Konsep perseroan terbatas dirumuskan dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 40 Tahun 2007 yang memberikan pengertian bahwa perseroan terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Istilah “perseroan” menunjuk pada cara menentukan modal, yaitu terbagai dalam saham, sedangkan istilah “terbatas” menunjuk pada batas tanggung jawab pemegang saham, yaitu hanya sebatas jumlah nominal saham yang dimiliki.
Sebagai badan hukum, perseroan harus memiliki maksud dan tujuan serta kegiatan perseroan yang dicantumkan dalam anggaran dasar. Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan atau kesusilaan, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 UU No. 40 Tahun 2007.
Perseroan yang tidak mencantumkan dengan jelas dan tegas apa maksud dan tujuan serta kegiatan usahanya, dianggap “cacat hukum” (legal defect), sehingga keberadaannya “tidak valid” (invalidate).
Perseroan sebagai badan hukum, bermakna bahwa perseroan merupakanlah suatu subjek hukum, dimana perseroan sebagai sebuah badan yang dapat dibebani hak dan kewajiban seperti halnya manusia. Subjek hukum adalah sesuatu yang dapat atau cakap melakukan perbuatan hukum atau melakukan tindakan perdata atau membuat suatu perikatan.
Subjek hukum yang dikenal oleh para ahli hukum ada dua macam, yaitu:
- Orang pribadi (Belanda: naturlijk person atau Inggris: natural person);
- Badan hukum (Belanda: rechtpersoon atau Inggris: legal entity).
Unsur utama dari badan hukum adalah apa yang disebut “separate patrimony”, yaitu memiliki harta sendiri yang terpisah dari pemegang saham sebagai pemilik. Karakteristik kedua dari badan hukum adalah tanggung jawab terbatas dari pemegang saham sebagai pemilik perusahaan dan pengurus perusahaan.
Dari uraian pengertian perseroan di atas, sangat jelas sekali perseroan sebagai kumpulan (akumulasi) modal yang mengandung karakteristik sebagai berikut:
a. Badan hukum, dapat dilihat dari ciri-ciri antara lain:
-
Pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, apabila perseroan belum ada pengesahan maka statusnya belum sebagai badan hukum dan segala tanggung jawab dan kewajibannya sama halnya dengan perserkutuan firma;
-
Perseroan merupakan bentuk organisasi yang teratur, ada rapat umum pemegang saham, direksi, dan komisaris;
-
Memiliki harta kekayaan sendiri, berarti mengenal adanya pemisahan harta kekayaan pribadi dengan harta kekayaan perusahaan;
-
Dapat melakukan hubungan hukum sendiri, atas nama perseroan; dan
-
Mempunyai tujuan sendiri, yaitu mencari keuntungan.
b. Tanggung jawab pemegang saham terbatas, maksudnya terbatas pada nilai saham yang diambilnya, kecuali dalam hal:
-
Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum terpenuhi;
-
Pemegang saham memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi;
-
Terlibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan perseroan dan menggunakan kekayaan perseroan; dan
-
Pemegang saham secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan sehingga Perseroan tidak dapat melunasi utang-utangnya.
c. Berdasarkan perjanjian:
-
Didirikan oleh 2 (dua) orang (perorangan atau badan hukum) atau lebih;
-
Adanya kesepakatan para pihak yang mendirikan Perseroan; dan
-
Kewajiban mengambil bagian pada saat pendirian.
d. Melakukan kegiatan usaha;
e. Modal terbagi atas saham-saham (akumulasi modal); dan
f. Jangka waktu dapat tidak terbatas.
Organ Perseroan
Perseroan memiliki struktur organisasi yang memiliki kewenangan masing- masing, sebagaimana disebutkan Pasal 1 angka 2 UU No. 40 Tahun 2007 bahwa organ perseroan terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (selanjutnya disingkat RUPS), Direksi dan Dewan Komisaris.
1. Rapat Umum Pemegang Saham
Pasal 1 angka 4 UU No. 40 Tahun 2007 memberikan pengertian bahwa RUPS adalah organ perusahaan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau dewan komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang- undang ini dan atau anggaran dasar.
Pada dasarnya RUPS merupakan suatu forum yang dimiliki pemegang saham untuk membahas segala hal yang berkaitan dengan kegiatan perseroan, karena dalam RUPS, pemegang saham sebagai pemilik perseroan memiliki fungsi pengawasan atas jalannya kepengurusan perseroan yang dilakukan direksi. Melalui RUPS, pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan perseroan dari direksi dan atau dewan komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan perseroan, RUPS dalam mata acara lain-lain tidak berhak mengambil keputusan, kecuali semua pemegang saham hadir dan atau diwakili dalam RUPS dan menyetujui penambahan mata acara rapat, keputusan mata acara rapat yang ditambahkan harus disetujui dengan suara bulat dalam RUPS sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 75 UU No. 40 Tahun 2007.
RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan direksi atau dewan komisaris, namun bukan berarti RUPS merupakan organ tertinggi dalam perseroan. Kedudukan RUPS sebagai salah satu organ perseroan adalah sama dengan organ perusahaan yang lain seperti direksi dan dewan komisaris. RUPS, direksi dan dewan komisaris adalah sederajat.6 Dengan demikian, tidak dapat dikatakan RUPS lebih tinggi dari direksi dan dewan komisaris. Masing-masing mempunyai posisi dan kewenangan sesuai dengan fungsi dan tanggung jawab yang mereka miliki.7
2. Direksi
Pengertian direksi dalam Pasal 1 angka 5 UU No. 40 Tahun 2007 adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Menjalankan kepengurusan perseroan merupakanlah tugas utama direksi, dimana direksi berwenang menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.
Direksi berwenang menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam UU No. 40 Tahun 2007 dan anggaran dasar sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 92 Ayat 1 dan 2 UU No. 40 Tahun 2007.
Kewenangan menjalankan pengurusan harus dilakukan semata-mata untuk “kepentingan” perseroan. Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh direksi adalah sebagai berikut :
-
Tidak boleh untuk kepentingan pribadi. Kewenangan pengurusan yang dijalankan, tidak mengandung benturan kepentingan (conflict of interest).
-
Tidak mempergunakan kekayaan, milik atau uang perseroan untuk kepentingan pribadi.
-
Tidak boleh mempergunakan posisi jabatan direksi yang dipangkunya untuk memperoleh keuntungan pribadi.
-
Tidak menahan atau mengambil sebagian keuntungan perseroan untuk kepentingan pribadi.
-
Tindakan yang bertentangan dengan kepentingan perseroan, dapat dikategorikan melanggar batas kewenangan atau kapasitas pengurusan perseroan.
Perbuatan itu dapat dikualifikasi menyalahgunakan kewenangan (abose of authority), atau mengandung ultra vires. Dengan demikian, direksi mempunyai batas-batas kewenangan dalam menjalankan pengurusan perseroan sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat.
Penjelasan Pasal 92 Ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “kebijakan yang dipandang tepat” adalah kebijakan yang antara lain didasarkan pada keahlian, peluang yang tersedia, dan kelaziman dalam dunia usaha sejenis.
Direksi diberikan hak dalam mengambil kebijakan yang dianggap tepat, menurut penjelasan Pasal 92 Ayat (2), yang dimaksud dengan kebijakan yang dipandang tepat antara lain:
-
Harus berdasar keahlian (skill) yang bersumber dari pengetahuan luas dan kemahiran yang terampil sesuai dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman;
-
Harus berdasar peluang yang tersedia (available opportunity):
(a) Kebijakan pengurusan yang diambil dan dilaksanakan harus benar-benar mendatangkan keuntungan (favorable advantage); dan
(b) Kebijakan itu diambil sesuai dengan kondisi yang benar-benar cocok (suitable condition) bagi perseroan dan bisnis.
-
Kebijakan yang diambil, harus benar berdasarkan kelaziman dunia usaha (common business practice).
Pada prinsipnya ada dua fungsi utama dari direksi dalam suatu perseroan, yaitu sebagai berikut:
- Fungsi manajemen, dalam arti direksi melakukan tugas memimpin perusahaan;
- Fungsi representasi, dalam direksi mewakili perusahaan di dalam dan di luar pengadilan.
Prinsip mewakili perusahaan di luar pengadilan menyebabkan perseroan sebagai badan hukum akan terikat dengan transaksi atau kontrak- kontrak yang dibuat oleh direksi atas nama dan untuk kepentingan perseroan.
Pasal 98 Ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 menyebutkan, direksi berwenang mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Kemudian Pasal 99 Ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 menyebutkan bahwa direksi yang tidak berwenang mewakili perseroan apabila:
- Terjadi perkara di pengadilan antara perseroan dengan anggota direksi yang bersangkutan; atau
- Anggota direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan perseroan.
Jika hal tersebut di atas terjadi, maka berdasarkan Pasal 99 Ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007 yang berhak mewakili perseroan adalah:
- Anggota direksi lainnya yang tidak mempunyai benturan kepentingan dengan perseroan;
- Dewan komisaris dalam hal seluruh anggota direksi mempunyai benturan kepentingan dengan perseroan;
- Pihak lain yang ditunjuk oleh RUPS dalam hal seluruh anggota direksi atau dewan komisaris mempunyai benturan kepentingan dengan perseroan.
Dewan Komisaris
Pengertian dewan komisaris dalam Pasal 1 angka 6 UU No. 40 Tahun 2007 adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi.
Tugas dewan komisaris berdasarkan Pasal 108 Ayat (1) dan (2) UU No. 40 Tahun 2007 adalah melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan, dan memberi nasihat kepada direksi.
Pengawasan dan pemberian nasihat kepada direksi dilakukan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Selanjutnya penjelasan Pasal 108 Ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan” adalah bahwa pengawasan dan pemberian nasihat yang dilakukan oleh dewan komisaris tidak untuk kepentingan pihak atau golongan tertentu, tetapi untuk kepentingan perseroan secara menyeluruh dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Tugas pengawasan tersebut, dapat juga dilakukan dewan komisaris terhadap sasaran atau objek tertentu, antara lain sebagai berikut:
- Melakukan audit keuangan;
- Pengawasan atas organisasi perseroan;
- Pengawasan terhadap personalia.
Dewan komisaris terdiri atas satu orang anggota atau lebih. Dewan komisaris yang terdiri atas lebih dari satu orang anggota merupakan majelis dan setiap anggota dewan komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri, tetapi bertindak berdasar pada keputusan dewan komisaris sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 108 Ayat (3) dan (4) UU No. 40 Tahun 2007.
Berbeda dari direksi yang memungkinkan setiap anggota direksi bertindak sendiri-sendiri dalam menjalankan tugas direksi. Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan atau mengelola dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat atau perseroan terbuka wajib mempunyai paling sedikit dua orang anggota dewan komisaris.
Setiap anggota dewan komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugas pengawasan perseroan. Dalam hal dewan komisaris terdiri atas dua anggota dewan komisaris atau lebih, tanggung jawab tersebut berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota dewan komisaris sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 114 Ayat (3) dan (4) UU No. 40 Tahun 2007.
Pasal 114 Ayat (5) UU No. 40 Tahun 2007 menyebutkan bahwa anggota dewan komisaris tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada direksi apabila dapat membuktikan:
- Telah membuktikan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan;
- Tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan direksi yang mengakibatkan kerugian; dan
- Telah memberikan nasihat kepada direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
Klasifikasi Perseroan
Mengenai klasifikasi perseroan yang diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007, tercantum pada Pasal 1 angka 7 dan Pasal 1 angka 8. Berdasarkan ketentuan tersebut, klasifikasi perseroan dapat diuraikan di bawah ini.
1. Perseroan Tertutup
Penggabungan perseroan dapat dilakukan oleh perseroan tertutup dan perseroan terbuka. Pengertian perseroan tertutup secara eksplisit tidak termuat dalam UU No. 40 Tahun 2007. Perseroan tertutup, pada dasarnya adalah badan hukum yang memenuhi syarat ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 40 Tahun 2007.
Perseroan tertutup memiliki beberapa ciri khusus yang membedakan dengan perseroan lain. Perseroan tertutup memiliki ciri khusus jika dibandingkan dengan perseroan lain, antara lain sebagai berikut:
-
Biasanya pemegang sahamnya “terbatas” dan “tertutup” (besloten, close).
Hanya terbatas pada orang-orang yang masih kenal-mengenal atau pemegang sahamnya hanya terbatas diantara mereka yang masih ada ikatan keluarga, dan tertutup bagi orang luar;
-
Saham perseroan yang ditetapkan dalam anggaran dasar, hanya sedikit jumlahnya, dan dalam anggaran dasar, sudah ditentukan dengan tegas siapa yang boleh menjadi pemegang saham;
-
Sahamnya juga hanya atas nama (aandeel op nam, registered share) atau orang-orang tertentu secara terbatas.
Berdasar karakter demikian, perseroan semacam ini disebut dan diklasifikasi perseroan yang bersifat “tertutup” (besloten vennotschap, close corporation). Atau disebut juga perseroan terbatas keluarga (famalie vennootschap, corporate family). Perseroan yang tertutup, dalam kenyataan praktik, dapat juga diklasifikasikan lagi, yang terdiri atas:
-
Murni Tertutup
Perseroan tertutup seperti ini disebut murni tertutup atau absolut tertutup, karena tidak memberi ruang gerak kepada orang luar untuk menjadi pemegang saham.
Ciri perseroan yang murni tertutup dapat dijelaskan sebagai berikut:
-
Yang boleh menjadi pemegang saham benar-benar terbatas dan tertutup secara mutlak, hanya terbatas pada lingkungan teman tertentu atau anggota keluarga tertentu saja;
-
Sahamnya diterbitkan atas nama orang-orang tertentu dimaksud;
-
Dalam anggaran dasar ditentukan dengan tegas, pengalihan saham, hanya boleh dan terbatas diantara sesama pemegang saham saja.
-
Sebagian Tertutup, Sebagian Terbuka
Tipe lain perseroan bersifat tertutup yang dijumpai dalam praktik adalah yang tidak murni atau tidak absolut tertutup. Cirinya, sebagian tetap tertutup, dan sebagian lagi terbuka dengan acuan sebagai berikut:
-
Seluruh saham perseroan, dibagi menjadi dua kelompok;
-
Satu kelompok saham tertentu, hanya boleh dimiliki orang atau kelompok tertentu saja. Saham yang demikian, misalnya dikelompokkan atau digolongkan “saham istimewa”, hanya dapat dimiliki orang tertentu dan terbatas;
-
Sedang kelompok saham yang lain, boleh dimiliki secara terbuka oleh siapapun.
b. Perseroan Publik
Pasal 1 angka 8 UU No. 40 Tahun 2007 menyebutkan bahwa perseroan publik adalah perseroan yang telah memenuhi kriteria jumlah pemegang saham dan modal disetor sesuai dengan ketentuan peraturan. Rujukan peraturan perundang- undangan yang dimaksud Pasal 1 angka 8 UU No. 40 Tahun 2007 adalah UU No. 8 Tahun 1995 dalam hal ini Pasal 1 angka 22.
Menurut pasal ini, agar perseroan menjadi perseroan publik, harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
-
Saham perseroan yang bersangkutan, telah dimiliki sekurang-kurangnya 300 (tiga ratus) pemegang saham;
-
Memiliki modal disetor (gestor capital, paid up capital) sekurang-kurangnya Rp. 3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah);
-
Atau suatu jumlah pemegang saham dengan jumlah modal disetor yang ditetapkan oleh peraturan pemerintah.
Jika perseroan telah memenuhi kriteria yang disebut di atas, perseroan itu harus mematuhi ketentuan Pasal 24 UU No. 40 Tahun 2007, menurut pasal tersebut:
-
Perseroan yang telah memenuhi sebagai perseroan publik, wajib mengubah anggaran dasar menjadi perseroan terbuka (Perseroan Tbk);
-
Perubahan anggaran dasar dimaksud, harus dilakukan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terpenuhi kriteria tersebut;
-
Selanjutnya, direksi perseroan wajib mengajukan pernyataan pendaftaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pasar modal.
c. Perseroan Terbuka
Pasal 1 angka 7 UU No. 40 Tahun 2007 menyebutkan bahwa, perseroan terbuka adalah perseroan publik atau perseroan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Dengan demikian, maksud dari perseroan terbuka menurut Pasal 1 angka 7 UU No. 40 Tahun 2007 adalah:
-
Perseroan publik yang telah memenuhi ketentuan Pasal 1 angka 22 UU No. 8 Tahun 1995 yakni memiliki pemegang saham sekurang-kurangnya 300 (tiga ratus) orang, dan modal disetor sekurang-kurangnya Rp. 3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah);
-
Perseroan yang melakukan penawaran umum (public offering) saham di bursa efeknya kepada masyarakat luas.
Hanya emiten yang boleh melakukan penawaran umum. Menurut Pasal 1 angka 6 UU No. 8 Tahun 1995, emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum, dan penawaran umum baru dapat dilakukan emiten, setelah lebih dulu mendaftar ke Bapepam-LK. Sesuai dengan ketentuan Pasal 3 UU No. 8 Tahun 1995, Bapepam-LK berfungsi melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari kegiatan Pasar Modal. Bapepam-LK berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan.