Market (selanjutnya akan disebut “pasar”) pada hakekatnya adalah sebuah sistem, institusi, ataupun prosedur, di mana proses pertukaran barang atau jasa terjadi. Jadi, pada dasarnya, sebuah interaksi yang melibatkan dua pihak yang saling bersepakat untuk melakukan suatu barter sudah dapat dikategorikan ke dalam aktivitas pasar.
Konsep pasar atau market memiliki dua karakteristik utama:
Di dalam diskursus ilmu ekonomi sendiri, istilah pasar memiliki dimensi makna yang sangat luas karena tidak semata-mata merepresentasikan proses jual-beli an sich . Bagaimana pasar bekerja dapat menunjukkan berbagai macam hal, seperti: tingkat kemakmuran, perilaku konsumen, hingga kondisi sosial suatu masyarakat. Hal ini dimungkinkan karena pasar adalah “wadah” tempat segala aktivitas dan interaksi ekonomi berpusat.
Oleh karena itu, jika pasar kemudian disebut sebagai sebuah institusi, ia bukanlah institusi sebagaimana layaknya institusi sosial lain. Jika institusi-institusi sosial lain (seperti agama, hukum, atau negara) dapat mempengaruhi kondisi dan karakteristik masyarakat, corak dan karakteristik pasar sangat ditentukan oleh perilaku orang-orang yang beraktivitas di dalamnya. Pasar sebagai institusi tidak dibentuk secara intensional melalui kesepakatan orang-orang yang terlibat di dalamnya, melainkan lebih bersifat organik dan spontan.
Pasar yang bebas dan kompetitif dianggap sebagai sebuah sarana yang paling fair di dalam mendistribusikan kemakmuran suatu masyarakat. Hipotesis ini dapat bekerja dengan asumsi bahwa jika setiap individu mengejar pemenuhan self- interest -nya masing-masing, dampak yang ditimbulkan justru akan lebih terasa secara sosial ketimbang jika mereka mendahulukan kepentingan orang lain.
Kompetisi atau Persaingan Pasar
Kompetisi atau persaingan merupakan elemen penting di dalam teori ekonomi berbasis pasar bebas. Tanpa kompetisi, mekanisme “pasar sebagai sarana distribusi kemakmuran” tidak akan bekerja sebagaimana dibayangkan para pendukungnya. Konsep kompetisi sendiri memiliki pemaknaan yang ketat di dalam teori ekonomi. Suatu pasar dianggap kompetitif jika terdapat lebih dari satu penjual dan para konsumen memiliki informasi yang relevan, lengkap, dan seimbang.
Sebagaimana asumsi yang menyatakan bahwa setiap individu akan semakin sejahtera jika mengejar self-interest masing-masing, asumsi mengenai kompetisi di dalam mekanisme pasar juga menyatakan bahwa semakin kompetitif suatu pasar, maka kesejahteraan masyarakat juga akan meningkat. Hal ini dimungkinkan karena banyaknya penjual berarti semakin banyaknya jumlah barang/jasa yang ditawarkan, dan semakin banyak barang/jasa yang ditawarkan, harga yang harus dibayar konsumen akan semakin rendah. Dari sudut pandang konsumen pun begitu pula: semakin banyak konsumen yang memiliki informasi yang relevan, semakin rendah pula harga yang perlu mereka bayar karena mereka tahu pada titik mana harga berada pada kondisi ekuilibrium.
Konsep kompetisi atau persaingan juga mengimplikasikan bahwa di dalam mekanisme pasar, akan selalu ada pihak-pihak yang mampu bertahan dan pihak- pihak yang tersingkir dari persaingan. Pihak-pihak yang mampu bertahan di sini adalah tentu saja para penjual yang dapat memenuhi demand para konsumen dengan harga yang paling rasional, juga para konsumen yang berhasil memenuhi self-interest mereka dengan ongkos atau pengorbanan paling kecil. Sebagaimana telah diulas sebelumnya, mekanisme supplay & demand pada akhirnya akan memaksa situasi pasar pada kondisi competitive equilibrium. Mau tidak mau, pihak-pihak yang beraktivitas di dalam sistem tersebut harus bisa beradaptasi agar dapat bertahan.
Kritik Pasar Bebas
Kritik terhadap pasar bebas sebagaimana yang didambakan para ekonom neo- klasik biasanya berfokus pada sifat konsep tersebut yang sangat hipotetis. Maksudnya, konsep pasar yang betul-betul bebas dan kompetitif adalah sebuah konsep yang sangat idealistik, namun sangat sulit mewujudkannya di dalam realitas konkret.
Kritik lain berfokus pada asumsi mengenai self-interest . Sebagaimana telah disebutkan, teori ekonomi yang berbasis pasar meyakini bahwa egoisme rasional justru akan berdampak lebih positif secara sosial ketimbang jika individu-individu mendahulukan kepentingan orang lain. Asumsi semacam ini sudah banyak dikritik. Salah satunya datang dari Robert Frank di dalam buku The Darwin Economy: Liberty, Competition, and the Common Good . Di dalam buku tersebut Robert Frank berargumen bahwa, di dalam mekanisme pasar, tidak selamanya kesejahteraan sosial bisa muncul akibat masing-masing aktor ekonomi mengejar self-interest -nya masing-masing. Untuk beberapa kasus, yang mungkin terjadi ketika setiap individu mengejar self-interest masing-masing justru kebalikan dari kesejahteraan sosial, yakni katastropi sosial.
Menurut Robert Frank, kegagalan mekanisme pasar ini sangat rentan terjadi jika aktor ekonomi harus mengambil keputusan terhadap objek-objek yang memiliki nilai utilitas relatif. Contohnya: tingkat keselamatan kerja vis a vis tingkat pendapatan. Jika menuruti self-interest individu, seorang pekerja akan rela mengambil pekerjaan yang beresiko demi upah yang lebih tinggi, sehingga tingkat kesejahteraan diri dan keluarganya meningkat. Namun, jika semua pekerja melakukan hal yang sama, yakni mengambil pekerjaan beresiko demi upah tinggi, daya beli mereka akan sama-sama naik dan inflasi akan meninggi. Pada akhirnya, semua pekerja tersebut akan terjebak pada pekerjaan dengan resiko tinggi tanpa peningkatan kesejahteraan yang mereka harapkan sebelumnya.
Menurut Robert Frank lagi, asumsi tentang egoisme rasional di dalam teori ekonomi modern muncul akibat miskonsepsi mengenai kompetisi. Para pendukung teori ekonomi berasaskan pasar bebas (lazimnya mereka dilabelkan sebagai “libertarian”) beranggapan bahwa persaingan di dalam pasar membawa kesejahteraan secara umum karena pihak yang “memenangkan” persaingan tersebut pasti merepresentasikan self-interest dari orang-orang kebanyakan.
Menurut Robert Frank, bahwa apa yang baik bagi individu tidak berarti baik pula bagi kelompok. Mekanisme pasar bebas yang membuat kesejahteraan sosial melalui pemenuhan self-interest masing-masing individu tidaklah bersifat niscaya, namun lebih bersifat aksidental dan terutama terjadi jika nilai utilitas objek yang dipertukarkan bersifat absolut.
Referensi
- Arthur Sullivan, Economics: Principles in Action , 2003, New Jersey: Pearson Prentice Hall
- Jonathan Michie, Reader’s Guide to The Social Sciences , 2001, New York: Routledge
- Robert H. Frank, The Darwin Economy: Liberty, Competition, and the Common Good (2011)