Apakah yang dimaksud Periklanan Politik?

Iklan Politik


Secara kondisional selain berfungsi memberikan pemahaman tentang keberadaan suatu produk, iklan sekaligus menjadi “mediasi dalam membujuk konsumen untuk secara suka rela mencoba atau membeli produk yang ditawarkan” (Sumartono, 2002). Artinya, melalui iklan yang menawarkan aneka ragam kebutuhan (termasuk iklan politik dengan isi pesan politik) diupayakan agar kebutuhan konsumen (pemilih) dapat dicapai. Secara lebih umum klasifikasi iklan dapat dikategorikan berdasarkan target audiens, wilayah, pemilihan media, dan tujuan. Sebagaimana Bovee mengatakan iklan dapat diklasifikasikan berdasarkan empat kategori (Bungin, 2008):

  • Target audiens : pemakai iklan atau bisnis seperti industrial, perdagangan, professional, pertanian.
  • Wilayah geografis: internasional, nasional, regional atau lokal.
  • Penggunaan media: media cetak (Koran, majalah), media elekronika (radio, televisi), media luar rumah (poster, bulletin)

Media yang biasa digunakan iklan pada saat kampanye adalah billboard (baliho), surat kabar, radio dan televisi. Melalui iklan politik para calon bisa mengkomunikasikan pesan-pesannya, idenya, programnya kepada para calon pemilih. Mengenai pesan iklan untuk lebih mendekatkan pemahaman mengenai pesan iklan politik, Bovee menyatakan bahwa pesan iklan adalah apa yang direncanakan untuk disampaikan dalam iklan dan bagaimana perencanaan penyampaian pesan itu secara verbal dan non verbal. Dengan demikian, untuk menampilkan kekuatan iklan tidak hanya sekedar menampilkan pesan verbal tetapi juga harus menampilkan pesan non verbal yang mendukung kekuatan yakni menambah daya tarik iklan.

Berdasarkan pemikiran tersebut dapat dikatakan bahwa pesan-pesan yang akan disampaikan melalui iklan hendaknya memanfaatkan berbagai media, baik cetak maupun elektronik. Lalu, sebelum menentukan penggunaan media ada baiknya mempertimbangkan karakteristik yang ada dalam sasaran khalayak. Sasaran khalayak disini yaitu masyarakat pengrajin tas dan sepatu yang memiliki karakteristik sangat oportunis, mengambil sesuatu yang dapat menguntungkan serta meningkatkan pendapatan dalam sentra usaha mereka. karena sifatnya yang sangat efisien media yang baik digunakan untuk sasaran pengrajin adalah media yang dapat mereka jangkau dengan mudah. oleh karena itu penggunaan baliho, surat kabar, radio dan televisi dapat digunakan untuk sosialisasi calon kepala daerah.

Media Massa


Media massa merupakan alat bantu utama dalam proses komunikasi massa. Media massa yang dalam bahasa Inggris disebut dengan kata “mass media” yang bermakna alat penghubung. Media massa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bermakna sarana atau saluran resmi sebagai alat komunikasi untuk menyebarkan berita dan pesan kepada masyarakat luas. Sarana komunikasi itu dapat berupa surat kabar, majalah, buku, radio, dan televisi. Jadi media massa mengarah kepada alat yang di pergunakan untuk menyampaikan informasi (Junus, 1996).

Salah satu fungsi klasik dari media massa adalah menjadi wacana pembentukan pendapat umum. Melalui berita, komentar , surat kabar serta wawancara yang dilakukan dalam media televisi dan radio dapat menimbulkan berbagai macam penafsiran dari kalangan pembaca dan pemirsa. Media massa dengan kemampuannya dalam membuat agenda, dapat memancing perhatian khalayak. Oleh sebab itu, media massa tidak hanya dilihat dari aspek sebagai industri hiburan dan informasi tetapi juga sebagai sarana pembentukan pendapat umum. Sesungguhnya media pada prinsipnya adalah segala sesuatu sebagai saluran seseorang yang menyatakan gagasan, isi jiwa atau kesadarannya. Atau media adalah alat untuk mewujudkan gagasan manusia.

Dalam hal ini Arifin membagi media kedalam tiga bentu. Pertama, media yang menyalurkan ucapan, termasuk juga yang berbentuk bunyi. Media yang termask dalam kategori ini adalah gendang, tongtong (alarm blok), telepon, dan radio. Kedua, media yang menyalurkan tulisan dan hanya dapat ditangkap oleh mata. Media yang masuk kedalam golongan ini antara lain prasasti, selebaran, pamflet, poster, brosur, baliho, spanduk, surat kabar, majalah dan buku. Ketiga, yang menyalurkan gambar hidup dan karena dapat ditangkap oleh mata dan telinga sekaligus. Media yang termasuk dalam ini hanya film (video) dan televisi.

Macam-macam Iklan Politik


Iklan politik merupakan iklan ini tidak bisa dikategorikan ke dalam iklan layanan masyarakat, dan juga iklan komersial karena tidak menjual produk berupa barang dan jasa, namun iklan ini semata-mata meminta dukungan suara dari masyarakat karena umumnya iklan politik muncul saat menjelang pemilu atau disaat kampanye.
Robert Baukus membagi iklan politik atas empat macam yaitu:

  • Iklan serangan,yang ditujukan untuk mendiskreditkan lawan;
  • Iklan argumen, yang memperlihatkan kemampuan para kandidat untuk mengatasi masalah-masalah yang mereka hadapi;
  • Iklan ID, yang memberi pemahaman siapa sang kandidat kepada para pemilih;
    Iklan resolusi, di mana para kandidat menyimpulkan pemikiran mereka untuk para pemilih.

Sedangkan yang termasuk dari iklan politik dalam penelitian ini adalah Iklan ID dimana iklan politik ini hanya sebatas memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai informasi kandidat calon kepala daerah yang akan dipilih. Sebagaimana masyarakat pengrajin tas dan sepatu di kecamatan Tanggulangin yang memperoleh informasi kandidat dari iklan politik yang digunakan oleh kandidat kepala daerah.

Fungsi Iklan Politik


Menurut Brian Mc Nair, Iklan politik, adalah “the purchase and the use of advertising space, paid for commercial rates, in order to transmit political messages to mass audience”. Jika melihat dari tujuan, maka tujuan utama dari iklan politik adalah informatif-persuasif, Periklanan politik menginformasikan kepada pemilih bahwa dengan memilih kandidat atau partai tertentu maka kualitas hidup mereka bisa berubah. Selain itu Iklan politik juga dapat menciptakan persaingan antar peserta Pemilu.Lebih jelasnya, Marchand mengemukakan bahwa :

……iklan adalah sebuah cermin masyarakat, A Mirror on the Wall , yang lebih menampilkan tipuan-tipuan yang halus dan bersifat terapetik daripada menampilkan refleksi-refleksi realitas sosial. Jika kita memperhatikan peran-peran yang dimainkan oleh karakter-karakter dalam iklan, ……kita akan sangat terkesan dengan distorsi iklan atas lingkungan sosial. Jika kita memperhatikan petunjuk-petunjuk dan nasehat dalam iklan, …… kita akan sangat terkesan dengan pengelakan manipulatif mereka, dengan upaya iklan untuk menyesuaikan masalah-masalah modernitas. Namun, jika kita memperhatikan persepsi iklan atas dilema- dilema sosial dan budaya, yang diperlihatkan dalam presentasinya, kita akan menemukan citra-citra yang akurat dan ekspresif tentang realitas- realitas yang mendasar ……yang direfleksikan dalam cermin iklan yang sulit untuk dipahami (Noviani, 2002).

Iklan (termasuk iklan politik) merangkum aspek-aspek realitas sosial (yang dalam pengertian Marchand disebut sebagai dilema-dilema sosial), tetapi ia merepresentasikan aspek-aspek tersebut secara tidak jujur, bahkan reduktif. Ia menjadi cermin yang mendistorsi bentuk-bentuk obyek yang direfleksikannya, tetapi dia juga menampilkan citra-citra dalam visinya. Iklan politik yang dimaksud disini adalah segala sesuatu yang memberikan informasi kepada masyarakat mengenai profil dari calon kepala daerah baik latar belakang pendidikan, visi-misi maupun program kerja pasangan calon kepala daerah.

mengakui diri sendiri dan orang lain.

Iklan Politik adalah salah satu bentuk pemasaran, bentuk iklan yang dibentuk untuk mempersuasi orang sehingga menciptakan kebutuhan audiencenya, membujuk pihak lain agar sepakat dengan pendapat pihak yang membujuk. Iklan politik adalah alat jualan untuk menimbulkan kebutuhan akan konstituen terhadap parpol atau tokoh yang beriklan, sehingga mendapatkan dukungan. Persoalannya apa dari iklan-iklan yang ada saat ini konstiuen akan terpengaruh. Ada 3 efek dalam merauk konstituen dalam beriklan, yaitu: mengenal, kemudian mendukung lalu terakhir adalah memilih.

3 macam Iklan /Kampanye Politik (Jamieson, 2003); (1) iklan advokasi kandidat: memuji-muji (kualifikasi) seorang calon, pendekatannya bisa, retrospective policysatisfaction (pujian atas prestasi masa lalu kandidat), atau benevolent-leader appeals (kandidat memang bermaksud baik, bisa dipercaya, dan mengidentifikasi diri selalu bersama/menjadi bagian pemilih) iklan advokasi isu, dipasang oleh pihak independen untuk menyampaikan isu-isu penting (lingkungan hidup, pengangguran dll) yang diarahkan pada satu atau beberapa iklan atau ungkapan-ungkapan kampanye dari satu atau beberapa kandidat. (2) iklan menyerang (attacking), berfokus pada kegagalan dan masa lalu yang jelek dari kompetitor, pendekatannya bisa ritualistic (mengikuti alur permainan lawannya, ketika diserang, akan balik menyerang), (3) Iklan memperbandingkan(contrasting ) : menyerang tapi dengan memperbandingkan data tentang kualitas, rekam jejak, dan proposal antar-Kandidat.

Kelebihan Media TV , (1) Broad coverage, (2) Fexibility that permits adaptation to special needs and interest (Willis Aldridge), (3) Kreatifitas dan popularitas, (5) airtime. Sedang kelemahannya (1) Biaya mahal, (2) There is a little time to develop a selling argument or to include more information about the product (Willis aldridge ) (3) mungkin terjadi zapping/penghindaran/pindah channel.

Secara kondisional selain berfungsi memberikan pemahaman tentang keberadaan suatu produk, iklan sekaligus menjadi “mediasi dalam membujuk konsumen untuk secara suka rela mencoba atau membeli produk yang ditawarkan” (Sumartono, 2002: 13). Artinya, melalui iklan yang menawarkan aneka ragam kebutuhan (termasuk iklan politik dengan isi pesan politik) diupayakan agar kebutuhan konsumen (pemilih) dapat dicapai.

Menurut Brian Mc Nair (2003) Iklan politik, adalah “ the purchase and the use of advertising space, paid for commercial rates, in order to transmit political messages to mass audience ”. Jika melihat dari tujuan, maka tujuan utama dari iklan politik adalah informatif-persuasif, Periklanan politik menginformasikan kepada pemilih bahwa dengan memilih kandidat atau partai tertentu maka kualitas hidup mereka bisa berubah. Selain itu Iklan politik juga dapat menciptakan persaingan antar peserta Pemilu.

Ekonomi politik media , Ekonomi-politik sebagai sebuah pendekatan banyak melahirkan berbagai isu sentral dalam kaitannya dengan proses relasi media dan publik. Banyak yang dikemukakan oleh para ahli untuk melihat secara objektif terhadap konsep ekonomi-politik media massa. Lebih jauh, misalnya Vincent Mosco (1996) dalam The Political Economy of Communication menyebutkan empat karakteristik umum dari ekonomi-politik media massa. Pertama, memahami perubahan sosial dan transformasi sejarah. Kedua, didasarkan pada analisa totalitas sosial yang lebih luas.

Ekonomi-politik merangkum persoalan-persoalan yang terdapat dalam disiplin kajian lain. Mills (1996) menyebut ekonomi-politik sebagai dasar dari kehidupan sosial untuk mempelajari aspek-aspek hidup lain. Bahkan bagi kaum Marxian, totalitas diartikan sebagai usaha memahami hubungan ekonomi-politik dengan bidang sosial dan budaya masyarakat. Ketiga, filsafat moral. Berakar pada konsepsi tentang nilai-nilai sosial (keinginan terhadap keinginan/ wants about wants ) dan konsepsi tentang praktek-praktek sosial yang pantas. Diajukan untuk merujuk pada prinsip-prinsip universal-kemanusiaan seperti keadilan, kesetaraan, kesejahteraan, dan barang publik ( public goods ). Keempat, praxis yang mengacu pada aktivitas manusia yang kreatif dan bebas dimana manusia mampu menghasilkan dan mengubah dunia dan dirinya sendiri. Tujuan utama dari praksis adalah adanya tindakan.

Secara teoretis, Vincent Mosco (1996) mendefinisikan ekonomi-politik sebagai studi mengenai relasi-relasi sosial terutama relasi kekuasaan, yang secara bersama-sama mendasari proses produksi, distribusi, dan konsumsi sumber daya. Dalam konteks komunikasi, sumber daya yang dimaksud menitik-beratkan pada sumber daya koran, buku, video, film, termasuk audiens. Dengan demikian, ekonomi-politik menawarkan pergeseran mekanisme kontrol dalam sebuah lingkaran alur di antara elektron-elektron yang terdapat dalam jaring-jaring produksi, distribusi, dan konsumsi media dalam proses umpan balik bagi proses produksi berikutnya.

Ekonomi politik melihat bagaimana
hubungan antara Aktor negara, pasar di dalamnya ada organisasi media dan awak media, dan publik bisa sinergis dan tidak saling mendominasi. Dalam arti ada upaya equilibrium (keterseimbangan) yang dibangun di antara ketiganya. Dalam arti ekonomi, pasar sendiri tidak boleh dibiarkan begitu saja bebas menganut liberalisasi ekonomi yang sekaligus ditopang oleh sistem kapitalisme.

Mosco menandai ada tiga hal penting mengenai ekonomi- politik. Pertama, merupakan bagian dari studi tentang perubahan sosial dan sejarah transformasi. Kedua, ekonomi politik juga bisa menguji keseluruhan sosial atau totalitas dari hubungan sosial yang meliputi bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya. Ketiga berhubungan dengan filsafat moral, mempunyai minat pada nilai sosial dan prinsip-prinsip moral. Tahun 1991 Peter Golding dan Graham Murdock menambahkan pengertian kritis dalam ekonomi politik termasuk fokus utama pada keseimbangan antara kaum kapitalis dan campurtangan publik.

Tiga konsep penting bagi penerapan teori ekonomi-politik menurut Mosco (1996) yaitu : (1) Commodification (komodifikasi), yaitu pemanfaatan barang dan jasaa dilihat dari kegunaannya yang kemudian ditransformasikan ke dalam komoditas yang dinilai dari apa maknanya di pasar. (2) Spatialization (Spasialisasi), yaitu proses untuk mengatasi hambatan ruang dan waktu dalam kehidupan sosial. (3) Structurations (strukturasi), yaitu proses penggabungan human agency (agen manusia) dengan proses dan praktek perubahan sosial ke dalam analisis struktur.

Sedangkan Golding dan Murdock menyebutkan ada empat proses sejarah yang merupakan kunci dari kajian kritis ekonomi-politik tentang budaya : (1) Pertumbuhan media (2) Perluasan jangkauan perusahaan, (3) Komodifikasi, (4) Perubahan peranan negara dan pemerintah.

Menurut Golding dan Murdock (1995), perkembangan industrialisasi komunikasi massa yang ditandai dengan adanya teknologi modern telah mempercepat proses produksi dan industri media. Salah satu implikasinya adalah berkembangnya tiga bentuk konsentrasi utama yaitu

integrasi, diversifikasi, dan internasionalisasi. Integrasi. horizontal maupun vertikal lebih mengutamakan pada akumulasi modal dan kepemilikan bagi keberlangsungan sebuah industri media. Tipe yang sering dipergunakan dalam proses integrasi perusahan adalah model merger (penyatuan dua perusahaan atau lebih dalam satu wadah besar) dan take-over (pengambil alihan perusahaan oleh perusahaan lain). Proses integrasi ini melahirkan terjadinya kepemilikan modal silang di dalam industri media yang pada akhirnya melakukan kontrol kuat terhadap muatan-muatan media baik koran harian, majalah, televisi.

Media dan Politik, media massa mengalami situasi bebas dari regulasi negara yang pada akhirnya menimbulkan dampak negatif bagi keberlangsungan industri media. Dampak yang dimaksud antara lain;

  1. kondisi ini memungkinkan terjadinya monopoli kepemilikan industri media. Monopoli industri media melahirkan monopoli di bidang ekses informasi bagi publik. Akibatnya, akses informasi publik yang diproduksi oleh media massa sangat rentan untuk dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan baik oleh elit yang berkuasa atau para pemilik modal sendiri dalam usaha untuk melakukan dominasi ekonomi dan politik. Akhirnya realitas sosial (publik) diproduksi dan dimanipulasi melalui media, dan
  2. arus persaingan ( competition ) tidak sehat yang dilakukan antar media. Kebebasan distribusi informasi mendorong hilangnya nilai-nilai etik-moral dan objektivitas isi media. Misalnya dijumpainya perbedaan yang mencolok terhadap satu kasus berita yang ditulis oleh antar media dengan tujuan komersialisasi media. Pada titik ini, media hanya menampilkan jurnalisme komersial ( bad jurnalism ) bagi kepentingan ekonomi dan bisnis semata, sehingga produksi realitas sosial yang ditampilkan media massa bersifat semu.
    Dalam arti politik, bahwa negara sebagai pemegang posisi struktural tidak serta merta dibenarkan untuk melakukan pengawasan secara berlebihan terhadap media. Misalnya melakukan intervensi arus produksi media melalui regulasi yang dibuat secara sepihak tanpa melibatkan partisipasi publik. Apalagi jika ditopang oleh sistem politik yang cenderung totaliter, akibatnya jelas media massa hanya menjadi „budak‟ politik negara yang dibuat untuk melakukan pengawasan terhadap aktivitas publik. Atau juga untuk menyebarkan informasi sepihak (versi negara) kepada publik, sehingga publik sendiri tidak memiliki alternatif informasi yang bisa diakses bagi proses pemberdayaan dan partisipasinya dalam kehidupan bernegara.

Yang utama, pemikiran teoretis yang diusung oleh pendekatan politik-ekonomi media menawarkan bagaimana institusi negara dan media massa (termasuk market) melakukan hubungan mutualistik non-violance dan non-dominant , termasuk usaha melibatkan kontrol publik secara lebih adil dan luas bagi usaha produksi, distribusi, dan konsumsi media. Satu hal yang penting, bahwa realitas media dan realitas sosial yang dikonstruksi melalui institusi media sesungguhnya harus melibatkan pertarungan wacana di antara media dengan unsur-unsur publik. Sehingga realitas sosial tersebut merupakan hasil dari konstruksi bersama yang tidak terkontaminasi oleh kepentingan-kepentingan ekonomi maupun kepentingan politik tertentu.

Contoh dalam konteks Indonesia, integrasi horizontal bisa dilihat dari kepemilikan silang Gramedia; Surat kabar Kompas memiliki Radio Sonora dan TV-7, atau RCTI yang memiliki radio Trijaya FM. Sedangkan Integrasi vertikal, Subentra sebagai importir film dan jaringan bioskop 21, atau Jawa Pos yang memiliki Jawa Pos Temprint (percetakan) dan pabrik kertas sendiri yang melayani seluruh penerbitan/percetakan anak perusahaannya. Pertumbuhan konsentrasi media di dunia agar lebih memiliki kekuatan di satu tangan pemilik, memunculkan kecenderungan merger antara industri perangkat keras ( hardware ) dan perangkat lunak ( software ) di industri elektronika (Murdock dalam Ferguson, 1990:1-15).