Apakah yang dimaksud dengan metode ilmiah?

Metode ilmiah atau biasa disebut scientific method adalah pondasi utama dalam dunia ilmiah.

Adakah penjelasan mendetail terkait metode ilmiah?

Metode ilmiah


Metode ilmiah merupakan prosedur untuk mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan dapat disebut ilmu sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan dapat disebut ilmu tercantum dalam apa yang dinamakan dengan metode ilmiah. “Metode” merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis. Metodologi merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam metode tersebut. Jadi metodologi ilmiah merupakan pengkajian dari peraturan-peraturan yang terdapat dalam metode ilmiah. Metodologi ini secara filsafati termasuk dalam apa yang disebut epistimologi. Epistimologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana caranya kita mendapatkan pengetahuan.

Seperti diketahui berpikir adalah kegiatan mental yang menghasilkan pengetahuan. Metode ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara bekerja pikiran, Dengan cara bekerja ini maka pengetahuan yang dihasilkan diharapkan mempunyai karakteristik-karakteristik tertentu yang diminta oleh pengetahuan ilmiah yakni sifat rasional dan teruji yang memungkinkan tubuh pengetahuan yang disusunnya merupakan pengetahuan yang dapat diandalkan. Dalam hal ini maka metode ilmiah mencoba menggabungkan cara berpikir deduktif dengan cara berpikir induktif dalam membangun pengetahuannya.

Berpikir deduktif memberikan sifat yang rasional kepada pengetahuan ilmiah dan bersifat konsisten dengan pengetahuan yang telah dikumpulkan sebelumnya. Secara sistematis dan kumulatif pengetahuan ilmiah disusun setahap demi setahap dengan menyusun argumentasi mengenai sesuatu yang baru berdasarkan pengetahuan yang telah ada. Dengan demikian maka ilmu merupakan tubuh pengetahuan yang tersusun dan terorganisasikan dengan baik sebab penemuan yang tidak teratur dapat diibaratkan sebagai rumah dengan batu bata cerai berai. Secara konsisten dan koheren maka ilmu mencoba memberikan penjelasan yang rasional kepada objek yang berada dalam fokus penelahaan.

Penjelasan yang bersifat rasional ini dengan kriteria kebenaran koherensi tidak memberikan kesimpulan yang bersifat final, sebab sesuai dengan hakekat rasionalisme yang bersifat pluralistik, maka dimungkinkan disusunnya berbagai penjelasan terhadap suatu objek pemikiran tertentu. Meskipun argumentasi secara rasional didasarkan pada premis-premis ilmiah yang telah diuji kebenarannya namun dimungkinkan pula pilihan yang berbeda dari sejumlah premis ilmiah yang tersedia yang dipergunakan cara berpikir induktif yang berdasarkan kriteria kebenaran korespondensi.

Teori korespondensi menyebutkan bahwa suatu pernyataan dapat dianggap benar sekiranya materi yang terkandung dalam pernyataan itu bersesuaian (berkorespondensi) dengan objek faktual yang dituju oleh pernyataan tersebut. Atau dengan kata lain, suatu pernyataan adalah benar bila terdapat fakta-fakta empiris yang mendukung pernyataan itu. Seandainya seseorang menyatakan bahwa “Salju itu berwarna putih” maka pernyataan itu adalah benar sekiranya terdapat kenyataan yang mendukung isi pernyataan tersebut, yakni dalam daerah pengalaman kita memang dapat diuji bahwa salju itu benar-benar berwarna putih. Bagi mereka yang sudah biasa melihat salju maka pengujian semacam ini tidaklah terlalu berarti, namun bagi mereka yang belum pernah melihat salju, maka pengujian secara empiris mempunyai suatu makna yang lain. Hal ini akan mempunyai arti yang lebih sekiranya seseorang menyatakan umpamanya bahwa “terdapat partikel x dalam atom yang sebelumnya belum diketahui oleh manusia”. Pengujian secara empiris dan pernyataan semacam ini jelas bersifat imperatif, sebab bagaimana kita semua dapat mempercayai kebenaran pernyataan itu, bila tak ada seorangpun yang yang telah melihat partikel x itu sebelumnya?

Keadaan seperti ini sering terjadi pada pengkajian masalah keilmuan, yakni bila kita dihadapkan dengan pernyataan-pernyataan secara empiris belum kita kenali. Dan justru di sinilah sebenarnya esensi dari penemuan ilmiah yakni bahwa kita mengetahui sesuatu yang belum pernah kita ketahui dalam pengkajian ilmiah sebagai kesimpulan dalam penalaran deduktif. Penemuan yang satu akan mengakibatkan penemuan yang lain dengan penarikan kesimpulan secara deduktif. Kesimpulan yang ditarik seperti ini sering memberikan “kejutan yang menyenangkan” sebab memberikan kepada kita pengetahuan yang belum kita kenal sebelumnya.

Pengertian Metode Ilmiah


Metode Ilmiah merupakan suatu cara sistematis yang digunakan oleh para ilmuwan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Metode ini menggunakan langkah-langkah yang sistematis, teratur dan terkontrol. Pelaksanaan metode ilmiah ini meliputi enam tahap, yaitu :

  • Merumuskan masalah . Masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan.

  • Mengumpulkan keterangan , yaitu segala informasi yang mengarah dan dekat pada pemecahan masalah. Sering disebut juga mengkaji teori atau kajian pustaka.

  • Menyusun hipotesis . Hipotesis merupakan jawaban sementara yang disusun berdasarkan data atau keterangan yang diperoleh selama observasi atau telaah pustaka.

  • Menguji hipotesis dengan melakukan percobaan atau penelitian.

  • Mengolah data (hasil) percobaan dengan menggunakan metode statistik untuk menghasilkan kesimpulan. Hasil penelitian dengan metode ini adalah data yang objektif, tidak dipengaruhi subyektifitas ilmuwan peneliti dan universal (dilakukan dimana saja dan oleh siapa saja akan memberikan hasil yang sama).

  • Menguji kesimpulan . Untuk meyakinkan kebenaran hipotesis melalui hasil percobaan perlu dilakukan uji ulang. Apabila hasil uji senantiasa mendukung hipotesis maka hipotesis itu bisa menjadi kaidah (hukum) dan bahkan menjadi teori.

Metode ilmiah didasari oleh sikap ilmiah. Sikap ilmiah semestinya dimiliki oleh setiap penelitian dan ilmuwan. Adapun sikap ilmiah yang dimaksud adalah :

  1. Rasa ingin tahu
  2. Jujur (menerima kenyataan hasil penelitian dan tidak mengada-ada)
  3. Objektif (sesuai fakta yang ada, dan tidak dipengaruhi oleh perasaan pribadi)
  4. Tekun (tidak putus asa)
  5. Teliti (tidak ceroboh dan tidak melakukan kesalahan)
  6. Terbuka (mau menerima pendapat yang benar dari orang lain)

Penelitian Ilmiah


Salah satu hal yang penting dalam dunia ilmu adalah penelitian ( research ). Research berasal dari kata re yang berarti kembali dan search yang berarti mencari, sehingga research atau penelitian dapat didefinisikan sebagai suatu usaha untuk mengembangkan dan mengkaji kebenaran suatu pengetahuan. Suatu penelitian harus memenuhi beberapa karakteristik untuk dapat dikatakan sebagai penelitian ilmiah. Umumnya ada empat karakteristik penelitian ilmiah, yaitu :

  • Sistematik . Berarti suatu penelitian harus disusun dan dilaksanakan secara berurutan sesuai pola dan kaidah yang benar, dari yang mudah dan sederhana sampai yang kompleks.

  • Logis . Suatu penelitian dikatakan benar bila dapat diterima akal dan berdasarkan fakta empirik. Pencarian kebenaran harus berlangsung menurut prosedur atau kaidah bekerjanya akal, yaitu logika . Prosedur penalaran yang dipakai bisa prosedur induktif yaitu cara berpikir untuk menarik kesimpulan umum dari berbagai kasus individual (khusus) atau prosedur deduktif yaitu cara berpikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus dari pernyataan yang bersifat umum.

  • Empirik . Artinya suatu penelitian biasanya didasarkan pada pengalaman sehari-hari (fakta aposteriori, yaitu fakta dari kesan indra) yang ditemukan atau melalui hasil coba-coba yang kemudian diangkat sebagai hasil penelitian. Landasan penelitian empirik ada tiga yaitu :

    • Hal-hal empirik selalu memiliki persamaan dan perbedaan (ada penggolongan atau perbandingan satu sama lain)
    • Hal-hal empirik selalu berubah-ubah sesuai dengan waktu
    • Hal-hal empirik tidak bisa secara kebetulan, melainkan ada penyebabnya (ada hubungan sebab akibat)
  • Replikatif . Artinya suatu penelitian yang pernah dilakukan harus diuji kembali oleh peneliti lain dan harus memberikan hasil yang sama bila dilakukan dengan metode, kriteria, dan kondisi yang sama. Agar bersifat replikatif, penyusunan definisi operasional variabel menjadi langkah penting bagi seorang peneliti.

Sains, suatu proses yang bekerja dengan metode ilmiah, telah banyak memperbaiki pandangan-pandangan manusia. Salah satu keberhasilan itu adalah koreksi atas teori generasi spontan yang telah ada sejak jaman pertengahan. Teori ini menganggap bahwa makhluk hidup berasal dari makhluk tak hidup. Contohnya, katak muncul dari lumpur, serangga dari sisa makanan, kain kotor yang ditaburi gandum dapat memunculkan tikus, dan belatung berasal dari daging. Setelah bekerja keras melalui penelitian yang panjang, Louis Pasteur, seorang ilmuwan kenamaan Prancis, mengumumkan kesimpulannya yang menggugurkan teori generasi spontan maupun teori evolusi Charles Robert Darwin.

Pasteur mengungkapkan hal berikut: Dapatkah materi melakukan pembentukan dirinya sendiri? Tidak! Sampai saat ini tidak ada faktor-faktor yang dengannya orang dapat membuktikan adanya makhluk hidup-makhluk hidup mikroskopis yang dapat hidup di bumi tanpa adanya induk yang menyerupai sebelumnya. Penemuan-penemuan dibidang sains memperbaiki teknologi. Sementara itu, kemajuan teknologi menunjang pencapaian penelitian.

Sistematika Keilmuan


Sistematika keilmuan mempunyai dwifungsi, yaitu disatu pihak berupa hasil upaya penemuan asas pengaturan, sedang dilain pihak menjadi titik tolak untuk menggalakkan penemuan-penemuan baru. Sementara itu telah dikenal istilah metodologi, yaitu ilmu yang mempelajari metode-metode ilmiah. Disamping itu dikenal pula istilah teknik, yaitu pelaksanaan operasional cara mengumpulkan data empiris berikut masing-masing tolok ukurnya. Perlu diingatkan bahwa sistem yang mampu mewujudkan ilmu bukan yang semata- mata mempunyai kelengkapan struktur ilmu sebagai wahana fungsi proses deduksi dan proses induksi secara silih berganti, melainkan yang telah dilengkapi oleh metode ilmiah. Dalam hal ini metode ilmiah adalah sistem dan metode yang secara ketat mengatur pengetahuan tentang gejala alam dan gejala sosial. Sedang penelitian adalah upaya secara sadar dan bahkan disertai kesengajaan dalam melakukan kegiatan menangkap gejala-gejala tersebut, berdasarkan metode ilmiah dari disiplin ilmu yang bersangkutan. Dengan tujuan untuk menemukan prinsip-prinsip baru yang terdapat di belakang gejala-gejala tersebut.

Diingatkan kembali bahwa metode ilmiah adalah cara dan sekaligus proses berlangsungnya kegiatan membangun ilmu dari pengetahuan-pengetahuan yang masih bersifat pra-ilmiah, yang dilakukan secara sistematis dan mengikuti asas pengaturan prosedural- teknik-normatif, sehingga memenuhi persyaratan kesahihan atau kesahan keilmuan, yang lazim juga disebut memenuhi validitas ilmiah atau secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan.

Karakteristik Metode Ilmiah

Di dalam skema di atas tampak sejumlah kriteria pokok yang perlu diperhatikan, kemudian dijelaskan lebih lanjut masing-masing maknanya.

  1. Berdasarkan Fakta
    Membangun ilmu itu memerlukan fakta-fakta nyata baik yang sudah tersedia maupun yang harus dikumpulkan melalui penelitian. Ini berarti berupa data empiris yang terjangkau oleh pengalaman inderawi. Jadi bukan berupa hal-hal yang hanya ada dalam pikiran, dalam bayangan atau menurut perkataan orang. Berarti pula bahwa data empiris yang dikumpulkan itu dapat diamati, dapat diukur dan dapat dianalisis lebih lanjut.

  2. Pertimbangan Obyektif
    Segala sesuatu yang dilakukan, digunakan, dan diamati berlangsung secara obyektif, sehingga hal yang sama dapat dilakukan atau diulang oleh pihak lain yang berminat dengan metode dan teknik yang sama. Ini berarti bersifat intersubyektif atau inpersonal, yaitu tidak terbatas semata-mata kepada orang yang satu saja, melainkan juga oleh orang lain yang mempunyai pengetahuan yang sama. Berarti pula bebas dari prasangka atau pertimbangan yang subyektif.

  3. Asas Analitik
    Segala sesuatu disoroti secara kritis-analitik dari segi karakteristik, posisi dan kaitan fungsional dengan yang lain, sehingga jelas makna, fungsi, dan perannya. Hal itu penting untuk mengetahui faktor-faktor yang terlibat dalam suatu masalah, sifat pengaruh masing- masing faktor atau gabungan faktor, juga sifat hubungan yang berlangsung antara faktor yang satu dengan yang lain, dan dengan masalah yang bersangkutan. Asas analitik itu mempunyai makna yang strategis dalam rangka membangun teori yang mampu menjelaskan sesuatu masalah. Juga dalam rangka mengantisipasi atau meramalkan apa yang akan terjadi secara positif menguntungkan, atau untuk mencegah dampak negatifnya.

  4. Sifat Kuantitatif
    Dalam penelitian modern analitis kuantitatif merupakan metode ilmiah yang mempunyai dukungan pencapaian validitas yang tinggi reliabilitasnya. Arti populernya adalah mempunyai peluang kebenaran ilmiah yang tinggi. Oleh karena itu diupayakan untuk memperoleh data empiris yang langsung bersifat kuantitatif seperti satuan ukuran luas (ha, km2, m2), satuan ukuran panjang (km, m), satuan ukuran berat (ton, kg), satuan ukuran volume (m3, liter, mL), satuan ukuran waktu (tahun, bulan, minggu, hari, jam), dan sebaginya. Di samping itu terdapat sifat kualitatif yang dikuantisasikan dengan memberi bobot (rating), peringkat (ranking) atau skor (scoring).

  5. Logika Deduktif-Hipotetik
    Dalam hal ini menggunakan penalaran deduktif, yaitu bertitik tolak dari evidensi- evidensi yang sudah memiliki kebenaran yang pasti seperti hasil penelitian para pakar terdahulu. Dalam silogisme evidensi tersebut dinamakan premis, makin banyak makin baik untuk mengambil kesimpulan khusus dari premis yang bersifat umum. Proses demikian disebut logika deduktif dan kesimpulan khusus tersebut dinamakan hipotesis yang kebenarannya sudah diarahkan oleh kebenaran-kebenaran premis-premisnya, sehingga tidak menghasilkan sesuatu yang baru sifatnya. Dapat pula dikatakan bahwa hipotesis adalah suatu abstraksi atau hasil pemikiran rasional yang bersumber dari premis-premis. Adapun kebenarannya itu bersifat sementara, yaitu secara koheren logis, artinya terdapat konsistensi antara hipotesis dengan premis-premisnya. Pengembangan hipotesis mempunyai arti strategisnya yang penting untuk pengembangan teori baru, yang kebenaran ilmiahnya perlu diuji lebih lanjut melalui penelitian.

  6. Logika Induktif-Generalisasi
    Hipotesis yang disinggung di atas karena hasil pemikiran rasional, maka kebenarannya masih bersifat sementara. Oleh karena itu harus didukung oleh kesesuaian data empiris hasil penelitian. Adapun kesesuaian dukungan data empiris dengan pemikiran rasional hipotesis disebut asas korespondensi. Sedang kesimpulan yang bersifat generalisasi dari data empiris disebut logika induktif yang peluang kebenarannya bersifat probabilistik. Bandingkan dengan logika deduktif yang menghasilkan kesimpulan yang dipandang mempunyai kepastian kebenaran (secara rasional). Logika induktif ini penting artinya dalam rangka menguji hipotesis. Bila didukung oleh data empiris berarti mendapat verifikasi atau dapat diterima kebenaran ilmiahnya. Bila tidak didukung berarti difalsifikasi atau ditolak kebenaran ilmiahnya.

Langkah-langkah Metode Ilmiah


Terdapat lima langkah pokok dengan urutan logis yang searah, namun tidak perlu langkah demi langkah terikat seketat itu, melainkan dapat saja terjadi lompatan atau jalan potong kompas. Yang terpelihara konsistensi antara langkah yang satu dengan langkah berikutnya atau lazim disebut “benang merah”. Adapun langkah-langkah pokok tersebut adalah unsur-unsur peristiwa dalam struktur penelitian ilmiah atau mempunyai analogi dengan “events” di dalam suatu “network planning”.

  1. Penetapan Masalah
    Sebagaimana telah disinggung terdahulu metode ilmiah mempunyai dwitujuan, yaitu menata data hasil penemuan dan menghasilkan penemuan-penemuan baru antara lain berupa teori baru yang teruji kebenaran ilmiahnya dalam rangka pemecahan suatu masalah melalui penelitian dengan metode tertentu.

    Suatu masalah dapat berupa gejala alam atau gejala sosial yang menarik perhatian seseorang ilmuwan peneliti yang menggugahnya untuk diselami lebih lanjut. Langkah pertama ia harus yakin bahwa gejala atau fenomena yang diobservasinya itu masih aktual dan relevan untuk diteliti. Dalam hal ini ia dapat berpaling kepada dua sumber, yaitu khazanah ilmu berupa kepustakaan atau literatur. Ini berarti menyangkut penguasaan mengenai tingkat perkembangan disiplin ilmu terkait dengan masalah yang digarap. Demikian pula ia akan memperoleh konfirmasi apakah masalah yang dihadapi itu masih memiliki aktualitas dan relevansi untuk diteliti, atau jangan-jangan sudah usang dan pernah diteliti sampai tuntas. Sumber lain untuk memperoleh tujuan yang sama adalah melalui konsultasi dengan tokoh ilmuwan senior, terlebih-lebih yang dipandang telah memiliki otoritas wibawa akademik dalam disiplin ilmunya. Dengan segera pakar seperti itu dapat memberikan status masalah yang dimaksudkan dari segi aktualitas dan relevansi berdasarkan penguasaan tingkat perkembangan disiplin ilmu yang terkait.

    Setelah aktualitas dan relevansinya dikonfirmasi, maka perlu masalahnya dirumuskan dalam bentuk tema sentral masalah. Sinonim untuk itu lazim dikenal sebagai “problem issue” atau masalah pokok. Namun bila disebut masalah pokok secara psikologis kurang efektif daya tarik perhatiannya, padahal secara material sama dengan tema sentral masalah.

    Untuk menemukan tema sentral masalah, macam-macam sumber yang dapat kita ikuti. Yang bersifat akademik melalui majalah ilmiah. Sedang yang bersifat sosial-ekonomi-politik melalui media masa, dalam aneka ragam bentuk dan cara. Diantaranya dapat diturunkan satu contoh sebagai berikut:

    “Sistem penerimaan mahasiswa baru berdasarkan PMDK menimbulkan ekses ketidakjujuran dalam memberikan nilai pada tingkat SLTA dengan meninggikannya dari yang seharusnya, sehingga pada gilirannya menyalahi objektivitas dan ketidakadilan yang merugikan SLTA lain yang berprilaku penuh kejujuran”

    Dari contoh perumusan tema sentral masalah dapat disimak beberapa faktor yang esensial. Pertama, betapa pentingnya untuk dilakukan penelitian, bahkan dalam waktu dekat. Kedua, masalahnya menyangkut kepentingan bukan saja beberapa pihak, melainkan masyarakat yang sedang membangun. Ketiga, tujuan positifnya dapat diamankan. Keempat, dampak negatifnya dapat ditekan dan tidak menjadi berlarut-larut.

    Tentu saja tidak setiap penelitian mempunyai ruang lingkup kepentingan regional atau nasional secara langsung. Hal-hal yang bersifat mikro seperti pada suatu unit sosial, unit usaha, unit program, unit pembangunan dan sebagainya tetap mempunyai saham yang penting dalam konteks dukungan bagi tujuan makro regional atau nasional. Hal ini akan terlihat dari segi relevansinya dengan salah atu aspek: sosial, ekonomi, budaya, politik, ideologi, kebijaksanaan atau teknis. Dalam hal ini aspek apapun yang digarap, yang hendaknya jelas adalah nilai manfaat praktisnya. Tak jarang pula terkait dengan aspek ”heuristik”, yaitu manfaat tambahan berupa penemuan sesuatu metode atau ikut membantu menemukan atau mempelajari sesuatu yang menolong diri lebih lanjut. Disamping nilai manfaat praktis, tak kalah pentingnya segi sumbangan ilmiahnya.

    Argumentasi nilai kegunaan penelitian dan tingkat urgensi dilakukannya penelitian, secara implisit harus terkandung dalam jiwa perumusan tema sentral masalah. Adapaun eksplisitasinya dilakukan di dalam sub-bab khusus nanti.

  2. Menyusun Kerangka Pemikiran dan Premis-Premis

    Setelah masalah yang dihadapi dikonfirmasi aktualitas dan relevansinya dari kepustakaan, kemudian dirumuskan pula tema sentral masalahnya, maka kita kembali menelusuri kepustakaan untuk mengungkap hal-hal yang esensial dukungan dasar teoritis dalam rangka pendekatan pemecahan masalah yang dihadapi. Perlu diingatkan bahwa ilmu tidak dimulai dengan halaman kosong melainkan merupakan lanjutan dari akumulasi saham hasil karya ilmiah para pakar terdahulu. Sejalan dengan itu teori demi teori diuji ketahanan kebenaran ilmiahnya, sehingga ada yang berguguran dan silih berganti diisi oleh yang baru, namun ada pula yang bertahan terus menjadi hukum.

    Dengan sendirinya, dalam menyusun kerangka pemikiran itu, hanya menggunakan teori-teori yang paling relevan dan masih berlaku. Adapun pilihan teori tersebut dipandu oleh kata-kata kunci, yaitu faktor-faktor yang terlibat sebagaimana yang tersurat dan tersirat dalam perumusan tema sentral masalah. Dengan lain perkataan kerangka pemikiran itu merupakan rangkuman ringkas mengenai faktor-faktor yang terlibat, karakteristik masing-masing dan sifat pengaruhnya terhadap masalah. Juga meliputi bagaimana hubungan faktor yang satu dengan yang lain dalam pengaruh gabungannya terhadap masalah.

    Dari uraian di atas tampak bahwa masalah tersebut dapat digolongkan ke dalam esei ( assay ) argumentasi. Yang dimaksud dengan esei-argumentasi adalah yang menampilkan sikap dan pandangan peneliti yang kritis dan analitik dalam mengkaji masalah yang bersangkutan. Dengan demikian, kerangka pemikiran itu benar-benar merupakan argumrntasi dasar dukungan dasar teoritis yang kuat. Keyakinan akan logika kerangka teoritis ilmiah yang mendasari esei argumentasi tersebut menjadi makin kuat dengan menyajikan premis-premis yang bersangkut secara eksplisit. Ini berarti seolah-olah kerangka pemikiran itu menjadi pengantar ke arah kelengkapan dan ketajaman penguasaan masalah yang dihadapi dan tingkat perkembangan disiplin ilmu dan teknologi. Kemudian tuangkanlah secara kronologis serangkaian premis.

    Adapun materi premis itu berupa pernyataan tentang essensi hasil penelitian pakar terdahulu yang telah teruji kebenaran ilmiahnya, lagi pula belum dibantah pihak lain. Untuk lengkapnya disebut pula siapa tokoh peneliti tersebut dan pada tahun berapa pernyataan itu dikemukakan.

  3. Perumusan Hipotesis

    Bila kerangka pemikiran berfungsi sebagai argumentasi dukungan dasar teoritis dalam pengkajian masalah, dalam bentuk essei yang sekaligus bersifat eksplanatoris (menjelaskan), maka hipotesis pada asasnya sama. Dalam hal ini khususnya berfungsi juga sebagai landasan teoritis yang memendu kearah persiapan operasionalisasi penelitian dalam rangka menungkap data empiris, relevan dengan pengaruh dan keterlibatan faktor-faktor yang terkandung dalam hipotesis yang bersangkutan. Bedanya hanya dalam perumusannya saja, yaitu hipotesis berupa perumusan eksplisit dan sederhana yang bersifat deklaratif (menyatakan) tentang apa yang diantisipasinya sebagai jawaban tentatif (sementara) terhadap masalah yang digarap.

    Makin banyak premis yang tersedia, makin banyak pula peluang untuk mengembangkan hepotesis merupakan upaya sumbangan teori baru kepada pengembangan ilmu yang harus diuji lebih lanjut malalui penelitian. Di samping itu memberi identitas kepada peneliti dalam spesifikasi tingkat orisinilitas penelitiannya yang membedakannya dari penelitian-penelitian terdahulu. Di atas telah disinggung bagaimana hendaknya merumuskan hipotesis yang efektif dan efisien. Di antara unsur sifatnyaa adalah: ekspilit, kongkret, sederhana, deklaratif dan sekaligus presiktif (meramalkan) atau antisipasif (menduga kejadian). Berarti harus dihindarkan bentuk yang berbelit-belit dan mengandai-andai atau yang ngambang.

  4. Pengujian Hipotesis

    Pengujian hipotesis merupakan tindak lanjut dan konsekwensi logis dari fungsi dan peran hipotesis, yaitu sebagai jawaban tentatif terhadap masalah yang digarap. Lain daripada itu di dalam hipotesis terkandung acuan-acuan landasan teoritis yang memandu ke arah persiapan penelitian untuk mengungkap data-data empiris pendukung. Ini berarti mengundang langkah lanjut untuk membuat rancangan penelitian, sesuai dengan faktor-faktor yang terlibat, sifat pengaruh masing-masing faktor, hubungan pengaruh gabungan faktor. Sekaligus menentukan metode penelitian dan teknik pengambilan datanya.

    Setelah data hasil penelitian dianalisis dan diinterpretasi, kemudian dikelompokkan mana yang mendukung dan mana yang tidak mendukung hipotesis. Proses menata data empiris yang tersebar dan kini terhimpun ke dalam kelompok yang memungkinkan dilakukan suatu generalisasi disebut logika induktif yang menganut asas korespondensi. Adapun asas korespondensi ialah kesesuaian antara hipotesis sebagai hasil pemikiran rasional (bersifat abstrak) dengan dukungan data empiris. Bila semua data empiris mendukung berarti hipotesis diverifikasi sebagai dapat diterima. Sebaliknya bila data empiris tidak mendukungnya maka hipotesis difalsifikasi atau ditolak. Adakalanya bahwa sebagian data empiris itu mendukung dan sebagian lagi tidak. Adapun hipotesis yang diterima berarti menambah kekayaan teori baru. Sedang hipotesis yang ditolak seluruhnya atau sebagian, merupakan sumbangan korektif kepada peneliti untuk meninjau kembali proses persiapan penelitiannya. Khususnya, apakah ada premis yang tidak lengkap, atau harus menyusun hipotesis baru untuk penelitian berikutnya.

  5. Penarikan Kesimpulan

    Pengujian hipotesis mengundang untuk melakukan langkah terakhir metode ilmiah untuk menarik kesimpulan yang menentukan kesahan ilmiahnya. Dalam hal ini hipotesis yang diterima beserta dukungan fakta lain yang koheren memberikan kelayakan inferensi ilmiah berupa kesimpulan umum. Sesuai ruang lingkup penelitiannya, maka kesimpulan dapat lebih dari satu jumlahnya, untuk selanjutnya dijabarkan menjadi kesimpulan-kesimpulan khusus. Perlu dikemukakan bahwa kesimpulan umum itu sifatnya cenderung kualitatif, sedang kesimpulan khusus merupakan penjabaran yang bersifat kuantitatif.

    Setelah penarikan kesimpulan dilakukan, maka berakhirlah proses penelitian beserta langkah-langkah metode penelitiannya. Namun, pada saat yang sama mulai memasuki siklus empiris metode ilmiah.

3 Likes