Apakah yang dimaksud dengan Solusio Plasenta?

Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin lahir.(9) .

Cunningham dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta sebagai separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya korpus uteri sebelum janin lahir.

Apakah yang dimaksud dengan Solusio Plasenta?

Solusio Plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada korpus uteri sebelum janin lahir. Biasanya terjadi pada trimester 3 kehamilan, walaupun dapat pula terjadi setiap saat dalam kehamilan. Plasenta dapat terlepas selurunya (solusio plasenta totalis), sebagian (solusio plasenta parsialis) atau hanya sebagian kecil pinggir plasenta (rupture sinus marginalis).

Secara klinis solusio plasenta dibagi dalam (1) solusio plasenta ringan, (2) solusio plasenta sedang, (3) solusio plasenta berat. Klasifikasi ini dibuat berdasarkan tanda-tanda kliniknya , hal ini sesuai dengan derajat terlepasnya plasenta.(Bambang Karsono,2002)

Solutio Plasenta adalah lepasnya plasenta dengan implantasi normal sebelum waktunya pada kehamilan yang berusia di atas 28 minggu. (Arif Mansjoer. 2001)

Solutio Plasenta adalah suatu keadaan dalam kehamilan viable, dimana plasenta yang tempat implantasinya normal (pada fundus atau korpus uteri) terkelupas atau terlepas sebelum kala III. (Dr. Chrisdiono. M. Achadiat,SP.2003)

Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya sebelum janin lahir diberi beragam sebutan; abruption plasenta, accidental haemorage. Beberapa jenis perdarahan akibat solusio plasenta biasanya merembes diantara selaput ketuban dan uterus dan kemudian lolos keluar menyebabkan perdarahan eksternal. Yang lebih jarang, darah tidak keluar dari tubuh tetapi tertahan diantara plasenta yang terlepas dn uterus serta menyebabkan perdarahan yang tersembunyi.

Solusio Plasenta atau abrutio plasenta
Gambar Normal dan Solutio Plasenta

Klasifikasi dan Macam Solutio Plasenta


  1. Solusio Plasenta Ringan.
    Perdarahannya kurang dari 500 cc dengan lepasnya plasenta kurang dari seperlima bagian. Perut ibu masih lemas sehingga bagian janin mudah di raba. Tanda gawat janin belum tampak dan terdapat perdarahan hitam per vagina.

  2. Solusio Plasenta Sedang.
    Lepasnya plasenta antara seperempat sampai dua pertiga bagian dengan perdarahan sekitar 1000 cc. perut ibu mulai tegang dan bagian janin sulit di raba. Janin sudah mengalami gawat janin berat sampai IUFD. Pemeriksaan dalam menunjukkan ketuban tegang. Tanda persalinan telah ada dan dapat berlangsung cepat sekitar 2 jam.

  3. Solusio Plasenta Berat.
    Lepasnya plasenta sudah melebihi dari dua pertiga bagian. Perut nyeri dan tegang dan bagian janin sulit diraba, perut seperti papan. Janin sudah mengalami gawat janin berat sampai IUFD. Pemeriksaan dalam ditemukan ketuban tampak tegang. Darah dapat masuk otot rahim, uterus Couvelaire yang menyebabkan Antonia uteri serta perdarahan pascapartus. Terdapat gangguan pembekuan darah fibrinogen kurang dari 100-150 mg%. pada saat ini gangguan ginjal mulai nampak.

Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunya mengklasifikasikan solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu:

  1. Ringan
    Perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma lebih 150 mg%.

  2. Sedang
    Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120- 150 mg%.

  3. Berat
    Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati, pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.
    (Cunningham FG, dkk,. 2001)

EPIDEMIOLOGI


Insiden solusio plasenta bervariasi, antara 0,2-2,4 dari seluruh kehamilan. Literatur lain menyebutkan insidennya 1 dalam 77-89 persalinan, dan bentuk solusio plasenta berat 1 dalam 500-750 persalinan (Pernol ,1999). Slava dalam penelitiannya melaporkan insidensi solusio plasenta di dunia adalah 1 dari seluruh kehamilan. Di sini terlihat bahwa tidak ada angka pasti untuk insiden solusio plasenta, karena adanya perbedaan kriteria dalam menegakkan diagnosis (Slava, 2006).

Menurut hasil penelitian yang dilakukan Deering didapatkan 0,12% dari semua kejadian solusio plasenta di Amerika Serikat menjadi sebab kematian bayi (Pernol, 1999). Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Ducloy di Swedia melaporkan dalam 894.619 kelahiran didapatkan 0,5% terjadi kasus solusio plasenta (Ducloy, 2005).

Cunningham di Amerika Serikat melakukan penelitian pada 763 kasus kematian ibu hamil yang disebabkan oleh perdarahan. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Penyebab Perdarahan Sampel (%)
Solusio Plasenta 141 19
Laserasi/ Ruptura uteri 125 16
Atonia Uteri 115 15
Koagulopathi 108 14
Plasenta Previa 5 7
Plasenta Akreta/ Inkreta/ Perkrata 44 6
Perdarahan Uterus 44 6
Retained Placentae 32 4

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa solusio plasenta menempati tempat pertama sebagai penyebab kematian ibu hamil yang disebabkan oleh perdarahan dalam masa kehamilan (Cunningham, 2001).

Di Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo (RSUPCM) Jakarta didapat angka 2% atau 1 dalam 50 persalinan. Antara tahun 1968-1971 solusio plasenta terjadi pada kira-kira 2,1% dari seluruh persalinan, yang terdiri dari 14% solusio plasenta sedang dan 86% solusio plasenta berat. Solusio plasenta ringan jarang didiagnosis, mungkin karena penderita terlambat datang ke rumah sakit atau tanda-tanda dan gejalanya terlalu ringan sehingga tidak menarik perhatian penderita maupun dokternya (Rachimhadhi, 2002).

Sedangkan penelitian yang dilakukan Suryani di RSUD. DR. M. Djamil Padang dalam periode 2002-2004 dilaporkan terjadi 19 kasus solusio plasenta dalam 4867 persalinan (0,39%) atau 1
dalam 256 persalinan (Suryani, 2004).

PATOFISIOLOGI


Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang membentuk hematoma pada desidua, sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas. Apabila perdarahan sedikit, hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan plasenta, peredaran darah antara uterus dan plasenta belum terganggu, dan tanda serta gejalanya pun tidak jelas. Kejadiannya baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitam-hitaman.

Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan perdarahannya. Akibatnya, hematoma retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan menyelundup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina; atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban atau mengadakan ekstravasasi di antara serabut-serabut otot uterus.

Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat, seluruh permukaan uterus akan berbercak biru atau ungu. Hal ini disebut uterus Couvelaire, menurut orang yang pertama kali menemukannya. Uterus seperti itu akan terasa sangat tegang dan nyeri. Akibat kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter, banyak tromboplastin akan masuk ke dalam peredaran darah ibu, sehingga terjadi pembekuan intravaskuler di mana-mana, yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya, terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan pembekuan darah tidak hanya di uterus, akan tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya. Perfusi ginjal akan terganggu karana syok dan pembekuan intravaskuler.

Oliguria dan proteinuria akan terjadi akibat nekrosis tubuli ginjal mendadak yang masih dapat sembuh kembali, atau akibat nekrosis korteks ginjal mendadak yang biasanya berakibat fatal. Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali, atau mengakibatkan gawat janin. Waktu, sangat menentukan hebatnya gangguan pembekuan darah, kelainan ginjal, dan nasib janin. Makin lama sejak terjadinya Solutio plasenta sampai selesai, makin hebat umumnya komplikasinya.
(Arif Mansjoer. 2001)

Solusio plasenta di awali perdarahan kedalam desidua basalis. Desidua kemudian terpisah, meninggalkan satu lapisan tipis yang melekat ke endometrium. Akibatnya, proses ini pada tahapnya yang paling awal memperlihatkan pembentukan hematom desidua yang menyebabkan pemisahan, penekanan, dan akhirnya destruksi plasenta yang ada di dekatnya. Pada tahap awal mungkin belum ada gejala klinis.

Pada beberapa kasus, arteri spiralis desidua mengalami rupture sehingga menyebabkan hematom retroplasenta, yang sewaktu membesar semakin banyak pembuluh darah dan plasenta yang terlepas. Bagian plasenta yang memisah dengan cepat meluas dan mencapai tepi plasenta. Karena masih teregang oleh hasil konsepsi, uterus tidak dapat beronntraksi untuk menjepit pembuluh darah yang robek yang memperdarahi tempat implantasi plasenta. Darah yang keluar dapat memisahkan selaput ketuban dari dinding uterus dan akhirnya muncul sebagai perdarahan eksternal, atau mungkin tetap tertahan dalam uterus.

FAKTOR RESIKO

Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor yang menjadi predisposisi :

  1. Faktor kardiorenovaskuler
    Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat terlihat solusio plasenta cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu

  2. Faktor trauma
    Trauma yang dapat terjadi antara lain:

    • Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
    • Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar atau tindakan pertolongan persalinan.
    • Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
  3. Faktor paritas ibu
    Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45 kasus terjadi pada wanita multipara dan 18 pada primipara. Pengalaman di RSUPNCM menunjukkan peningkatan kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu dengan paritas tinggi. Hal ini dapat diterangkan karena makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium.

  4. Faktor usia ibu
    Dalam penelitian Prawirohardjo di RSUPNCM dilaporkan bahwa terjadinya peningkatan kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur ibu. Hal ini dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.

  5. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma.

  6. Faktor pengunaan kokain
    Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan pelepasan katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus dan dapat berakibat terlepasnyaplasenta . Namun, hipotesis ini belum terbukti secara definitif. Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu penggunan kokain dilaporkan berkisar antara 13-35%.

  7. Faktor kebiasaan merokok
    Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya. Deering dalam penelitiannya melaporkan bahwa resiko terjadinya solusio plasenta meningkat 40% untuk setiap tahun ibu merokok sampai terjadinya kehamilan.

  8. Riwayat solusio plasenta sebelumnya
    Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya.

  9. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-lain.

MANIFESTASI KLINIS

  • Solusio Plasenta Ringan
    Rupture sinus marginalis atau terlepasnya sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak, sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu dan janinnya. Apabila terjadi perdarahan per vagina, warnanya akan kehitaman dengan jumlah yang sedikit. Perut mungkin terasa agak sakit, atau agak tegang.

    Walaupun demikian bagian-bagian janin masih mudah teraba. Uterus yang agak tegang ini harus diawasi terus menerus apakah akan menjadi lebih tegang lagi karena perdarahan yang terus menerus. Salah satu tanda yang menimbulkan kecurigaan akan kemungkinan solusio plasenta ringan ialah perdarahan per vagina yang berwarna kehitaman.

  • Solusio plasenta sedang
    Plasenta terlepas lebih dari seperempatnya, tetapi belum sampai dua pertiga luas permukaannya. Tanda dan gejalanya dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan, atau mendadak dengan gejala sakit perut terus-menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan per vagina.

    Walaupun perdarahan per vagina tampak sedikit, seluruh perdarahannya mungkin telah mencapai 1000ml. ibu jatuh dalam keadaan syok, demikian juga keadaan janinnya yang gawat. Dinding uterus teraba tegang dan nyeri tekan sehingga bagian-baian janin sulit diraba. Apabila janin dalam keadaan hidup bunyi jantung sulit didengar dengan stetoskop biasa harus dengan stetoskop ultrasonic.

  • Solusio plasenta berat
    Plasenta telah terlepas lebih dari dua pertiga permukaannya. Terjadi sangat tiba-tiba, biasanya ibu telah jatuh kedalam syok, dan janinnya telah meninggal. Uterusnya sangat tegang seperti papandan sangat nyeri. (Bambang Karsono,2002)

Tabel Tanda dan Gejala Pada Solusio Plasenta
Solusio Plasenta atau abrutio plasenta

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


Prosedur pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis solusio plasenta antara lain :

a. Anamnesis.

  • Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien dapat menunjukkan tempat yang dirasa paling sakit.
  • Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan sekonyong-konyong (non- recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah yang berwarna kehitaman.
  • Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak bergerak lagi).
  • Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang. Ibu terlihat anemis yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar pervaginam.
  • Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.

b. Inspeksi.

  • Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.
  • Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.
  • Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).

c. Palpasi

  • Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
  • Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden uterus) baik waktu his maupun di luar his.
  • Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.
    • Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.

d. Auskultasi

Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar biasanya di atas 140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari satu per tiga bagian.

e. Pemeriksaan Dalam

  • Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.
  • Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his maupun di luar his.
  • Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus placenta, ini sering meragukan dengan plasenta previa.

f. Pemeriksaan Umum

Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok. Nadi cepat, kecil dan filiformis.

g. Pemeriksaan Laboratorium

  • Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan leukosit.
  • Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match test. Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation test) tiap l jam, tes kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan tes kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 15O mg%).

h. Pemeriksaan Plasenta

Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku yang biasanya menempel di belakang plasenta yang disebut hematoma retroplacenter.

i. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)

Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain:

  • Terlihat daerah terlepasnya plasenta-Janin dan kandung kemih ibu.
  • Darah.
  • Tepian plasenta.

Solusio Plasenta atau abrutio plasenta
Gambar Solutio Plasenta Berdasarkan Hasil USG

PENATALAKSANAAN MEDIS


Konservatif

Menunda pelahiran mungkin bermamfaat pada janin masih imatur serta bila solusio plasenta hanya berderajat ringan. Tidak adanya deselerasi tidak menjamin lingkungan intra uterine aman. Harus segera dilakukan langkah-langkah untuk memperbaiki hipovolemia, anemia dan hipoksia ibu sehingga fungsi plasenta yang masih berimplantasi dapat dipulihkan. Tokolisis harus di anggap kontra indikasi pada solusio plasenta yang nyata secara klinis

Aktif

Pelahiran janin secara cepat yang hidup hampir selalu berarti seksio caesaria. Seksio sesaria kadang membahayakan ibu karena ia mengalami hipovolemia berat dan koagulopati konsumtif. Apabila terlepasnya plasenta sedemikian parahnya sehingga menyebabkan janin meninggal lebih dianjurkan persalinan pervaginam kecuali apabila perdarahannya sedemikian deras sehingga tidak dapat di atasi bahkan dengan penggantian darah secara agresif atau terdapat penyulit obstetric yang menghalangi persalinan pervaginam.

Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya gejala klinis, yaitu:

image
image
image
image

KOMPLIKASI


Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu :

  1. Syok perdarahan
    Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III persalinan dan adanya kelainan pada pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat. Tekanan darah tidak merupakan petunjuk banyaknya perdarahan, karena vasospasme akibat perdarahan akan meninggikan tekanan darah. Pemberian terapi cairan bertujuan mengembalikan stabilitas hemodinamik dan mengkoreksi keadaan koagulopathi. Untuk tujuan ini pemberian darah segar adalah pilihan yang ideal, karena pemberian darah segar selain dapat memberikan sel darah merah juga dilengkapi oleh platelet dan faktor pembekuan.

  2. Gagal ginjal
    Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan yang terjadi.

    Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau nekrosis korteks ginjal mendadak. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta berat. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya, pemberantasan infeksi, atasi hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan darah.

  3. Kelainan pembekuan darah
    Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wirjohadiwardojo di RSUPNCM dilaporkan kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134 kasus solusio plasenta yang ditelitinya.

    Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah 450 mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma kurang dari 100 mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan darah. Mekanisme gangguan pembekuan darah terjadi melalui dua fase, yaitu:

    • Fase I
      Pada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler, venule) terjadi pembekuan darah, disebut disseminated intravasculer clotting. Akibatnya ialah peredaran darah kapiler (mikrosirkulasi) terganggu. Jadi pada fase I, turunnya kadar fibrinogen disebabkan karena pemakaian zat tersebut, maka fase I disebut juga coagulopathi consumptive. Diduga bahwa hematom subkhorionik mengeluarkan tromboplastin yang menyebabkan pembekuan intravaskuler tersebut. Akibat gangguan mikrosirkulasi dapat mengakibatkan syok, kerusakan jaringan pada alat-alat yang penting karena hipoksia dan kerusakan ginjal yang dapat menyebabkan oliguria/anuria.

    • Fase II
      Fase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu usaha tubuh untuk membuka kembali peredaran darah kapiler yang tersumbat. Usaha ini dilaksanakan dengan fibrinolisis. Fibrinolisis yang berlebihan malah berakibat lebih menurunkan lagi kadar fibrinogen sehingga terjadi perdarahan patologis. Kecurigaan akan adanya kelainan pembekuan darah harus dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium, namun di klinik pengamatan pembekuan darah merupakan cara pemeriksaan yang terbaik karena pemeriksaan laboratorium lainnya memerlukan waktu terlalu lama, sehingga hasilnya tidak mencerminkan keadaan penderita saat itu.

  4. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)
    Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru atau ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire. Tapi apakah uterus ini harus diangkat atau tidak, tergantung pada kesanggupannya dalam membantu menghentikan perdarahan. Komplikasi yang dapat terjadi pada janin:

    1. Fetal distress
    2. Gangguan pertumbuhan/perkembangan
    3. Hipoksia dan anemia
    4. Kematian
      (Manuaba, Chandarnita, dkk,. 2008) dan (Prawirohardjo S, Hanifa W. 2002)

Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta sebelum waktunya dengan implantasi normal pada kehamilan trimester ketiga. Terlepasnya plasenta sebelum waktunya menyebabkan timbunan darah antara plasenta dan dinding rahim yang dapat menimbulkan gangguan penyulit terhadap ibu dan janin.

Gambaran klinik solusio plasenta

Gambaran klinik solusio plasenta tergantung dari seberapa bagian plasenta yang terlepas :

  1. Solusio plasenta ringan
  • Terlepasnya plasenta kurang dasri 1/4 bagian.
  • Tidak memberikan gejala klinik dan ditemukan setelah persalinan.
  • Keadaan umum ibu dan janin tidak mengalami gangguan.
  • Persalinan berjalan dengan lancer pervaginam.
  1. Solusio plasenta sedang
  • Terlepasnya plasenta lebih dari 1/4 tetapi belum mencapai 2/3 bagian.
  • Dapat menimbulkan gejala klinik : Perdarahan dengan rasa sakit, perut terasa tegang, gerak janin kurang, palpasi bagian janin sulit diraba, auskultasi jantung janin dapat terjadi asfiksia ringan dan sedang, pada pemeriksaan dalam ketuban menonjol, dapat terjadi gangguan pembekuan darah.
  1. Solusio plasenta berat
  • Lepasnya plasenta lebih dari 2/3 bagian.
  • Terjadi perdarahan disertai rasa nyeri.
  • Penyulit pada ibu.

Diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan dengan melakukan :

  1. Anamnese
  • Terdapat perdarahan disertai rasa nyeri.
  • Terjadi spontan atau karena trauma.
  • Perut terasa nyeri.
  • Diikuti penurunan sampai terhentinya gerakan janin.
  1. Pemeriksaan fisik
  • Pemeriksaan fisik umum.
  • Pemeriksaan fisik khusus

Pemeriksaan penunjang

Penanganan solusio plasenta

  1. Solusi plasenta ringan
  • Perut tegang sedikit, perdarahan tidak terlalu banyak.
  • Keadaan janin masih baik daspat dilakukan penanganan secara konserfatif.
  • Perdarahan berlangsung terus ketegangan makin meningkat dengan janin yang masih baik dilakukan seksio sesarea.
  • Perdarahan yang berhenti dan keadaan baik pada kehamilan prematur dilakukan rawat inap.
  1. Solusi plasenta tingkat sedang dan berat
    Penanganannya dilakukan di rumah sakit karena dapat membahayakan jiwa penderitanya. Tatalaksananya adalah :
  • Pemasangan infus dan transfusi darah
  • Memecahkan ketuban
  • Induksi persalinan atau dilakukan seksio sesarea oleh karena itu, penanganan solusi plasenta sedang dan berat harus dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas mencukupi.
  1. Sikap bidan dalam menghadapi solusio plasenta
    Bidan merupakan tenaga andalan masyarakat untuk dapat memberikan pertolongan kebidanan, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan atau kematian ibu maupun perinatal. Dalam menghadapi perdarahan pada kehamilan, sikap bidan yang paling utama adalah melakukan rujukan kerumah sakit. Dalam melakukan rujukan diberikan pertolongan darurat :
  • Pemasangan infus
  • Tanpa melakukan pemeriksaan dalam.
  • Diantar petugas yang dapat memberikan pertolongan.
  • Mempersiapkan donor dari keluarga atau masyarakat.
  • Menyertakan keterangan tentang apa yang telah dilakukan untuk memberikan pertolongan pertama.