Apakah yang menyebabkan adanya pseudomembran pada difteri?

Difteri sering ditemukan pada anak-anak. Salah satu cirinya adalah munculnya pseudomembran di tenggorokan penderitanya. Apakah yang menyebabkan timbulnya pseudomembran tersebut?

Penyakit difteri disebabkan oleh toxin diphtheria yang merupakan faktor virulensi dari C. diphtheriae. Toxin ini dikode oleh gen tox yang dibawa oleh suatu bakteriofaga lisogenik yaitu Beta-faga. Hanya galur C. diphtheriae yang memiliki gen tox ini lah yang dapat menimbulkan penyakit. Galur lain yang tidak memiliki gen ini tidak bersifat patogenik, akan tetapi galur ini dapat berubah menjadi patogenik bila ditransduksi oleh bakteriofaga lisogenik beta-faga. Spesies bakteri coryneform lain yang dapat menghasilkan toxin ini adalah Corynebacterium ulcerans yang juga dapat menimbulkan manifestasi klinis difteri.

Toxin diphtheria memiliki 2 subunit dan 3 regio. Subunit A memiliki regio katalitik, sedangkan subunit B memiliki regio pengikat reseptor (receptor-binding region), dan regio translokasi (translocation region). Reseptor untuk toxin ini adalah heparin-binding epidermal growth factor yang terdapat pada permukaan banyak sel eukariotik, termasuk sel jantung dan sel saraf. Hal ini yang mendasari terjadinya komplikasi kardiologis dan neurologis dari difteri.

Begitu toxin difteri berlekatan dengan sel host melalui ikatan antara heparin-binding epidermal growth factor dan receptor binding region subunit B, regio translokasi disisipkan ke dalam membrane endosome yang kemudian memungkinkan pergerakan region katalitik subunit A ke dalam sitosol.

Kemudian subunit A bekerja dengan cara menghentikan sintesis protein sel host. Subunit A memiliki aktivitas enzimatik yang mampu memecah Nikotinamida dari Nicotinamide Adenine Dinucleotide (NAD) dan kemudian mentransfer sisa ADP-ribosa dari hasil pemecahan tadi menuju Elongation Factor-2 (EF-2). EF-2 yang ter-ADP ribosilasi ini kemudian menjadi inaktif. EF-2 merupakan faktor yang penting dalam translasi protein, sehingga sintesis protein seluler menjadi terganggu.

Proses ini kemudian menyebabkan nekrosis sel disertai dengan inflamasi dan eksudat fibrin yang memberikan gambaran pseudomembrane. Bentukan pseudomembrane ini dapat menghambat jalan napas, sehingga kematian akibat difteri timbul karena sumbatan jalan napas.