Kata jihad berasal dari kata âjahadaâ atau âjahdunâ yang berarti âusahaâ atau âjuhdunâ yang berarti kekuatan. Secara bahasa, asal makna jihad adalah mengeluarkan segala kesungguhan, kekuatan, dan kesanggupan pada jalan yang diyakini (diiktikadkan) bahwa jalan itulah yang benar. Menurut Ibnu Abbas, salah seorang sahabat Nabi Saw, secara bahasa jihad berarti âmencurahkan segenap kekuatan dengan tanpa rasa takut untuk membela Allah terhadap cercaan orang yang mencerca dan permusuhan orang yang memusuhiâ.
MAKNA, arti, definisi, atau pengertian jihad yang sebenarnya harus dipahami dengan baik dan disosialisasikan kaum Muslim kepada publik agar tidak terjadi miskonsepsi, mispersepsi, dan misunderstanding tentang konsep jihad dalam Islam. Pengertian jihad dewasa ini tampak makin âmenyempitâ, yaitu hanya dipahami sebagai âperang suciâ (holy war) atau âperang bersenjataâ (jihad fisik-militer). Bahkan, dewasa ini kalangan masyarakat Barat kerap mengasosiasikan jihad dengan ekstremisme, radikalisme, bahkan terorisme. Aksi kekerasan sebagai bentuk perlawanan dan perjuangan sebuah gerakan Islam oleh Barat disebut aksi âterorismeâ. Sebaliknya, pihak gerakan Islam meyakini itu sebagai salah satu manifestasi jihad fi sabilillah. Banyak kalangan sangat fobi atau ngeri dengan kata jihad. Sebabnya, ruhul jihad merupakan sumber kekuatan umat Islam. Pengamalan jihad membawa seorang Muslim pada kerelaan berkorban apa saja, nyawa sekalipun, demi membela agama dan umat Islam. Bagi mujahid --sebutan bagi orang yang berjihad-- mati syahid adalah cita-cita karena para syuhada dijamin masuk surga.
Pengertian jihad secara istilah sangat luas, mulai dari mencari nafkah hingga berperang melawan kaum kuffar yang memerangi Islam dan kaum Muslim. Dalam istilah syariat, jihad berarti mengerahkan seluruh daya kekuatan memerangi orang kafir dan para pemberontak.
Menurut Ibnu Taimiyah, jihad itu hakikatnya berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menghasilkan sesuatu yang diridhoi Allah berupa amal shalih, keimanan dan menolak sesuatu yang dimurkai Allah berupa kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Makna jihad lebih luas cakupannya daripada aktivitas perang. Jihad meliputi pengertian perang, membelanjakan harta, segala upaya dalam rangka mendukung agama Allah, berjuang melawan hawa nafsu, dan menghadapi setan. Kata âjihadâ dalam bentuk fiil maupun isim disebut 41 kali dalam Al-Qurâan, sebagian tidak berhubungan dengan perang dan sebagian berhubungan dengan perang. Dalam hukum Islam, jihad mempunyai pengertian sangat luas yang dibagi dalam dua pengertian: secara umum dan khusus (Ensiklopedi Islam).
Secara umum, sebagian ulama mendefinisikan jihad sebagai âsegala bentuk usaha maksimal untuk penerapan agama Islam dan pemberantasan kedzaliman serta kejahatan, baik terhadap diri sendiri maupun dalam masyarakat.â Ada juga yang mengartikan jihad sebagai âberjuang dengan segala pengorbanan harta dan jiwa demi menegakkan kalimat Allah (Islam) atau membela kepentingan agama dan umat Islam.â Kata-kata jihad dalam al-Quran kebanyakan mengandung pengertian umum. Artinya, pengertiannya tidak hanya terbatas pada peperangan, pertempuran, dan ekspedisi militer, tetapi mencakup segala bentuk kegiatan dan usaha yang maksimal dalam rangka dakwah Islam, amar makruf nahyi munkar (memerintah kebajikan dan mencegah kemunkaran). Dalam pengertian umum ini, berjihad harus terus berlangsung baik dalam keadaan perang maupun damai, karena tegaknya Islam bergantung pada jihad.
Jihad dalam arti khusus bermakna âperang melawan kaum kafir atau musuh-musuh Islamâ. Pengertian seperti itu antara lain dikemukakan oleh Imam Syafiâi bahwa jihad adalah âmemerangi kaum kafir untuk menegakkan Islamâ. Juga sebagaimana dikemukakan oleh Ibnu Atsir, jihad berarti âmemerangi orang Kafir dengan bersungguh-sungguh, menghabiskan daya dan tenaga dalam menghadapi mereka, baik dengan perkataan maupun perbuatan.â
Pengertian jihad secara khusus inilah yang berkaitan dengan peperangan, pertempuran, atau aksi-aksi militer untuk menghadapi musuh-musuh Islam. Kewajiban jihad dalam arti khusus ini (berperang, red) tiba bagi umat Islam, apabila atau dengan syarat:
- Agama Islam dan kaum Muslim mendapat ancaman atau diperangi lebih dulu (QS 22:39, 2:190)
- Islam dan kaum Muslim mendapat gangguan yang akan mengancam eksistensinya (QS 8:39)
- Untuk menegakkan kebebasan beragama (QS 8:39)
- Membela orang-orang yang tertindas (QS 4:75).
Banyak sekali ayat al-Quran yang berbicara tentang jihad dalam arti khusus ini (perang), antara lain:
- Tentang keharusan siaga perang (QS 3:200, 4:71);
- Ketentuan atau etika perang (QS 2:190,193, 4:75, 9:12, 66:9);
- Sikap menghadapi orang kafir dalam perang (QS 47:4),
- Uzur yang dibenarkan tidak ikut perang (QS 9:91-92).
Ayat yang secara khusus menegaskan hukum perang dalam Islam bisa disimak pada QS 2:216-218 yang mewajibkan umat Islam berperang demi membela Islam. Dan, perang dalam Islam sifatnya âuntuk membela atau mempertahankan diriâ (defensif), sebagaimana firman Allah SWT:
âDan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tapi janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.â (QS 2:190).
Yang menjadi latar belakang perlunya berjihad didasarkan pada al-Quran, antara lain Surat at-Taubah:13-15 dan an-Nisa:75-76, yakni:
- Mempertahankan diri, kehormatan, dan harta dari tindakan sewenang-wenang musuh,
- Memberantas kedzaliman yang ditujukan pada umat Islam,
- Membantu orang-orang yang lemah (kaum dhuâafa), dan
- Mewujudkan keadilan dan kebenaran.
Jihad merupakan kewajiban setiap orang beriman. Perintah jihad merupakan salah satu ujian Allah SWT untuk menguji sejauh mana keimanan seseorang. Firman Allah SWT,
âApakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan (begitu saja) sedang Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kamu dan tidak mengambil teman selain Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman?â (QS 9:16)
Dalam al-Quran, kata jihad hampir selalu diikuti dengan kalimat fi sabilillah (di jalan Allah), menjadi jihad fi sabilillah, yaitu berjuang melalui segala jalan dengan niat untuk menuju keridhaan Allah SWT (mardhatillah) dalam rangka mengesakan Allah SWT (menegakkan tauhidullah), dan bahwa jihad harus dilakukan sesuai dengan kaidah-kaidah serta norma-norma yang telah ditentukan Allah SWT.
âOrang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.â (QS 9:20)
Berdasarkan ayat tersebut, jihad terbagi dua, yaitu
- Jihadul Maali (jihad dengan harta)
- Jihadun Nafsi (jihad dengan diri atau jiwa raga).
Jihad dengan harta yaitu berjuang membela kepentingan agama dan umat Islam dengan menggunaan materi (harta kekayaan) yang dimiliki. Jihadunnafsi yaitu berjuang dengan mengerahkan segala kemampuan yang ada pada diri berupa tenaga, pikiran, ilmu, kerampilan, bahkan nyawa sekalipun. Ibnu Qayyim membagi jihad ke dalam tiga kategori dilihat dari pelaksanaannya, yaitu
-
Jihad mutlak
Jihad mutlak adalah perang melawan musuh di medan pertempuran (berjuang secara fisik).
-
Jihad hujjah
Jihad hujjah adalah jihad yang dilakukan dalam berhadapan dengan pemeluk agama lain dengan mengemukakan argumentasi yang kuat tentang kebenaran Islam (berdiskusi, debat, atau dialog). Ibnu Taimiyah menanamakan jihad macam ini sebagai âjihad dengan lisanâ (jihad bil lisan) atau âjihad dengan ilmu dan penjelasanâ (jihad bil âilmi wal bayan). Dalam hal ini, kemampuan ilmiah dan berijtihad termasuk di dalamnya.
-
Jihad âamm.
Jihad âamm (jihad umum) yaitu jihad yang mencakup segala aspek kehidupan baik yang bersifat moral maupun material, terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain. Jihad ini dilakukan dengan mengorbankan harta, jiwa, tenaga, waktu, dan ilmu pengetahuan yang dimiliki. Jihad ini adalah menghadapi musuh berupa diri sendiri (hawa nafsu), setan, ataupun musuh-musuh Islam (manusia).
Macam-Macam Jihad Menurut Imam Al-Ghazali
- Jihad Zahir â jihad melawan orang yang tidak menyembah Allah SWT.
- Jihad menghadapi orang yang menyebarkan ilmu dan hujjah yang batil.
3- Berjihad melawan nafsu yang sentiasa menyeret manusia ke arah kejahatan. (Kitab Penenang Jiwa, Imam Al-Ghazali)
Referensi :