Apakah yang dimaksud dengan Marxist?

Marxisme adalah sebuah paham yang mengikuti pandangan-pandangan dari Karl Marx. Marx menyusun sebuah teori besar yang berkaitan dengan sistem ekonomi, sistem sosial dan sistem politik. Pengikut teori ini disebut sebagai Marxis.

Teori ini merupakan dasar teori komunisme modern. Teori ini tertuang dalam buku Manisfesto Komunis yang dibuat oleh Marx dan sahabatnya, Friedrich Engels. Marxisme merupakan bentuk protes Marx terhadap paham kapitalisme. Ia menganggap bahwa kaum kapital mengumpulkan uang dengan mengorbankan kaum proletar. Kondisi kaum proletar sangat menyedihkan karena dipaksa bekerja berjam-jam dengan upah minimum sementara hasil keringat mereka dinikmati oleh kaum kapitalis. Banyak kaum proletar yang harus hidup di daerah pinggiran dan kumuh. Marx berpendapat bahwa masalah ini timbul karena adanya “kepemilikan pribadi” dan penguasaan kekayaan yang didominasi orang-orang kaya. Untuk mensejahterakan kaum proletar, Marx berpendapat bahwa paham kapitalisme diganti dengan paham komunisme. Bila kondisi ini terus dibiarkan, menurut Marx, kaum proletar akan memberontak dan menuntut keadilan. Itulah dasar dari marxisme.

Penjelasan dan Argumentasi dalam Teori Marxis


Aliran ini dipelopori oleh Karl Marx dan Friedrich Engels. Ketika Thomas Robert Malthus meniggal di Inggris tahun 1834, mereka berusia delapan belas tahun. Keduanya lahir di Jerman kemudian secara sendiri-sendiri hijrah ke Inggris. Pada waktu itu teori Malthus sangat berpengaruh di Inggris maupun di Jerman. Marx dan Engels tidak sependapat dengan teori Malthus yang menyatakan bahwa apabila tidak dilakukan pembatasan terhadap pertumbuhan penduduk, maka manusia akan kekurangan bahan pangan. Menurut Marx, tekanan penduduk yang terdapat di seebuah negara bukanlah tekanan penduduk terhadap bahan makanan namun tekanan penduduk terhadap kesempatan kerja.

Kemelaratan terjadi karena bukan disebabkan oleh petumbuhan penduduk yang terlalu cepat, tetapi karena kesalahan masyarakat itu sendiri seperti yang terdapat di negara-negara kapitalis. Kaum-kaum kapitalis akan mengambil sebagian pendapatan dari buruh sehingga mengakibatkan kemelaratan buruh tersebut. Sebagai contoh, seorang buruh yang bekerja di bengkel kendaraan bermotor 8 jam, tetapi buruh tersebut hanya dibayar hanya untuk kerja 6 jam karena upah selama 2 jam digunakan untuk mambayar sewa alat-alat bengkel yang dipunyai oleh bengkel kendaraan bermotor tersebut. Semakin banyak kaum kapitalis memotong gaji buruh yang menyebabkan mereka semakin rendah pendapatan yang diterima oleh buruh yang menyebabkan mereka semakin melarat.

Selanjutnya Marx berkata, kaum kapitalis membeli mesin-mesin untuk menggantikan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh para buruh. Jadi, penduduk yang melarat bukan disebabkan karena kekurangan bahan pangan, tetapi karena kaum kapitalis mengambil sebagian dari pendapatan mereka. Jadi menurut Marx dan Engels sistem kapitalislah yang menyebabkan kemelaratan tersebut, dimana kaum kapitalis menguasai alat-alat produksi. Untuk mengatasi hal-hal tersebut maka struktur masyarakat harus diubah dari sistem kapitalis menjadi sistem sosialis.

Menurut Marx dalam sistem sosialis alat-alat produksi dikuasai oleh buruh, sehingga gaji buruh tidak akan terpotong. Buruh akan menikmati seluruh hasil kerja mereka dan oleh karena itu masalah kemelaratan akan dapat dihapuskan. Selanjutnya Marx berpendapat bahwa semakin banyak jumlah manusia semakin tinggi produksi yang dihasilkan, jadi dengan demikian tidak perlu diadakan pertumbuhan penduduk. Marx dan Engels menentang usaha-usaha moral restraint seperti penundaan perkawinan dan segala usaha mengekang nafsu seksual yang disarankan oleh Malthus (Weeks,1992).

Menyangkut solusi yang ditawarkan oleh Marx, dia berpendapat bahwa sistem kapitalis harus diubah menjadi sistem sosialis. Implikasinya seperti alat-alat produksi dikuasai buruh, serta gaji buruh tidak dipotong. Solusi tersebut menurut beberapa tokoh sendiri kurang tepat. Memang pada saat itu kaum buruh menjadi kaum yang tertindas, namun memberikan alat produksi kepada buruh adalah tindakan yang belum bisa dijadikan solusi. Sebagian besar buruh belum memiliki pengetahuan dan ilmu yang cukup untuk mengelola itu semua. Selain itu, biaya perawatan dan pembiayaan alat-alat produksi juga lumayan mahal. Jika itu semua diserahkan kepada buruh, dikhawatirkan itu akan menambah beban ekonomi mereka karena sebagian penghasilan digunakan untuk membiayai perawatan alat-alat produksi.

Lalu, mengenai gaji buruh yang tidak dipotong. Kita tentu sependapat mengenai hal itu, bagaimanapun mendapatkan gaji yang layak adalah hak setiap buruh. Namun, jika kondisi perusahaan sedang tidak baik untuk menggaji itu semua, peran pemerintah sangatlah besar di sini. Pemerintah bisa menalangi sementara gaji buruh hingga perusahaan mampu untuk membayarnya.

Sama dengan Thomas Robert Malthus dimana teorinya banyak dianut, maka pendapat Karl Marx dan Friedrich Engels pun banyak pula pengikutnya. Setelah Perang Dunia II, dunia dibagi menjadi tiga kelompok; pertama negara-negara kapitalis yang umumnya cenderung membenarkan teori Malthus seperti Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Aaustralia, Kanada, dan Amerika Latin; kedua negara yang menganut sistem sosialis seperti Uni Soviet, negara-negara Eropa Timur, Republik Rakyat Cina, Korea Utara, dan Vietnam; ketiga adalah negara-negara non-blok seperti India, Mesir, dan Indonesia.

Isu Teori Marxis


Konflik Aceh memiliki pandangan dalam teori Marxist. Untuk menganalisis konflik di Aceh dalam teori Marxist tentu saja tidak terlepas dari pandangan Karl Marx atas perjuangan kelas yang dilakukannya dengan mengaitkan kesenjangan antar kelas social dan ekonomi. Dengan kata lain, pembagian kelas tersebut muncul ketika masyarakat yang non-produksi (proletar) hidup bergantung kepada pihak produksi (borjuis). Dengan begitu, Marx berpandangan bahwa siapa yang bisa mengontrol alat-alat produksi, maka mereka lah yang akan menjadi kelas penguasa di masyarakat tersebut.

Selain itu, Marx juga berpendapat bahwa dunia menganut prinsip limited resources, karena prinsip sumber daya Alam yang terbatas, maka akan terjadi perebutan basis material yaitu melakukan ekspansi dengan cara akumulasi. Akumulasi dilakukan dengan cara saving (penyimpanan) dimana hasil dari saving tersebut dapat digunakan untuk kembali melakukan ekspansi. Dengan kata lain, marx menyatakan bahwa ketika suatu masyarakat kelas bawah memiliki kekayaan sumber daya alam yang terbatas, maka pihak penguasa yang menjadi dominan dalam masyarakat tersebut akan berusaha merebut basis-basis material itu, sehingga terjadilah kesenjangan kelas-kelas social atas system produksi yang dimiliki tersebut.

Karena keserakahan atas penguasalah maka yang sebelumnya masyarakat yang ”produksi” tadi berubah menjadi eksploitatif yaitu ingin menguasai pihak yang “non-produksi”, maka kedua kelas ini menjadi bersinggungan. Pembagian kelas semacam ini memicu konflik dan mendorong perjuangan kelas, yang oleh Marx disebut sebagai penggerak perkembangan sejarah. Lebih lanjut, Marx menjelaskan bahwa pada suatu saat kaum proletar akan menyadari kepentingan bersama mereka sehingga bersatu dan memberontak. Dalam konflik yang terjadi maka Marx melihat bahwa dalam perjuangan kelas tersebut kaum borjuis akan dapat dikalahkan, Ia meramalkan bahwa kaum proletar kemudian akan mendirikan suatu masyarakat tanpa kelas.

Asumsi Teori Marxis


Pada dasarnya, teori Marxist merupakan isu yang muncul akibat paham sosialis dan kapitalis pada masanya. Aliran Marxist memiliki koridor berpikir terbatas pada paham ini. Elemen yang mereka yakini adalah pemilik modal dan buruh. Pada paham sosialis, pemilik modal menyerahkan segala alat produksi kepada buruh dengan catatan biaya perawatan ditanggung sepenuhnya oleh buruh. Hal ini tentunya menjadi pembatas bagi buruh-buruh lain yang tidak memiliki kemampuan untuk mengelola dan merawat alat yang di tanggungkan kepadanya, akibatnya hanya orang-orang tertentu saja yang mendapat pekerjaan. Disisi lain mereka juga harus menanggung biaya perawatan yang terkadang tidak sebanding dengan hasil jerih payah mereka. Pertumbuhan penduduk menyebabkan persaingan untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dengan kapasitas mereka. Asumsi ini terbatas pada paham sosialis dimana semua aspek ekonomi secara bebas dapat dimiliki namun dengan persaingan kapasitas antar manusia.

Berbeda dengan paham sosialis, negara dengan aliran kapitalis yang juga menunjukkan isu terkait dengan teori Marxist dapat dikatakan sebagai negara yang memanfaatkan sebesar-besarnya sumberdaya manusia namun dengan feedback yang tidak relevan dengan usaha para pekerja. Pada dasarnya aliran kapitalis sangat berorientasi pada produktivitas yang memiliki modal, semakin banyak pekerja maka semakin besar produk yang dihasilkan sesuai dengan teori Marxist. Di asumsikan bahwa setiap orang disini pasti mendapat pekerjaan, namun gaji mereka harus dipotong dengan biaya perawatan alat produksi yang dilakukan oleh si pemilik modal dan itu merupakan otoritas pemilik modal berapa persen pemotongan terhadap gaji para buruh.

Asumsi-asumsi diatas benar adanya dan dapat dikatakan berlaku hanya pada negara-negara yang memiliki pengelolaan sumber daya manusia yang baik dan tidak memiliki paham-paham seperti negara sosialis dan komunis yang merupakan paham yang telah ditanamkan sejak dulu oleh nenek moyang mereka yang sampai sekarang masih menggerogoti sistem perekonomian di beberapa negara. Akibatnya masalah kependudukan yang terkait dengan isu Marxist akan selalu ada.