Apakah yang dimaksud dengan Teori Komunikasi?

Komunikasi

Teori komunikasi adalah satu teori atau sekumpulan “pemikiran kolektif” yang didapati dalam keseluruhan teori terutamanya yang berkaitan proses komunikasi. -Little John-

Bagaimanakah penjelasan dari teori komunikasi secara mendalam?

image

Teori komunikasi merupakan hubungan di antara konsep teoretikal yang membantu memberi, secara keseluruhan ataupun sebahagiannya, keterangan, penjelasan, penerangan, penilaian ataupun ramalan tindakan manusia berdasarkan komunikator (orang) berkomunikasi (bercakap, menulis, membaca, mendengar, menonton, dan sebagainya) untuk jangka masa tertentu melalui media. -Cragan dan Shields -

Menurut Littlejohn (1989), berdasarkan metode penjelasan serta cakupan objek pengamatannya, secara umum teori-teori komunikasi dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu :

  • Kelompok pertama disebut kelompok “teori-teori umum” (general theories).
  • Kelompok kedua adalah kelompok “teori-teori kontekstual” (contextual theories).

Teori Umum

Ada empat jenis teori yang diklasifikasikan masuk ke dalam kelompok teori-teori umum: (1) teori-teori fungsional dan struktural, (2) teori-teori behavioral dan cognitive, (3) teori-teori konvensional dan interaksional, serta (4) teori-teori kritis dan interpretif.

A. TEORI-TEORI FUNGSIONAL DAN STRUKTURAL

Ciri dari jenis teori ini (meskipun istilah fungsional dan struktural barangkali tidak tepat) adalah adanya kepercayaan atau pandangan tentang berfungsinya secara nyata struktur yang berada di luar diri pengamat.

Menurut pandangan ini, seorang pengamat adalah bagian dari struktur. Oleh karena itu, cara pandangnya juga akan dipengaruhi oleh struktur yang berada di luar dirinya.

Meskipun pendekatan fungsional dan struktural ini sering kali dikombinasikan, namun masing-masing mempunyai titik penekanan yang berbeda.

  • Pendekatan strukturalisme yang berasal dari linguistik, menekankan pengkajiannya pada hal-hal yang menyangkut pengorganisasian bahasa dan sistem sosial.
  • Pendekatan fungsionalisme yang berasal dari biologi, menekankan pengkajiannya tentang cara-cara mengorganisasikan dan mempertahankan sistem.

Apabila ditelaah kedua pendekatan ini sama-sama mempunyai penekanan yang sama, yakni tentang sistem sebagai struktur yang berfungsi.

Kedua pendekatan ini juga memiliki beberapa persamaan karakteristik sebagai berikut.

  1. Baik pendekatan strukturalisme ataupun pendekatan fungsionalisme, dua-duanya sama-sama lebih mementingkan synchrony (stabilitas dalam kurun waktu tertentu) daripada diachrony (perubahan dalam kurun waktu tertentu).

  2. Kedua pendekatan sama-sama mempunyai kecenderungan memusatkan perhatiannya pada “akibat-akibat yang tidak diinginkan” (unintended consequences) daripada hasil-hasil yang sesuai tujuan. Kalangan strukturalis tidak mempercayai konsep-konsep “subjektivitas” dan “kesadaran”. Bagi mereka yang diamati terutama sekali adalah faktor- faktor yang berada di luar kontrol dan kesadaran manusia.

  3. Kedua pendekatan sama-sama mempunyai kepercayaan bahwa realitas itu pada dasarnya objektif dan independent (bebas). Oleh karena itu, pengetahuan, menurut pandangan ini, dapat ditemukan melalui metode pengamatan (observasi) empiris yang cermat.

  4. Pendekatan strukturalisme dan fungsionalisme juga sama-sama bersifat dualistis karena kedua-duanya memisahkan bahasa dan lambang dari pemikiran-pemikiran dan objek-objek yang disimbolkan dalam komunikasi. Menurut pandangan ini, dunia ini hadir karena dirinya sendiri, sementara bahasa hanyalah alat untuk mereprentasikan hal yang telah ada.

  5. Kedua pendekatan juga sama-sama memegang prinsip the correspondence theory of truth (teori kebenaran yang sesuai). Menurut teori ini bahasa harus sesuai dengan realitas. Simbol-simbol harus merepresentasikan sesuatu secara akurat.

B. TEORI-TEORI BEHAVIORAL DAN COGNITIVE

Sebagaimana halnya dengan teori-teori strukturalis dan fungsional, teori- teori behavioral, dan kognitif juga merupakan gabungan dari dua tradisi yang berbeda. Asumsinya tentang hakikat dan cara menentukan pengetahuan juga sama dengan aliran strukturalis dan fungsional.

Perbedaan utama antara aliran behavioral dan kognitif dengan aliran strukturalis dan fungsional hanyalah terletak pada fokus pengamatan serta sejarahnya.

Teori-teori strukturalis dan fungsional yang berkembang dari sosiologi dan ilmu-ilmu sosial lainnya cenderung memusatkan pengkajiannya pada hal-hal yang menyangkut struktur sosial dan budaya.

Sementara teori-teori behavioral dan kognitif yang berkembang dari psikologi dan ilmu-ilmu pengetahuan behavioralis lainnya, cenderung memusatkan pengamatannya pada diri manusia secara individual. Salah satu konsep pemikirannya yang terkenal adalah tentang model “S-R” (stimulus – response) yang menggambarkan proses informasi antara “stimulus” (rangsangan) dan “respons” (tanggapan).

Teori-teori “behavioral dan cognitive” juga mengutamakan “variable- analytic” (analisis variabel). Analisis ini pada dasarnya merupakan upaya mengidentifikasikan variabel-variabel kognitif yang dianggap penting, serta mencari hubungan korelasi di antara variabel. Analisis ini juga menguraikan tentang cara-cara bagaimana variabel-variabel proses kognitif dan informasi menyebabkan atau menghasilkan tingkah laku tertentu.

Komunikasi, menurut pandangan teori ini, dianggap sebagai manifestasi dari tingkah laku, proses berpikir, dan fungsi “bio-neural” dari individu. Oleh karenanya, variabel-variabel penentu yang memegang peranan penting terhadap sarana kognisi seseorang (termasuk bahasa) biasanya berada di luar kontrol dan kesadaran orang tersebut.

C. TEORI-TEORI KONVENSIONAL DAN INTERAKSIONAL

Teori-teori ini berpandangan bahwa kehidupan sosial merupakan suatu proses interaksi yang membangun, memelihara serta mengubah kebiasaan- kebiasaan tertentu, termasuk dalam hal ini bahasa dan simbol-simbol. Komunikasi, menurut teori ini, dianggap sebagai alat perekat masyarakat (the glue of society).

Kelompok teori ini berkembang dari aliran pendekatan “interaksionisme simbolis)symbolic interactionism sosiologi dan filsafat bahasa ordiner. Bagi kalangan pendukung teori-teori ini, pengetahuan dapat ditemukan melalui metode interpretasi.

Berbeda dengan teori-teori strukturalis yang memandang struktur sosial sebagai penentu, teori-teori interaksional dan konvensional melihat struktur sosial sebagai produk dari interaksi.

Fokus pengamatan teori-teori ini bukan terhadap struktur tetapi tentang bahasa dipergunakan untuk membentuk struktur sosial, serta bahasa dan simbol-simbol lainnya direproduksi, dipelihara serta diubah dalam penggunaannya.

Makna, menurut pandangan kelompok teori ini, tidak merupakan suatu kesatuan objektif yang ditransfer melalui komunikasi tetapi muncul dari dan diciptakan melalui interaksi. Dengan kata lain, makna merupakan produk dari interaksi.

Menurut teori-teori interaksional dan konvensional, makna pada dasarnya merupakan kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh melalui interaksi. Oleh karena itu, makna dapat berubah dari waktu ke waktu, dari konteks ke konteks, serta dari satu kelompok sosial ke kelompok lainnya. Dengan demikian, sifat objektivitas dari makna adalah relatif dan temporer.

D. TEORI-TEORI KRITIS DAN INTERPRETIF

Kelompok teori yang keempat adalah kelompok teori-teori kritis dan interpretif. Gagasan-gagasannya banyak berasal dari berbagai tradisi, seperti sosiologi interpretif (interpretive sociology), pemikiran Max Weber, phenomenology dan hermeneutics, Marxisme dan aliran “Frankfurt School”, serta berbagai pendekatan tekstual, seperti teori-teori retorika, “biblical” dan kesusastraan.

Pendekatan kelompok teori ini terutama sekali populer di negara-negara Eropa.
Meskipun ada beberapa perbedaan di antara teori-teori yang termasuk dalam kelompok ini, namun terdapat dua karakteristik umum.

  • Pertama, penekanan terhadap peran subjektivitas yang didasarkan pada pengalaman individual.
  • Kedua, makna atau “meaning” merupakan konsep kunci dalam teori-teori ini.

Pengalaman dipandang sebagai “meaning centered” atau dasar pemahaman makna. Dengan memahami makna dari suatu pengalaman, seseorang akan menjadi sadar akan kehidupan dirinya. Dalam hal ini bahasa menjadi konsep sentral karena bahasa dipandang sebagai kekuatan yang mengemudikan pengalaman manusia.

Di samping persamaan umum, juga terdapat perbedaan yang mendasar antara teori-teori interpretif dan teori-teori kritis dalam hal pendekatannya. Pendekatan teori interpretif cenderung menghindarkan sifat-sifat preskriptif dan keputusan-keputusan absolut tentang fenomena yang diamati.

Pengamatan (observations) menurut teori interpretif, hanyalah sesuatu yang bersifat tentatif dan relatif. Sementara teori-teori kritis (critical theories) lazimnya cenderung menggunakan keputusan-keputusan yang absolut, preskriptif, dan juga politis sifatnya.

Teori Kontekstual

Berdasarkan konteks atau tingkatan analisisnya, teori-teori komunikasi secara umum dapat dibagi dalam lima konteks atau tingkatan sebagai berikut.

  1. Intrapersonal communication (komunikasi intra pribadi),
    Intrapersonal communication adalah proses komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang. Hal yang jadi pusat perhatian adalah jalannya proses pengolahan informasi yang dialami seseorang melalui sistem syaraf dan indranya.

    Teori-teori komunikasi intrapribadi umumnya membahas mengenai proses pemahaman, ingatan, dan interpretasi terhadap simbol-simbol yang ditangkap melalui panca indra.

  2. Interpersonal communication (komunikasi antarpribadi)
    Interpersonal communication atau komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antarperorangan dan bersifat pribadi, baik yang terjadi secara langsung (tanpa medium) ataupun tidak langsung (melalui medium). Kegiatan-kegiatan seperti percakapan tatap muka (face to face communication), percakapan melalui telepon, surat menyurat pribadi, merupakan contoh-contoh komunikasi antarpribadi.

    Teori-teori komunikasi antarpribadi umumnya memfokuskan pengamatannya pada bentuk-bentuk dan sifat hubungan (relationships), percakapan (discourse), interaksi, dan karakteristik komunikator.

  3. Group communication (komunikasi kelompok)
    Komunikasi kelompok (group communication) memfokuskan pembahasannya pada interaksi di antara orang-orang dalam kelompok- kelompok kecil. Komunikasi kelompok juga melibatkan komunikasi antarpribadi.

    Teori-teori komunikasi kelompok antara lain membahas dinamika kelompok, efisiensi, dan efektivitas penyampaian informasi dalam kelompok, pola, dan bentuk interaksi, serta pembuatan keputusan.

  4. Organizational communication (komunikasi organisasi)
    Komunikasi organisasi (organizational communication) menunjuk pada pola dan bentuk komunikasi yang terjadi dalam konteks dan jaringan organisasi. Komunikasi organisasi melibatkan bentuk-bentuk komunikasi formal dan informal, serta bentuk-bentuk komunikasi antarpribadi dan komunikasi kelompok.

    Pembahasan teori-teori komunikasi organisasi antara lain menyangkut struktur dan fungsi organisasi, hubungan antarmanusia, komunikasi, dan proses pengorganisasian, serta kebudayaan organisasi.

  5. Mass communication (komunikasi massa)
    Komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi melalui media massa yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang besar. Proses komunikasi massa melibatkan aspek-aspek komunikasi intrapribadi, komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, dan komunikasi organisasi.

    Teori-teori komunikasi massa umumnya memfokuskan perhatiannya pada hal-hal yang menyangkut struktur media, hubungan media, dan masyarakat, hubungan antara media dan khalayak, aspek-aspek budaya dari komunikasi massa, serta dampak atau hasil komunikasi massa terhadap individu.

Sumber : Prof. Sasa Djuarsa Sendjaja, Ph.D., “Memahami Teori Komunikasi: Pendekatan,
Pengertian, Kerangka Analis, dan Perspektif”