Apakah yang dimaksud dengan Burnout?

burnout

Burnout adalah kondisi lelah emosi, lelah mental dan kelelahan fisik yang disebabkan oleh stres berkepanjangan.

Bagaimana kita mengetahui bahwa kita berada pada keadaan burnout atau stress ? Bagaimana penjelasan burnout secara lebih rinci dilihat dari sudut pandang psikologi ?

1 Like

Burnout merupakan kelelahan fisik, mental, dan emosional yang terjadi karena stres yang diderita dalam jangka waktu yang lama, di dalam situasi yang menuntut keterlibatan emosional yang tinggi.

Menurut Kreitner dan Kinicki (1992) burnout adalah akibat dari stres yang berkepanjangan dan terjadi ketika seseorang mulai mempertanyakan nilai-nilai pribadinya.

Pines dan Aronson (dikutip Farhati dan Rosyid, 1996) menyatakan bahwa burnout adalah suatu bentuk ketegangan atau tekanan psikis yang berhubungan dengan stres yang kronik, yang dialami seseorang dari hari ke hari ditandai dengan kelelahan fisik, mental dan emosional.

Cherniss (1987) mengatakan bahwa burnout merupakan perubahan sikap dan perilaku dalam bentuk reaksi menarik diri secara psikologis dari pekerjaan, seperti menjaga jarak dari orang lain maupun bersikap sinis dengan mereka, membolos, sering terlambat dan keinginan pindah kerja sangat kuat.

Menurut Poerwandari (2010) burnout adalah kondisi seseorang yang terkuras habis dan kehilangan energi psikis maupun fisik. Biasanya burnout dialami dalam bentuk kelelahan fisik, mental, dan emosional yang terus menerus. Karena bersifat psikobiologis (beban psikologis berpindah ke tampilan fisik, misalnya mudah pusing, tidak dapat berkonsentrasi, gampang sakit) dan biasanya bersifat kumulatif, maka kadang persoalan tidak demikian mudah diselesaikan.

Karakteristik burnout

Jerald Greenberg dan Robert A. Baron (1997) menyebutkan beberapa karakteristik burnout :

  1. Physical exhaustion, seseorang merasa energinya menurun dan sangat lelah, dan mengalami gangguan fisik seperti sakit kepala, kurang tidur, dan perubahan kebiasaan makan.

  2. Emotional exhaustion, seseorang merasa depresi, tidak tertolong, dan merasa terjebak dalam pekerjaan.

  3. Mental exhaustion, seseorang menjadi sinis dengan orang lain, berperilaku negatif, dan cenderung tidak respek terhadap diri sendiri, pekerjaan, organisasi, dan bahkan hidupnya secara keseluruhan.

  4. Low personal accomplishment, seseorang merasa tidak mendapat pencapaian yang besar dimasa lalu, dan menganggap bahwa ia tidak akan sukses di masa depan.

Ciri-ciri burnout

Menurut Pines & Aronson (1989) ciri-ciri umum burnout, yaitu:

  1. Sakit fisik dicirikan seperti sakit kepala, demam, sakit punggung, tegang pada otot leher dan bahu, sering flu, susah tidur, rasa letih yang kronis.

  2. Kelehan emosi dicirikan seperti rasa bosan, mudah tersinggung, sinisme, suka marah, gelisah, putus asa, sedih, tertekan, tidak berdaya.

  3. Kelelahan mental dicirikan seperti acuh tak acuh pada lingkungan, sikap negatif terhadap orang lain, konsep diri yang rendah, putus asa dengan jalan hidup, merasa tidak berharga.

Gejala yang terlihat pada penderita burnout

Terdapat suatu kenyataan yang mengejutkan, bahwa penderita burn out adalah orang-orang yang bersemangat, energik, ambisius, dan memiliki prinsip yang kuat untuk tidak menjadi gagal dan merupakan figur pekerja keras (Freudenberger & Richelson, dalam Feri Farhati & Haryanto FR, 1996) dimana ada 11 gejala yang terlihat pada penderita burnout , yaitu :

  1. Kelelahan yang merupakan proses kehilangan energi disertai keletihan.

  2. Lari dari kenyataan, merupakan alat untuk menyangkal penderitaan yang dialami.

  3. Kebosanan dan sinisme. Penderita merasa tidak tertarik lagi akan kegiatan yang dikerjakannya, bahkan timbul rasa bosan dan pesimis akan bidang pekerjaan tersebut .

  4. Emosional. hal ini dikarenakan karena selama ini individu mampu mengerjakan pekerjaannya dengan cepat. dengan menurunnya kemampuan mengerjakan pekerjaan secara cepat, akan menimbulkan gelombang emosional pada diri individu.

  5. Merasa yakin akan kemampuan dirinya, selalu menganggap dirinya sebagai yang terbaik.

  6. Merasa tidak dihargai.

  7. Disorientasi.

  8. Masalah psikosomatis.

  9. Curiga tanpa alasan yang jelas.

  10. Depresi

  11. Penyangkalan kenyataan akan keadaan dirinya sendiri.

1 Like

Menurut Pines dan Aronson (1989), burnout merupakan kelelahan secara fisik, emosional, dan mental yang disebabkan keterlibatan jangka panjang dalam situasi yang penuh dengan tuntutan emosional.

Schaufelli (1993) mendefenisikan burnout sebagai sindrom psikologis yang terdiri atas tiga dimensi yaitu kelelahan emosional, depersonalisasi, dan penurunan pencapaian prestasi pribadi.

Dimensi Burnout

Leiter & Maslach (1997) menyebutkan ada tiga dimensi dari burnout, yaitu;

  • Exhaustion
    Exhaustion merupakan dimensi burnout yang ditandai dengan kelelahan yang berkepanjangan baik secara fisik, mental, maupun emosional. Ketika pekerja merasakan kelelahan (exhaustion), mereka cenderung berperilaku overextended baik secara emosional maupun fisikal. Mereka tidak mampu menyelesaikan masalah mereka. Tetap merasa lelah meski sudah istirahat yang cukup, kurang energi dalam melakukan aktivitas.

  • Cynicism
    Cynicism merupakan dimensi burnout yang ditandai dengan sikap sinis, cenderung menarik diri dari dalam lingkungan kerja. Ketika pekerja merasakan cynicism (sinis), mereka cenderung dingin, menjaga jarak, cenderung tidak ingin terlibat dengan lingkungan kerjanya. Cynism juga merupakan cara untuk terhindar dari rasa kecewa. Perilaku negatif seperti ini dapat memberikan dampak yang serius pada efektivitas kerja.

  • Ineffectiveness
    Ineffectiveness merupakan dimensi burnout yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya, merasa semua tugas yang diberikan berat. Ketika pekerja merasa tidak efektif, mereka cenderung mengembangkan rasa tidak mampu. Setiap pekerjaan terasa sulit dan tidak bisa dikerjakan, rasa percaya diri berkurang. Pekerja menjadi tidak percaya dengan dirinya sendiri dan orang lain tidak percaya dengannya.
    Berdasarkan penjelasan di atas, dimensi burnout terdiri dari burnout yaitu exhaustion (gabungan dari physical exhaustion, emotional exhaustion, mental exhaustion), cynicism, dan ineffectiveness.

Dampak Burnout pada Pekerja

Adapun dampak dari burnout menurut Leiter & Maslach (2005) adalah:

  • Burnout is Lost Energy. Pekerja yang mengalami burnout akan merasa stress, overwhelmed, dan exhausted. Pekerja juga akan sulit untuk tidur, menjaga jarak dengan lingkungan. Hal ini akan mempengaruhi keinerja performa dari pekerja. Produktivitas dalam bekerja juga semakin menurun.

  • Burnout is Lost Enthusiasm. Keinginan dalam bekerja semakin menurun, semua hal yang berhubungan dengan pekerjaan menjadi tidak menyenangkan. Kreatifitas, ketertarikan terhadap pekerjaan semakin berkurang sehingga hasil yang diberikan sangat minim.

  • Burnout is Lost Confidence. Tanpa adanya energi dan keterlibatan aktif pada pekerjaan akan membuat pekerja tidak maksimal dalam bekerja. Pekerja semakin tidak efektif dalam bekerja yang semakin lama membuat pekerja itu sendiri merasa ragu dengan kemampuannya. Hal ini akan memberikan dampak bagi pekerjaan itu sendiri.

1 Like

Burnout yaitu keadaan stress secara psikologis yang sangat ekstrem sehingga individu mengalami kelelahan emosional dan motivasi yang rendah untuk bekerja. Burnout dapat merupakan akibat dari stress kerja yang kronis (King, 2010).

Maslach dan Leiter (dalam Rizka, 2013) berpendapat bahwa burnout merupakan reaksi emosi negatif yang terjadi dilingkungan kerja, ketika individu tersebut mengalami stress yang berkepanjangan. Burnout merupakan sindrom psikologis yang meliputi kelelahan, depersonalisasi dan menurunnya kemampuan dalam melakukan tugas-tugas rutin seperti mengakibatkan timbulnya rasa cemas, depresi, atau bahkan dapat mengalami gangguan tidur.

Burnout merupakan suatu situasi dimana karyawan menderita kelelahan kronis, kebosanan, depresi dan menarik diri dari pekerjaan. Pekerja yang terkena burnout lebih gampang mengeluh, menyalahkan orang lain bila ada masalah, lekas marah, dan menjadi sinis tentang karir mereka (Davis & Jhon, 1985).

Reaksi stres yang terutama sering terjadi pada orang dengan standar yang tinggi adalah burnout. Burnout adalah keadaan kelelahan emosional dan fisik, produktifitas yang rendah, dan perasaan terisolasi, sering disebabkan oleh tekanan yang berhubungan dengan pekerjaan. Orang-orang yang menghadapi kondisi tekanan tinggi setiap hari sering merasa lemah, putus asa, dan emosional terkuras dan akhirnya dapat berhenti mencoba (Lefton, 1997).

Burnout adalah keadaan tekanan psikologis seorang karyawan setelah berada dipekerjaan itu untuk jangka waktu tertentu. Seseorang yang menderita burnout secara emosional kelelahan dan memiliki motivasi kerja yang rendah (Spector, 1996).

Jadi dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwasannya Burnout adalah tekanan psikologis akibat kelelahan emosional yang dialami oleh karyawan sehingga mereka sering lemas, lelah, putus asa dan motivasi kerja rendah.

Istilah burnout pertama kali dikemukakan oleh Freudenberger (1974) yang merupakan representasi dari sindrom psychological stress yang menunjukkan respon negatif sebagai hasil dari tekanan pekerjaan. Sedangkan Cordes & Dougherty (1993) mendeskripsikan burnout sebagai gabungan dari tendensi psikis, yaitu kelelahan emosional (emotional exhaustion ), penurunan prestasi kerja ( reduced personal accomplishment ), dan sikap tidak peduli terhadap diri sendiri dan karir ( depersonalization ).

Maslach, dkk (2001) juga menyampaikan definisi senada, yaitu Burnout adalah respons yang berkepanjangan terhadap stres emosional dan interpersonal kronis pada pekerjaan, dan didefinisikan oleh tiga dimensi kelelahan ( exhaustion ), sinisme ( cynism ), dan kehilangan efikasi diri ( inefficacy ). Seseorang berada dalam situasi akan membuat mereka merasa kehabisan energi, tidak lagi merasakan antusiasme terhadap pekerjaan.

Ada beberapa poin penting yang harus selalu diingat dan tidak bisa dipisahkan ketika menjelaskan burnout: (1) Burnout ditandai dengan terjadinya kelelahan secara fisik dan mental dan ini yang disebut sebagai exhaustion . (2) ditandai dengan terjadinya cynism atau depersonalization , yaitu sikap tidak peduli terhadap diri sendiri dan karir, dan (3) menurunnya prestasi kerja ( reduced accomplishment ).

Faktor-fator yang Mempengaruhi Burnout

Leiter & Maslach (dalam Pulungan, 2014) menyatakan burnout biasanya terjadi karena adanya ketidaksesuaian antara pekerjaan dengan pekerja. Maslach, dkk (2001) kemudian menyebutkan ada dua hal yang sangat mempengaruhi terjadinya burnout pada seseorang ketika bekerja. Pertama adalah faktor lingkungan kerja (situational predictors) dimana hal ini dibagi menjadi enam dan kedua adalah faktor individual. Berikut penjelasan secara rinci terkait hal tersebut:

  • Situational Predictors

    1. Work Overload atau Underload
      Work overload disebut juga kelebihan beban kerja. Work overload kemungkinan terjadi akibat ketidaksesuaian antara pekerja dengan pekerjaannya. Underload adalah kondisi pekerjaan yang bersifat monoton atau kurang variasi.

    2. Control
      Control yang dimaksud adalah keadaan dalam lingkungan kerja dimana memiliki kontrol yang terlalu mengekang terhadap pekerja. Semua orang memiliki keinginan untuk memiliki kesempatan dalam membuat pilihan, keputusan, menggunakan kemampuannya untuk berfikir dan menyelesaikan masalah, dan meraih prestasi.

    3. Reward
      Reward biasa juga kita sebut sebagai hadiah atau penghargaan terhadap suatu pencapaian. Kurangnya apresiasi dari lingkungan kerja membuat pekerja merasa tidak bernilai.

    4. Breakdown in Community
      Breakdown in community atau dapat juga dikatakan konflik antara pekerja satu dengan yang lain. Pekerja yang kurang memiliki rasa belongingness terhadap lingkungan kerjanya (komunitas) akan menyebabkan kurangnya rasa keterikatan positif di tempat kerja.

    5. Job Fairness
      Job fairness yang dimaksud disini adalah keadilan dalam bekerja. Perasaan tidak diperlakukan tidak adil juga merupakan faktor terjadinya burnout

    6. Values
      Values atau nilai-nilai yang dianut oleh seorang individu terkait apa yang dianggap baik dan buruk serta benar dan salah. Seorang pekerja dituntut untuk melakukan suatu pekerjaan yang bertentangan dengan nilai-nilai.

  • Faktor Individual

Faktor individu meliputi faktor demografis. Faktor demografis terdiri dari jenis kelamin, etnis, usia, status perkawinan, latar belakang pendidikan; faktor kepribadian seperti tipe keperibadian introvert atau extrovert, konsep diri, kebutuhan, motivasi, kemampuan dalam mengendalikan emosi, locus of control (Leiter & Maslach, 2001; Leiter & Maslach, 2005).

1 Like