Apakah yang dimaksud Legitimasi atau Legitimacy?

Legitimasi

Legitimasi adalah keterangan yang mengesahkan atau membenarkan bahwa pemegang keterangan adalah betul-betul orang yang dimaksud atau pernyataan yang sah (menurut undang-undang atau sesuai dengan undang-undang)

Konsep ”legitimasi” menunjuk kepada keterangan yang mengesahkan atau membenarkan bahwa pemegang kekuasaan maupun pemerintah adalah benar-benar orang yang dimaksud (yang secara hukum adalah sah).

Legitimasi memegang peranan penting dalam sistem kekuasaan, mengingat dengan legitimasi yang diperolehnya tersebut dapat memudahkan ataupun melancarkan suatu pengaruh kekuasaan yang dimiliki seseorang ataupun kelompok. Namun demikian legitimasi tidak menjamin akan dapat memuaskan para anggotanya yang terusmenerus tanpa batas terhadap kepemimpinannya itu. Hal ini terjadi jika sang pemimpin atau pemegang kekuasaan itu nampak mengingkari tidak memenuhi tuntutan yang dipimpinnya (Johnson, 1986: 91).

Pemikiran tentang ”legitimasi” merupakan sebuah penemuan dalam pemikiran modern, yang terwakili dengan baik pada janji Rousseau dalam Social Contract, yang memperlihatkan bagaimana sebuah otoritas politik dapat disebut ”absah”, yang juga diperdalam oleh Max Weber, seorang ahli teoretis modern.

Dalam teori modern terdapat asumsi bahwa ”legitimasi” harus memiliki hubungan ciri-ciri otoritatif, hukum, perasaan, mengikat, atau kebenaran yang melekat pada sebuah tatanan; sebuah pemerintah atau negara dianggap ”absah” jika memiliki hak-hak untuk memerintah” (Scaff, 2000).

Apakah hak itu ada, dan bagaimana keberadaan serta menentukan maknanya?

Dalam hal ini Weber (1968) menjawab: ”Ini hanyalah probabilitas dari orientasi pada keyakinan subyektif atas validitas sebuah tatanan yang mendukung tatanan absah itu sendiri”.

Menurut pandangan ini ”hak” dapat diterima sebagai keyakinan dalam kesesuaian dengan tatanan yang ada dan ”hak untuk memerintah”. Adanya standar obyektif bersifat eksternal atau universal untuk menilai kebenaran yang didasarkan pada hukum alamiah, penalaran, atau sebuah prinsip transhistoris nampaknya selalu ditolak dengan alasan tidak masuk akal atau naif.

Di sinilah Weber sebagai ahli sosiologi membentangkan empat alasan untuk memperoleh legitimasi bagi setiap tatanan sosial, yakni;

(1) tradisi;
(2) pengaruh;
(3) rasionalitas nilai dan legalitas.

Klasifikasi ini dipakai sebagai landasan analisisnya yang terkenal tentang tipe-tipe ideal ”dominasi yang absah” atau legitim Herrschaft: tradisional-karismatik-rasional legal (Scaff, 2000).

Legitimasi adalah pengakuan dan penerimaan masyarakat kepada pemimpin untuk memerintah, membuat dan melaksanakan keputusan politik. Persamaan antara kekuasaan, kewenangan dan legitimasi karena ketiganya berkaitan dengan hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin atau masyarakat. Perbedaannya kekuasaan adalah penggunaan sumber-sumber kekuasaan untuk mempengaruhi pembuat dan pelaksana kebijakan politik, sedangkan kewenangan adalah hak moral untuk membuat dan melaksanakan keputusan politik (bersifat top down), adapun legitimasi adalah pengakuan dan penerimaan kepada pemimpin (bersifat bottom up).

Objek legitimasi adalah:

  1. Masyarakat politik - krisis identitas
  2. Hukum - krisis konstitusi
  3. Lembaga politik - krisis kelembagaan
  4. Pemimpin politik - krisis kepemimpinan
  5. Kebijakan - krisis kebijakan

Krisis ini terjadi secara berurutan ketika sudah mencapai krisis kebijakan maka sebenarnya sudah terlewati krisis identitas, krisis konstitusi, krisis kelembagaan dan krisis kepemimpinan. Maka bila semuanya sudah mengalami krisis disebutlah krisis legitimasi.

Konsep legitimasi terkait sangat erat dengan penerapan konsep kekuasaan. Mereka yang terkena dampak kekuasaan baik yang menerima maupun menolak untuk menuruti kekuasaan tersebut akan menilai kekuasaan tersebut sebagai sah (legitimate) atau tidak sah (illegitimate) berdasarkan beberapa pertimbangan.

Pengamatan atas legitimasi yang diberikan seluruh atau sebagian besar masyarakat atas pemerintahan suatu rezim menjadi penting terutama dalam membahas atau memprediksikan kelangsungan hidup rezim tersebut.

Dalam teori legitimasi klasik yang diajukan Max Weber, terdapat tiga model legitimasi, yaitu model tradisional, karismatik dan legal-rasional.

  • Legitimasi model tradisional, legitimasi kekuasaan seorang pemimpin diberikan oleh masyarakat berdasar pada tradisi yang sudah mengakar, yang sangat mudah terlihat pada bentuk-bentuk monarki klasik dan konstitusional yang saat ini masih ada. Sering kali dalam model ini, peran institusi agama sangat besar untuk melestarikan nilai-nilai tradisi yang mendukung pemimpin tersebut ataupun keturunannya.

  • Legitimasi model karismatik lebih banyak didasarkan pada kualitas personal sang pemimpin, baik karena keahliannya memimpin ataupun karena karismanya.

  • Legitimasi model legal-rasional, dasar legitimasi semakin terlepas dari ikatan emosional akibat tradisi maupun personal pemimpin, tetapi lebih didasarkan pada peraturan legal formal yang mendasari kekuasaan seorang pemimpin. Contoh model yang terakhir ini banyak ditemui dalam politik modern saat ini, di mana pemimpin yang sah biasanya sudah melalui proses pemilihan umum yang dipersyaratkan perundang-undangan yang juga membatasi lingkup kekuasaannya.

Teori klasik seputar legitimasi kekuasaan dari Weber saat ini sudah banyak dikembangkan oleh para teoretisi politik sendiri. Salah satu contohnya adalah klasifikasi legitimasi kekuasaan yang diajukan oleh Leslie Holmes (1993). Dari tiga model legitimasi Weber, Holmes mengembangkannya klasifikasi legitimasi menjadi sepuluh model, yaitu

  • Tradisional klasik (old traditional);
  • Karismatik;
  • Tujuan-rasional (goal-rational/teleological);
  • Eudemonic;
  • Nasionalis (official nationalist);
  • Tradisional baru (new traditional);
  • Legal-rasional (legal-rational);
  • Pengakuan formal (formal recognition);
  • Dukungan informal (informal support);
  • Keberadaan panutan eksternal (existence role model).

Model legitimasi tradisional klasik, karismatik dan legal-rasional dalam klasifikasi Holmes masih mengacu pada teori klasik Weber, sementara selebihnya adalah pengembangan teori legitimasi. Dalam model tujuan- rasional, rezim penguasa mendasarkan legitimasi kekuasaannya pada kemampuannya untuk membawa masyarakat pada tujuan jangka panjang yang ditetapkan. Model eudemonic hampir serupa dengan model sebelumnya, tetapi dalam model ini penguasa mendapatkan legitimasi jika penguasa dapat memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan (eudemonic) pada masyarakat. Pada model Nasionalis, penguasa mendapatkan legitimasi masyarakat saat penguasa dapat membela kepentingan dan permasalahan nasional yang biasanya berkaitan dengan teritorial dan kesetiaan nasional. Model Tradisional Baru sedikit berbeda dengan Tradisional Klasik di mana penguasa baru mendapatkan legitimasi dengan mengacu kembali pada dasar- dasar tradisi lama yang masih dipegang oleh masyarakat luas.

Tiga model legitimasi terakhir (pengakuan formal, dukungan informal, dan keberadaan panutan eksternal) berkaitan dengan legitimasi yang diberikan dunia internasional atas rezim nasional. Sering kali legitimasi diberikan dalam bentuk pengakuan formal atas terbentuknya suatu rezim penguasa baru ataupun dalam bentuk informal. Ada kalanya pula legitimasi diperoleh karena rezim baru yang ada percaya kekuasaannya mengacu pada role-model rezim internasional, misalnya berkembangnya pemerintahan demokratis di negara-negara berkembang Asia-Afrika yang mengacu pada pemerintahan demokratis di negara-negara Barat.

Legitimasi dapat dianggap sebagai menyamakan persepsi atau asumsi bahwa tindakan yang dilakukan oleh suatu entitas adalah merupakan tindakan yang diinginkan, pantas ataupun sesuai dengan sistem norma, nilai, kepercayaan dan definisi yang dikembangkan secara social (Suchman, 1995) dalam Kirana (2009).

Legitimasi dianggap penting bagi perusahaan dikarenakan legitimasi masyarakat kepada perusahaan menjadi faktor yang strategis bagi perkembangan perusahaan ke depan. Begitu juga Legitimasi bagi Pemerintah daerah yang mengelola secara penuh Aset Tetap Daerah untuk digunakan sepenuhnya bagi masyarakat, dan dapat menjadi sumber kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah daerah. O’Donovan (2000) berpendapat legitimasi organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang diberikan masyarakat kepada pemerintah dan sesuatu yang diinginkan atau dicari pemerintah dari masyarakat.

Dengan demikian legitimasi memiliki manfaat untuk mendukung keberlangsungan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Untuk itu, sebagai suatu sistem yang mengutamakan keberpihakan atau kepentingan masyarakat. Operasi pemerintah harus sesuai dengan harapan dari masyarakat. Deegan, Robin dan Tobin (2002) dalam Fitriyani (2012) menyatakan legitimasi dapat diperoleh manakala terdapat kesesuaian antara keberadaan pemerintah tidak mengganggu atau sesuai ( congruent ) dengan eksistensi sistem nilai yang ada dalam masyarakat dan lingkungan.

Teori legitimasi menganjurkan pemerintah untuk meyakinkan bahwa aktivitas dan kinerjanya dapat diterima oleh masyarakat. Pemerintah menggunakan laporan tahunan mereka untuk menggambarkan kesan tanggung jawab lingkungan, sehingga mereka diterima oleh masyarakat. Perubahan nilai dan norma social dalam masyarakat sebagai konsekuensi perkembangan peradaban manusia,juga menjadi motivator perubahan legitimasi pemerintah di samping juga dapat menjadi tekanan bagi legitimasi pemerintah (Lindblom,1994 dalam Hadi 2011).

Cara Mendapatkan Legitimasi


Legitimasi sangat diperlukan dalam suatu kewenangan penentu kebijakan. Organisasi yang berskala kecil atau sederhana, kepemimpinan yang dipilihnya memerlukan legitimasi dari anggotanya. Bahkan, sistem piolitik yang paling menindas sekalipun tetap memerlukan legitimasi dari masyarakat.

Cara-cara yang digunakan untuk mendapatkan dan mempertahankan legitimasi, dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu cara simbolis, material dan prosedural.

  • Cara simbolis adalah melalui kecenderungan moral, emosional, tradisi dan kepercayaan. Simbol-simbol yang dipercayai sebagai kekuatan, kebanggan dan budaya masyarakat, jika dijadikan sebagai sesuatu yang berharga dan utama akan meningkatkan kepuasan dan penerimaan masyarakat. Misalnya, pelestarian peninggalan sejarah dan budaya, peristiwa bersejarah, parade kekuatan militer, akan menimbulkan kebanggan dan kepuasan, yang pada akhirnya meningkatkan kepercayaan masyarakat pada pemegang kebijakan

  • Cara material dalam mendapatkan legitimasi dari masyarakat adalah dengan cara menjanjikan dan memberikan kesejahteraan material kepada masyarakat, seperti tersedianya bahan pokok dengan harga murah, fasilitas kesehatan dan pendidikan mudah/gratis, transportasi yang mudah dan murah, kesempatan bekerja dan berusaha, dan lain-lain.

  • Adapun cara instrumental diberlakukan dengan proyek program yang disertai dengan perundangan, seperti Instruksi Presiden (inpres) tentang Daerah Tingkat I dan II, Inpres Sekolah Dasar, Inpres Bantuan Desa, dan lain-lain, yang biasanya memerlukan anggaran yang cukup besar.

Ketiga cara tersebut dapat saja digunakan untuk mendapatkan legitimasi. Tidak ada yang paling baik ataupun paling buruk, karena pada masing-masing cara memiliki celah untuk dimanfaatkan menjadi cara yang tidak elegan bahkan memiliki efek negatif. Semua cara yang ditempuh harus benar-benar dipastikan tidak ada kepentingan yang terselubung. Semuanya harus berorientasi pada kebaikan, manfaat, kepuasan dan kesejahteraan masyarakat secara bersama dan berkeadilan.

Tipe-tipe Legitimasi


Ada bermacam tipe masyarakat memberikan kepercayaannya kepada pemerintah, atau dengan kata lain ada beberapa cara pemerintah mendapat legitimasi dari masyarakat. Berdasarkan prinsip pengakuan dan dukungan masyarakat terhadap pemerintah, menurut Surbakti (2010), dikelompokkan menjadi lima tipe, yaitu

  1. legitimasi tradisional,
  2. legitimasi ideologi,
  3. legitimasi kualitas pribadi,
  4. legitimasi prosedural
  5. legitimasi instrumental.

Pemimpin yang menggunakan metode simbolis dalam mendapatkan dan mempertahankan legitimasi bagi kewenangannya, pada umumnya mendapatkan legitimasi dari tiga tipe, tradisional, ideologi dan kualitas pribadi. Sedangkan pemimpin yang menggunakan metode prosedural dan instrumental, pada umumnya mendapatkan legitimasinya juga dari tipe prosedural dan instrumental.

  • Pada tipe tradisional, masyarakat memberikan pengakuan dan dukungan kepada pemimpin pemerintahan karena pemimpin tersebut merupakan keturunan pemimpin “berdarah biru”yang dipercaya harus memimpin masyarakat.

  • Tipe ideologi, mendapat pengakuan dari masyarakat karena dianggap sebagai penafsir dan pelaksana ideologi yang sudah ada turun temurun, seperti ideologi nasional Pancasila di Indonesia, liberalisme dan komunis.

  • Tipe kualitas pribadi, masyarakat memberikan pengakuan dan dukungan kepada pemimpin tersebut karena memiliki kualitas pribadi, berupa karisma maupun penampilan pribadi dan prestasi cemerlang dalam bermacam bidang.

  • Adapun pada tipe prosedural, masyarakat memberikan pengakuan dan dukungan kepada pemimpin pemerintahan karena pemimpin tersebut mendapatkan kewenangan berdasarkan prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

  • Sedangkan tipe instrumental, masyarakat memberikan pengakuan dan dukungan kepada pemimpin pemerintahan karena pemimpin tersebut menjanjikan atau menjamin kesejahteraan material (instrumental) kepada masyarakat.

Urgensi Legitimasi

Setiap pemimpin pemerintahan dari setiap sistem politik akan berupaya keras untuk mendapatkan dan/atau mempertahankan legitimasi bagi kewenangannya. Hal ini dapat dimengerti bahwa betapa sangat pentingnya legitimasi bagi pemegang kebijakan.

Urgensi legitimasi dalam sebuah kewenangan adalah menjadi kemestian karena kebijakan hanya dapat efektif terlaksana jika mendapatkan legitimasi yang baik dari masyarakat. Legitimasi akan mendatangkan kestabilan pemerintahan, sehingga pemerintahan dapat menjalankan fungsi dan perannya dengan baik. Lebih lanjut pemerintah dapat menyelesaikan permasalahan masyarakat yang mungkin terjadi, hingga dapat melakukan pengembangan lebih lagi dalam meningkatkan kualitas kesejahteraan masyarakat.

Referensi

Andrain, Charles F… 1970. Political Life Social Change: An Introduction to Political Science. Belmot, Cal: Wadsworth Publishing Company Inc.

Pye, Lucyan W… 1971. “The Legitimacy Crisis” dalam Leonard Binder, et. al. Crises and Sequences in Political Development. Priceton University Press.

Conn, Paul. 1971. Conflict and Decision Making: An Intorduction to Political Science. New York: Harper & Ron Publishing.

Maclver, R.M… 1965. The Web of Gouvernment. New York: Free Press.