Apakah yang dimaksud dengan Holocaust?

Holocaust berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu Holo yang berarti keseluruhan dan Caustos yang berarti terbakar. Pada dasarnya kata tersebut merujuk pada sebuah penawaran untuk dibakar atau sebuah pengorbanan keagamaan dengan cara dimusnahkan oleh api. Holocaust juga dikenal dengan nama-nama seperti Ha-Shoah (bahasa Yahudi) yang berarti bencana atau kehancuran total. Nama selain itu adalah Khurbn (bahasa Yindi), Parajmos (bahasa Romania), Calopalenie atau Zaglada (bahasa Polandia). Semua sebutan- sebutan tersebut digunakan untuk mendiskripsikan genocide atau kata penghalus dari pemusnahan suatu kelompok bangsa sacara teratur serta sistematis, yang dilakukan NAZI terhadap kelompok minoritas di Eropa.(Stephane Downing, 2007).

Holocaust NAZI memiliki beberapa karakteristik, yang apabila digabungkan akan membedakannya dengan genosida yang lain dalam sejarah, antara lain:

1. Efisieni

Holocaust memiliki karakteristik sebagai usaha yang efisien serta sistematis dengan skala besar untuk mengumpulkan serta membunuh sebanyak mungkin orang, dengan menggunakan semua akal dan teknologi yang tersedia bagi NAZI. Jerman pada saat itu merupakan salah satu negara yang maju dalam bidang teknologi, industri, infrastuktur, pendidikan, birokrasi. Hal ini terbukti dengan diketemukannya daftar terperinci akan korban-korban yang masih dipertahankan dengan menggunakan mesin-mesin statistik Dehomag. Hasilnya adalah cacatan yang teliti atas pembunuhan-pembunuhan. Begitu nama narapidana memasuki kamp-kamp mereka harus menyerahkan properti pribadi kepada NAZI yang akan dikatalogkan serta diberi label.

Bukti yang lain adalah usaha-usaha yang memungkinkan dilakukan untuk menemukan alat-alat efisien untuk membunuh banyak orang. Hal ini dilakukan karena banyak komandan yang mengeluh kepada atasan bahwa pembantaian secara face to face akan meyebabkan efek psikologis negatif terhadap tentara-tentara mereka. Untuk mengatasi masalah tersebut tentara NAZI memutuskan untuk menciptakan metode-metode yang lebih mekanis, dimulai dengan eksperimen-eksperimen dengan alat-alat peledak atau racun-racun.

2. Skala

Holocaust secara geografis tersebar luas dilaksanakan di semua area-area kekuasaan NAZI. Dalam hal ini, NAZI telah memburu orang Yahudi sampai 35 negara Eropa yang terpisah-pisah, orang Yahudi dikirim ke kamp kerja paksa di beberapa negara atau kamp pemusnahan yang telah berdiri. Hal ini membuktikan bahwa skala wilayah peristiwa holocaust sangat luas.

3. Kekejaman

Semasa holocaust, NAZI melakukan banyak sekali tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap berbagai golongan, yaitu para wanita, anak-anak, orang cacat fisik maupun mental. Kekerasan yang dilakukan antara lain dengan melakukan eksperimen mengubah warna mata dengan zat warna ke mata, selain itu adanya percobaan tahanan dibenamkan dalam air es atau dimasukkan dalam kamar bertekanan tinggi hampa udara, percobaan itu dilakukan untuk melihat berapa lama manusia akan bertahan. Percobaan-percobaan tersebut dilakukan untuk menciptakan alat proteksi bagi pilot kapal terbang Jerman. Kekejaman NAZI lainnya adalah tahanan yang digantung dengan tangan diikat ke belakang sehingga tulang sendi terlepas, para wanita yang dijadikan pelacur bagi pengawal dan orang-orang homoseksual yang dijadikan target tembak untuk latihan perang para tentara Jerman.

4. Anak-anak

Anak-anak tidak luput dari kekejaman tentara NAZI. Hal ini terbukti dengan langsung dimusnahkannya balita yang dianggap tidak berguna. Sedangkan anak-anak ditato dengan tanda pengenal tahanan serta dikirim untuk kerja paksa.

5. Eksperimen-eksperimen

Suatu hal yang membedakan holocaust dengan genocide yang lain adalah adanya eksperimen-eksperimen yang dilakukan para dokter NAZI. Eksperimen tersebut dilakukan untuk menunjang terciptanya teknologi baru untuk peperangan. Sebagai kelinci percobaan adalah para tahanan kamp-kamp konsentrasi. Yang sering dijadikan eksperimen ini adalah orang Yahudi, orang kembar, serta orang kerdil.

6. Korban-korban

Walaupun holocaust pada umumnya korban-korban adalah orang Yahudi, namun dalam kenyataannya NAZI juga menyiksa yang dianggap ras bawahan seperti orang-orang Slav yaitu orang Rusia, Belarusia, Polandia, Serbia, Roma atau Gipsi serta beberapa orang Afrika dan Asia. Selain itu juga orang- orang sakit mental dan fisik, kaum homoseksual, kaum Yenovah serta lawan politik NAZI (Stephane Downing,2007:12-18).

Menurut Douglas Davis dalam bukunya 7 Miliion Died in Holocaust (dikutip Stephane Downing,2007:20) jumlah korban yang meninggal yaitu:

  • 5 sampai 6 juta orang Yahudi termasuk 3 juta orang Yahudi Polandia.
  • 1,8 sampai 1,9 orang Kristen Polandia non Yahudi.
  • 200.000 sampai 800.000 orang Roma atau gipsy.
  • 200.000 sampai 300.000 orang cacat, baik fisik maupun mental.
  • 80.000 sampai 200.000 kaum freemason.
  • 100.000 kaum komunis.
  • 10.000 sampai 25.000 pria homoseksual.
  • 2,500 sampai 5.000 saksi Yenovah.

Pengertian Holocaust


Holocaust adalah genosida (pembantaian massal) terhadap sekitar enam juta penganut Yahudi Eropa selama Perang Dunia II, suatu program pembunuhan sistematis yang didukung oleh negara Jerman dibawah kekuasaan Nazi, yang dipimpin oleh Adolf Hitler, dan berlangsung di wilayah yang dikuasai oleh Nazi. Dari sembilan juta Yahudi yang tinggal di Eropa sebelum Holocaust, sekitar dua pertiganya tewas. Secara khusus, lebih dari satu juta anak Yahudi, serta kira-kira dua juta wanita Yahudi dan tiga juta pria Yahudi tewas dalam Holocaust.

Definisi Holocaust harus meliputi pula genosida Nazi terhadap jutaan orang dalam kelompok lain selain Yahudi, diantaranya orang Rom, komunis, tawanan perang Uni Soviet, warga Polandia dan Soviet, homoseksual, orang cacat, Saksi Yehuwa, dan musuh politik dan keagamaan lainnya, yang menjadi korban terlepas apakah mereka berasal dari etnis Jerman atau bukan. Ini adalah definisi paling umum digunakan sejak akhir Perang Dunia II hingga tahun 1960-an. Jika menggunakan definisi ini, maka jumlah keseluruhan korban Holocaust adalah 11-17 juta jiwa (Cahyo, 2013).

Istilah Holocaust berasal dari kata Yunani, holokauston, yang berarti binatang kurban (olos) yang dipersembahkan kepada Tuhan dengan cara dibakar (kaustos). Selama ratusan tahun, kata Holocaust digunakan dalam bahasa Inggris untuk merujuk pada suatu peristiwa pembantaian besar. Orang Yahudi sering menyebut peristiwa ini sebagai Shoah, istilah Ibrani yang berarti malapetaka atau bencana hebat. Tragedi Holocaust adalah salah satu kekejaman Hitler yang mungkin tidak bisa dimaafkan oleh bangsa Yahudi. Sebagai seorang tokoh Nazi yang terkenal, kebencian Hitler kepada Yahudi memang menjadi sebuah cerita tersendiri yang tidak bisa dilupakan oleh dunia. Kebenciannya benar-benar mendasari segala macam tindak kekerasan yang dilakukannya pada kaum Yahudi (Cahyo, 2013).

Penyiksaan dan pembantaian oleh tentara Nazi dilakukan dalam beberapa tahap. Hukum yang paling terkenal adalah Hukum Nuremberg selama bertahun-tahun sebelum dimulainya Perang Dunia II. Nazi juga membangun kamp konsentrasi yang di dalamnya, para tahanan diharuskan melakukan kerja paksa hingga mereka mati akibat kelelahan atau penyakit. Ketika Jerman menaklukkan wilayah baru di Eropa Timur, satuan khusus yang disebut Einsatzgruppen membantai musuh-musuh politik melalui penembakan massal. Nazi memerintahkan orang Yahudi dan Rom untuk dikurung di Ghetto (pemukiman) sebelum dipindahkan dengan kereta barang ke kamp pemusnahan. Jika mereka selamat dalam perjalanan, sebagian besar dari mereka secara sistematis dibunuh di dalam kamar gas beracun. Lalu, mayat-mayat mereka dibakar hingga jadi abu dan dijadikan pupuk organik (Cahyo, 2013).

Nazi mendukung pembantaian anak-anak dari kelompok yang “tak diinginkan” atau “membahayakan” sesuai dengan pandangan ideologi mereka, baik sebagai bagian dari “perjuangan rasial” atau sebagai langkah preventif demi keamanan. Jerman dan para kolaboratornya membunuhi anak-anak baik karena alasan ideologis ini maupun sebagai pembalasan dendam atas pelaku, atau yang dituduh, serangan partisan. Sebanyak 1,5 juta anak-anak dibantai, termasuk lebih dari satu juta anak- anak kaum Yahudi dan puluhan ribu anak-anak Roma (Gipsi), anak-anak Jerman yang cacat fisik maupun mental dan yang tinggal di yayasan, anak-anak Polandia, serta anak-anak yang tinggal di wilayah pendudukan Uni Soviet. Kesempatan hidup lebih besar bagi orang Yahudi dan non-Yahudi yang masih remaja (berusia 13-18 tahun), karena mereka dapat dipekerjakan sebagai pekerja paksa.