Apakah yang dimaksud dengan Teori Psikologi Naif?

Psikologi Naif merupakan teori umum mengenai perilaku manusia, yang dianut oleh orang awam. Bagaimana penjelasan dari psikologi naif ?

kita adalah makhluk naif

Teori Psikologi Naif merupakan teori yang dihasilkan oleh Heider pada tahun 1958. Heider beranggapan bahwa psikologi sosial perlu mempelajari pikiran manusia yang bersifat naif, akal sehat (common sense), dan ”teoretis”.

Menurut Heider, pikiran berpengaruh terhadap perilaku manusia.

Sebagai contoh orang yang mempunyai keyakinan atau ” berteori” bahwa perilaku menyimpang itu turun-temurun atau heriditer maka ia akan melarang anak perempuannya berpacaran dengan anak laki-laki yang ayahnya dikenal sebagai seorang jagoan atau preman.

Demikian pula orang awam yang berpikiran naif bahwa Indonesia yang jumlah penduduknya 200 juta, namun kenyataannya sulit sekali membentuk tim sepak bola yang tangguh yang hanya terdiri dari 11 orang pemain, boleh jadi ia akan melontarkan kritik, bahkan mencemoohkan dan mencaci maki PSSI, KONI, dan kantor Menpora.

Heider beranggapan bahwa setiap orang adalah psikolog naif yang secara intuitif selalu mencari atau ingin mengetahui penyebab dari perilaku manusia atau suatu peristiwa.

Sebagai contoh bila ada mahasiswa yang sering datang terlambat mengikuti kuliah maka dosen akan menanyakan penyebab dari keterlambatannya, apakah karena mahasiswa tersebut malas (disposisional) atau karena lalu lintas yang padat atau macet (situasional).

Demikian pula bila terjadi kecelakaan lalu lintas, misalnya tabrakan antara mobil sedan dan bus maka kita ingin mengetahui apa penyebabnya, siapa yang salah, bagaimana kondisi korban, berapa kecepatan bus dan mobil sedan dan seterusnya, lalu kita menarik kesimpulan (inference) atas peristiwa kecelakaan lalu lintas tersebut.

Seandainya kita menyimpulkan bahwa sopir buslah yang salah maka sangat boleh jadi kita akan menghindari jalur lalu lintas yang dipadati oleh bus, misalnya menghindari bepergian ke luar kota pada malam hari karena frekuensi perjalanan bus malam yang tinggi.

Maka menurut Heider setiap manusia adalah ilmuwan naif (naive scientist) yang mempunyai pola pikir dan langkah ilmiah dalam menyoroti suatu peristiwa seperti halnya yang dilakukan oleh ilmuwan (mengamati, berteori, menyusun hipotesis, menganalisis, dan menyimpulkan). Untuk lebih jelas pengertian kita mengenai Teori Naif Psikologi, berikut dikemukakan dasar pemikiran Heider.

  • Oleh karena perilaku kita umumnya selalu didasari oleh motif tertentu maka kita pun akan mencari motif atau penyebab dan alasan dari perilaku orang lain. Menurut Heider sulit bagi manusia untuk menghindari pola pikir yang bebas dari penyebab perilaku, baik yang berkenaan dengan perilaku kita sendiri maupun perilaku orang lain.

  • Oleh karena kita membangun ”teori” dalam menetapkan penyebab dari perilaku dengan maksud meramalkan, bahkan mengendalikan perilaku maka kita cenderung berupaya mencari faktor yang bersifat tetap atau stabil dari suatu perilaku atau peristiwa. Misalnya bila sering terjadi kecelakaan lalu lintas pada jalan tertentu, kita cenderung menyatakan bahwa jalan tersebut memang licin, turunannya tajam, dan gelap. Contoh lain, kalau ada keretakan kehidupan rumah tangga di kalangan selebritis kita tidak perlu heran karena begitulah gaya hidup kaum selebritis.

  • Dalam mencari penyebab suatu perilaku atau melakukan atribusi atas suatu perilaku, dibedakan antara faktor individu (kepribadian, kemampuan) dan faktor lingkungan (situasi, kondisi, tekanan kelompok). Faktor individu atau internal oleh Heider disebut faktor disposisional, sedangkan faktor lingkungan atau eksternal disebut faktor situasional.

Mengenai faktor disposisional atau situasional sebagai faktor penyebab perilaku, Heider beranggapan bahwa karena faktor disposisional atau niat itu sulit diketahui karena tersembunyi dalam diri individu maka kita baru bisa mengatakan faktor disposisional sebagai penyebab perilaku apabila nyata- nyata bahwa faktor situasional tidak muncul sama sekali.

Misalnya, pada saat peristiwa kecelakaan pesawat terbang, kita baru bisa menyatakan kesalahan pilot atau human error (disposisional) apabila pada saat terjadinya kecelakaan ternyata cuaca baik, tidak ada bukti kerusakan mesin, jarak pandang pun tidak terganggu, serta faktor eksternal lainnya tidak mendukung terjadinya kecelakaan.

Meskipun demikian, menurut Heider orang lebih sering menunjuk faktor disposisional daripada faktor situasional dalam menyimpulkan penyebab perilaku, misalnya bila terjadi kecelakaan lalu lintas maka yang dipersalahkan adalah pengemudi (ngantuk) dan bukan lingkungan (tikungan tajam, jalan licin, tidak ada penerangan jalan dan hujan lebat). Bahkan meskipun sangat jelas bahwa faktor situasional sebagai penyebabnya, orang cenderung tetap menunjuk faktor disposisional.

Dalam contoh kecelakaan lalu lintas di atas, seandainya dikemukakan bahwa saat terjadi kecelakaan memang hujan lebat, tikungan tajam, dan gelap, namun pengemudi akan tetap dituding sebagai penyebabnya. ”Dia kan bukan pengemudi kemarin sore, sudah sering melewati jalan itu. Kalau hujan lebat sehingga pandangan ke depan terganggu dan sudah pasti jalan jadi licin, mengapa dia tidak ke pinggir dan berhenti dulu. Memang sehari-harinya ia pengemudi ugal-ugalan sih”.