Perubahan organisasional merupakan isu sentral dalam teori organisasi, manajemen dan akuntansi. Konsultan berpendapat bahwa perusahaan seharusnya mengadopsi berbagai system akuntansi baru dengan akronim semacam ABC/M dan TOC. Beberapa perusahaan merespon ini dan mengadopsinya dengan berbagai hasil yang bervariasi (Quatrone dan Hopper, 2001).
Untuk memahami perubahan organisasi secara teoretis, perlu pembahasan mengenai definisi dan konsep. Menurut dictionary cambridge, perubahan adalah
a process in which a large company or organization changes its working methods or aims, for example in order to develop and deal with new situations or markets
Definisi dari proses perubahan ini konsisten dengan teori kontemporer yang mengambil epistemology modernis. Entitas bergerak melalui satu keadaan ke keadaan lainnya, dari domain spesifik temporal ke yang lainnya. Secara ontology konsepsi perubahan dikaitkan dengan fitur yang ditetapkan untuk perusahaan yang melakukan perubahan. Entitas (bisa organisasi, individual atau pikiran) secara baik mendefinisikan karakteristik pada suatu titik misalnya A yang nanti akan berubah ketika entitas menjadi sesuatu yang lain misalnya di titik B. Organisasi berubah ketika mentranformasikan struktur dan operasinya, atau system pengendalian manajemen berubah ketika dasar alokasi biaya didefinisikan kembali dari jam kerja mesin menjadi aktivitas (Quatrone dan Hopper, 2008)
Michel Beer (2000) menyatakan berubah itu adalah memilih tindakan yang berbeda dari sebelumnya, Perbedaan itulah yang menghasilkan suatu perubahan. Jika pilihan hasilnya sama dengan yang sebelumnya berarti akan memperkuat status quo yang ada.
Selanjutnya Winardi (2005) menyatakan, bahwa perubahan organisasi adalah tindakan beralihnya sesuatu organisasi dari kondisi yang berlaku kini menuju ke kondisi masa yang akan datang menurut yang di inginkan guna meningkatkan efektivitasnya.
Sejalan dengan itu Anne Maria (1998) berpendapat, bahwa perubahan organisasi adalah suatu tindakan menyusun kembali komponen- komponen organisasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas organisasi. Mengingat begitu pentingnya perubahan dalam lingkungan yang bergerak cepat sudah saatnya organisasi tidak menunda perubahan, penundaan berarti akan menghadapkan organisasi pada proses kemunduran. Akan tetapi perlu diingat bahwa tidak semua perubahan yang terjadi akan menimbulkan kondisi yang lebih baik, sehingga perlu diupayakan agar perubahan tersebut diarahkan kearah yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi yang sebelumnya.
Pendapat yang senada dikemukakan oleh JO.Bryson (1990:) seorang pakar dalam manajemen perpustakan menyatakan bahwa ”when one or more elements in alibrarychange it is called organizational change”. Pendapat Bryson tersebut menunjukkan bahwa salah satu unsur saja dalam organisasi yang berubah, sudah dapat dikatakan sebagai perubahan organisasi (Kahar, 2008).
Adanya berbagai pengertian terhadap perubahan organisasi terjadi karena adanya perbedaan asumsi yang mendasari mengenai sifat perubahan. Palmer dan Dunford (2008) mengidentifikasi empat pendekatan terhadap karakteristik perubahan organisasi.
-
Pertama, perubahan organisasional ditandai dengan adanya dominant mindset yang seharusnya diganti dengan midset baru yang diusulkan.
Misalnya pandangan terhadap fokus pada teknologi digeser menjadi perspektif disain sistem.
-
Kedua, perubahan organisasional terjadi ketika uncritical prochange bias mendominasi resistensi untuk berubah. Asumsinya adalah perubahan dapat, seharusnya dan harus dimanage serta tidak perlu memperhatikan konsekuensi social aatas program-program perubahan pada tingkat yang lebih luas.
-
Ketiga, perubahan organisasi seharusnya dikaitkan dengan konteks, waktu, proses sejarah serta hubungan antara proses perubahan dan kinerja.
-
Keempat, perubahan organisasi diidentifikasi berdasarkan asumsi epistimologi dan ontologinya.Organisasi dipandang sebagai things atau proses, focus pada structural dari entitas, organisasi atau proses mengorganisasi.
Definisi yang lain menyatakan perubahan sebagai situasi nyata yang terjadi di masa lalu, sekarang dan di masa yang akan datang. Organisasi yang efektif seharusnya tidak menghindari perubahan, sebaliknya, mereka harus mengantisipasi dan menyesuaikan kegiatan operasional sehari-hari dalam upaya untuk menyelaraskan dengan perubahan yang sangat cepat.
Menurut Larry E Griner (1998), dalam perkembangan organisasi ada sejumlah fase yang akan dilalui oleh organisasi, dimana setiap fase didahului evolusi dan diakhiri oleh suatu revolusi. Revolusi ini ditandai dengan adanya tuntutan perubahan organisasi secara substansial seperti perubahan praktik sentralisasi menjadi desentralisasi. Ada lima dimensi model perkembangan organisasi yang meliputi:
-
Umur organisasi, merupakan dimensi yang paling nyata dan esensial.Praktik organisasi yang diterapkan pada suatu periode mungkin menjadi tidak cocok lagi diterapkan dalam periode lain.
-
Ukuran organisasi, mempengaruhi permasalahan dan solusi organisasi. Permasalahan yang ada diantaranya kurangnya koordinasi dan komunikasi, munculnya fungsi-fungsi baru, semakin panjangnya hirarki dan pekerjaan yang saling terkait.
-
Tahap evolusi, ditandai dengan tingkat pertumbuhan berkelanjutan tanpa adanya gangguan atau kemunduran ekonomi yang berarti maupun kekacauan internal yang merisaukan.
-
Tahap revolusi,tahap penyesuaian praktek manajemen dengan kondisi yang terjadi saat ini yang prosesnya relatif cepat.
-
Tingkat pertumbuhan industri, berhubungan dengan kecepatan organisasi menjalani fase evolusi dan revolusi. Pada industri yang tingkat pertumbuhannya cepat maka proses evolusinya relatif pendek dan sebaliknya.
Sedangkan fase pertumbuhan atau fase evolusi dan revolusi terdiri dari lima fase yaitu:
-
Fase 1: Kreativitas, ciri utama kegiatan organisasi pada masa awal awal kegiatannya adalah penekanan pada pembuatan produk dan penciptaan pasar. Pada fase ini biasanya terjadi krisis kepemimpinan (crisis of leadership), jika fase ini lolos maka dapat diteruskan ke fase dua dan seterusnya.
-
Fase 2: Pengarahan, keberhasilan melalui krisis pada fase pertama biasanya diikuti dengan pertumbuhan terarah dibawah pimpinan yang cakap dan bisa mengarahkan. Jadi, revolusi kedua muncul dari krisis otonomi (crisis of autonomy) yang menuntut revolusi pendelegasian karena pucuk pimpinan enggan mendelegasikan tanggung jawab para manajer lapis bawah.
-
Fase 3: Pendelegasian, dengan penerapan struktur organisasi dengan pendelegasian maka manajer lapis bawah lebih termotivasi sehingga organisasi bisa berkembang. Pada fase ini muncul krisis pengawasan (crisis of control).
-
Fase 4: Koordinasi, dilakukan pembagian tanggung jawab yaitu manajer lapis atas ertanggung jawab pada penanganan dan pelaksanaan system baru ini. Pada fase ini terjadi A red tape crisis.
-
Fase 5: Kolaborasi. Kolaborasi interpersonal diharapkan bisa mengatasi krisis red tape. Fase ini menekankan adanya spontanitas dalam tindakan manajemen melalui tim dan konfrontasi perbedaan interpersonal.
Revolusi kelima ini dapat diatasi melalui penerapan struktur dan program baru yang memberikan keleluasaan pada karyawan untukberistirahat, merefleksikan diri, dan menyegarkan diri mereka kembali. Misalnya pemberian cuti panjang. Praktik organisasi pada kelima fase tersebut menunjukkan tindakan manajemen tertentu yang menandai tiap fase pertumbuhan, dan ada beberapa panduan yang dapat dianut manajer organisasi yang sedang tumbuh yaitu:
-
Mengetahui dimana kita berada dalam fase perkembangan. Kesadaran tahap yang dilalui sangat penting untuk dimengerti sehingga dapat diprediksi kapan diperlukan perubahan dan menghindarkan dipilihnya solusi yang keliru
-
Mengenali keterbatasan alternatif solusi. Seringkali orang tergoda untuk menerapkan solusi yang sebelumnya terbukti berhasil tapi tidak dapat diterapkan pada fase yang sedang dihadapi. Agar bisa terus maju organisasi harus secara sadar menggunakan struktur yang terencana yang bukan saja bertujuan memberi solusi tapi juga untuk memberi landasan fase pertumbuhan selanjutnyadan
-
Menyadari bahwa solusi saat ini selalu menimbulkan masalah di kemudian hari. Pemahaman sejarah akan sangat membantu organisasi mengevaluasi kemungkinan di masa yang akan datang (Ambarwati, 2003).
Berdasarkan beberapa definisi dan konsep di atas, perubahan organisasi adalah proses yang secara sengaja dilakukan dengan tujuan membuat kondisi organisasi menjadi lain dari sebelumnya. Kondisi di sini mempunyai arti yang luas, dari yang sangat teknikal sampai yang sangat konseptual. Contoh perubahan yang sangat teknikal misalnya perubahan dalam alokasi biaya, perubahan metode akuntansi, perubahan cara pelaporan keuangan. Sementara perubahan pada tahap konseptual misalnya perubahan misi, visi, strategi, struktur organisasi.
Ada 6 kategori teori perubahan yaitu
- evolutionary,
- teleological,
- life cycle,
- dialectical,
- social cognition,
- cultural (Kezar, 2001).
Masing- masing kategori ini mempunyai asumsi yang berbeda. Asumsi utama dari teori evolusi adalah bahwa perubahan merupakan respon terhadap kondisi situasi dan
lingkungan eksternal yang dihadapi oleh setiap organisasi. Teori teleological atau model perubahan atau model perubahanan yang direncanakan mengasumsikan bahwa organiasasi mempunyai tujuan dan adaptif. Perubahan terjadi karena pimpinan, sebagai agen perubahan dan yang lainnya melihat bahwa perubahan diperlukan.Proses perubahan dilakukan secara rasional dan linier seperti dalam model evolusioner, dengan keterlibatan manager lebih banyak.
Model life cycle diambil dari studi perkembangan anak-anak dan focus pada tahap pertumbuhan, kematangan dan penurunan organisasional. Perubahan dikonsepkan sebagai sesuatu yang alami dalam diri manusia atau dalam perkembangan organisasional.
-
Dialectical models, yang mengacu pada model politik, menandai perubahan sebagai hasil dari ideologi clashing (konflik) atau system kepercayaan. Konflik dipandang sebagai sifat yang inheren dalam interaksi manusia. Proses perubahan didominasi oleh adanya tawar menawar kekuasaan, pengaruh dan pergerakan social.
-
Social-cognition models menggambarkan perubahan sebagai sesuatu yang terikat pada proses pembelajaran dan mental. Perubahan terjadi karena individu merasa adanya kebutuhan untuk pertumbuhan, pembelajaran dan perubahan perilaku mereka.
-
Cultural models,perubahan terjadi secara alamiah sebagai respon terhadap perubahan dalam lingkungan manusia. Budaya selalu berubah. Proses perubahan cenderung jangka panjang dan pelan. Perubahan dalam organisasi memerlukan perubahan nilai, kepercayaan, mitos dan ritual (Kezar, 2001).
Perspektif Perubahan Organisasi
Luasnya perspektif mengenai perubahan organisasi, menjadikan isu ini menarik untuk dibahas. Ada banyak makna atas perubahan organisasi. Sejumlah komentator menyarankan agar kita melakukan “pemikiran kembali” atau “pengkontualisasi kembali” mengenai berbagai bentuk, proses dan hasil dari perubahan organisasi untuk mendapatkan pemahaman dengan lebih baik. Seseorang dapat secara penuh memahami perubahan organisasi, jika bekerja dengan obyek yang dibangun secara diskursif. Kita mengacu pada diskursus dan kejadian dalam organisasi, kita mengacu pada pembicaraan dan tulisan, representasi visual dan artefak kultur yangmana membawa organisasional dihubungkan dengan obyek melalui produksi, diseminasi dan konsumsi dari teks.
Berikut ini adalah pendekatan analisis diskursus untuk memahami perubahan organisasional dalam lima perspektif menurut Grant et al. (2006):
Perubahan Organisasi Sebagai Realitas yang Dibangun Secara Sosial
Analisis diskursus memungkinkan peneliti mengidentifikasi dan menganalisis diskursus kunci yang mana perubahan organisasional diformulasikan dan diartikulasikan. Secara lebih spesifik menerima pendekatan analitikal diskursus menunjukkan bahwa anggota organisasi memainkan peran sentral dalam konstruksi social dari realitasnya. Obyek menjadi realitas social dalam membentuk praktek. Sebagai bagian dari proses ini, aturan mengenai diskursus merupakan cara untuk membahas initiative perubahan yang dapat diterima dan mempunyai legitimasi. Sementara yang di luar aturan membatasi cara kita membahas atau melakukan sesuatu dalam hubungannya dengan topic ini atau mengkonstruksi pengetahuan mengenai hal ini. Dalam kesan ini “aksi sebagai kekuatan yang penuh kuasa” dalam konteks mempengaruhi perubahan organisasional.
Perubahan Organisasional Sebagai Makna Yang Dinegosiasikan
Analisis diskurusus yang kedua memungkinkan peneliti mengetahui bagaimana, melalui berbagai interaksi dan praktek diskursif, diskursus tertentu sampai pada membentuk dan mempengaruhi sikap dan perilaku dari anggota organiasai terkait dengan perubahan. Diskursus organiasional dihubungkan ke perubahan dengan melekatkan kata „makna”. Sesuai dengan efek dari konstruktif secara social, makna perubahan organisaional diciptakan, dan didukung melalui interaksi diskursif diantara actor organisasional.
Proses konstruktif melibatkan negosiasi dari pemaknaan diantara actor yang berbeda dengan pandangan dan interaksi yang berbeda. Hasilnya adalah makna dominan yang dapat dilihat sebagai diskursus tertentu. Perkembanga dari makna dominan ini terjadi sebgai diskursus alternative yang disubversikan atau dimarginalisasikan dan menunjukkan hubungan kekuasaan yang mungkin berperan.
Fairlough menjelaskan bahwa kekuasaan untuk mengendalikan diskursus terlihat sebagai kekuasaan untuk mempertahankan praktek diskursif tertentu dengan investasi ideology tertentu dalam dominasi di atas alternative lain yang berlawanan. Studi analitik diskursus dalam isu special menunjukkan bahwa beberapa diskursus yang berhubungan dengan perubahan mungkin mendominasi yang secara terus menerus direproduksi atau ditransformasikan melalui praktek komunikatif dari hari ke hari. Makna dminasi berkembang dalam konteks seperti yang dinegosiasikan. Ini membawa kontribusi ketiga dari analisis diskursus untuk memahami perubahan organisasional.
Perubahan Organisasional Sebagai Sebuah Fenomena Intertekstual
Untuk memahami bagaimana cara diskursus tertentu dan maknanya diproduksi, sebaik efeknya, penting untuk memahami dalam konteks kemunculannya. Ini mengarahkan pada aplikasi analisis intertekstual dari diskursus organisasional. Studi-studi ini mengidentifikasi dan menganalisis contoh-contoh tingkat mikro dan spesifik dari aksi diskursif dan lalu melokasikannya dalam konteks tingkat makro lainnya, diskursus besar atau meta.
Observasi Fairclough dan Wodak (1995) menunjukkan bahwa negosiasi dari contoh pemaknaan perubahan organisasional melalui keterkaitan yang kompleks baik secara social maupun historis menghasilkan teks yang terlihat sebagai bagian dari proses yang terus-menerus, berulang dan tidak pernah berhenti. Singkatnya, beberapa teks dilihat sebagai “sebuah hubungan dalam rantai teks, reaksi, menggambarkan dan mentrasformasikan teks lain. Nilai dari pendekatan ini adalah pengamatan yang luas dari interaksi verbal dan tertulis memungkinkan kita untuk menghargai pentingnya “siapa yang menggunakan bahasa, bagaimana, mengapa dan kapan”. Secara lebih spsifik, makna bahwa ketika mempelajari interaksi diskursif tertentu, peneliti perubahan organisasional mungkin mempertimbangkan interaksi diskursif yang beroperasi pada tingkat yang berbeda dan waktu yang berbeda.
Perspektif Multi-Disiplin dari Perubahan Organisasi.
Analisis ini berasal dari berbagai pendekatan: sosiologi, sosio-psikologi, antropologi, bahasa, filosofi, dan komunikasi. Pemaknaan perubahan dicari dengan pendekatan metodologi sperti analisis metafora, analisis naratif, analisis retorik, dan analisis percakapan. Metodologi yang tersedia bagi peneliti untuk melakukan riset dalam setting organisasiona terlihat sebagai virtual. Diskursus memfokuskan riset perubahan organisasi untuk mengamati berbagai isu pada level individual, kelompok dan organisasi. Ini dapat juga berarti bahwa parameter pertanyaan penelitian diturunkan dari metodologi yang tersedia untuk mengujinya. Pilihan yang banyak dalam metodologi membantu analisis berbagai jenis data. Beberapa metodologi yang kuat secara empiris mungkin digunakan untuk meneliti perubahan organisasional yag dihubungkan dengan diskursus.
Pendekatan Alternatif untuk Meneliti Berbagai Isu yang Berhubungan Dengan Perubahan Organisasional.
Analisis diskursus terlihat menawarkan pendekatan alternative untuk meneliti isu yang berhubungan dengan perubahan organisasional untuk menghasilkan pandangan baru. Meningkatnya kepentingan dan manfaatnya akan hal ini, pendekatan analitis diskursus mengarahkan penelitian yang dapat menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai keterkaitan antara perubahan dengan fenomena yang luas, misalnya budaya organisasional, teknoligi informasi, media baru, downsizing dan pembelajaran organisasional. Studi lain melihat peran percakapan dalam produksi perubahan intensional dalam organisasi dan secara diskursif menganalisis peran konsultan dalam proses manajemen perubahan, serta menghubungkan antara strategi dan perubahan.