Apakah yang dimaksud dengan Komitmen dalam Cinta?

komitmen

Komitmen, dalam teori segitiga cinta, merupakan penilaian kognitif atas hubungan dan keinginan untuk mempertahankan hubungan.

Apakah yang dimaksud dengan Komitmen dalam cinta secara lebih detail ?

image

Komitmen dari cinta, berdasarkan triangular theory of love yang dikemukakan oleh Sternberg, terdiri dari dua aspek, yang bersifat jangka pendek dan yang bersifat jangka panjang. Untuk aspek jangka pendek, komponen keputusan/ komitmen merupakan keputusan untuk mencintai seseorang, sedangkan untuk aspek jangka panjang, komponen keputusan/ komitmen merupakan komitmen untuk mempertahankan cinta itu.

Kedua aspek dari komponen keputusan/ komitmen ini tidak harus berjalan bersama-sama. Keputusan untuk mencintai tidak selalu menyiratkan komitmen untuk mencintai, dan komitmen juga tidak selalu menyiratkan keputusan.

Banyak orang yang berkomitmen terhadap cintanya dengan orang lain tanpa harus mengakui atau menyatakan bahwa mereka cinta atau sedang jatuh cinta satu sama lain.

Komponen keputusan/ komitmen dari cinta memang terkesan kurang memiliki “kehangatan” dibandingkan dengan komponen keintiman atau gairah, namun ketika hubungan cinta sedang dalam masa naik turunnya, komponen keputusan/ komitmen-lah yang dapat menjaga hubungan tersebut agar tetap utuh.

Komponen ini sangat penting peranannya dalam melewati masa-masa sulit dalam hubungan, serta untuk mengembalikan hubungan tersebut ke arah yang lebih baik. Komponen keputusan/ komitmen dari cinta turut berinteraksi dengan komponen keintiman dan gairah. Untuk sebagian besar orang, komitmen
merupakan hasil dari kombinasi antara intimate involvement dan pasionate arousal.

Namun, intimate involvement dan passionate arousal juga dapat muncul dari adanya komitmen, seperti di dalam hubungan pernikahan yang diatur atau di dalam hubungan tertutup dimana seseorang tidak dapat memilih pasangannya, seperti memilih siapa ibunya, ayahnya, atau saudaranya.

Di dalam hubungan tertutup yang seperti ini, dapat ditemukan bahwa segala keintiman atau gairah yang dirasakan atau dialami merupakan hasil dari komitmen kognitif terhadap hubungan, bukan sebaliknya.

Dengan demikian, cinta dapat tumbuh sebagai suatu keputusan.

Perkembangan komponen komitmen dari cinta selama berjalannya hubungan sangat bergantung pada keberhasilan dari hubungan tersebut. Secara umum, pada awalnya komitmen berada di tingkat nol atau tingkat dasar, sebelum seseorang bertemu atau mengenal seorang individu, baru setelahnya tingkat komitmen mulai meningkat.

Biasanya apabila hubungan tersebut akan menjadi hubungan jangka panjang, akan terjadi peningkatan pada tingkat komitmen secara bertahap pada awalnya, baru kemudian peningkatan tersebut akan semakin cepat. Apabila hubungan terus berlanjut melebihi waktu jangka panjang, tingkat komitmen secara umum akan menjadi mendatar.

Teori-Teori Komitmen dalam Hubungan Percintaan

Sama seperti cinta yang memiliki banyak definisi, komitmen pun memiliki berbagai definisi karena sulit untuk menemukan definisi yang klasik dan pasti dari komitmen. Fehr (1988) mengutip beberapa pandangan yang dikemukakan oleh berbagai tokoh mengenai komitmen, beberapa pandangan tersebut diantaranya melihat bahwa komitmen mengacu pada:

  • Kekuatan dari keinginan dan keteguhan individu untuk melanjutkan suatu hubungan pernikahan tertentu (Dean dan Spanier, 1974);
  • Ketidakrelaan untuk mempertimbangkan mengganti pasangan (Leik dan Leik, 1977);
  • Pengakuan dari keinginan untuk mempertahankan hubungan (Levinger, 1980; Rosenblatt, 1977); dan
  • Situasi dimana seseorang atau pasangan mempersepsikan hubungan mereka sebagai suatu hal yang terus berkelanjutan atau mengarahkan perilakunya untuk kelanjutan hubungan mereka (Hinde, 1979).

Secara umum, para cendekiawan mendefinisikan komitmen sebagai konsep akan kebersamaan dan kelanjutan atau durasi dari suatu hubungan (Hinde, 1981; Johnson, 1991; Kelley, 1983; dalam Kulp, 2001).

Komitmen terdiri dari 3 komponen, yakni (Rusbult et al, 2001; dalam DeGenova, 2008):

  • Keinginan untuk bertahan,
  • Keterikatan psikologis, dan
  • Orientasi kognitif untuk tetap berada di dalam hubungan dalam jangka waktu panjang.

Komitmen mengacu pada kekuatan dari keinginan seseorang untuk melanjutkan hubungan (Brehm, 1992).

Komitmen biasanya dikonseptualisasiakan sebagai sebuah kumpulan kognisi, afeksi, dan tingkah laku yang berfungsi sebagai penanda kecenderungan seseorang untuk melanjutkan suatu hubungan tertentu (cf. Beach & Broderick, 1983; Johnson, 1982; Rosenblatt, 1977; dalam Sternberg & Barnes, 1988).

Menurut Surra & Hughes (1997), secara umum, komitmen melibatkan kepercayaan pasangan mengenai apakah hubungan mereka memiliki kemungkinan untuk berlanjut, prediksi mengenai masa depan dari hubungan dan konsepsi akan stabilitasnya.

Secara umum, komitmen terhadap hubungan dapat membuat seseorang merasa lebih puas dengan hubungannya. Apabila ekspresi dari komitmen disadari dan diapresiasi oleh pasangan, maka hal ini dapat membawa dampak positif terhadap kepercayaan terhadap pasangan.

Dengan demikian, seseorang dapat berharap bahwa komitmen tersebut nantinya dapat meningkatkan keinginan atau kecenderungan dari perilaku intim di masa mendatang. Indikasi dari komitmen juga diharapkan dapat mempengaruhi keseluruhan ketertarikan terhadap pasangan, sehingga dapat meningkatkan perilaku kohesif. Selain itu, kepercayaan bahwa pasangan berkomitmen juga penting di dalam menjaga komitmen diri ketika menghadapi kesulitan pernikahan.

Roloff dan Solomon (2002; dalam Van Epp, 2006) menemukan bahwa komitmen secara positif berhubungan dengan kerelaan untuk menghadapi pasangan, yang merupakan indikasi dari keinginan untuk menghadapi permasalahan di dalam hubungan.

Pasangan yang lebih berkomitmen akan cenderung untuk berkomunikasi dan memecahkan masalah secara lebih efektif daripada pasangan yang komitmennya rendah (Brewer, 1993; Robinson & Blanton, 1993; dalam Adams & Jones, 1997).

Komitmen dapat mempengaruhi bagaimana seseorang berespon terhadap pasangannya. Ketika seseorang berkomitmen terhadap hubungannya dengan pasangannya, maka ia akan cenderung untuk selalu setuju dengan pasangannya dan akan jarang untuk memberikan reaksi yang bertentangan dengan usaha pasangan untuk mempengaruhinya (Kiesler, 1971; Pallak & Heller, 1971; dalam Brehm, 1992).

Komitmen terhadap suatu hubungan dapat mengubah skema berpikir seseorang terhadap hal-hal yang berkaitan dengan hubungannya. Keputusan untuk berkomitmen dapat meningkatkan tingkat perhatian seseorang terhadap pasangannya serta memunculkan bias positif terhadap pasangannya (Kobasa,1985; dalam Sternberg & Barnes, 1988).

Beach dan Tesser (1988; dalam Van Epp, 2006) menemukan bahwa semakin berkomitmen seseorang terhadap orang lain, maka ia akan semakin memfokuskan kognitif dan afektifnya terhadap orang lain tersebut, disamping itu ditemukan pula bahwa ketika keputusan untuk berkomitmen dibuat, maka seseorang akan merasa dan berpikir lebih positif terhadap pasangannya (Brehm & Cohen, 1962; dalam Brehm, 1992), dan ketertarikannya terhadap orang lain, yang memungkinkan untuk menjadi pasangannya, akan semakin berkurang (Johnson & Rusbult, 1989; Leik & Leik, 1977; Rosnblatt, 1977; dalam Brehm, 1992).

Salah satu alasan utama mengapa komitmen memiliki pengaruh yang kuat terhadap ketahanan hubungan ialah karena komitmen dapat membatasi tindakan dan pemikiran seseorang. Selama seseorang tidak memiliki komitmen, ia bebas untuk bertindak. Namun, ketika seseorang sudah membuat komitmen yang kuat dan bersifat publik, perubahan akan semakin sulit untuk terjadi.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komitmen dalam Hubungan Percintaan

Berdasarkan hasil penelitian Brehm (1992), ditemukan bahwa terdapat hubungan antara aspek demografis jenis kelamin dengan komitmen, dimana perempuan ditemukan memiliki tingkat komitmen yang lebih tinggi terhadap hubungan yang sedang dijalaninya, daripada laki-laki.

Sementara Ahmetoglu, Swami, dan Chamorro-Premuzic (2008) dalam penelitiannya mengenai hubungan antara kepribadian, dimensi cinta dari Sternberg, dan lamanya hubungan, menemukan bahwa usia partisipan dan lamanya hubungan partisipan berhubungan secara positif dengan komponen komitmen dari cinta.

Partisipan yang berusia lebih tua ditemukan memiliki komitmen yang lebih tinggi daripada partisipan yang berusia lebih muda, dan partisipan yang memiliki hubungan yang lebih lama juga ditemukan memiliki tingkat komitmen yang lebih tinggi.