Apakah yang dimaksud Durkheimian?

Riwayat Hidup Emil Durkheim


Durkheim, dilahirkan pada tanggal 15 April 1858 di kota Epinal provinsi Lorraine dekat Strasbourg, daerah Timur Laut Perancis (Daniel L., 1996). Ia merupakan seorang jenius dalam tokoh Sosiologi yang memperbaiki metode berpikir Sosiologis yang tidak hanya berdasarkan pemikiran- pemikiran logika Filosofis tetapi Sosiologi akan menjadi suatu ilmu pengetahuan yang benar apabila mengangkat gejala social sebagai fakta- fakta yang dapat diobservasi. Dia dilahirkan dalam keluarga agamis, namun pada usia belasan tahun minat terhadap agama lebih akademis daripada teologis. Ayahnya seorang pendeta Yahudi, Durkheim kala itu sebagai seorang pemuda sangat dipengaruhi oleh guru-guru sekolahnya yang beragama Katolik Roma, walaupun ayahnya adalah seorang pendeta Yahudi.

Mungkin pengaruh inilah yang menambah keterikatannya terhadap masalah agama, meskipun guru-gurunya sendiri tidak dapat menjadikannya sebagai seorang penganut Katolik yang beriman. Sejak muda Durkheim telah menyatakan dirinya sebagai seorang agnostik. Agnostik adalah merupakan kelompok yang ragu atas keberadaan Tuhan, mereka tidak bisa secara pasti mengatakan bahwa mereka percaya atau tidak percaya akan keberadaan Tuhan. Agnostik percaya bahwa seseorang tidak dapat menentukan apakah Tuhan itu ada atau tidak, sehingga memilih menjalani kehidupan sesuai dengan seperangkat keyakinan terlepas dari kepercayaan mengenai ada atau tidaknya Tuhan. Mereka merasa bahwa mengetahui Tuhan ada satu tidak bukanlah suatu hal yang penting (Azif, 2017).

Minat Durkheim dalam fenomena sosial juga didorong oleh politik. Kekalahan Perancis dalam perang Perancis-Prusia telah memberikan pukulan terhadap pemerintahan republikan yang sekuler. Banyak orang menganggap pendekatan Katolik, dan sangat nasionalistik sebagai jalan satu-satunya untuk menghidupkan kembali kekuasaan Perancis yang memudar di daratan Eropa. Durkheim, seorang Yahudi dan sosialis, berada dalam posisi minoritas secara politik, suatu situasi yang membakarnya secara politik. Peristiwa Dreyfus pada 1894 hanya memperkuat sikapnya sebagai seorang aktivis.

Pada usia 21 tahun, Durkheim memasuki sekolah terkenal di Ecole Normale Superieure di Paris setelah sebelumnya gagal dalam ujian pertamanya dan kemudian mengambil studi Sejarah dan Filsafat. Di Universitas tersebut dia merupakan mahasiswa yang serius dan kritis, kemudian pemikiran Durkheim dipengaruhi oleh dua orang professor di Universitasnya itu ( Fustel De Coulanges dan Emile Boutroux ). Sebenarnya, pada dasarnya Durkheim tidak suka dengan program pendidikan yang kaku. Dan sikap inilah yang menyebabkan selama belajar di Paris selalu tidak menyenangkan.

Setelah ia menamatkan pendidikan di Ecole ormale Superieure, Durkheim mengajar pelajaran Filsafat di salah satu sekolah menengah atas Lycees Louis-Le-Grand di Paris pada tahun 1882-1887. Kemudian ia juga sempat pergi ke Jerman untuk mendalami Psikologi kepada Wilhelm Wundt. Kemudian masih pada tahun 1887 (29 tahun) disamping prestasinya sebagai pengajar dan pembuat artikel dia juga berhasil mencetuskan Sosiologi sebagai disiplin ilmu yang sah di bidang akademik karena prestasinya itu ia diangkat sebagai ahli ilmu Sosial di Fakultas Pendidikan dan Fakultas Ilmu Sosial di Universitas Bourdeaux.

Ia diberi posisi sebagai ilmuwan Sosial dan Pendidikan terutama dalam penelitian sosialnya. Kemudian Durkheim menetap di Jerman sampai lima belas tahun di Bordeaux, Durkheim telah menghasilkan tiga karya besar yang diterbitkan dalam bentuk buku, tahun 1893 Durkheim menerbitkan tesis doktoralnya dalam bahasa Perancis yaitu The Division of Labour in Society dan tesisnya dalam bahasa Latin tentang Montesqouieu. Kemudian tahun 1895 menerbitkan buku keduanya yaitu The Rules of

Sociological Method. Tahun 1896 diangkat menjadi profesor penuh untuk pertama kalinya di Perancis dalam bidang ilmu Sosial. Tahun 1897 menerbitkan buku ketiganya yang berjudul Suicide (Le-Suicide) dan pada saat yang sama pula Durkheim dan beberapa sarjana lainnya bergabung untuk mendirikan L’Anee Sociologique (sebuah jurnal ilmiah pertama yang memuat artikel-artikel tentang Sosiologi) yang kemudian menjadi terkenal di seluruh dunia (Jatmiko, 2003).

Pada tahun 1902 Durkheim, diangkat sebagai professor Sosiologi dan Pendidikan di Universitas Sorbonne, Paris. Perhatian dan minat Durkheim terhadap agama yang pengaruhnya terhadap kehidupan social, diwujudkan dalam sebuah karyanya yang berjudul Les Formes Elementaires de Lavie Relegieuse : Le Systeme Totemique En Australie (1912). Buku ini diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh Joseph Ward Swain menjadi The Elementary of the Religious Life (1915). Dalam buku ini mencoba menemukan elemen-elemen dasar yang membentuk semua agama.4 Oleh karena itu, Durkheim mengemukakan klaim utamanya tentang arti penting teori agama dan pengaruh utama klaim ini pada pemikir-pemikir lainnya secara panjang lebar yang tertuang dalam karya besar tersebut.

Latar Belakang Pemikiran Durkheimian


Untuk memahami seorang pemikir seperti Durkheim, penting sekiranya untuk mengenal sejarah berbagai sumber yang menjadi latar belakang pemikirannya. Hal ini terutama karena Durkheim adalah tokoh yang berhasil memiliki berbagai pemikiran dari berbagai ahli pikiran yang mendahuluinya. Ada beberapa sumber penting yang menjadi latar belakang yang menentukan jalan pikiran Durkheim, antara lain: Yang pertama yaitu pendekatan-pendekatan Sosiologi yang digunakan Durkheim dipengaruhi oleh Auguste Comte (1798-1857). Selain Comte, Durkheim juga dipengaruhi dan mengikuti tradisi yang digariskan oleh Saint Simon, Ernets Renan dan gurunya sendiri Fustel de Coulanges. Selain itu, situasi dan kondisi Perancis modern yang mengalami revolusi5 besar pada akhir tahun 1800-an juga ikut memberikan pengaruh tersendiri bagi perkembangan pemikiran Durkheim (Pals, 1996).

Durkheim sebenarnya seorang murid yang ragu-ragu terhadap pemikiran Comte. Sebagai seorang murid yang ragu-ragu terhadap pemikiran Comte. Sebagai seorang murid, Durkheim tetap setia pada ajaran Comte yang merupakan perintis teori positivism Perancis dan juga sekaligus sebagai pencipta istilah “Sosiologi”. Pengaruh Comte, pada pemikiran-pemikiran Durkheim, diantaranya yang tampak pada pola “reorganisasi masyarakat” yang dikemukakan oleh Comte yang kemudian disempurnakan oleh Durkheim. Durkheim melihat konsep Comte cenderung bersifat “spekulatif” dan “pragmatis”. Durkheim berusaha membenahi kelemahan-kelemahan pemikiran Comte tersebut dengan berusaha tetap menjaga tujuan umum yang dikehendaki oleh Comte.

Pengaruh lain yang tampak yakni kepercayaan akan kemungkinan untuk menunjukkan bahwa masyarakat tunduk pada sebab-sebab alamiah, walaupun Durkheim kurang meyakini rasional total gurunya tersebut akan posisi organisasi ilmiah masyarakat. Dengan dasar ini, Durkheim menolak penafsiran ketat dari hukum Comte tentang kemajuan manusia yang ia anggap sebagai sangat dogmatis dan tidak tepat. Namun Durkheim tetap menyetujui campuran ilmu pengetahuan dan pembaharuan ala Comte. Menurut Durkheim, secara khusus ilmu Sosial dapat diterapkan pada masalah penetapan kembali tatanan social diambang pergolakan- pergolakan revolusioner abad ke-18 dan efek-efek industrialisasi yang merugikan masyarakat. Durkheim berharap untuk memperlihatkan bagaimana sebuah konsensus sosial baru dapat menciptakan kembali nilai- nilai komunitas dan tatanan social, tanpa mengorbankan emansipasi manusia yang berasal dari keambrukan feodalisme (Durkheim, 1989).

Dengan mengadopsi kerangka organis yang dikemukakan Comte yang berwatak positivis, maka pemikiran Durkheim pun kental dengan nuansa positivis. Namun tampaknya pandangan Durkheim berbeda dengan pemikiran Comte. Sebab ciri khas pemikiran positivisme Durkheim adalah usaha satu-satunya untuk mendekati masyarakat sebagai sebuah kenyataan organis yang independen yang memiliki hukum-hukumnya sendiri. Metodologi Durkheim berkaitan dengan sebuah pendirian yang sangat deterministic yang berpendapat bahwa individu-individu tidak berdaya di hadapan pembatasan-pembatasan dari kekuatan sosial yang menghasilkan penyesuaian diri dengan norma-norma social atau tingkah laku yang disebabkan oleh norma social tersebut. Durkheim juga mengkombinasikan pengambilan jarak ilmiah dan determinisme kausal dengan kepercayaan bahwa ilmu masyarakat memberi semacam jawaban untuk masalah- masalah etis normative dari Filsafat tradisional.

Implikasi pandangan “positivistik” Durkheim terhadap “moral dalam terapan”, dikategorikan sebagai sebuah “fakta sosial”. Fakta sosial tersebut didefinisikan sebagai “cara-cara bertindak, berpikir dan merasa”, yang “berada di luar individu” dan dilengkapi atau dimuati dengan sebuah kekuatan memaksa yang dapat mengontrol individu. “Fakta social” itulah yang akan mempengaruhi setiap tindakan, pikiran dan rasa dari individu. Durkheim menyatakan apa yang dipikirkan adalah kebiasaan-kebiasaan, adat istiadat dan cara hidup umum manusia sebagai sesuatu yang terkandung dalam institusi, hukum, moral dan ideologi-ideologi politis.
Menurut Durkheim, bagaimanapun sadarnya individu ia harus tetap melaksanakan kewajiban-kewajiban itu menurut bahasa, adat istiadat, kebiasaan dan hukum masyarakatnya, dimana kesemuanya itu merupakan “fakta-fakta sosial” yang tidak direkayasa atau tidak diciptakannya melainkan ia terpaksa menjalankan dan menyesuaikan diri dengan “fakta sosial” tersebut maka individu tersebut akan menderita konsekuensi-konsekuensi penolakan social dan menerima hukuman. Maka dari sini ada sebuah unsur idealisme sosiologis yang jelas dalam teori Durkheim.

Yang kedua, Durkheim mempunyai pandangan bahwa fakta sosial jauh lebih fundamental dibandingkan dengan fakta individu. Tetapi individu sering disalah pahamkan ketika pengaruh masyarakat yang begitu kuat terhadapnya dan dikesampingkan atau tidak diperhatiakn dengan teliti. Menurut Durkheim adalah sia-sia belaka apabila menganggap mampu memahami apa sebenarnya individu itu hanya dengan mempertimbangkan factor biologis, psikologis atau kepentingan pribadinya. Seharusnya individu dijelaskan melalui masyarakat dan masyarakat dijelaskan dalam konteks sosialnya. Inilah pemikiran sosiologi Durkheim yang akhirnya membawa pemakalah untuk mencermati pemikiran Durkheim tentang Agama dalam bentuk sacral, profane dan totenisme dan fungsi social agama.