Soerjono Soekanto, mengutip Ptirim A. Sorokin, mengatakan bahwa stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Sementara itu, Max Weber mendefi nisikan stratifi kasi sosial sebagai penggolongan orangorang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan , previlese, dan prestise. Cuber mengartikan stratifikasi sosial sebagai suatu pola yang ditempatkan di atas kategori dari hak-hak yang berbeda.
Stratifikasi sosial merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup teratur. Barangsiapa yang memiliki sesuatu yang berharga dalam jumlah yang sangat banyak dianggap masyarakat memiliki kedudukan dalam lapisan atas. Sedangkan mereka yang hanya memiliki sedikit sekali atau tidak memiliki sesuatu yang berharga dalam pandangan masyarakat berada pada kedudukan yang rendah.
Ketika orang membedakan antara satu orang dan orang lain dengan penilaian-penilaian sosial, salah satu yang paling disebut-sebut adalah melekatnya status pada mereka, misalnya jabatan, kedudukan, status, dan banyak sedikitnya harta. Secara umum, kita melihat bahwa orang kaya lebih dihargai dibandingkan orang miskin. Yang dimaksud dengan stratifi kasi sosial adalah pengelompokan secara vertikal.
Sejak zaman dulu, masyarakat telah mengenal pembagian atau pelapisan sosial. Plato menganggap bahwa pelapisan sosial adalah biasa. Baginya, tidak ada kesetaraan idealistis di kalangan manusia untuk menghargai bakat dan kemampuan. Dia berpandangan bahwa alam membuat kemampuan manusia berbeda, baik karena pengejaran fi sik maupun intelektual atau karena mencapai kebajikan. Dalam buknya, Republic, Plato mengatakan:
“Wahai warga-negara, kami akan menyampaikan kepada kalian kisah kami. Kalian adalah bersaudara, namun Tuhankamu memiliki kekuasaan untuk memerintah, dan dalam kelompok ini ada yang membuat emas, karenanya mereka juga memiliki kehormatan terbesar; yang lain membuat perak, menjadi pelengkap; yang lain menjadi petani atau tukang yang membuat kuningan dan besi.”
Kutipan di atas memang menunjukkan betapa idealisnya Plato, menganggap ketidaksetaraan dan perbedaan status dan kelas merupakan hal yang ditentukan oleh Tuhan. Dengan demikian, bakat dan kemampuan intelektual dianggap bukan karena pengalaman dan sebab-sebab material. Status dan kelas dianggap sebagai suatu yang ada dan membawa konsekuensi bagi posisinya masing-masing, tetapi ia tak mempermasalahkan perbedaan yang membawa efek eksploitatif.
Dalam Republic, ia juga mengatakan bahwa berdasarkan atas prinsip bakatnya, anggota negara yang ideal dibagi menjadi tiga kelas:
-
Penguasa (pemimpin): kelas penguasa adalah pemimpin yang memiliki nalar baik. Kelas ini menentukan seluruh bagian negara melalui legislasi dan aturan umum;
-
Prajurit: mereka adalah pribadi-pribadi yang menggunakan kebesaran nafsu dan jiwanya yang berani. Kelas ini mencakup golongan militer dan pejabat administratif, tugasnya menjaga negara dan menegakkan hukum; dan
-
Produsen: mereka yang dikaitkan dengan pancaindranya. Mereka adalah bagian besar dari rakyat yang bertugas menyediakan kebutuhan material untuk masyarakat.
Setelah Plato, Aristoteles mengatakan bahwa setiap orang harus dicintai sesuai dengan kelebihannya, yang lebih rendah harus mencintai yang lebih tinggi daripada yang tinggi mencintai yang lebih rendah; para istri, anak-anak, dan rakyat harus memberikan cinta kepada suami, orangtua, monarki secara lebih daripada suami, orangtua, monarki berikan kepada mereka.
Fungsi Stratifikasi Sosial
Ada yang menganggap bahwa stratifikasi atau pelapisan sosial sangat perlu dan wajar, tetapi juga ada yang menganggapnya tidak perlu dan harus dihapuskan. Bagi mereka yang menganggap tidak perlu, memiliki alasan bahwa seharusnya manusia memiliki persamaan dan kesetaraan dan tak perlu dibedakan dari sudut pandang kelas sosial. Masalahnya, pelapisan kelas membuat orang yang berada pada kedudukan di bawah tidak mampu mengembangkan diri. Pertama, kelas bawah adalah pihak yang diisap dan kesulitan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya sebagai manusia. Kedua, berada pada posisi kelas bawah juga mendapatkan pandangan yang jelek, dianggap menjijikkan, dan tidak dihormati. Intinya, upaya untuk mengembangkan diri sebagai manusia yang merupakan hak individu, terhambat oleh stratifi kasi sosial dan kelas-kelas yang timpang.
Bagi mereka yang menganggap terciptanya pelapisan sosial, wajar dan dibutuhkan. Kelas-kelas dalam masyarakat dianggap terbentuk karena diperlukan penyesuaian masyarakat dengan keperluan-keperluan yang nyata. Berdasarkan hal tersebut di atas, kelas memberikan fasilitas-fasilitas hidup yang tertentu bagi anggotanya. Misalnya, keselamatan atas hidup dan harta benda, kebebasan, standar hidup yang tinggi sesuai dengan kedudukan yang dalam arti tertentu tidak dipunyai oleh warga kelas yang lainnya. Selain itu, kelas juga memengaruhi gaya dan tingkah laku hidup masing-masing warganya karena kelas-kelas yang ada dalam masyarakat mempunyai perbedaan dalam kesempatan-kesempatan menjalani jenis pendidikan atau rekreasi tertentu.
Stratifikasi sosial dapat berfungsi sebagai berikut:
- Distribusi hak-hak istimewa yang objektif, seperti menentukan penghasilan, tingkat kekayaan, keselamatan, dan wewenang pada jabatan/pangkat/kedudukan seseorang;
- Sistem pertanggaan (tingkatan) pada strata yang diciptakan masyarakat yang menyangkut prestise dan penghargaan, misalnya pada seseorang yang menerima anugerah penghargaan/gelar/ kebangsawanan, dan sebagainya;
- Kriteria sistem pertentangan, yaitu apakah didapat melalui kualitas pribadi, keanggotaan kelompok, kerabat tertentu, kepemilikan, wewenang, atau kekuasaan ;
- Penentu lambang-lambang (simbol status ) atau kedudukan, seperti tingkah laku, cara berpakaian, dan bentuk rumah;
- Tingkat mudah tidaknya bertukar kedudukan; dan
- Alat solidaritas di antara individu-individu atau kelompok yang menduduki sistem sosial yang sama dalam masyarakat.
Fungsi stratifikasi sosial sebagaimana dikatakan oleh Kingsley Davis dan Wilbert Moore:
-
Stratifikasi sosial menjelaskan kepada seseorang “tempat”- nya dalam masyarakat sesuai dengan pekerjaan, menjelaskan kepadanya bagaimana ia harus menjalankannya dan sehubungan dengan tugasnya menjelaskan apa dan bagaimana efek serta sumbangannya kepada masyarakatnya;
-
Karena peranan setiap tugas dalam setiap masyarakat berbedabeda dengan sering adanya tugas yang kurang dianggap penting oleh masyarakat (karena beberapa pekerjaan meminta pendidikan dan keahlian terlebih dahulu), berdasarkan perbedaan persyaratan dan tuntutan atas prestasi kerja, masyarakat biasanya memberi imbalan kepada yang melaksanakan tugas dengan baik dan sebaliknya “menghukum” yang tidak atau kurang baik. Dengan sendirinya, terjadilah distribusi penghargaan, yang menghasilkan dengan sendirinya pembentukan stratifi kasi sosial ; dan
-
Penghargaan yang diberikan biasanya bersifat ekonomis, berupa pemberian status sosial atau fasilitas-fasilitas yang karena distribusinya berbeda (sesuai dengan pemenuhan persyaratan dan penilaian terhadap pelaksanaan tugas) membentuk struktur sosial.
Sifat Stratifikasi Sosial
Menurut Soerjono Soekanto, dilihat dari sifatnya, pelapisan sosial dibedakan menjadi sistem pelapisan sosial tertutup, sistem pelapisan sosial terbuka, dan sistem pelapisan sosial campuran.
1. Stratifikasi Sosial Tertutup (Closed Social Stratification)
Stratifikasi ini adalah stratifi kasi yang anggota dari setiap strata sulit mengadakan mobilitas vertikal. Walaupun ada mobilitas, terbatas pada mobilitas horizontal saja. Contoh: sistem kasta. Dalam sistem seperti yang berlaku di India ini, kaum Sudra tidak bisa pindah posisi naik ke lapisan Brahmana. Menurut Kingsley Davis (1960), kasta di India memiliki ciri-ciri tertentu, antara lain:
-
Keanggotaan pada kasta diperoleh karena kewarisan/kelahiran. Anak yang lahir memperoleh kedudukan orangtuanya;
-
Keanggotaan yang diwariskan tersebut berlaku seumur hidup. Oleh karena itu, seseorang tak mungkin berubah kedudukannya kecuali ia dikeluarkan dari kastanya;
-
Perkawinan bersifat endogam, artinya harus kawin dengan orang yang berasal dari kasta yang sama;
-
Hubungan dengan kelompok-kelompok sosial lainnya bersifat terbatas;
-
Kesadaran pada keanggotaan suatu kasta yang tertentu, terutama nyata dari nama kasta, identifikasi anggota pada kastanya, penyesuaian diri yang ketat terhadap norma-norma kastanya, dan lain sebagainya;
-
Kasta terikat oleh kedudukan-kedudukan yang secara tradisional telah ditetapkan; dan
-
Prestise suatu kasta benar-benar diperhatikan.
Sistem yang tertutup tersebut juga tak jauh beda dengan pelapisan sosial yang berasal dari pemahaman rasialis, yaitu kulit hitam (negro) yang dianggap berada di posisi rendah tidak bisa pindah kedudukan di posisi kulit putih.
Lapisan tertutup juga lebih didasarkan pada faktor-faktor yang bersifat ascribed, suatu lapisan yang terjadi bukan karena usaha atau kegagalan seseorang, melainkan karena berdasarkan kelahiran. Menjadi putra mahkota di Jepang, pangeran di Inggris, atau di kerajaan Yogyakarta bukan karena pendidikan, melainkan karena kelahiran berdasarkan tradisi masyarakat. Ini berarti bahwa tidak setiap warga negara Inggris dapat menjadi pangeran Inggris, dan tidak setiap warga Jepang akan dapat menjadi putra mahkota Jepang.
2. Stratifikasi Sosial Terbuka (Opened Social Stratification)
Stratifikasi ini bersifat dinamis karena mobilitasnya besar. Setiap anggota strata dapat bebas melakukan mobilitas sosial, baik vertikal maupun horizontal. Contoh: seorang miskin karena usahanya bisa menjadi kaya atau sebaliknya. Seorang yang tidak/kurang pendidikan akan dapat memperoleh pendidikan asal ada niat dan usaha.
3. Stratifikasi Sosial Campuran
Stratifikasi sosial campuran merupakan kombinasi antara stratifi kasi tertutup dan terbuka. Misalnya, seorang Bali berkasta Brahmana mempunyai kedudukan terhormat di Bali, namun apabila ia pindah ke Jakarta menjadi buruh, ia memperoleh kedudukan rendah. Maka, ia harus menyesuaikan diri dengan aturan kelompok masyarakat di Jakarta.
Terjadinya Stratifikasi Sosial
Untuk meneliti terjadinya proses lapisan dalam masyarakat, pokok-pokoknya adalah:
-
Sistem lapisan berpokok pada sistem pertentangan dalam masyarakat. Sistem demikian hanya mempunyai arti khusus bagi masyarakat-masyarakat tertentu yang menjadi objek penyelidikan;
-
Sistem lapisan dapat dianalisis dalam arti-arti sebagai berikut:
-
Distribusi hak-hak istimewa yang objektif, seperti penghasilan, kekayaan, dan keselamatan (kesehatan, laju kejahatan);
-
Sistem pertanggaan yang diciptakan oleh para warga masyarakat (prestise dan penghargaan);
-
Kriteria sistem pertanggaan dapat berdasarkan kualitas pribadi, keanggotaan kelompok kerabatan tertentu, milik, wewenang, atau kekuasaan;
-
Lambang-lambang kedudukan, seperti tingkah laku hidup, cara berpakaian, perumahan, keanggotaan pada suatu organisasi, dan sebagainya;
-
Mudah sukarnya bertukar kedudukan; dan
-
Solidaritas di antara individu atau kelompok-kelompok sosial yang menduduki kedudukan yang sama dalam sistem sosial masyarakat.
-
Pola-pola interaksi (struktur klik, keanggotaan organisasi, perkawinan, dan sebagainya);
-
Kesamaan atau ketidaksamaan sistem kepercayaan, sikap, dan nilai-nilai; dan
-
Aktivitas sebagai organ kolektif.
Proses terjadinya stratifikasi sosial sendiri bisa terjadi secara otomatis karena faktor-faktor yang dibawa individu sejak lahir. Misalnya, kepandaian, usia, jenis kelamin, keturunan, sifat keaslian keanggotaan seseorang dalam masyarakat. Bisa pula terjadi dengan sengaja untuk tujuan bersama. Biasanya, dilakukan dalam pembagian kekuasaan dan wewenang yang resmi dalam organisasiorganisasi formal, seperti pemerintahan, partai politik, perusahaan, perkumpulan, dan angkatan bersenjata.
Sedangkan, kriteria atau ukuran yang umumnya digunakan untuk mengelompokkan para anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan tertentu adalah sebagai berikut:
-
Kekayaan atau sering juga disebut ukuran ekonomi. Orang yang memiliki harta benda berlimpah (kaya) akan lebih dihargai dan dihormati daripada orang yang miskin;
-
Kekuasaan, yang dipengaruhi oleh kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat. Seorang yang memiliki kekuasaan dan wewenang besar akan menempati lapisan sosial atas, sebaliknya orang yang tidak mempunyai kekuasaan, berada di lapisan bawah;
-
Keturunan, terlepas dari ukuran kekayaan atau kekuasaan . Keturunan yang dimaksud adalah keturunan berdasarkan golongan kebangsawanan atau kehormatan. Kaum bangsawan akan menempati lapisan atas, seperti gelar “Andi” di masyarakat Bugis, “Raden” di masyarakat Jawa, “Tengku” di masyarakat Aceh, dan sebagainya; dan
-
Kepandaian/penguasaan ilmu pengetahuan. Seseorang yang berpendidikan tinggi dan meraih gelar kesarjanaan atau yang memiliki keahlian/profesional dipandang berkedudukan lebih tinggi jika dibandingkan orang berpendidikan rendah. Status seseorang juga ditentukan dalam penguasaan pengetahuan lain, misalnya pengetahuan agama, keterampilan khusus, kesaktian, dan sebagainya.