Apakah yang dimaksud dengan kematangan emosi?

Kematangan emosi atau Emosional Maturity adalah suatu keadaan atau kondisi mencapai tingkat kedewasan dari perkembangan emosional dan karena itu pribadi yang bersangkutan tidak lagi menampilkan pola emosional yang pantas bagi anak-anak. Chaplin (1993)

Menurut Hurlock (1994) menyatakan bahwa petunjuk kematangan emosi pada diri individu adalah kemampuan individu untuk menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi secara emosional, tidak lagi bereaksi tanpa berpikir sebelumnya seperti anak-anak atau orang yang tidak matang, sehingga akan menimbulkan reaksi emosional yang stabil dan tidak berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hati ke emosi atau suasana hati lain.

Individu dikatakan telah mencapai kematangan emosi apabila mampu mengontrol dan mengendalikan emosinya sesuai dengan taraf perkembangan emosinya.

Menurut Hurlock (1994:213) karaketiristik seseorang yang sudah matang
emosinya adalah sebagai berikut :

  1. Adanya kontrol emosi dan terarah: Individu yang tidak meledakkan emosinya begitu saja tetapi ia akan mampu mengontrol emosi dan ekspresi emosi yang disetujui secara sosial, dengan kata lain menunjukkan perilaku yang diterima secara sosial.

  2. Stabilitas emosi: Individu yang matang emosinya akan memberikan reaksi emosional yang stabil dan tidak berubah-ubah dari emosi atau suasana hati ke suasana hati yang lain seperti pada periode sebelumnya.

  3. Bersikap kritis terhadap situasi yang ada: mereka tidak akan bertindak tanpa ada pertimbangan lebih dulu.

  4. Kemampuan penggunaan katarsis mental: mereka mempunyai kemampuan untuk menggunakan dan menyalurkan sumber-sumber emosi yang tidak timbul.

Menurut Young (1950) memberi pengertian bahwa kematangan emosi adalah kemampuan seseorang dalam mengontrol dan mengendalikan emosinya.

Beberapa kriteria kematangan emosi, menurut Gusti (2008), adalah:

####1. Kemampuan untuk beradaptasi dengan realitas.

Kemampuan yang berorientasi pada diri individu tanpa membentuk mekanisme pertahanan diri ketika konflik-konflik yang muncul mulai dirasakan mengganggu perilakunya. Orang yang masak secara emosional melihat suatu akar permasalahan berdasarkan fakta dan kenyataan dilapangan dan tidak menyalahkan orang lain atau hal-hal yang bersangkutan sebagai salah satu penghambat.

Ia dapat beradaptasi dengan lingkungannya dan selalu dapat berpikir positif terhadap masalah yang dihadapinya.

####2. Kemampuan beradaptasi dengan perubahan.

Perubahan mendadak kadang membuat seseorang menutup diri, menjaga jarak, atau bahkan menghindari hal-hal yang ada di lingkungan barunya.

Kematangan emosi menandakan bahwa seseorang dapat dengan cepat beradaptasi dengan hal-hal baru tanpa menjadikannya sebagai tekanan.

Kemampuan ini dapat tumbuh sebagai bentuk adaptasinya dengan lingkungan baru dan sengaja diciptakan untuk mengurangi stress yang dapat berkembang dalam dirinya.

####3. Dapat mengontrol gejala emosi yang mengarah pada munculnya kecemasan.

Munculnya kepanikan berawal dari terkumpulnya simtom-simtom yang memberikan radar akan adanya bahaya dari luar. Penumpukan kadar rasa cemas yang berlebihan dapat memunculkan kepanikan yang luar biasa.

Orang yang mempunyai kematangan emosi dapat mengontrol gejala-gejala tersebut sebelum muncul kecemasan pada dirinya.

####4. Kemampuan untuk menemukan kedamaian jiwa dari memberi dibandingkan dengan menerima.

Semakin sehat tingkat kematangan emosi seseorang, individu tersebut dapat menangkap suatu keindahan dari memberi, ketulusan dalam membantu orang, membantu fakir miskin, keterlibatan dalam masalah sosial, keinginan membantu orang lain, dan sebagainya.

####5. Konsisten terhadap prinsip dan keinginan untuk menolong orang lain.

Orang yang matang secara emosional adalah orang-orang yang telah menemukan suatu prinsip yang kuat dalam hidupnya. Ia menghargai prinsip orang lain dan menghormati perbedaan perbedaan yang ada.

Ia selalu menepati janjinya dan selalu bertanggung jawab dengan apa yang telah diucapkanya serta mempunyai keinginan untuk menolong orang lain yang mengalami kesulitan.

####6. Dapat meredam insting negatif menjadi energi kreatif dan konstruktif.

Kematangan emosi yang dimiliki oleh individu akan dapat mengontrol perilaku-perilaku impulsive yang dapat merusak energi yang dimiliki oleh tubuh. Setiap individu dapat melakukan hal-hal yang bersifat positif daripada sekedar memenuhi nafsu yang dapat merusak diri.

Ia mempunyai waktu yang lebih banyak untuk melakukan hal-hal yang lebih berguna untuk dirinya dan orang lain.

####7. Kemampuan untuk mencintai.

Cinta merupakan energi seseorang untuk bertahan dan menjadikannya lebih bergairah dalam menjalani hidup. Tidak hanya cinta sesama manusia, pengalaman spiritual mencintai Tuhanpun merupakan keindahan bagi mereka yang merasakan kedekatan dengan Ilahi.

Untuk dapat mencapai kematangan emosi, dibutuhkan kecerdasan emosi yang tinggi pada diri seseorang.

Salovey dan Mayer dalam Shapiro (2003), mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, memilah-milah semuanya, dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.

Menurut Goleman (2007), Ciri-Ciri seseorang yang memiliki Kecerdasan Emosional adalah :

Knowing one’s emotions (mengenali emosi diri). Mengenali emosi diri ialah mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi.

Management of emotions (mengelola emosi). Mengelola emosi (pengaturan atau penguasaan diri) merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat dan selaras, sehingga tercapai keseimbangan emosi.

Motivating oneself (memotivasi diri sendiri). Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan ialah hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, memotivasi diri sendiri, dan untuk berkreasi. Orang-orang yang memiliki keterampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan.

Recognizing emotions in others (mengenali emosi orang lain). Istilah empati pada awalnya dikenalkan ke dalam bahasa Inggris dari kata Yunani empatheia, ‘ikut merasakan’, istilah yang pada awalnya digunakan para teoritikus estetika untuk kemampuan memahami pengalaman subjektif orang lain. Menurut Segal (2000), kesadaran aktif yang senantiasa ada itu membuat kita cerdas merasa, empati membuat kita bijaksana dalam merasa. Dengan empati, kita menjadi seorang warga dunia.

Handling relationships (membina hubungan). Seni membina hubungan, sebagian besar merupakan keterampilan mengelola emosi orang lain. Ini merupakan keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan antarpribadi. Kemampuan sosial ini memungkinkan seseorang membentuk hubungan, untuk menggerakkan dan mengilhami orang-orang lain, membina kedekatan hubungan, menyakinkan dan mempengaruhi, membuat orang orang lain merasa nyaman.

Menurut Sudarsono (1993) Emotional Maturity adalah kedewasaan secara emosi, tidak terpengaruh dengan kondisi kekanak-kanakan, atau sudah dewasa secara sosial.

Menurut Soesilowindradini untuk mencapai kematangan emosional remaja harus mempunyai pandangan yang luas terhadap situasi-situasi yang menimbulkan reaksi-reaksi emosional yang hebat. Hal ini bisa diperoleh bila remaja bersedia untuk membicarakan problem-problemnya dengan orang lain.

Menurut Cole (1983) dalam Nyul (2008) Emosi yang matang memiliki sejumlah kemampuan utama yang harus dipenuhi yaitu: kemampuan untuk mengungkapkan dan menerima emosi, menunjukkan kesetiaan, menghargai orang lain secara realitas, menilai harapan dan inspirasi, menunjukkan rasa empati terhadap orang lain, mengurangi pertimbangan-pertimbangan yang bersifat emosional, serta toleransi dan menghormati orang lain.

Kartono (1988) Kematangan emosi sebagai kedewasaan dari segi emosional dalam arti individu tidak lagi terombang-ambing oleh motif kekanak-kanakan.

Young (1950) dalam Gusti (2009) memberi pengertian bahwa kematangan emosi adalah kemampuan seseorang dalam mengontrol dan mengendalikan emosinya.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kematangan emosi merupakan suatu kondisi pencapaian tingkat kedewasaan dari perkembangan emosi pada diri individu yang tandai oleh adanya kesanggupan mengendalikan perasaan dan tidak dapat dikuasai perasaan dalam mengerjakan sesuatu atau berhadapan dengan orang lain, tidak mementingkan diri sendiri tetapi mempertimbangkan perasaan orang lain.

Soesilowindradini (1995), dalam bukunya Psikologi Perkembangan (Masa remaja) menjelaskan anak pada akhir masa remaja akhir dapat dikatakan telah mencapai kematangan emosional bila menunjukkan sikap- sikap sebagai berikut:

  1. Dia tidak meledak di depan orang banyak, karena tidak dapat menahan emosi-emosinya lagi.

  2. Dia mempertimbangkan dengan kritis terlebih dahulu suatu situasi, sebelum memberikan reaksi yang dikuasai oleh emosi-emosi. Jadi keadaanya berlainan dengan anak remaja yang lebih muda, yang reaksi-reaksinya didasarkan atas pandangan-pandangan sepintas lalu saja dari situasi.

  3. Dia lebih stabil dalam pemberian reaksi terhadap salah satu bentuk emosi yang dialami.

Untuk mencapai kematangan emosional, seseorang anak harus mempunyai pandangan luas ke dalam situasi-situasi yang mungkin menimbulkan reaksi-reaksi emosional yang hebat. Hal ini dapat didapatkan, bilamana dia bersedia untuk membicarakan problem-problem dengan orang lain.

Pada umumnya, anak remaja dalam masa ini lebih bersedia untuk membicarakan problem-problemnya dengan orang-orang dewasa, karena dia tidak khawatir kehilangan kebebasannya seperti anak dalam masa remaja awal.

Menurut Killander dalam Zuyina dan Siti (2010:58) terdapat tiga ciri perilaku dan pemikiran pada orang yang emosinya matang, yaitu:

  1. Memiliki Disiplin Diri

Seseorang yang memiliki disiplin diri dapat mengatur diri, hidup teratur, mentaati hukum dan peraturan.

  1. Memiliki Determinasi Diri

Orang yang memiliki determinasi diri akan dapat membuat keputusan dalam memecahkan masalah.

  1. Kemandirian

Ditambahkan oleh Marcham bahwa seseorang yang mempunyai ciri emosi yang sudah matang tidak cepat terpengaruh oleh rangsang-stimulus baik dari dalam maupun dari luar. Emosi yang sudah matang akan selalu belajar menerima kritik, mampu menangguhkan respon-responya, dan memiliki saluran sosial bagi energi emosinya, misalnya bermain, melaksanakan hobinya, dan sebagainya.

Chaplin (1993) Emosional Maturity adalah suatu keadaan atau kondisi mencapai tingkat kedewasan dari perkembangan emosional dan karena itu pribadi yang bersangkutan tidak lagi menampilkan pola emosional yang pantas bagi anak-anak. Menurut Sudarsono (1993) Emotional Maturity adalah kedewasaan secara emosi, tidak terpengaruh dengan kondisi kekanak-kanakan , atau sudah dewasa secara sosial.

Menurut Hurlock (2000) Kematangan emosi dapat dikatakan sebagai sebagai suatu kondisi perasaan atau reaksi perasaan yang stabil terhadap suatu objek permasalahan sehingga untuk mengambil suatu keputusan atau bertingkah laku didasari dengan suatu pertimbangan dan tidak mudah berubah - ubah dari satu suasana hati ke dalam suasana hati yang lain.

Menurut Soesilowindradini untuk mencapai kematangan emosional remaja harus mempunyai pandangan yang luas terhadap situasi-situasi yang menimbulkan reaksi-reaksi emosional yang hebat. Hal ini bisa diperoleh bila remaja bersedia untuk membicarakan problem-problemnya dengan orang lain.

Karakteristik Kematangan Emosi

Hurlock (1994) memberikan kriteria remaja yang matang emosinya:

  1. Adanya kontrol emosi dan terarah: Individu yang tidak meledakkan emosinya begitu saja tetapi ia akan mampu mengontrol emosi dan ekspresi emosi yang disetujui secara sosial, dengan kata lain menunjukkan perilaku yang diterima secara sosial.

  2. Stabilitas emosi: remaja yang matang emosinya akan memberikan reaksi emosional yang stabil dan tidak berubah-ubah dari emosi atau suasana hati ke suasana hati yang lain seperti pada periode sebelumnya.

  3. Bersikap kritis terhadap situasi yang ada: mereka tidak akan bertindak tanpa ada pertimbangan lebih dulu.

  4. Kemampuan penggunaan katarsis mental: mereka mempunyai kemampuan untuk menggunakan dan menyalurkan sumber-sumber emosi yang tidak timbul.

Soesilowindradini (1995) dalam bukunya Psikologi Perkembangan (Masa remaja) menjelaskan anak pada akhir masa remaja akhir dapat dikatakan telah mencapai kematangan emosional bila menunjukkan sikap- sikap sebagai berikut:

  1. Dia tidak meledak di depan orang banyak, karena tidak dapat menahan emosi-emosinya lagi.

  2. Dia mempertimbangkan dengan kritis terlebih dahulu suatu situasi, sebelum memberikan reaksi yang dikuasai oleh emosi-emosi. Jadi keadaanya berlainan dengan anak remaja yang lebih muda, yang reaksi-reaksinya didasarkan atas pandangan-pandangan sepintas lalu saja dari situasi.

  3. Dia lebih stabil dalam pemberian reaksi terhadap salah satu bentuk emosi yang dialami.

Faktor yang mempengaruhi Kematangan Emosi

Menurut Hurlock (1980) hal- hal yang dapat mempengaruhi kematangan emosi adalah:

  1. Gambaran tentang situasi-situasi yang dapat menimbulkan reaksi- reaksi emosional.

  2. Membicarakan berbagai masalah pribadi dengan orang lain.

  3. Lingkungan sosial yang dapat menimbulkan perasaan aman dan keterbukaan dalam hubungan sosial.

  4. Belajar menggunakan katarsis emosi untuk menyalurkan emosi.

  5. Kebiasaan dalam memahami dan menguasai emosi dan nafsu.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan kematangan emosi seseorang menurut Astuti (2000) dalam Wawan (2009) antara lain:

1. Pola asuh orang tua

Keluarga merupakan lembaga pertama dan utama dalam kehidupan anak, tempat belajar dan menyatakan dirinya sebagai makhluk sosial, karena keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama tempat anak dapat berinteraksi. Dari pengalaman berinteraksi dalam keluarga ini akan menentukan pula pola perilaku anak.

2. Pengalaman traumatik

Kejadian-kejadian traumatis masa lalu dapat mempengaruhi perkembangan emosi seseorang. Kejadian- kejadian traumatis dapat bersumber dari lingkungan keluarga ataupun lingkungan di luar keluarga.

3. Temperamen

Temperamen dapat didefinisikan sebagai suasana hati yang mencirikan kehidupan emosional seseorang. Pada tahap tertentu masing-masing individu memiliki kisaran emosi sendiri-sendiri, dimana temperamen merupakan bawaan sejak lahir, dan merupakan bagian dari genetik yang mempunyai kekuatan hebat dalam rentang kehidupan manusia.

4. Jenis kelamin

Perbedaan jenis kelamin memiliki pengaruh yang berkaitan dengan adanya perbedaan hormonal antara laki-laki dan perempuan, peran jenis maupun tuntutan sosial yang berpengaruh terhadap adanya perbedaan karakteristik emosi diantara keduanya.

5. Usia

Perkembangan kematangan emosi yang dimiliki seseorang sejalan dengan pertambahan usia, hal ini dikarenakan kematangan emosi dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan dan kematangan fisiologis seseorang.

6. Perubahan jasmani

Perubahan jasmani ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan yang sangat cepat dari anggota tubuh. Pada taraf permulaan pertumbuhan ini hanya terbatas pada bagian tertentu saja yang mengakibatkan postur tubuh menjadi tidak seimbang. Hal ini akan menyebabkan masalah bagi perkembangan kematangan emosi seseorang.

7. Perubahan Interaksi dengan teman sebaya.

Seseorang seringkali membangun interaksi dengan teman sebayanya. Faktor yang sering menimbulkan masalah emosi pada masa ini adalah hubungan cinta dengan lawan jenis, hal ini tidak jarang menimbulkan konflik dan gangguan emosi.

8. Perubahan Pandangan Luar.

Ada sejumlah pandangan luar yang dapat menyebabkan konflik emosional dalam diri seseorang, yaitu:

  • Sikap dunia luar terhadap seseorang sering tidak konsisten.

  • Dunia luar atau masyarakat masih menerapkan nilai-nilai yang berbeda untuk seorang laki-laki dan perempuan.

  • Seringkali kekosongan seseorang dimanfaatkan oleh pihak luar yang tidak bertanggung jawab.

9. Perubahan interaksi di sekolah

Posisi guru amat strategis untuk pengembangan emosi melalui penyampaian materi-materi yang positif dan konstruktif.

Kematangan emosi adalah kemampuan menerima hal-hal negatif dari lingkungan tanpa membalasnya dengan sikap yang negatif, melainkan dengan kebijakan (Martin, 2003). Adapun menurut Chaplin (dalam Khotimah, 2006) kematangan emosi adalah suatu keadaan atau kondisi mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosional, dan oleh karena itu pribadi yang bersangkutan tidak lagi menampilkan pola emosional yang pantas bagi anak-anak.

Kematangan emosi memiliki beberapa aspek. Menurut Walgito (2003) aspek-aspek kematangan emosi adalah :

a. Dapat menerima keadaan dirinya maupun orang lain seperti apa adanya

b. Tidak impulsif

c. Dapat mengontrol emosi dan ekspresi emosinya dengan baik

d. Dapat berfikir secara objektif dan realistis, sehingga bersifat sabar, penuh pengertian dan memiliki toleransi yang baik

e. Mempunyai tanggung jawab yang baik, dapat berdiri sendiri, tidak mudah mengalami frustrasi dan akan menghadapi masalah dengan penuh pengertian.

Emosi marah yang bersifat negatif dan meledak-ledak disertai dengan faktor eksternal seperti frustrasi dan provokasi, menyebabkan terjadinya proses penyaluran energi negatif berupa dorongan agresi yang akan mempengaruhi perilaku individu. Individu dengan tingkat kematangan emosional tinggi mampu meredam dorongan agresi dan mengendalikan emosinya, pandai membaca perasaan orang lain, serta dapat memelihara hubungan baik dengan lingkungannya, sehingga apabila individu memiliki kematangan emosi yang baik, maka individu tersebut mampu mengendalikan perilaku agresinya (Rahayu, 2008). Individu yang telah mencapai kematangan emosi dapat diidentifikasikan sebagai individu yang dapat menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bertindak, tidak lagi bereaksi tanpa berpikir sebelumnya seperti anak-anak atau orang yang tidak matang emosinya (Hurlock, 1994).

Kemampuan individu untuk merespon stimulus yang berpengaruh terhadap lingkungannya dapat ditunjukkan dengan pribadi yang sehat, terarah dan jelas sesuai dengan stimulus serta tanggung jawab atas segala keputusan dan perbuatannya terhadap lingkungan. Jika hal tersebut terpenuhi, maka individu tersebut dikatakan matang emosinya (Cole dalam Khotimah, 2006). Menurut Hurlock (1980) kematangan emosi adalah apabila individu menilai situasi secara kritis terlebih dulu sebelum bereaksi secara emosional, tidak lagi bereaksi tanpa berfikir sebelumnya seperti anak-anak atau orang yang belum matang.

Referensi

https://eprints.umk.ac.id/274/1/86_-_92.PDF

Chaplin (Kartono, 2011) dalam bukunya menjelaskan kematangan emosi (emotional maturity) adalah suatu keadaan atau kondisi mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosional, karena itu pribadi yang bersangkutan tidak lagi menampilkan pola emosional yang pantas bagi anak-anak.

Morgan (Kafabi, 2012) mengatakan dalam introduction to psychology, kematangan emosi merupakan keadaan emosi yang dimiliki seseorang dimana apabila mendapat stimulus emosi tidak menunjukkan gangguan emosi. Gangguan kondisi emosi yang terjadi tersebut dapat berupa keadaan kebingungan, berkurangnya rasa percaya diri dan terganggunya kesadaran sehingga orang tersebut tidak dapat menggunakan pemikirannya secara efektif dan rasional. Kematangan emosi dimana juga memiliki pengertian sebagai kemampuan untuk memikirkan emosi yang membantu meningkatkan kemampuan untuk menguasai atau mengendalikannya.

Menurut Hurlock (2008) kematangan emosi dapat dikatakan sebagai suatu kondisi perasaan atau reaksi perasaan yang stabil terhadap suatu obyek permasalahan sehingga untuk mengambil suatu keputusan atau bertingkah laku didasari dengan suatu pertimbangan dan tidak mudah berubah-ubah dari satu suasana hati ke dalam suasana hati yang lain.

Menurut Sudarsono (1993) emotional maturity adalah kedewasaan secara emosi, tidak terpengaruh kondisi kekanak-kanakan, atau sudah dewasa secara sosial. Kartono (2011) mengatakan kematangan emosi sebagai kedewasaan dari segi emosional dalam arti individu tidak lagi terombangambing oleh motif kekanak-kanakan.

Menurut Cole (Nyul, 2008) emosi yang matang memiliki sejumlah kemampuan utama yang harus dipenuhi yaitu; kemampuan untuk mengungkapkan dan menerima emosi, menunjukkan kesetiaan, menghargai orang lain secara realitas, menilai harapan dan inspirasi, menunjukkan rasa empati terhadap orang lain, mengurangi pertimbanganpertimbangan yang bersifat emosional, serta toleransi dan menghormati orang lain (Sumitro, 2012).

Kematangan emosi dapat didefinisikan sebagai kemampuan mengekspresikan perasaan dan keyakinan secara berani dan mempertimbangkan perasaan dan keyakinan orang lain (Covey, 2001). Dariyo (2006) juga mendefinisikan kematangan emosi sebagai keadaan atau kondisi mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosi sehingga individu tidak lagi menampilkan pola emosional yang tidak pantas.

Kematangan emosi itu adalah suatu kondisi emosional dimana tingkat kedewasaan individu yang terkendali, tidak kekanak-kanakan, tidak ada amarah yang meluap-luap, dan mampu mengungkapkan emosi sesuai kondisi yang ada yang mana individu dapat menilai situasi secara kritis sebelum bereaksi secara emosional dan peduli terhadap perasaan orang lain. Kematangan emosi juga merupakan kesiapan individu dalam mengendalikan dan mengarahkan emosi dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi, kesiapan tersebut tercapai sesuai dengan perkembangan usia.

Aspek-Aspek Kematangan Emosi

Overstreet (Schneider, 1964) mengungkapkan bahwa kematangan emosi seseorang memiliki aspek – aspek sebagai suatu ciri sifat atau perilaku yang dapat terlihat atau perilaku yang dapat terlihat atau diobservasi, aspek tersebut yaitu:

  1. Kecukupan respon emosional (Adequancy of Emotional Respon) adalah kemampuan seseorang untuk menampilkan respon emosional dengan kadar yang tepat, tidak berlebihan atau kurang, yang berarti bahwa respon-respon emosinya harus cocok dengan tingkat pertumbuhannya. Orang dewasa yang seperti anak kecil menggunakan tangisan atau ledakan kemarahan untuk mendapatkan apa yang diinginkannya merupakan ketidak matangan emosi.

  2. Jarak dan kedalaman emosi (Emotional range and Depth) adalah kemampuan seseorang untuk menampilkan respon emosional yang sesuai dengan rangsangan yang diterima. Kematangan emosi menuntut adanya suatu perkembangan yang memadai sehingga mampu menjadi dasar penyesuaian yang baik. Seseorang dikatakan belum mencapai kematangan emosi adalah seseorang yang mempunyai perasaan dangkal dan memperlihatkan sebagai seseorang yang terlalu simpatik atau seseorang yang memiliki kekurangan perasaan cinta, simpati, perhatian, dan keramahan.

  3. Kontrol Emosi (Emotional Control) adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan dan mengontrol emosi. Kontrol emosi yang kurang atau berlebih akan menghambat penyesuaian sosial. Sikap dan perilaku individu yang menunjukkan kurangnya kontrol emosi antara lain, kemarahan yang meledak-ledak yang ditunjukkan dengan perilaku emosional, misalnya membanting barang atau berkelahi. Kegagalan seseorang untuk mengatur perasaan merupakan salah satu faktor penting yang ikut menentukan berhasil atau gagalnya seseorang dalam mengendalikan emosinya. Seseorang dikatakan belum matang emosinya ketika seseorang tersebut masih terus menerus menjadi korban oleh perasaan takut, cemas, marah, cemburu, dan rasa benci.

Sedangkan menurut Walgito (2004) aspek-aspek kematangan emosi antara lain:

  1. Dapat menerima baik keadaan dirinya maupun orang lain seperti apa adanya secara obyektif.
  2. Tidak bersifat impulsive, yaitu individu akan merespon stimulus dengan cara mengatur fikirannya secara baik untuk memberikan tanggapan terhadap stimulus yang mengenainya, orang yang bersifat impulsive yang segera bertindak suatu pertanda bahwa emosinya belum matang.
  3. Dapat mengontrol emosinya atau dapat mengontrol ekspresi emosinya secara baik, walaupun seseorang dalam keadaan marah tetapi marah itu tidak ditampakkan keluar, karena dia dapat mengatur kapan kemarahan itu perlu dimanifestasikan.
  4. Bersifat sabar, pengertian, dan umumnya cukup mempunyai toleransi yang baik.
  5. Mempunyai tanggung jawab yang baik, dapat berdiri sendiri tidak mudah mengalami frustasi dan akan menghadapi masalah dengan penuh pertimbangan.