Apakah yang dimaksud Foucauldian?

Di abad modern dan kontemporer, diskusi tentang kekuasaan tetap saja relevan. Secara internasional, pengelolaan kekuasaan merupakan isu yang selalu terbaharui. Diskusi tentang kekuasaan tetap penting terutama ketika umat manusia berkepentingan untuk terus menemukan cara bagaimana menyeimbangkan kekuasaan (Sheehan, 1996). Jika distribusi kekuasaan seimbang, maka keamanan internasional otomatis akan bisa dijamin. Keseimbangan distribusi kekuasaan adalah cita-cita semua bangsa. Keseimbangan kekuasaan dibutuhkan persis di saat kekuatan bersenjata dan militerisme antarnegara seolah sampai pada taraf yang sangat kompetitif, sehingga mengkhawatirkan terjadinya perang. Penindasan dan perlakuan tidak adil akan berkurang dengan sendirinya jika konsep kekuasaan bisa dibenahi. Tatanan Dunia dengan kekuasaan yang berimbang adalah tatanan Dunia sebagaimana yang diharapkan.

Beberapa dekade yang lalu Michel Foucault, salah seorang filsuf pelopor strukturalisme juga berbicara tentang kekuasaan. Konsep Kekusasan Foucault dipengaruhi oleh Nietzsche. Foucault menilai bahwa filsafat politik tradisional selalu berorientasi pada soal legitimasi. Kekuasaan adalah sesuatu yang dilegitimasikan secara metafisis kepada negara yang memungkinkan negara dapat mewajibkan semua orang untuk mematuhinya. Namun menurut Foucault, kekuasaan adalah satu dimensi dari relasi. Di mana ada relasi, di sana ada kekuasaan. Dalam karyanya, Kegilaan dan Peradaban, Foucault melukiskan bagaimana kegilaan itu didefinisikan dari berbagai kelompok yang dominan pada masa tertentu. Karena itu dia meragukan legitimasi eliminasi kegilaan dari kebudayaan yang resmi. Hal lain yang digagas Foucault adalah hubungan antara seksualitas dan kekuasaan dimana melalui disiplin tubuh dan politik populasi yang meregulasi kelahiran kekuasaan diejawantahkan. Pada bagian akhir tulisan ini akan dijelaskan tentang hubungan antara disiplin dan hukuman yang melihat seluruh masyarakat menjadi objek pemantauan dan penerapan disiplin.

Sketsa Biografis Michel Foucault


Michel Foucault lahir di Poiters, Prancis, tahun 1926. Ia hidup dalam sebuah keluarga Katholik yang taat dimana ayahnya adalah seorang praktisi kedokteran (Waters, 1994), yakni seorang ahli bedah. Karenanya, ia diharapkan mengikuti karir sang ayah. Tetapi ia justru lebih tertarik pada sejarah, filsafat, dan psikologi ketimbang kedokteran (Foucault, 2005). Namun kita bisa melihat bahwa arus pemikiran Foucault tidak jauh dari dunia medis, terutama psikopatologi.

Pendidikan dasar sampai kolese ditamatkan di kotanya. Selepas kolese, pada 1943, ia memasuki Lycee Henry IV (salah satu sekolah persiapan untuk Ecole Normale Superieure) dan Ecole Normale. Di antara guru-gurunya adalah filsuf Hegelian Jean Hippolyte, filsuf sains Georges Canguilhem dan Georges Dumezel, dan Marxis-strukturalis Louis Althusser. Marxisme, eksistensialisme, dan kemudian, strukturalisme adalah garis yang dominan selama masa-masa pembentukan dalam pemikiran Foucault di Ecole Normale, dan karyanya dapat dilihat sebagai sangat menentang pada Marxisme Sartrean. Sebagaimana temannya, Deleuze, oeuvre Foucault sangat ditandai oleh pengaruh Nietzshe dan sangat menentang ajaran humanistik dari Marxisme eksistensialis. Kesetiaaan Foucault pada konsep Cartesian tentang diri, kecondongannya untuk membangun sebuah narasi besar dan peran sangat penting pada praksis Setelah belajar di Ecole Normale, ia kemudian intens mempelajari sejarah psikiatri.

Pada tahun 1950-1951 ia menjadi asisten Louis Althusser sebagai instruktur psikologi di bekas almamaternya. Pada saat bersamaan ia mengadakan serangkaian riset mengenai abnormalitas. Foucault kembali ke rumah sakit Sainte-Anne yang pernah menganggap dan merawatnya sebagai pasien gila. Di sana ia membantu mengadakan eksperimen-eksperimen yang menggunakan peralatan sinar electro - encephalographic . Melalui peralatan ini, ia berusaha menganalisis berbagai abnormalitas yang disebabkan oleh rangkaian kekacauan otak dan berbagai faktor neurologis. Selama di rumah sakit jiwa tersebut, ia juga sangat serius mempelajari artikel-artikel, buku- buku dan kasus-kasus psikiatrik yang ditangani oleh psikiater Ludwig Binswanger.

Pada tahun 1955, ia mulai menjadi dosen tamu di University of Uppsula, Swedia. Selama di Universitas itulah minatnya terhadap sejarah psikiatri makin memuncak. Pasalnya adalah tanpa diduga perpustakaan Universitas Uppsala mempunyai sedemikian banyak koleksi arsip-arsip mengenai rumah sakit jiwa di abad ke-18-19. Dari periode Uppsula ini, ia menghasilkan buku-buku yang bernuansa psikiatri, yakni Madness and Civilization (1961) dan The Birth of Clinic (1963). Kedua buku ini merupakan entry-point untuk menarik hubungan antara sejarah psikiatri dan kekuasaan. Setelah menerbitkan dua buku tersebut, Foucault semakin menyadari bahwa stigmatisasi banyak digunakan kekuasaan pada orang-orang yang melawan norma-norma mereka. Itu terjadi ketika pada suatu saat di Perpustakaan Nasional Perancis ia membaca daftar susunan orang-orang yang dianggap membahayakan pada abad ke-18. Peristiwa ini kemudian mengilhami karyanya yang ketiga, yakni The Order of Things (1966) (Suyono, 2002).

Sebagai post-criptum teoretis atas buku-buku sebelumnya tersebut, Foucault menerbitkan The Archaeology of Knowledge (1969). Melalui buku tersebut, ia memperkenalkan sejumlah perangkat konsep dan teknik membaca sejarah yang sama sekali baru dalam masyarakat ilmiyah yang disebutnya arkeologi. Pada buku itu juga Foucault menegaskan cara pandangnya yang orisinil mengenai kekuasaan.

Pada 1975, ia menerbitkan Discipline and Punish , sebuah sejarah hukuman dan hukuman penjara, yang memiliki pengaruh luas tetapi kurang diterima di Perancis. Walaupun ditulis lebih berdasarkan genealogi Neitszhe ketimbang metode arkeologinya yang lebih awal, karya ini memuat sejumlah tema dalam karyanya yang lebih awal, terutam peran ilmu sosial dalam pembentukan teknik-teknik disipliner baru.

Analisis genealogi dan kritik analogi juga menjadi sentral dalam 3 volume The History of Sexuality . Salah satu tujuan utamanya di sini adalah diskursus psikoanalitik dan "hipotesis represi‟ yang menyertainya. Beberapa volume tentang sejarah seksualitas telah direncanakan, tetapi ia tiba-tiba meninggal dunia pada 25 Juni 1984 akibat AIDS.12 Kematian akibat AIDS tersebut, bagi Foucault merupakan suatu death- wish , yaitu suatu kematian yang memang dirindukan.

Konsep Kekuasaan Michel Foucault

Memahami Michel Foucault adalah memahami salah satu keunikan dari berlembar-lembar filsafat modernitas yang pakem. Rudi Visker dalam Michel Foucault: Genealogy as Critique bahkan menyatakan jika dibandingkan dengan filsuf yang lain, Foucault bukan pemikir yang banyak menulis tentang tema-tema kefilsafatan pada umumnya. Foucault sekilas tampak berbeda dan unik ketika intensif membahas kegilaan, struktur epsiteme klasik, rumah sakit, penjara, keburukan atau seksualitas (Vesker, 1995).

Memahami kontroversi yang ditimbulkan oleh pribadi, pemikiran dan karya-karyanya, maka persoalan merumuskan ide Foucault ke dalam garis-garis besar pemikiran yang bakupun menjadi persoalan yang sukar. Sebagai contoh, di dalam menggambarkan satu ide Foucault tentang kekuasaan saja ada banyak versi dan sudut pandang dari berbagai macam kepentingan. Sebagian pemikir meletakkan ide kekuasaan Foucault bekerja sebagai pemerintahan dan peran-perannya, sebagai kelas sosial yang berkuasa, sebagai tata laksana kapitalisme atau sebagai lembaga biasa yang tersebar di masyarakat yang mempengaruhi kehidupan manusia setiap hari (Danaher, 2001).

Geoff berpendapat, secara umum kehidupan intelektual yang berkembang di Perancis setelah Perang Dunia II terpengaruh oleh dua ide besar, pertama oleh pemikiran Hegel dan Marx. Pemikiran filsafat dan gerakan Marxisme ini disebarluaskan oleh tokoh-tokoh seperti Alexandre Kojeve dan Jean Hyppolite. Hingga berkecamuknya perang dingin di Eropa, sebagian besar pemikir Perancis bahkan terlibat secara aktif di dalam partai komunis, termasuk Foucault.
Kedua, fenomenologi juga menjadi pengaruh besar ketika pemikiran-pemikiran Edmund Husserl dan Martin Heidegger yang ada di Jerman berhasil dipopulerkan dan diadaptasi di Perancis oleh tokoh seperti Maurice Merleau-Ponty. Menurut fenomenologi, makna dari semua kenyataan adalah esensi universal yang bisa ditemukan dalam objek atau benda.

Dua bangunan intelektual ini membawa implikasi yang mirip saat keduanya berbicara tentang kejahatan, penindasan dan irasionalitas. Marxisme adalah ide-ide yang baik saat menyingkapkan kejahatan ideologi dan superstruktur di dalam negara ketika kelas penguasa modal melakukan penindasannya secara ekonomi. Di sisi yang sama, fenomenologi berhasil menyingkap kesalahan-kesalahan berpikir yang hanya memperturutkan egosime dan subjektivitas terhadap makna benda-benda. Dari uraian ini dapat diasumsikan bahwa ide pokok pemikiran Foucault pada dasarnya dilatarbelakangi oleh permenungan yang mendalam tentang kekuasaan-kekuasaan jahat yang muncul akibat perilaku ekonomi dan perilaku pengetahuan masyarakat Dunia.

Foucault merupakan kritikus pengetahuan dan kritikus sosial di saat yang sama. Di dalam pencariannya yang panjang tentang sejarah pengetahuan, Martin Heidegger dan Georges Canguilhem adalah dua tokoh yang membantunya dalam merumuskan ide-ide besar sejarah penalaran menjadi sebuah ide yang kritis tentang kebenaran dan makna ke dalam konteks sosial dan budaya. Heidegger telah secara meyakinkan menyatakan bahwa pemikiran dan tindakan manusia tidak lepas dari batas-batas di mana ia hidup. Bahwa manusia adalah bentukan dari konteks. Canguilhem melengkapi konfigurasi tersebut dengan uraian sejarah pengetahuan bahwa pengetahuan selalu berubah sesuai dengan perubahan-perubahan yang menhendakinya. Ide tentang kebenaran dan sistem rasionalitas manusia justru abadi di dalam proses perubahan.

Menurut Foucault, dengan demikian ada dua pendapat penting saat pengetahuan bertemu dengan pikiran-pikiran tentang kemanusiaan. Pertama, dengan pengetahuannya sendiri manusia merupakan mahluk yang dibatasi oleh lingkungan sekitarnya. Kedua, rasionalitas dan kebenaran selalu berubah sepanjang sejarah.
Untuk merumuskan sejarah kebenaran dan rasionalitas tersebut, Foucault menggunakan analisis strukturalisme sebagai alat bantu yang penting. Meskipun dia sendiri menolak dikatakan sebagai bagian dari kaum strukturalis, Foucault diduga terpengaruh oleh kedua gurunya, yakni Roland Barthes dan Louis Althusser. Lebih daripada itu, Foucault juga pemaham yang baik terhadap ide-ide linguistika Saussure dan Jakobson atau terhadap ide-ide antropologi antropologi Franz Boaz dan filologi Georges Dumezil. Menurut Foucault, analisis struktural berguna dalam dua hal.

  • strukturalisme menyediakan pengertian-pengertian yang sistematis dan akurat dalam membaca sejarah. Misalnya saja, ide kekuasaan Foucault yang akhirnya diidentikkan sebagai makna relasional justru ditemukan inspirasinya dari Saussure. Pengertian pertama ini memberitahukan bahwa menurut Foucault, apapun bentuk pengetahuan, rasionalitas dan kebenaran tidak bisa ditemukan maknanya dalam dirinya sendiri. Makna sesuatu selalu ditemukan dalam relasinya dengan makna lain. Sebagai contoh, untuk memahami makna perempuan, seseorang harus memahami juga makna laki-laki, anak-anak, jenis kelamin transeksual dan seterusnya.

  • di dalam strukturalisme, subjek dan pribadi individual menjadi tidak berkekuatan atau mati. Subjek adalah oknum-oknum yang dibatasi sekaligus larut dalam konteks. Konteks dalam pengertian strukturalis adalah sistem sosial, sistem politik dan sistem budaya. Menurut sudut pandang ini, individu tidak berpikir atau menciptakan makna, sistemlah yang berpikir dan memproduksi makna melalui individu.

Pamahaman ini sejalan dengan ide-ide psikoanalisis yang dikembangkan Freud dan Lacan. Menurut kerangka psikoanalisis, manusia selalu berada dalam situasi ketidaktahuan dan ketidaksadaran ketika ia ada dalam tekanan sistem konteksnya. Manusia selalu menyembunyikan atau mematikan hasrat asalnya karena tekanan sistem. Merujuk kepada ide-ide sebelumnya, konsep Marxisme tentang alienasi dan konsep fenomenologi tentang pra-persepsi manusia adalah kritik yang baik bagi ilmu-ilmu kemanusiaan yang dikembangkan oleh Foucault. Meskipun Foucault terpengaruh oleh strukturalisme, bukan berarti ia bukan pengktitik strukturalisme. Menurut Foucault, strukturalisme punya dua kelemahan.

  • struturalisme hanya bisa menganalisis relasi-relasi dalam satuan periode sejarah sehingga ia tidak bisa memahami keseluruhan makna. Sebagai contoh sebagaimana dijelaskan dalam kasus psikoanalisis, analisis strukturalis tidak bisa menjelaskan makna-makna yang datang dari luar struktur yang sebelumnya tersembunyi atau yang datang dari satuan periode sejarah yang lain. Hal ini berarti bahwa strukturalisme adalah alat analisis yang bagus tetapi berkekurangan.

  • strukturalisme tidak mampu menjelaskan kasus perubahan-perubahan radikal dan ide tentang diskontinuitas. Hal ini berarti bahwa sistem punya banyak pintu keluar dan setiap saat jalan sejarah bisa saja memilih keluar dari jalannya sistem yang ada. Ide kedua Foucault tentang strukturalisme ini juga sejalan dengan apa yang dipikirkan oleh Nietzsche bahwa ada lebih dari satu faktor penentu perkembangan sejarah dan pengetahuan. Setiap subjek berhak memilih satu dan berhak menolak lainnya ketika berdasarkan naluri subjektifnya salah satu faktor dianggap lebih penting