Apakah yang dimaksud dengan Mediasi atau Mediation Politics?

http://image.slidesharecdn.com/family-mediation-powerpoint-2016a-160218020724/95/family-mediation-powerpoint-2016a-6-638.jpg?cb=1455761320

Pengertian Mediasi


Secara etimologi, istilah mediasi berasal dari bahasa latin, mediare yang berarti berada di tengah. Makna ini menunjukkan pada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan sengketa antara para pihak. ‘Berada di tengah’ juga bermakna mediator harus berada pada posisi netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan sengketa. Mediator harus mamapu menjaga kepentingan para pihak yang bersengketa secara adil dan sama, sehingga menumbuhkan kepercayaan (trust) dari para pihak yang bersengketa (Abbas, 2011).

Penjelasan mediasi dari sisi kebahasaan (etimologi) lebih menekankan pada keberadaan pihak ketiga yang menjembatani para pihak bersengketa untuk menyelesaikan perselisihannya. Mediator berada pada posisi di tengah dan netral antara para pihak yang bersengketa, dan mengupayakan menemukan sejumlah kesepakatan sehingga mencapai hasil yang memuaskan para pihak yang bersengketa.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mediasi diberi arti sebagai proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai penasihat. Pengertian yang diberikan Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung tiga unsur penting. Pertama, mediasi merupakan proses penyelesaian perselisihan atau sengketa yang terjadi antara dua pihak atau lebih. Kedua, pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa adalah pihak-pihak yang berasal dari luar pihak yang bersengketa. Ketiga, pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa tersebut bertindak sebagai penasihat dan tidak memiliki kewenangan apa-apa dalam pengambilan keputusan.

Pengertian mediasi secara terminologi dapat dilihat dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus dan memaksakan sebuah penyelesaian. Tetapi, banyak para ahli juga mengungkapkan pengertian mediasi di antaranya Prof. Takdir Rahmadi yang mengatakan bahwa mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa antara dua pihak atau lebih melalui perundingan atau cara mufakat dengan bantuan pihak netral yang tidak memiliki kewenangan memutus (Rahmadi, 2010). Pihak mediator tersebut disebut mediator dengan tugas memberikan bantuan prosedural dan substansial.

Dengan demikian, dari definisi atau pengertian mediasi ini dapat diidentifikasikan unsur-unsur esensial mediasi, yaitu:

  • Mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa melalui perundingan berdasarkan pendekatan mufakat atau konsensus para pihak;
  • Para pihak meminta bantuan pihak lain yang bersifat tidak memihak yaitu mediator;
  • Mediator tidak memilikikewenangan memutus, tetapi hanya membantu para pihak yang bersengketa dalam mencari penyelesaian yang dapat diterima para pihak.

Tujuan dan Manfaat Mediasi


Mediasi merupakan salah satu bentuk dari alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Tujuan dilakukan mediasi adalah menyelesaikan sengketa antara para pihak dengan melibatkan pihak ketiga yang netral dan imparsial. Mediasi dapat mengantarkan para pihak pada perwujudan kesepakatan damai yang permanen dan lestari, mengingat penyelesaian sengketa melalui mediasi menempatkan kedua belah pihak pada posisi yang sama, tidak ada pihak yang dimenangkan atau pihak yang dikalahkan (win-win solution). Dalam mediasi para pihak yang bersengketa pro aktif dan memiliki kewenangan penuh dalam pengambilan keputusan. Mediator tidak memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan, tetapi ia hanya membantu para pihak dalam menjaga proses mediasi guna mewujudkan kesepakatan damai mereka.

Penyelesaian sengketa melalui jalur mediasi sangat dirasakan manfaatnya, karena para pihak telah mencapai kesepakatan yang mengakhiri persengketaan mereka secara adil dan saling menguntungkan. Bahkan dalam mediasi yang gagal pun, dimana para pihak belum mencapai kesepakatan, sebenarnya juga telah dirasakan manfaatnya. Kesediaan para pihak bertemu dalam suatu proses mediasi, paling tidak telah mampu mengklarifikasikan akar persengketaan dan mempersempit perselisihan di antara mereka. Hal ini menunjukkan adanya keinginan para pihak untuk menyelesaikan sengketa, namun mereka belum menemukan format tepat yang dapat disepakati oleh kedua belah pihak.

Penyelesaian sengketa memang sulit dilakukan, namun bukan berarti tidak mungkin diwujudkan dalam kenyataan. Modal utama penyelesaian sengketa adalah keinginan dan i’tikad baik para pihak dalam mengakhiri persengketaan mereka. Keinginan dan i’tikad baik ini, kadang-kadang memerlukan bantuan pihak ketiga dalam perwujudannya. Mediasi merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga. Mediasi dapat memberikan sejumlah keuntungan antara lain:

  • Mediasi diharapkan dapat menyelesaikan sengketa secara cepat dan relatif murah dibandingkan dengan membawa perselisihan tersebut ke pengadilan atau ke lembaga arbitrase.
  • Mediasi akan memfokuskan perhatian para pihak pada kepentingan mereka secara nyata dan pada kebutuhan emosi atau psikologis mereka, sehingga mediasi bukan hanya tertuju pada hakhak hukumnya.
  • Mediasi memberikan kesempatan para pihak untuk berpartisipasi secara langsung dan secara informal dalam menyelesaikan perselisihan mereka.
  • Mediasi memberikan para pihak kemampuan untuk melakukan kontrol terhadap proses dan hasilnya.
  • Mediasi dapat mengubah hasil, yang dalam litigasi dan arbitrase sulit diprediksi, dengan suatu kepastian melalui suatu konsensus.
  • Mediasi memberikan hasil yang tahan uji dan akan mampu menciptakan saling pengertian yang lebih baik di antara para pihak yang bersengketa karena mereka sendiri yang memutuskannya.
  • Mediasi mampu menghilangkan konflik atau permusuhan yang hampir selalu mengiringi setiap putusan yang bersifat memaksa yang dijatuhkan oleh hakim di pengadilan atau arbiter pada lembaga arbitrase.

Dalam kaitan dengan keuntungan mediasi, para pihak dapat mempertanyakan pada diri mereka masing-masing apakah mereka dapat hidup dengan hasil yang dicapai melalui mediasi (meskipun mengecewakan atau lebih buruk daripada hal yang diharapkan). Bila direnungkan lebih dalam bahwa hasil kesepakatan yang diperoleh melalui jalur mediasi jauh lebih baik lagi, bila dibandingkan dengan para pihak terus-menerus berada dalam persengketaan yang tidak pernah selesai, meskipun persepakatan tersebut tidak seluruhnya mengakomodasikan keinginan para pihak. Pernyataan win-win solution pada mediasi, umumnya datang bukan dari istilah penyelesaian itu sendiri, tetapi dari kenyataan bahwa hasil penyelesaian memungkinkan kedua belah pihak meletakkan perselisihan di belakang mereka.

Pertemuan secara terpisah dengan para pihak dapat lebih meyakinkan pihak yang lemah akan posisi mereka, sehingga mediator dapat berupaya mengatasinya melalui saran dan pendekatan yang dapat melancarkan proses penyelesaian sengketa. Proses mediasi dan keahlian mediator menjadi sangat penting dalam kaitannya dengan pencegahan dan penyalahgunaan kekuasaan.

  1. Unsur-Unsur Mediasi

Berawal dari ketidakpuasan akan proses pengadilan yang memakan waktu relatif lama, biaya yang mahal, dan rasa ketidakpuasan pihak yang merasa sebagai pihak yang kalah, dikembangkan mediasi sebagai salah satu cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Penerapan mediasi diberbagai negara secara umum mengandung unsur-unsur (Hardika, 2004):

  • Sebuah proses sengketa berdasarkan perundingan .
  • Adanya pihak ketiga yang bersifat netral yang disebut sebagai mediator (penengah) terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa di dalam perundingan itu.
  • Mediator tersebut bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian atas masalah-masalah sengketa
  • Mediator tidak mempunyai kewenangan membuat putusan selama proses perundingan berlangsung

Mempunyai tujuan untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima para pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa.

Prinsip -Prinsip Mediasi


Dalam berbagai literatur ditemukan sejumlah prinsip mediasi. Prinsip dasar ( basic principle ) adalah landasan filosofis dari diselenggarakannya kegiatan mediasi. Prinsip atau filosofi ini merupakan kerangka kerja yang harus diketehaui oleh mediator, sehingga dalam menjalankan mediasi tidak keluar dari arah filosofi yang melatarbelakangi lahirnya institusi mediasi (Hoynes, 2004). David spenser dan Michael Brogan merujuk pada pandangan Ruth Carlton tentang lima prinsip dasar mediasi. Lima prinsip ini dikenal dengan lima dasar filsafat mediasi. Kelima prinsip tersebut adalah; prinsip kerahasiaan ( confidentiality ), prinsip sukarela ( volunteer ), prinsip pemberdayaan ( empowerment ), prinsip netralitas ( neutrality ), dan prinsip solusi yang unik ( a unique solution ).

Prinsip pertama mediasi adalah kerahasiaan atau confidentiality . Kerahasiaan yang dimaksudkan disini adalah bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh mediator dan pihak-pihak yang bersengketa tidak boleh disiarkan kepada publik atau pers oleh masing-masing pihak. Demikian juga sang mediator harus menjaga kerahasiaan dari isi mediasi tersebut, serta sebaiknya menghancurkan seluruh dokumen diakhir sesi yang ia lakukan. Mediator juga tidak dapat dipanggil sebagai saksi di pengadilan dalam kasus yang ia prakarsai penyelesaiannya melalui mediasi. Masing-masing pihak yang bertikai diharapkan saling menghormati kerahasiaan tiap-tiap isu dan kepentingan masing- masing pihak. Jaminan ini harus diberikan masing-masing pihak, sehingga mereka dapat mengungkapkan masalahnya secara langsung dan terbuka. Hal ini penting untuk menemukan kebutuhan dan kepentingan mereka secara nyata.

Prinsip kedua, volunteer (sukarela). Masing-masing pihak yang bertikai datang ke mediasi atas keingina dan kemauan mereka sendiri secara sukarela dan tidak ada paksaan dan tekanan dari pihak-pihak lain atau pihak luar. Prinsip kesukarelaan ini dibangun atas dasar bahwa orang akan mau bekerja sama untuk menemukan jalan keluar dari persengketaan mereka, bila mereka datang ke tempat perundingan atas pilihan mereka sendiri.

Prinsip ketiga, pemberdayaan atau empowerment . Prinsip ini didasarkan pada asumsi bahwa orang yang mau datang ke mediasi sebenarnya mempunyai kemampuan untuk menegosiasikan masalah mereka sendiri dan dapat mencapai kesepakatan yang mereka inginkan. Kemampuan mereka dalam hal ini harus diakui dan dihargai, dan oleh karena itu setiap solusi dan jalan penyelesaiannya sebaiknya tidak dipaksakan dari luar. Penyelesaian sengketa harus muncul dari peemberdayaan terhadap masing-masing pihak, karena hal itu akan lebih memungkinkan para pihak untuk menerima solusinya.

Prinsip keempat, netralitas ( neutrality ). Dalam konteks ini, peran seorang mediator hanya memfasilitasi prosesnya saja, dan isinya tetap menjadi milik para pihak yang bersengketa. Mediator hanyalah berwenang mengontrol proses berjalan atau tidaknya mediasi. Dalam mediasi, seorang mediator tidak bertindak layaknya seorang hakim atau juri yang memutuskan salah atau benarnya salah satu pihak atau mendukung pendapat dari slah satunya, atau memaksakan pendapat dan penyelesaiannya kepada kedua belah pihak.

Prinsip kelima, solusi yang unik ( a unique solution ). Bahwasannya solusi yang dihasilkan dari proses mediasi tidak harus sesuai dengan standar legal, tetapi dapat dihasilkan dari proses kreativitas. Oleh karena itu, hasil mediasi akan lebih banyak mengikuti keingina kedua belah pihak, yang terkait erat dengan konsep pemberdayaan masing-masing pihak.

Para Pihak Dalam Mediasi


Dalam proses mediasi kehadiran dan partisipasi para pihak memegang peranan penting dan menentukan berjalan tidaknya proses mediasi ke depan. Misalnya para pihak adalah sebuah perusahaan swasta atau instansi pemerintah, maka seharusnya yang mewakilinya adalah pegawai senior dengan kewenangan penuh untuk bernegosiasi dan menyelesaikan perselisihan. Dalam kasus di mana pihak tidak mungkin atau tidak praktis bagi otoritas puncak untuk hadir dalam mediasi, misalnya menteri yang memimpin departemen atau chief executive officer (CEO) sebuah perusahaan multinasional, maka wakil mereka harus diberikan kewenangan yang layak untuk membuat sebuah komitmen yang secara bertanggung jawab diharapkan dapat disetujui oleh pembuat keputusan akhir.

Tentang diperlukannya penasihat bagi para pihak, hal itu adalah masalah masing- masing pihak. Setiap pihak bebas membawa siapa pun yang diharapkan dapat mendukung, membantu, menasihati atau berbicara untuk itu. Dalam perselisihan yang masih sederhana, satu atau kedua belah pihak mungkin lebih suka menangani diskusi mereka sendiri dengan pengarah mediator yang netral dengan atau tanpa kehadiran seorang teman atau pembantu lainnya.

Untuk perselisihan yang kompleks, kedua belah pihak biasanya mengharapkan penasihat profesional seperti pengacara, akuntan, atau ahli tertentu, yang dapat membantu pencapaian perselisihan. Penasihat profesional diikutsertakan oleh “kliennya” bertujuan un tuk memberikan nasihat dan dukungan kepadanya. Dalam praktik, penasehat profesional kadang-kadang bertindak sebagai juru bicara pada tahap tertentu atau pada aspek tertentu atau bahakan untuk keseluruhan perselisihan itu (Abbas, 2011).