Feminisme sendiri terbagi ke dalam beberapa aliran besar yang hingga saat ini dianut oleh para Feminis dan pegiat kesetaraan gender yang ada di seluruh dunia. Aliran – aliran itu antara lain adalah, Feminisme Liberal, Feminisme Radikal, Feminisme Marxisme dan Sosialisme, Feminisme Kebudayaan, dan Eco-Feminism. Setiap aliran memiliki perpektif yang berbeda mengenai bagaimana konsep dari kesetaraan gender yang dipengaruhi oleh banyak ajaran dan ideologi yang berkembang selama ratusan tahun lamanya.
• Feminisme Liberal
Feminisme liberal adalah gerakan feminisme yang berfokus kepada kebebasan dari setiap individu. Feminisme Liberal memandang jika kebebasan kaum wanita berakar dari persamaan hak antara kaum pria dan wanita yang dimana, Para penganut feminisme liberal percaya jika kaum wanita harus mendapatkan kesempatan yang sama dengan kaum pria dalam berbagai hal. Misalnya saja, kaum wanita harus mendapatkan hak pendidikan yang sama dengan kaum pria atau Kaum wanita harus mendapatkan hak untuk memilih (voting) dalam pemilihan umum dan lain sebagainya. Wendell (1987) seperti yang dikutip dari Puspitasari (2016) menjelaskan lebih terperinci mengenai tujuan dari feminisme liberal ini :
“ Liberal Feminism greatest political commitment : to the promotion of women’s greater recognition and self-values as individuals, to equality of opportunity, to the promotion of equal education for both boys and girls, to ending sex prejudice and de facto discrimination, to equality of legal rights, and to use of education as a major tool of social reform “
Menilik dari pernyataan diatas, maka kita dapat semakin mengetahui jika Feminisme Liberal sangat mengacu pada equality atau kesetaraan antara pria dan wanita. Feminisme Liberal juga berfokus pada diskriminasi terutama pada keadaan sosial masyarakat Patriarki yang dimana kaum pria dianggap superior atau kuat dan sebaliknya kaum wanita dianggap sebagai kaum yang inferior atau lemah.
Gerakan Feminisme Liberal ini sendiri sudah ada sejak pertengahan abad ke-19 dan dimotori oleh tokoh – tokoh seperti Abigail Adams dan Mary Wollstonecraft yang banyak terpengaruh dari teori kontrak sosial yang sudah ada sejak era Revolusi Amerika.
Mary Wollstonecraft juga menulis jika di era abad ke -19, aktivitas wanita sangatlah dibatasi yang dimana, mereka tidak dapat dengan leluasa mengekspresikan perasaan dan pemikiran mereka dengan bebas. Di dalam kelompok keluarga, Pria dianggap sebagai pemimpin dan memiliki semua kontrol dan juga membuktikan anggapan mengenai kaum wanita sebagai ‘ gender kedua ‘ di masa itu. Hal – hal seperti inilah yang mempengaruhi gerakan feminisme liberal.
• Feminisme Radikal
Lewis (2020) , menyatakan jika Feminisme Radikal sebagai sebuah bagian dari gerakan feminisme yang menekankan kepada hubungan antara ketidaksetaraan gender dengan keberadaan akar – akar patriarki yang begitu kuat di masyarakat. Dengan melihat fenomena ini, maka dapat disimpulkan maka Feminisme Radikal bertujuan untuk menciptakan dominasi sosial dari kaum wanita atas kaum pria. Feminisme Radikal juga dipandang sebagai basis atau dasar dari berbagai macam pemikiran di sekitar aliran – aliran feminisme.
Para penganut Feminisme Radikal memandang jika budaya patriarki adalah akar utama dari ketidaksetaraan gender karena patriarki dianggap sebagai ‘ pemisah ‘ dalam ranah hak – hak sosial, hal istimewa, dan power yang berafiliasi langsung dengan seks, dan sebagai hasilnya, adalah penindasan terhadap kaum wanita dan pengistimewaan kaum pria. Lebih jauh lagi, Feminisme Radikal juga menentang organisasi – organisasi sosial dan politik yang ada karena dianggap memiliki hubungan ke budaya patriarki.
Tetapi, kaum feminisme radikal juga memilih untuk bersikap skeptikal untuk setiap aksi politik mereka di dalam sistem dan lebih memfokuskan terhadap perubahan sosial yang menghacurkan patriarki dan struktur – struktur terkait. Perlu diingat jika Kaum Feminisme radikal tidak serta merta membenci kaum pria, tetapi mereka hanya menentang adanya budaya patriarki dan menuntut budaya itu segera terhapus melalui perubahan sosial walaupun beberapa aktivis Feminisme Radikal seperti Robin Morgan menyatkan jika ‘ membenci pria ‘ juga merupakan hak dari kaum tertindas kepada kaum yang menindas mereka.
Sejarah dari Gerakan Feminisme Radikal ini bisa ditelusuri hingga ke tahun 1967 – 1975 yang dimana dunia saat itu sedang dihadapkan dengan puncak dari Perang Dingin. Pelabelan radikal terhadap feminisme radikal karena kembali ke alasan di atas tadi yang dimana mereka menganggap jika penindasan terhadap kaum wanita adalah bentuk penindasan paling dasar yang berlaku tanpa memandang ras, budaya, dan ekonomi. Gerakan feminisme radikal ini juga dimotori oleh tokoh tokoh seperti Susan Brownmiller, Mary Daly, dan Robin Morgan.
Isu - Isu utama yang diangkat oleh Kaum feminisme radikal antara lain adalah :
- Hak reproduksi untuk kaum wanita yang mencakup kebebasan untuk menentukan apakah akan memiliki anak atau tidak, kebebasan melakukan aborsi, menggunakan kontrol kelahiran, ataupun sterilisasi.
- Evaluasi dan mem-break down peran gender tradisional dalam ranah hubungan privat begitu juga dengan kebijakan publik
- Menganggap jika industri film porno merupakan bentuk eksploitasi kepada wanita.
- Menganggap pemerkosaan sebagai bentuk ekspresi dari kuasa patriarki dan menganggap jika bisnis pelacuran di bawah kaum patriarki sebagai bentuk penindasan terhadap wanita.
- Kritik terhadap pernikahan, keluarga inti, dan seksualitas sekaligus mempertanyakan seberapa jauh budaya kita tercampur dengan ideology patriarki
• Feminisme Marxisme dan Sosialis
Feminisme Marxisme memandang jika kaum wanita adalah kaum yang tertindas dan sumber dari penindasan itu sendiri berasal dari sistem kapitalisme atau sistem kepemilikan yang banyak terpengaruh dari ajaran Karl Marx dan Friedrich Engels. Sehingga menurut penganut Feminisme Marxisme, satu – satunya cara untuk menghentikan penindasan terhadap kaum wanita adalah dengan mengakhiri sistem kapitalisme melalui sebuah revolusi sosial.
Armstrong (2020) mendeskripsikan dengan lebih detail mengenai pengaruh pemikiran Marxisme terhadap gerakan feminisme :
“Marxism has analyzed unpaid, reproductive “women’s work” as an
integral part of capitalism. Marxist feminism historicizes reproduction in relation to production to better understand women’s exploitation and oppression in capitalism. Marxist feminism also theorizes revolutionary subjectivity and possibilities for an anti-capitalist future. Particularly important to Marxist feminism are its theories of imperialism and primitive accumulation, or theft, of land, resources and women’s unpaid labor to the reproduction of lives and generations. “
Dengan melihat statement diatas, maka dapat disimpulkan jika Feminisme Marxisme begitu berfokus kepada kesetaraan kelas dan pengupahan yang juga menjadi concern utama dalam tulisan Marx dan Engels dalam menentang sistem kapitalisme. Asumsi yang digunakan oleh Kaum feminisme sosialis mengenai rendahnya posisi kaum perempuan didasari dengan adanya struktur produksi yang dimana mereka berpegang pada pendapat Engels bahwa kelompok keluarga merupakan “ lembaga pemeras “ bagi perempuan karena adanya sistem kepemilikan pribadi merupakan akar permasalahan dari penindasan kaum perempuan. Hal inilah yang membuat penganut feminisme Marxisme begitu menentang sistem keluarga.
Sementara itu, dengan lahirnya Marxisme, otomatis membuka sebuah gerakan feminisme baru yaitu feminisme sosialis yang menurut beberapa pemikir, merupakan hasil bersatunya Marxisme dan Feminisme Radikal. Napikoski (2021), menyatakan jika feminisme sosialis berfokus pada analisa hubungan antara penindasan terhadap wanita dengan berbagai bentuk penindasan yang ada di masyarakat seperti rasisme dan ketidakadilan ekonomi. Pada dasarnya, Feminisme Sosialis memiliki basis yang kurang lebih sama dengan Feminisme Radikal yang dimana keduanya sama – sama mengakui adanya penindasan terhadap wanita , terutamanya dalam budaya patrarki.
Hanya saja, Feminisme Sosialis tidak begitu berfokus pada gender saja dan lebih memperhatikan fenomena sosial terutama yang melibatkan kelas dan sebagainya.
Intinya adalah para penganus Feminisme sosialis menginginkan sebuah integrasi pengakuan terhadap adanya diskriminasi seks di dalam misi mereka untuk mencapai keadilan dan kesetaraan untuk wanita, untuk kelas pekerja, untuk para kaum miskin, dan juga kemanusiaan. Lebih lanjut lagi, masih mengadopsi Feminisme Marxisme, Feminisme Sosialis sendiri juga menekankan kesejajaran konsep patriarki dan kapitalisme.
Juliet Mitchell, salah satu peletak dari landasan feminisme sosialis menyatakan jika adanya persamaan akses, revolusi ekonomi, ataupun kontrol produksi tidak akan menyelesaikan permasalah penindasan kepada kaum wanita yang membuat kaum feminis sosialis mengharapkan penghapusan atau pelenyapan patriarki dan kapitalisme untuk membebaskan kaum wanita.
• Feminisme Kultural
Feminisme Kultural merupakan salah satu aliran dari gerakan feminisme yang menekankan perbedaan esensial antara pria dan wanita berdasarkan perbedaan biologis, terutamanya dalam hal kemampuan reproduksi. Feminisme Kultural memandang jika perbedaan – perbedaan yang memisahkan antara wanita dan pria merupakan sebuah bentuk kekhasan dan superiority dari kaum wanita sehingga melahirkan sebuah konsep bernama ‘ sisterhood ‘ atau persatuan, solidaritas, dan identitas bersama bagi kaum wanita.
Lebih lanjut lagi, Umar (2005) menyatakan jika Feminisme kultural merupakan pandangan yang menggangap jika feminitas merupakan berntuk perilaku manusia yang paling diperlukan . Untuk melihat pandangan ideal melalui maskulinitas, dan juga stereotip dan labeling yang diarahkan pada konsep feminitas oleh dunia patriarki , maka menurut Umar, Kaum Feminis Kultural kembali mendefinisikan kembali feminisme dalam suatu kerangka positif. Umar menguraikan pendapat Jessica Bernhard yang menyatakan jika eksistensi wanita sebagai suatu realitas yang terpisah dan unik yang memberikan tiga hal dasar :
- Suatu sistem integrasi yang sangat penting bagi pertahanan keluarga
- Cinta atau etos tugas
- Suatu loncatan budaya melalui kesadaran yang nyata melalui perilaku verbal/non-verbal atau melalui teknologi – teknologi sendiri.
Feminisme Kultural sendiri juga merupakan pecahan dari Feminisme Radikal yang sudah ada sebelumnya dan sudah ada sejak tahun 1960-an.
• Ekofeminisme
Ekofeminisme merupakan suatu paham tentang keterkaitan antara perempuan dan alam semesta, terutama dalam ketidakberdayaan dan ketidakadilan perlakuan kepada keduanya. Miles (2018) menyatakan jika eko-feminisme merupakan cabang dari feminisme yang dicetuskan oleh Francoise D’Eaubonne pada tahun 1974.
Menurut Astuti (2012), menyatakan jika ekofeminisme berbicara mengenai adanya ketidakadilan di dalam masyarakat terhadap kaum perempuan. Astuti menegaskan jika ketidak adilan terhadap perempuan dalam konteks kelingkungan berangkat dari pengertian adanya ketidakadilan yang dilakukan manusia terhadap non-manusia atau alam. Karena perempuan secara historis selalu dikaitkan atau dihubungkan dengan alam baik dalam ranah konseptual, simbolik, dan linguistik maka Astuti menyatakan jika ada sebuah keterkaitan antara isu feminis dan ekologis.
Untuk itu, Astuti menjabarkan lebih lengkap lagi dengan menyajikan argumen dari salah seorang tokoh eko-feminisme Karren. J. Warren yang menyatakan jika cara berpikir hierarkhis, dualistik, dan menindas adalah cara berpikir maskulin yang dianggap telah mengancam keselamatan perempuan dan alam. Karena menurut Warren sendiri, kaum perempuan memang selalu “ di alamkan “ atau “ di feminin kan “. Analogi ini seperti yang dijabarkan oleh Warren dapat dijabarkan seperti ini :
“ di alam kan “ jika diasosikan dengan hewan seperti kucing, ular, atau ayam sementara di sisi yang lain, “ di feminin-kan “ selalu diasosiasi kan dengan aktivitas seperti diperkosa, digarap, di eksploitasi, dan lain – lainnya. Warren menyoroti penggunaan kata – kata tersebut yang ternyata memiliki kesamaan dengan aktivitas yang dilakukan kepada alam seperti misalnya tanah yang digarap, tambang yang dieksploitasi, atau hutan yang diperkosa.
Melalui ini, Warren menegaskan jika para feminis harus menyadari betul adanya keterkaitan antara perempuan dengan alam dengan hal yang perlu digaris bawahi adalah kesadaran akan adanya hubungan kekuasaan yang tidak adil, adanya model relasi dominasi di dalam wacana lingkungan hidup yang sama persis dengan wacana perempuan.
Warren juga menekankan untuk tidak menginterpretasikan karakter perempuan dengan alam yang melemahkan kaum perempuan itu sendiri dengan menarik kesimpulan misalnya seperti, “ dengan demikian perempuan karena secara karakteristik sama dengan alam, maka ia bersifa perawat, pelestari, dan penjaga alam “ yang seolah - olah hal tersebut di definiskan sebagai bentuk kesadaran, tetapi dalam kenyataannya itu adalah sebuah bentuk konstruksi sosial.
Demikianlah referensi topik yang membahas aliran – aliran feminisme yang ada di seluruh dunia. Perlu diicatat juga jika aliran feminisme juga terus berkembang dengan munculnya aliran – aliran seperti feminisme post-strukturalisme dan dalam takaran yang lebih ekstrim lagi, ada juga disebut sebagai toxic feminism.
Referensi :
- Puspitasari, D., A. (2016). Liberal Feminism Values Seen Through The Main Female Character in Kinberg’s Mr. and Mrs. Smith. Undergraduate Thesis : Sanata Dharma University.
- Lewis, J., J. (2020). What is Radical Feminism ?. Thoughtco.
- Armstrong, E. (2020). Marxist and Social Feminism. Study of Women and Gender : Faculty Publications : Smith College. pp. 1 – 24.
- Napikoski, L. (2021). Socialist Feminism Definition and Comparisons. Thoughtco.
- Umar, M. (2005). Propaganda Feminisme dan Perubahan Sosial. Mediator. 6(2). 205 – 2013.
- Miles, K. (2018). Ecofeminism. Encyclopedia Britannica.
- Astuti, T., M., P. (2012). Ekofeminisme dan Peran Perempuan Dalam Lingkungan. Indonesian journal of Conservation. 1(1), 49 – 60.