Apakah Yang Dimaksud Dengan Jihad?

jihad

Istilah dunia adalah fana dan akhirat adalah kekal. Memiliki arti bahwa kehidupan di dunia akan sis-sia jika kita sebagai umat islam terperdaya karenanya. Sebagai manusia kita juga harus memikirkan dan memperjuangkan akhirat. Jihad adalah salah satu cara untuk memperjuangkan akhirat.

Apakah yang dimaksud dengan jihad ?

1 Like

Kata jihad berasal dari kata “jahada” atau ”jahdun” yang berarti “usaha” atau “juhdun” yang berarti kekuatan. Secara bahasa, asal makna jihad adalah mengeluarkan segala kesungguhan, kekuatan, dan kesanggupan pada jalan yang diyakini (diiktikadkan) bahwa jalan itulah yang benar. Menurut Ibnu Abbas, salah seorang sahabat Nabi Saw, secara bahasa jihad berarti “mencurahkan segenap kekuatan dengan tanpa rasa takut untuk membela Allah terhadap cercaan orang yang mencerca dan permusuhan orang yang memusuhi”.

MAKNA, arti, definisi, atau pengertian jihad yang sebenarnya harus dipahami dengan baik dan disosialisasikan kaum Muslim kepada publik agar tidak terjadi miskonsepsi, mispersepsi, dan misunderstanding tentang konsep jihad dalam Islam. Pengertian jihad dewasa ini tampak makin “menyempit”, yaitu hanya dipahami sebagai “perang suci” (holy war) atau “perang bersenjata” (jihad fisik-militer). Bahkan, dewasa ini kalangan masyarakat Barat kerap mengasosiasikan jihad dengan ekstremisme, radikalisme, bahkan terorisme. Aksi kekerasan sebagai bentuk perlawanan dan perjuangan sebuah gerakan Islam oleh Barat disebut aksi “terorisme”. Sebaliknya, pihak gerakan Islam meyakini itu sebagai salah satu manifestasi jihad fi sabilillah. Banyak kalangan sangat fobi atau ngeri dengan kata jihad. Sebabnya, ruhul jihad merupakan sumber kekuatan umat Islam. Pengamalan jihad membawa seorang Muslim pada kerelaan berkorban apa saja, nyawa sekalipun, demi membela agama dan umat Islam. Bagi mujahid --sebutan bagi orang yang berjihad-- mati syahid adalah cita-cita karena para syuhada dijamin masuk surga.

Pengertian jihad secara istilah sangat luas, mulai dari mencari nafkah hingga berperang melawan kaum kuffar yang memerangi Islam dan kaum Muslim. Dalam istilah syariat, jihad berarti mengerahkan seluruh daya kekuatan memerangi orang kafir dan para pemberontak.

Menurut Ibnu Taimiyah, jihad itu hakikatnya berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menghasilkan sesuatu yang diridhoi Allah berupa amal shalih, keimanan dan menolak sesuatu yang dimurkai Allah berupa kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Makna jihad lebih luas cakupannya daripada aktivitas perang. Jihad meliputi pengertian perang, membelanjakan harta, segala upaya dalam rangka mendukung agama Allah, berjuang melawan hawa nafsu, dan menghadapi setan. Kata “jihad” dalam bentuk fiil maupun isim disebut 41 kali dalam Al-Qur’an, sebagian tidak berhubungan dengan perang dan sebagian berhubungan dengan perang. Dalam hukum Islam, jihad mempunyai pengertian sangat luas yang dibagi dalam dua pengertian: secara umum dan khusus (Ensiklopedi Islam).

Secara umum, sebagian ulama mendefinisikan jihad sebagai “segala bentuk usaha maksimal untuk penerapan agama Islam dan pemberantasan kedzaliman serta kejahatan, baik terhadap diri sendiri maupun dalam masyarakat.” Ada juga yang mengartikan jihad sebagai “berjuang dengan segala pengorbanan harta dan jiwa demi menegakkan kalimat Allah (Islam) atau membela kepentingan agama dan umat Islam.” Kata-kata jihad dalam al-Quran kebanyakan mengandung pengertian umum. Artinya, pengertiannya tidak hanya terbatas pada peperangan, pertempuran, dan ekspedisi militer, tetapi mencakup segala bentuk kegiatan dan usaha yang maksimal dalam rangka dakwah Islam, amar makruf nahyi munkar (memerintah kebajikan dan mencegah kemunkaran). Dalam pengertian umum ini, berjihad harus terus berlangsung baik dalam keadaan perang maupun damai, karena tegaknya Islam bergantung pada jihad.

Jihad dalam arti khusus bermakna “perang melawan kaum kafir atau musuh-musuh Islam”. Pengertian seperti itu antara lain dikemukakan oleh Imam Syafi’i bahwa jihad adalah “memerangi kaum kafir untuk menegakkan Islam”. Juga sebagaimana dikemukakan oleh Ibnu Atsir, jihad berarti “memerangi orang Kafir dengan bersungguh-sungguh, menghabiskan daya dan tenaga dalam menghadapi mereka, baik dengan perkataan maupun perbuatan.”

Pengertian jihad secara khusus inilah yang berkaitan dengan peperangan, pertempuran, atau aksi-aksi militer untuk menghadapi musuh-musuh Islam. Kewajiban jihad dalam arti khusus ini (berperang, red) tiba bagi umat Islam, apabila atau dengan syarat:

  1. Agama Islam dan kaum Muslim mendapat ancaman atau diperangi lebih dulu (QS 22:39, 2:190)
  2. Islam dan kaum Muslim mendapat gangguan yang akan mengancam eksistensinya (QS 8:39)
  3. Untuk menegakkan kebebasan beragama (QS 8:39)
  4. Membela orang-orang yang tertindas (QS 4:75).

Banyak sekali ayat al-Quran yang berbicara tentang jihad dalam arti khusus ini (perang), antara lain:

  1. Tentang keharusan siaga perang (QS 3:200, 4:71);
  2. Ketentuan atau etika perang (QS 2:190,193, 4:75, 9:12, 66:9);
  3. Sikap menghadapi orang kafir dalam perang (QS 47:4),
  4. Uzur yang dibenarkan tidak ikut perang (QS 9:91-92).

Ayat yang secara khusus menegaskan hukum perang dalam Islam bisa disimak pada QS 2:216-218 yang mewajibkan umat Islam berperang demi membela Islam. Dan, perang dalam Islam sifatnya “untuk membela atau mempertahankan diri” (defensif), sebagaimana firman Allah SWT:

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tapi janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS 2:190).

Yang menjadi latar belakang perlunya berjihad didasarkan pada al-Quran, antara lain Surat at-Taubah:13-15 dan an-Nisa:75-76, yakni:

  • Mempertahankan diri, kehormatan, dan harta dari tindakan sewenang-wenang musuh,
  • Memberantas kedzaliman yang ditujukan pada umat Islam,
  • Membantu orang-orang yang lemah (kaum dhu’afa), dan
  • Mewujudkan keadilan dan kebenaran.

Jihad merupakan kewajiban setiap orang beriman. Perintah jihad merupakan salah satu ujian Allah SWT untuk menguji sejauh mana keimanan seseorang. Firman Allah SWT,

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan (begitu saja) sedang Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kamu dan tidak mengambil teman selain Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman?” (QS 9:16)

Dalam al-Quran, kata jihad hampir selalu diikuti dengan kalimat fi sabilillah (di jalan Allah), menjadi jihad fi sabilillah, yaitu berjuang melalui segala jalan dengan niat untuk menuju keridhaan Allah SWT (mardhatillah) dalam rangka mengesakan Allah SWT (menegakkan tauhidullah), dan bahwa jihad harus dilakukan sesuai dengan kaidah-kaidah serta norma-norma yang telah ditentukan Allah SWT.

“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (QS 9:20)

Berdasarkan ayat tersebut, jihad terbagi dua, yaitu

  1. Jihadul Maali (jihad dengan harta)
  2. Jihadun Nafsi (jihad dengan diri atau jiwa raga).

Jihad dengan harta yaitu berjuang membela kepentingan agama dan umat Islam dengan menggunaan materi (harta kekayaan) yang dimiliki. Jihadunnafsi yaitu berjuang dengan mengerahkan segala kemampuan yang ada pada diri berupa tenaga, pikiran, ilmu, kerampilan, bahkan nyawa sekalipun. Ibnu Qayyim membagi jihad ke dalam tiga kategori dilihat dari pelaksanaannya, yaitu

  1. Jihad mutlak
    Jihad mutlak adalah perang melawan musuh di medan pertempuran (berjuang secara fisik).

  2. Jihad hujjah
    Jihad hujjah adalah jihad yang dilakukan dalam berhadapan dengan pemeluk agama lain dengan mengemukakan argumentasi yang kuat tentang kebenaran Islam (berdiskusi, debat, atau dialog). Ibnu Taimiyah menanamakan jihad macam ini sebagai “jihad dengan lisan” (jihad bil lisan) atau “jihad dengan ilmu dan penjelasan” (jihad bil ‘ilmi wal bayan). Dalam hal ini, kemampuan ilmiah dan berijtihad termasuk di dalamnya.

  3. Jihad ‘amm.
    Jihad ‘amm (jihad umum) yaitu jihad yang mencakup segala aspek kehidupan baik yang bersifat moral maupun material, terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain. Jihad ini dilakukan dengan mengorbankan harta, jiwa, tenaga, waktu, dan ilmu pengetahuan yang dimiliki. Jihad ini adalah menghadapi musuh berupa diri sendiri (hawa nafsu), setan, ataupun musuh-musuh Islam (manusia).

Macam-Macam Jihad Menurut Imam Al-Ghazali

  1. Jihad Zahir – jihad melawan orang yang tidak menyembah Allah SWT.
  2. Jihad menghadapi orang yang menyebarkan ilmu dan hujjah yang batil.
    3- Berjihad melawan nafsu yang sentiasa menyeret manusia ke arah kejahatan. (Kitab Penenang Jiwa, Imam Al-Ghazali)

Referensi :

Kata jihad, dalam bentuk fi’il maupun isim, disebutkan 41 kali dalam Al-Qur‟an, tersebar dalam 19 surat. Kata jihad dalam Al-Qur‟an mengandung beberapa pengertian baik itu penyeruan (dakwah), peperangan, pemaksaan, dan lain sebagainya.Ada yang menggunakan kata fī sabīlillah ada yang tidak.

Berikut ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan dengan Jihad dan pengertiannya,

  1. Jihad adalah Dakwah atau seruan ke jalan Islam

    “Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al Quran dengan jihad yang besar.” al-Furqan ayat 52

    Jelaslah bahwa arti Jihad pada ayat ini adalah menyampaikan hujjah pada orang-orang yang ingkar ataupun berdiskusi dengannya dengan menggunakan dalil-dalil pasti yang akan membuat mereka yakin terhadap kebenaran islam, Jihad dengan pengertian ini semakna dakwah atau seruan ke jalan Islam.

  2. Jihad adalah Bekerja Keras

    “Dan barangsiapa yang berjihad, Maka Sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. ** al-AnkabĆ«t ayat 6**

    Kata jihad pada ayat itu mengandung pengertian bekerja keras mengeluarkan segala kemampuan yang ada untuk mendapatkan apa yang diinginkan.

  3. Jihad adalah bersungguh-sungguh

    “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar- benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami.dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” al-AnkabĆ«t ayat 69

    Kata Jihad dalam ayat tersebut mengandung makna pengertian bersungguh- sungguh melaksanakannya, dengan ketabahan dan kesabaran untuk mendapatkan ridha Allah di jalannya.

  4. Jihad adalah peperangan

    “Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui.” al-Taubah ayat 41

    Kata jihad dalam ayat tersebut mengandung arti peperangan.Yaitu memerangi orang-orang kafir dengan menggunakan senjata agar mereka takluk di bawah kekuasaan Islam.

Berikut adalah hadis-hadis yang berkaitan dengan Jihad :

  • Hadits Riwayat Muslim dan Ibnu Abbas ra.
    “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: tidak ada kewajiban hijrah setelah pembukaan kota Makkah, yang ada hanyalah kewajiban jihad dari niat. Jika kamu diseru untuk keluar ke medan jihad, maka berangkatlah.” (HR.Muslim)

  • Hadits at-Tirmidzi dari Abu Said Al-Khudry ra.
    “Diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudry RA bahwa Nabi SAW pernah bersabda: sesungguhnya di antara jihad yang paling utama adalah mengatakan keadilan (perkataan yang benar) di hadapan penguasa yang zalim.” (HR.Al-Tirmīdzī)

    Jihad dalam hadits ini mengandung pengertian seruan dan peringatan dengan ajaran Islam agar mereka kembali kepada Islam dan meninggalkan kemungkaran.

  • Hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari dari Abdullah bin Amr RA.
    “Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr RA berkata: Telah datang seorang pemuda kepada Rasulullah SAW untuk meminta izin agar diperbolehkan ikut berjihad. Rasulullah bertanya kepadanya, “Apakah keduaa orang tuamu masih hidup? Pemuda tadi menjawab “iya” Maka Rasulullah SAW bersabda “Tetaplah kamu kepada keduanya dan berjihadlah pada mereka.” (HR.Al-Bukhari)

Pengertian jihad dalam al-Qur‟an dan Hadits memiliki makna bervariasi. Term jihad dalam bahasa Arab adalah sighat (bentuk) masdar dari akar kata huruf-huruf jim, ha dan dal. Lafal al-jahd berarti al-mashaqqah (kesulitan) sementara al-juhd berarti al-taqah (kemampuan, kekuatan).

Al-laits tidak membedakan makna keduanya yakni ma jahada al-insan min maradin wa amr shaqin (segala sesuatu yang diusahakan seseorang dari penderitaan dan kesulitan).

Akan tetapi, Ibn „Arafah membedakannya, yakni al-jahd diartikan badlu al-wus’i (mencurahkan segala kekuatan, kemampuan), sedang al-juhd dimaknai al-mubalaghah wa al-ghayah (berlebihan dan tujuan). Selanjutnya Louis Ma’luf mengartikan kedua lafal tersebut dengan mencurahkan segala kemampuan dalam menghadapi segala kesulitan.

Secara etimologi, makna jihad adalah kesungguhan dalam mencurahkan segala kemampuan untuk mencapai tujuan.

Di dalam Matalib Uli al-Nuha yang ditulis shaikh Taqyu al-din yaitu Ibn Taimiyah berkata, jihad yang diperintahkan ada yang digunakan dengan hati (seperti istiqamah untuk berjihad dan mengajak kepada syariat Islam), argumen (menggunakan argumentasi kepada yang batil), penjelasan (menjelaskan kebenaran, menghilangkan ketidakjelasan dan memberikan pemikiran yang bermanfaat untuk umat Islam), dan tubuh (seperti berperang). Jihad wajib dilakukan jika seluruh hal tersebut bisa dilakukan.

Macam-macam Jihad

Banyak terjadi kesalah pahaman dalam memahami istilah jihad. Jihad biasanya hanya dipahami dalam arti perjuangan fisik atau perlawanan bersenjata. Ini mungkin terjadi karena sering kata itu baru trucapkan pada saat-saat perjuangan fisik. Memang diakui bahwa salah satu bentuk jihad adalah perjuangan fisik atau perang, tetapi harus diingat pula bahwa masih ada jihad yang lebih besar daripada pertempuran fisik, yaitu jihad melawan hawa nafsu.

Oleh karena itu jihad dalam pengertian umum meliputi beberapa perkara :

1. Jihad al-Nafs

Jihad melawan hawa nafsu atau diri (jihad al-nafs) maksudnya adalah mencurahkan segenap usaha dan kemampuan untuk berkomitmen terhadap aturan Allah SWT dan meniti jalan-Nya yang lurus. Hal ini mecakup ketaatan dan peribadahan kepada Allah SWT, menjauhi maksiat, dengan melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan, diri, umat, semua manusia, alam, dan semua makluk.

Jihad melawan nafsu, meliputi pengendalian diri dalam menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya. Jihad melawan hawa nafsu merupakan perjuangan yang amat berat (jihad akbar). Meskipun jihad ini berat dilakukan, akan tetapi sangat diperlukan adanya sepanjang hayat, sebab jika seseorang tidak sanggup mengendalikan hawa nafsunya maka sulit diharapkan untuk dapat berjihad menghadapi orang lain dan segala macam rintangan hidup.

Imam al-Ghazali menerangkan beratnya jihad melawan nafsu yang memerintahkan kepada kejahatan (nafs al-ammarah bi al-su’) dan menentang kebahagiaan manusia, dari dua aspek:

  • Pertama, nafsu merupakan musuh dari dalam diri. Apabila pencuri berasal dari dalam rumah, ia akan lebih sulit untuk diwaspadai.

  • Kedua, nafsu merupakan musuh yang dicintai. Jika seseorang mencintai musuhya bagaimana mungkin ia akan melawannya?

Al-Ghazali mengatakan, “manusia itu buta terhadap aib dari orang yang dicintainya. Ia hampir tidak melihat aibnya tersebut”.

Jadi, apabila seseorang menganggap baik keburukan dan tidak melihat aibnya, padahal sudah jelas bahwa nafsu adalah musuh yang berbahaya, niscaya ia akan menyesal dan mengalami kerusakan tanpa disadari. Kecuali, orang-orang yang dipelihara oleh Allah dengan karunia- Nya dan ditolong dengan rahmat-Nya.

Dari sini kita tahu bahwa diantara aspek terpenting jihad melawan hawa nafsu ini adalah kita harus melatih jiwa dan diri agar dapat terjun ke medan pertempuran jihad lainnya. Sesungguhnya, jihad melawan hawa nafsu merupakan tingkatan penting dari tingkatan-tingkatan jihad di jalan Allah, sebagaimana telah disyariatkan Islam. Hal ini harus diletakkan pada tempatnya, tidak dibiarkan secara mutlak, tidak diambil lebih banyak dari yang ditentukan, dan tidak melanggar macam-macam jihad lainnya.

2. Jihad al-Shaitan

Imam al-Ghazali telah menerangkan dalam Ihya‟ sejumlah pintu masuk setan dan tempat-tempat masuk lainnya ke dalam hati manusia. Di antara pintu-pintunya yang besar adalah amarah dan syahwat, hasut dan iri hati, makan berlebihan, cinta dalam mennghias perabot rumah, pakaian dan rumah (berlebih-lebihan), tamak terhadap manusia, tergesa-gesa dan tidak berhati-hati dalam segala hal, bakhil dan takut fakir, fanatik terhadap mazhad dan hawa nafsu, dendam terhadap musuh dan memandang rendah dan melecehkan mereka, membawa masuk orang awam ke dalam ilmu yang tidak membuat baik, buruk sangka terhadap kaum muslim, dan yang lainnya.

Maka dari itu, kita melihat bahwa jihad di dalam Islam mencakup jihad yang tersembunyi, seperti melawan musuh yang nyata, yang telah menyatakan permusuhannya terhadap manusia sejak Adam diciptakan, dan telah mempersiapkan diri dan pasukannya untuk memerangi manusia dengan segala senjata. Maka, setiap Muslim pun mesti mempersiapkan diri untuk melawannya, menyiapkan pakaian pelindung dan senjata yang sesuai untuk menghancurkan tipu dayanya, membalas cekikannya, dan mengusirnya dari peperangan dalam keadaan tercela dan terusir.

3. Jihad al-Kuffar wa al-Munafiqin

Jihad melawan orang-orang kafir termasuk jihad yang paling banyak disebutkan dalam nash-nash al-qur‟an dan as-sunnah. Adapun jihad menghadapi kaum munafikin ditempuh dengan empat tingkatan :

  1. Memerangi mereka dengan menanamkan kebencian didalam hati terhadap perilaku, kesewenang-wenangan, dan sikap mereka yang menodai kemuliaan syariat Allah SWT.

  2. Memerangi mereka dengan lisan dalam bentuk menjelaskan kesesatan mereka dan menjauhkan mereka dari kaum muslimin.

  3. Memerangi mereka dengan menginfakkan harta dalam mendukung berbagai kegiatan untuk mematahkan segala makar jahat dan permusuhan mereka terhadap Islam dan kaum muslimin.

  4. Memerangi mereka dalam arti yang sebenarnya, yaitu dengan membunuh mereka kalau terpenuhi syarat-syarat yang disebutkan oleh para ulama‟ dalam perkara tersebut.

Jihad melawan orang kafir lebih dikhususkan dengan menggunakan kekuatan, sedangkan terhadap orang munafik lebih khusus dengan lidah (da‟wah).

Sumber : Slamet pramono dan Saifullah, Pandangan hamka tentang konsep jihad dalam tafsir al-azhar, STAIN Ponorogo

Jihad secara bahasa berasal dari mashdar/kata dasar jaahidun artinya bersunggu-sungguh dalam memerangi musuh. Adapun secara syar’I artinya memerangi orang-orang kufar, dan dimutlakkan makna jihad lebih umum dari berperang. Berkata al alamah Ibnu Qoyim rahimahullah, Dan ditetapkan bahwa jihad adalah fardhu ‘ain baik dengan hati, atau dengan lisan, atau dengan harta, atau dengan harta. Maka hendaknya setiap muslim berjihad dengan salah satu jenis diantara jenis-jenis jihad ini.

Dimutlakkan juga makna jihad yaitu memerangi diri sendiri (jihadun nafs), jihadus syaithan, jihadul kufar dan jihadul fusaq/orang-orang fasiq.

  • Jihadun nafs yaitu dengan belajar agama, mengamalkannya serta mengajarkannya.

  • Jihadus syaithan dengan menolak apa yang datang darinya berupa syubhat dan syahwat.

  • Jihadul kufar dengan tangan, harta, lisan dan hati.

  • Jihadul fusaq yaitu dengan tangan, jika tidak bisa lalu dengan tangan, lalu dengan hati, yaitu sesuai dengan derajat kemampuan dalam mengingkari kemungkaran.

Hukum Jihad

Hukum jihad adalah fardhu kifayah, jika telah ada orang yang cukup untuk melakukannya maka telah gugur kewajiban yang lainnya. Dan hukum bagi yang lainnya adalah sunnah, dan itu adalah seutama-utamanya amalan sunnah dan keutamaannya sangat besar. Dalil-dalil yang memerintahkan, menganjurkan serta mendorong untuk berjihad sangat banyak. Diantaranya Firman Allah ta’ala,

Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah. (At Taubah: 111)

Dan ada beberapa keadaan yang menyebabkan hukum jihad menjadi fardhu ‘ain, yaitu:

  1. Jika ia dimedan perang maka wajib baginya berperang dan tidak boleh lari dari medan perang.

  2. Jika negaranya diserang musuh. Karena kedua jenis ini (pertama dan kedua) adalah jihad difa’ bukan jihad tholab, andaikata lari darinya maka kaum kufar akan menguasai kaum muslimin.

  3. Jika ia dibutuhkan kaum muslimin dalam peperangan dan perlawanan.

  4. Jika imam memilihnya untuk berangkat berjihad. Berdasar sabda Rasulullah, Apabila kalian disuruh berangkat berperang maka berangkatlah. Allah berfirman,

    Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu : “Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah” kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal keni’matan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit. (At Taubah: 38)

Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah berkata, Jihad ada yang berupa dengan tangan, dengan hati, dakwah, hujjah, penjelasan, pikiran, pengaturan, dan kemahiran. Maka wajib berperang bagi yang memungkinkan, dan bagi yang tidak berangkat berperang karena udzur maka mewakilkan dari keluarga atau hartanya.

Maka hendaknya bagi seorang Imam/pemimpin negara menyeleksi pasukan untuk berperang, tidak memasukkan yang tidak layak untuk berperang. Dan mengangkat seorang pemimpin perang yang akan mengatur pasukan saat perang dengan teknik perperangan yang sesuai dengan syariat islam. Sedang bagi pasukan hendaknya menta’atinya dalam hal yang ma’ruf, dan menasehatinya dalam kebenaran, dan bersabar bersamanya berdasarkan Firman Allah ta’ala,

Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. (An Nisa’: 59)

Tujuan Mulia Jihad

Jihad dalam islam memiliki tujuan yang sangat mulia dan cita-cita yang luhur. Diantara tujuannya yang paling mulia adalah pemurnian segala bentuk ibadah kepada Allah semata, Allah berfirman,

Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. (Al Anfaal: 39)

Diantara tujuan lainnya jihad disyariatkan adalah untuk menghilangkan kedzoliman dan mengembalikan hak pada para pemiliknya. Serta disyariatkan jihad untuk membuat hina kaum kufar, dan membuat kaum muslimin kuat atas mereka, dan membuat lemah kedudukan mereka.

Jihad Memiliki Aturan

Namun perlu diperhatikan sesungguhnya jihad yang sedemikian mulia tersebut memiliki aturan. Tidak dibenarkan berjihad dengan serampangan karena hal tersebut selain menyelisihi syariat juga akan mendatangkan petaka bagi kaum muslimin. Hukum-hukum tentang jihad telah dibahas oleh para ulama secara panjang lebar dalam kitab-kitab mereka.

Sesungguhnya perang dilakukan setelah disampaikan dakwah, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah menyeru kaum untuk masuk islam sebelum memerangi mereka. Beliau juga mengirimi surat raja-raja untuk menyapaikan dakwah dahulu. Rasulullah juga mewasiati pasukan islam untuk mendakwahi manusia kepada islam sebelum memerangi mereka, jika mereka enggan maka baru diperangi. Hal itu karena tujuan utama dari jihad adalah untuk menghilangkan kekufuran dan kesyirikan, dan masuk kedalam agama Allah, maka jika bisa sampai tujuan ini tanpa peperangan maka tidak diperlukan perang. Allahu A’lam.