faktor-faktor produksi yang ada dalam masyarakat sedemikian rupa sehingga kebutuhan masyarakat seperti keamanan, pendidikan, prasarana jalan, tempat ibadah dan sebagainya dapat terpenuhi.

  • Kedua, fungsi distribusi yang bertujuan untuk terselenggaranya pembagian pendapatan nasional yang adil.

  • Ketiga, fungsi stabilisasi yang antara lain bertujuan untuk terpeliharanya kesempatan kerja yang tinggi, tingkat harga yang relatif stabil dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup memadai.

Merujuk dari fungsi kebijakan fiskal tersebut, tidak diragukan lagi bahwa zakat dapat pula dijadikan instrumen dalam kebijakan fiskal karena memenuhi dengan baik seluruh prasyarat untuk menjadi instrumen fiskal. Ketiga fungsi zakat yang dimainkan oleh zakat tersebut dapat dijabarkan secara jelas.

  • Pertama, sebagai alat redistribusi pendapatan dan kekayaan. Karena sesungguhnya konsep zakat ini mirip dengan konsep transfer payment dalam ekonomi konvensional, meskipun banyak perbedaan yang mendasar, baik dari segi filosofis, landasan hukum hingga pada masalah penyaluran dan pendayagunaan. Sebagai sebuah instrumen, tentu saja zakat membutuhkan infra struktur yang memadai, baik dalam regulasi kebijakan hingga bentuk lembaga dan teknis operasional yang bersifat rinci. Jika fungsi zakat sebagai instrumen bagi redistribusi pendapatan dan kekayaan berjalan dengan baik, maka persoalan kemiskinan dan kesenjangan sosial dapat direduksi.

  • Kedua, sebagai stabilisator perekonomian. Pengelolaan zakat yang baik dapat memberikan dampak terhadap stabilitas perekonomian. Kondisi perekonomian terkadang berada pada situasi booming maupun pada situasi depresi. Kondisi yang fluktuatif ini tentu membutuhkan adanya suatu instrumen yang menjadi stabilisator, sehingga deviliasi yang ditimbulkannya dapat diminimalisir.

  • Ketiga, sebagai instrumen pembangunan dan pemberberdayaan masyarakat dhuafa (fungsi alokasi). Zakat memiliki peran yang sangat strategis didalam pembangunan masyarakat. Bagi negara-negara berkembang termasuk Indonesia, pembangunan ekonomi yang terkait dengan sektor riil mendapatkan prioritas yang utama. Hal ini dimaksudkan agar angka pengangguran dan kemiskinan dapat dikurangi, lapangan serta kesempatan kerja dapat diperluas.

Pelaksanaan ibadah zakat bila dilakukan secara sistematis dan terorganisir akan memberikan efek multiplier yang yang tidak sedikit terhadap peningkatan pendapatan. Efek multiplier dari zakat secara ekonomi dijelaskan sebagai berikut:

Diasumsikan bantuan zakat diberikan dalam bentuk konsumtif. Bantuan konsumtif yang diberikan kepada mustahik akan meningkatkan daya beli mustahik tersebut atas suatu barang yang menjadi kebutuhannya. Peningkatan daya beli atas suatu barang ini akan berimbas pada peningkatan produksi suatu perusahaan, imbas dari peningkatan produksi adalah peningkatan kapasitas produksi yang hal ini berarti perusahaan akan menyerap tenaga kerja lebih banyak.

Sementara itu, disisi lain peningkatan produksi akan meningkatkan pajak yang dibayarkan kepada negara. Bila penerimaan negara bertambah, maka negara akan mampu menyediakan sarana dan prasarana untuk pembangunan serta mampu menyediakan fasilitas publik bagi masyarakat. Dari gambaran diatas terlihat bahwa pembayaran zakat mampu menghasilkan efek berlipat ganda (multiplier effect).

Dalam perekonomian, yang pada akhirnya secara tidak langsung akan berimbas pula apabila zakat diberikan dalam bentuk bantuan produktif seperti modal kerja atau dana bergulir, maka sudah barang tentu efek multiplier yang didapat akan lebih besar lagi dalam suatu perekonomian.

Referensi
  • Muhammad, Lembaga Keuangan Mikro Syariah, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009)
  • Mustafa Edwin Nasution (dkk), Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam (Jakarta: Kencana, 2007)
  • Indonesia Zakat & Development Report, Zakat dan Pembangunan: Era Baru Zakat menuju kesejahteraan Ummat, 2009
  • M. Ali Hasan, Zakat dan Infaq, (Jakarta: Kencana, 2008)
  • Hikmat Kurnia, dan A Hidayat, Panduan Pintar Zakat, (Jakarta: Qultum Media, 2008)
  • Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007).
  • Sudiyono R, Ekonomi Makro: Pengantar Analisis Pendapatan Nasional, (Yogyakarta: Liberti, 1992)
  • Nurdin Mhd. Ali, Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006)
  • Irfan Syauqi Beik dan didin Hafidudin, “Zakat Dan Pembangunan Ekonomi Umat ”, Makalah Seminar Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), Medan-Sumatera Utara, 18-19 September 2005.