Apakah yang dimaksud dengan Majas Hiperbola?

Majas hiperbola

Majas hiperbola adalah majas yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan atau membesar-besarkan suatu hal. Dalam pengertian yang lebih lengkap, Hiperbola adalah majas yang melebih-lebihkan apa yang sebenarnya dengan maksud untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan daya pengaruh, baik jumlah, ukuran, maupun sifat-sifatnya. Bukan hanya dalam karya sastra, tanpa kita sadari majas hiperbola sering kali mengisi percakapan kita. Bisa saja, pesan yang ingin disampaikan biasa-biasa saja namun menjadi lebih wah ketika kalimatnya dibentuk sedemikian rupa dengan majas hiperbola. Untuk mendapat kesan dramatis dari sebuah kalimat, pengarang kerap menggunakan majas hiperbola. Kesan hiperbola (sangat berlebih-lebihan) dalam menceritakan sesuatu sengaja dilakukan dengan tujuan, yaitu untuk manarik perhatian dari para pembaca.

Hiperbola adalah ucapan (ungkapan, pernyataan) kiasan yang dibesar-besarkan (berlebih-lebihan), dimaksudkan untuk memperoleh efek tertentu, bukan yang sebenarnya. Di sini peneliti akan mencoba mencari penjelasannya. Sebenarnya di dalam hiperbola terdapat dua kata (atau bentuk lain), penanda dari kata pertama tersembunyi (implisit) dan digantikan oleh yang ke dua, yaitu kata (atau bentuk lain) yang mempunyai intensitas makna jauh melebihi kata yang pertama (yang tersembunyi). Kadang-kadang kedua kata yang dibandingkan muncul bersama, bahkan diantarkan oleh kata pembanding. Sebenarnya hiperbola sering mengambil proses pembentukan jenis majas yang lain. Kadang-kadang proses pembentukannya seperti majas perumpamaan (simile), metafora, atau majas lainnya. Yang penting dalam Hiperbola adalah fokus perhatian terletak pada kesan intensitas makna.

Dengan suara menggelegar, ia berkata: “Pergi kau dari sini!”

Ada perbandingan antara suara halilintar dengan suara manusia (implisit). Komponen makna penyama adalah: nyaring (keras). Komponen makna pembedanya adalah ‘suara manusia’, dan ‘suara alam raya’ yang sangat keras. Jadi, di sini digunakan bentuk metafora. Meskipun bagan semantiknya sama dengan metafora, dikemukakan juga bagan segitiga semantik dari hiperbola.

Tiga tahun telah berlalu sejak meninggalnya kekasihku, namun tak sedetik pun wajahnya hilang dari ingatanku.

Kata sedetik sebenarnya mengemukakan perbandingan antara waktu riil yang sangat singkat, dengan waktu yang dirasakannya. Meskipun waktu yang dirasakan itu sebenarnya bukan sedetik, melainkan bisa saja satu atau beberapa jam. Dalam kenyataannya, tidak mungkin dalam waktu tiga tahun orang memikirkan satu hal saja terus menerus, sampai bilangan detik. Bentuk yang dipakai di sini adalah sinekdoke. Ukuran waktu yang dikemukakan jauh lebih sedikit (sebahagian) dari pada waktu yang sebenarnya digunakan (keseluruhan). Yang penting di sini adalah kesan yang ditampilkan. Dengan penggunaan majas ini, intensitas makna bahasa menjadi sangat kuat.

” Secepat kilat ia berlari menuju garis finis”.

Di sini bahkan perbandingan bersifat eksplisit; cepat seperti kilat. Yang dibandingkan adalah kecepatan lari manusia dengan kecepatan kilat. Jadi bentuk hiperbola di sini adalah simile.

“ (Sabun) sa’ndulit, untung selangit”.

Di sini juga ada perbandingan kwantitas : jumlah sabun yang sedikit (mungkin dalam kenyataannya segenggam atau sekantung kecil) dibandingkan dengan jumlah yang sangat sedikit, sehingga dapat menempel di ujung jari (sa’ndulit). Juga ada perbandingan kwantitas antara keuntungan yang begitu tinggi dengan tingginya langit. (selangit adalah tinggi seperti langit). Di sini pun hiperbola dikemukakan dalam bentuk simile.

“Kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tidak tampak”.

Ujaran di atas menampilkan 4 hiperbola, yaitu: kuman (untuk menggambarkan kesalahan yang begitu kecil), di seberang lautan (untuk menunjukkan jarak yang begitu jauh), gajah (untuk mengemukakan kesalahan yang begitu besar) dan akhirnya di pelupuk mata (untuk menampilkan jarak penglihatan yang begitu dekat). Di sini, hiperbola digunakan untuk menggambarkan ukuran benda abstrak yang dikonkritkan (kesalahan) dan ukuran jarak. Ukuran itu bisa saja menjadi sangat besar atau sangat kecil. Ketiga hiperbola pada contoh terakhir ini mengambil proses pembentukan majas simile dan metafora. Jadi, bila sejumlah pakar memasukan hiperbola ke dalam majas perbandingan, disamakan dengan perbandingan eksplisit (simile) atau implisit (metafora), mereka mempunyai alasan yang kuat.

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengatakan bahwa hiperbola adalah ucapan (ungkapan, pernyataan) kiasan yang dibesar-besarkan (berlebih-lebihan), dimaksudkan untuk memperoleh efek tertentu, bukan yang sebenarnya. Di dalam hiperbola terdapat dua leksem, penanda leksem yang pertama tersembunyi dan digantikan oleh yang ke dua, yaitu yang mempunyai intensitas makna jauh melebihi petanda yang pertama (yang tersembunyi). Sebenarnya proses pembentukannya tidak jauh berbeda dengan metafora, hanya saja di sini fokus terletak pada kesan intensitas makna. Itulah sebabnya mengapa banyak hiperbola yang juga merupakan metafora. Atau perbandingan (perumpamaan).

Menurut Tarigan dalam Sumadaria (2006) majas hiperbola adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang melebih-lebihkan jumlahnya, ukurannya, atau sifatnya, dengan maksud memberi penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya. Majas hiperbola ialah ungkapan yang melebih-lebihkan apa yang sebenarnya dimaksudkan (Djajasudarma, 2009).

Majas hiperbola adalah penggunaan gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang melebih-lebihkan dengan tujuan memberikan penekanaan pada pernyataan tersebut sehingga dapat memperhebat kesan dan pengaruhnya.