Apakah yang dimaksud dengan Gangguan Mental atau Gangguan Jiwa ?

Gangguan Jiwa

Gangguan mental atau penyakit kejiwaan adalah pola psikologis atau perilaku yang pada umumnya terkait dengan stres atau kelainan mental yang tidak dianggap sebagai bagian dari perkembangan normal manusia.

Gangguan tersebut didefinisikan sebagai kombinasi afektif, perilaku, komponen kognitif atau persepsi yang berhubungan dengan fungsi tertentu pada daerah otak atau sistem saraf yang menjalankan fungsi sosial manusia.

Apakah yang dimaksud dengan Gangguan Mental atau Gangguan Jiwa ?

Gangguan jiwa menurut pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ) III adalah sindrom pola perilaku seseorang yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya (impairment) di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia, yaitu fungsi psikologik, perilaku, biologik, dan gangguan itu tidak hanya terletak di dalam hubungan antara orang itu tetapi juga dengan masyarakat (Maslim, 2002; Maramis, 2010).

Gangguan jiwa merupakan deskripsi sindrom dengan variasi penyebab. Banyak yang belum diketahui dengan pasti dan perjalanan penyakit tidak selalu bersifat kronis. Pada umumnya ditandai adanya penyimpangan yang fundamental, karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta adanya afek yang tidak wajar atau tumpul (Maslim, 2002).

Sumber Penyebab gangguan Jiwa

Manusia bereaksi secara keseluruhan—somato-psiko-sosial. Dalam mencari penyebab gangguan jiwa, unsur ini harus diperhatikan. Gejala gangguan jiwa yang menonjol adalah unsur psikisnya, tetapi yang sakit dan menderita tetap sebagai manusia seutuhnya (Maramis, 2010).

  1. Faktor somatik (somatogenik), yakni akibat gangguan pada neuroanatomi, neurofisiologi, dan neurokimia, termasuk tingkat kematangan dan perkembangan organik, serta faktor pranatal dan perinatal.

  2. Faktor psikologik (psikogenik), yang terkait dengan interaksi ibu dan anak, peranan ayah, persaingan antarsaudara kandung, hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permintaan masyarakat. Selain itu, faktor intelegensi, tingkat perkembangan emosi, konsep diri, dan pola adaptasi juga akan memengaruhi kemampuan untuk menghadapi masalah. Apabila keadaan ini kurang baik, maka dapat mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu, dan rasa bersalah yang berlebihan.

  3. Faktor sosial budaya, yang meliputi faktor kestabilan keluarga, pola mengasuh anak, tingkat ekonomi, perumahan, dan masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka, fasilitas kesehatan, dan kesejahteraan yang tidak memadai, serta pengaruh rasial dan keagamaan.

Klasifikasi gangguan Jiwa

Klasifikasi diagnosis gangguan jiwa telah mengalami berbagai penyempurnaan. Pada tahun 1960-an, World Health Organization (WHO) memulai menyusun klasifikasi diagnosis seperti tercantum pada International Classification of Disease (ICD). Klasifikasi ini masih terus disempurnakan, yang saat ini telah sampai pada edisi ke sepuluh (ICD X).

Asosiasi dokter psikiatri Amerika juga telah mengembangkan sistem klasifikasi berdasarkan diagnosis dan manual statistik dari gangguan jiwa (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder— DSM). Saat ini, klasifikasi DSM telah sampai pada edisi DSM-IV-TR yang diterbitkan tahun 2000. Indonesia menggunakan pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ), yang saat ini telah sampai pada PPDGJ III (Maslim, 2002; Cochran, 2010; Elder, 2012; Katona, 2012).

Sistem klasifikasi pada ICDdan DSM menggunakan sistem kategori. ICD menggunakan sistem aksis tunggal (uniaksis), yang mencoba menstandarkan diagnosis menggunakan definisi deskriptif dari berbagai sindroma, serta memberikan pertimbangan untuk diagnosis banding. Kriteria diagnosis pada DSM menggunakan sistem multiaksis, yang menggambarkan berbagai gejala yang harus ada agar diagnosis dapat ditegakkan (Katona, 2012). Multiaksis tersebut meliputi hal sebagai berikut.

  1. Aksis 1 : sindroma klinis dan kondisi lain yang mungkin menjadi fokus perhatian klinis.
  2. Aksis 2 : gangguan kepribadian dan retardasi mental.
  3. Aksis 3 : kondisi medis secara umum.
  4. Aksis 4 : masalah lingkungan dan psikososial.
  5. Aksis 5 : penilaian fungsi secara global.

Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di Indonesia (PPDGJ) pada awalnya disusun berdasarkan berbagai klasifikasi pada DSM, tetapi pada PPDGJ III ini disusun berdasarkan ICD X. Secara singkat, klasifikasi PPDGJ III meliputi hal berikut.

  1. F00 – F09 : gangguan mental organik (termasuk gangguan mental simtomatik).
  2. F10 – F19 : gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif.
  3. F20 – F29 : skizofrenia, gangguan skizotipal, dan gangguan waham.
  4. F30 – F39 : gangguan suasana perasaan (mood/afektif).
  5. F40 – F48 : gangguan neurotik, gangguan somatoform, dan gangguan terkait stres.
  6. F50 – F59 : sindroma perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik.
  7. F60 – F69 : gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa.
  8. F70 – F79 : retardasi mental.
  9. F80 – F89 : gangguan perkembangan psikologis.
  10. F90 – F98 : gangguan perilaku dan emosional dengan onset biasanya pada anak dan remaja.

Secara umum, klasifikasi gangguan jiwa menurut hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 dibagi menjadi dua bagian, yaitu

  1. gangguan jiwa berat/kelompok psikosa dan
  2. gangguan jiwa ringan meliputi semua gangguan mental emosional yang berupa kecemasan, panik, gangguan alam perasaan, dan sebagainya. Untuk skizofrenia masuk dalam kelompok gangguan jiwa berat.

Klasifikasi diagnosis keperawatan pada pasien gangguan jiwa dapat ditegakkan berdasarkan kriteria NANDA (North American Nursing Diagnosis Association) ataupun NIC (Nursing Intervention Classification) NOC (Nursing Outcame Criteria). Untuk di Indonesia menggunakan hasil penelitian terhadap berbagai masalah keperawatan yang paling sering terjadi di rumah sakit jiwa.

Pada penelitian tahun 2000, didapatkan tujuh masalah keperawatan utama yang paling sering terjadi di rumah sakit jiwa di Indonesia, yaitu:

  1. perilaku kekerasan;
  2. halusinasi;
  3. menarik diri;
  4. waham;
  5. bunuh diri;
  6. defisit perawatan diri (berpakaian/berhias, kebersihan diri, makan, aktivitas sehari-hari, buang air);
  7. harga diri rendah.

Hasil penelitian terakhir, yaitu tahun 2005, didapatkan sepuluh diagnosis keperawatan terbanyak yang paling sering ditemukan di rumah sakit jiwa di Indonesia adalah sebagai berikut.

  1. Perilaku kekerasan.
  2. Risiko perilaku kekerasan (pada diri sendiri, orang lain, lingkungan, verbal).
  3. Gangguan persepsi sensori: halusinasi (pendengaran, penglihatan, pengecap, peraba, penciuman).
  4. Gangguan proses pikir.
  5. Kerusakan komunikasi verbal.
  6. Risiko bunuh diri.
  7. Isolasi sosial.
  8. Kerusakan interaksi sosial.
  9. Defisit perawatan diri (mandi, berhias, makan, eliminasi).
  10. Harga diri rendah kronis.

Sumber :

Ah. Yusuf, Rizky Fitryasari PK, Hanik Endang Nihayati, Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa, Penerbit Salemba Medika, 2015.

Gangguan jiwa merupakan perubahan sikap dan perilaku seseorang yang ekstrem dari sikap dan perilaku yang dapat menimbulkan penderitaan dan dapat menyakiti diri sendiri, tidak menunjukan empati terhadap orang lain dan bisa merugikan orang lain, orang yang terkena gangguan jiwa biasanya tidak menyadari bahwa tingkah lakunya yang menyimpang, dan juga memperlihatkan kemampuan pengendalian diri yang amat kurang, apabila kemampuan pengendalian diri ini sangat kurang secara menyolok maka ia dikatakan sebagai gangguan jiwa ( Sipayung, A, 2010 ).

Gangguan jiwa didefinisikan dalam kaitannya dengan disfungsi yang merugikan. Definisi ini memasukan elemen yang didasarkan pada evaluasi objektif terhadap kinerja. Fungsi alamiah proses kognitif dan perseptual adalah untuk memungkinkan orang itu untuk mempersepsikan dunia dengan cara yang sama dengan orang lain dan untuk terlibat dalam pemikiran dan penyelesaian masalah yang rasional. Disfungsi dalam gangguan diasumsikan merupakan hasil disrupsi pikiran, perasaan, komunikasi, persepsi, dan motivasi (Oltmanns dan Emery, 2012).

Tingkatan Gangguan Jiwa

Menurut Davison, (2006) gangguan jiwa dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu: gangguan jiwa ringan (Neurosa) dan gangguan jiwa berat (Psikosis).

  1. Gangguan jiwa berat (Psikosis) adalah bentuk gangguan jiwa yang merupakan ketidakmampuan untuk berkomunikasi atau mengenali realitas yang menimbulkan kesukaran dalam kemampuan seseorang berperan sebagaimana mestinya dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu gejala psikosis yang dialami penderita gangguan jiwa berupa gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Dua jenis yaitu psikosis organik, dimana didapatkan kelainan pada otak dan psikosis fungsion dimana tidak terdapat kelainan pada otak.

  2. Gangguan jiwa ringan (Neurosa) merupakan gangguan dimana seseorang dalam keadaan sadar, dengan melalui ketidakberesan tingkah laku yang disebabkan oleh adanya tekanan yang terus menerus seperti konflik yang ditandai dengan gejala-gejala seperti: reaksi kecemasan, kerusakan aspek-aspek kepribadian, phobia, histeris. Gangguan jiwa ringan adalah suatu bentuk dimana perilaku seseorang yang maladaptif karena adanya faktor penyebab yang mendasar. Mengetahui bahwa jiwanya terganggu. Faktor penyebab gangguan jiwa ringan adalah: tekanan sosial yang dapat menyebabkan ketakutan dengan kecemasan dan ketegangan hingga kronis, banyak mengalami frustasi yang dialami sejak lama, kepribadian yang sangat labil.

Jenis Gangguan Jiwa

Adanya gangguan jiwa dalam diri seseorang bisa juga ditunjukan dari kebiasaan melakukan hal yang bisa merugikan orang lain, yang sering kali tidak disadari tingkah laku yang menyimpang (Sipayung, A, 2010). Menurut Kamal, (2010) gangguan jiwa dapat berupa:

  1. Stress
    Stress adalah suatu kondisi atau keadaan tubuh yang terganggu karena tekanan psikologis. Banyak hal yang bisa memicu stres seperti rasa khawatir, perasaan kesal, kecapekan, frustasi, perasaan tertekan, kesedihan, pekerjaan yang berlebihan, terlalu fokus pada suatu hal, perasaan bingung, berduka cita dan juga rasa takut

  2. Psikosis
    Psikosis merupakan gangguan tilikan pribadi yang menyebabkan ketidakmampuan seseorang menilai realita dengan fantasi dirinya. Psikosis sebenarnya masih bersifat sempit dan bias yang berarti waham dan halusinasi. Selain itu juga ditemukan gejala lain termasuk diantaranya pembicaraan dan tingkah laku yang kacau, dan gangguan daya nilai realitas yang berat. Oleh karena itu psikosis dapat pula diartikan sebagai suatu kumpulan gejala yang terdapat gangguan fungsi mental, respon perasaan, daya nilai realitas, komunikasi dan hubungan antara individu dengan lingkungannya.

  3. Psikopat
    Psikopat secara harafiah berarti sakit jiwa. Psikopat berasal dari kata psyche yang berarti jiwa dan pathos yang berarti penyakit. Orang yang mengidap penyakit ini sering disebut sebagai sosiopat karena perilakunya yang antisosial dan dapat merugikan orang-orang terdekatnya. Psikopat tak sama dengan gila, karena seorang psikopat sadar sepenuhnya atas perbuatannya. Gejala psikopat dapat disebut dengan psikopati, seringkali disebut orang gila tanpa gangguan mental.Orang yang mengalami psikopat sangat sulit untuk disembuhkan.

  4. Skizofrenia
    Skizofrenia merupakan penyakit otak yang timbul akibat ketidakseimbangan pada dopamin, yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Skizofrenia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan antar pribadi yang normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang panca indra).

Gangguan jiwa adalah gangguan yang mengenai satu atau lebih fungsi jiwa. Gangguan jiwa adalah gangguan otak yang ditandai oleh terganggunya emosi, proses berpikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indera). Gangguan jiwa ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi orang dengan gangguan jiwa (dan keluarganya).

Gangguan jiwa adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial.

Gangguan jiwa dapat mengenai setiap orang, tanpa mengenal umur, ras, agama, maupun status sosial-ekonomi. Gangguan jiwa bukan disebabkan oleh kelemahan pribadi. Di masyarakat banyak beredar kepercayaan atau mitos yang salah mengenai gangguan jiwa, ada yang percaya bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh gangguan roh jahat, ada yang menuduh bahwa itu akibat guna- guna, karena kutukan atau hukuman atas dosanya. Kepercayaan yang salah ini hanya akan merugikan orang dengan gangguan jiwa dan keluarganya karena orang gangguan jiwa tidak mendapat pengobatan secara cepat dan tepat.

Gangguan Jiwa Psikotik


Gejala utama atau gejala yang menonjol pada gangguan jiwa terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin di badan (somatogenik), di lingkungan sosial (sosiogenik) ataupun psikis (psikogenik).

Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbulah gangguan badan ataupun jiwa.

  • Skizofrenia
    Merupakan bentuk psikosa fungsional paling berat, dan menimbulkan disorganisasi personalitas yang terbesar. Skizofrenia juga merupakan suatu bentuk psikosa yang sering dijumpai dimana-mana sejak dahulu kala. Meskipun demikian pengetahuan kita tentang sebab-musabab dan patogenisanya sangat kurang.17 Dalam kasus berat, klien tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju kearah kronisitas, tetapi sekali-kali bisa timbul serangan. Jarang bisa terjadi pemulihan sempurna dengan spontan dan jika tidak diobati biasanya berakhir dengan personalitas yang rusak ” cacat ”.

  • Skizoafektif
    Gangguan skizoafektif adalah penyakit dengan gejala psikotik yang persisten, seperti halusinasi atau delusi, terjadi bersama-sama dengan masalah suasana (mood disorder) seperti depresi, manik, atau episode campuran. Gangguan skizoafektif diperkirakan terjadi lebih sering daripada gangguan bipolar.

    Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif adanya skizofrenia dan gangguan afektif bersama-sama menonjol pada saat yang bersamaan, atau dalam beberapa hari sesudah yang lain, dalam episode yang sama. Sebagian diantara pasien gangguan skizoafektif mengalami episode skizoafektif berulang, baik yang tipe manik, depresif atau campuran keduanya.

    Suatu gangguan psikotik dengan gejala-gejala skizofrenia dan manik yang sama- sama menonjol dalam satu episode penyakit yang sama. Gejala-gejala afektif diantaranya yaitu elasi dan ide-ide kebesaran, tetapi kadang-kadang kegelisahan atau iritabilitas disertai oleh perilaku agresif serta ide- ide kejaran. Terdapat peningkatan enersi, aktivitas yang berlebihan, konsentrasi yang terganggu, dan hilangnya hambatan norma sosial. Waham kebesaran, waham kejaran mungkin ada.

    Gejala skizofrenia juga harus ada, antara lain merasa pikirannya disiarkan atau diganggu, ada kekuatan-kekuatan yang sedang berusaha mengendalikannya, mendengar suara-suara yang beraneka beragam atau menyatakan ide-ide yang bizarre. Onset biasanya akut, perilaku sangat terganggu, namun penyembuhan secara sempurna dalam beberapa minggu.

  • Gangguan Bipolar Dengan Ciri Psikotik
    Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai oleh gejala-gejala manik, hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta dapat berlangsung seumur hidup. Setiap episode dipisahkan sekurangnya dua bulan tanpa gejala penting mania atau hipomania. Tetapi pada beberapa individu, gejala depresi dan mania dapat bergantian secara cepat, yang dikenal dengan rapid cycling.

    Gejala dari manik mencakup euphoria, peningkatan kepercayaan diri, bicara cepat dan banyak pembicaraan, perhatian mudah teralih, dan berkurangnya kebutuhan untuk tidur. Pasien hipomania kadang sulit didiagnosa sebab beberapa pasien hipomania justru memiliki tingkat kreativitas dan produktivitas yang tinggi. Pasien hipomania tidak memiliki gambaran psikotik seperti halusinasi, waham atau perilaku atau pembicaraan aneh. Yang ada ialah peningkatan ringan dari suasana perasaan (mood) yang menetap (sekurang-kurangnya selama beberapa hari berturut-turut), peningkatan enersi dan aktivitas, Sering ada peningkatan kemampuan untuk bergaul, bercakap, keakraban yang berlebihan, peningkatan enersi seksual, dan pengurangan kebutuhan tidur; namun tidak sampai menjurus kepada kekacauan berat dalam pekerjaan atau penolakan oleh masyarakat.

    Gejala dari depresi mencakup konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna (bahkan pada episode tipe ringan sekali pun), pandangan masa depan yang suram dan pesimistis, gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu, nafsu makan berkurang.

    Pada tipe campuran, paling sedikit satu minggu pasien mengalami episode mania dan depresi yang terjadi secara bersamaan. Misalnya, mood tereksitasi (lebih sering mood disforik), iritabel, marah, serangan panik, pembicaraan cepat, agitasi, menangis, ide bunuh diri, insomnia derajat berat, grandiositas, hiperseksualitas, waham kejar dan kadang-kadang bingung.

  • Gangguan Waham Menetap
    Gangguan waham menetap merupakan suatu kelompok gangguan psikiatri yang meliputi serangkaian gangguan dengan waham-waham yang berlangsung lama, sedikitnya tiga bulan, sebagai satu-satunya gejala klinis yang khas atau yang paling mencolok dan tidak dapat digolongkan sebagai gangguan mental organik, skizofrenik, atau gangguan afektif.

    Waham atau delusi itu sendiri didefinisikan sebagai suatu keyakinan palsu yang didasarkan pada kesimpulan yang salah tentang realitas eksternal yang tetap bertahan meskipun sudah terbukti sebaliknya dan keyakinan ini biasanya tidak diterima oleh anggota lain dari budaya atau subkultur seseorang.

    Waham yang dialami pada gangguan waham menetap adalah waham yang bersifat nonbizzare, dalam artian bahwa tipe delusi ini merupakan suatu kejadian yang mungkin terjadi dalam dunia nyata, seperti misalnya merasa diikuti, merasa dicintai oleh seseorang, dan merasa dikhianati serta curiga terhadap pasangan.

  • Depresi Dengan Ciri Psikotik
    Merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya serta gagasan bunuh diri.

    Depresi juga dapat diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan, keleluasaan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya. Depresi adalah suatu perasaan sedih dan yang berhubungan dengan penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau perasaan marah yang mendalam.

    Depresi adalah gangguan patologis terhadap mood mempunyai karakteristik berupa bermacam- macam perasaan, sikap dan kepercayaan bahwa seseorang hidup menyendiri, pesimis, putus asa, ketidak berdayaan, harga diri rendah, bersalah, harapan yang negatif dan takut pada bahaya yang akan datang. Depresi menyerupai kesedihan yang merupakan perasaan normal yang muncul sebagai akibat dari situasi tertentu misalnya kematian orang yang dicintai. Sebagai ganti rasa ketidaktahuan akan kehilangan seseorang akan menolak kehilangan dan menunjukkan kesedihan dengan tanda depresi.

    Individu yang menderita suasana perasaan (mood) yang depresi biasanya akan kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energi yang menuju keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktifitas. Depresi dianggap normal terhadap banyak stress kehidupan dan abnormal hanya jika ia tidak sebanding dengan peristiwa penyebabnya dan terus berlangsung sampai titik dimana sebagian besar orang mulai pulih.

  • Gangguan Mental Organik
    Merupakan gangguan jiwa yang psikotik atau non-psikotik yang disebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak. Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak atau yang terutama diluar otak. Bila bagian otak yang terganggu itu luas, maka gangguan dasar mengenai fungsi mental sama saja, tidak tergantung pada penyakit yang menyebabkannya bila hanya bagian otak dengan fungsi tertentu saja yang terganggu, maka lokasi inilah yang menentukan gejala dan sindroma, bukan penyakit yang menyebabkannya. Pembagian menjadi psikotik dan tidak psikotik lebih menunjukkan kepada berat gangguan otak pada suatu penyakit tertentu daripada pembagian akut dan menahun.

  • Retardasi Mental dengan Ciri Psikotik
    Retardasi mental adalah gangguan yang ditandai oleh fungsi intelektual disertai oleh defisit atau hendaya fungsi adaptif sedikitnya dua area kemampuan: komunikasi, perawatan diri, pemenuhan kebutuhan hidup, kemampuan sosial/interpersonal, penggunaan sumber komunitas, kemandirian, kemampuan fungsi akademik, pekerjaan, waktu luang, kesehatan, keamanan dan harus terjadi sebelum usia 18 tahun.

Gangguan jiwa adalah sindrom atau pola perilaku yang secara klinis bermakna dan berkaitan dengan stres (distress) dalam fungsi kehidupan . Penyakit ini ternyata diderita oleh 43,8 juta orang di Amerika atau 1 dari 5 dewasa. Di Indonesia, ada 6% orang di indonesia dengan gejala depresi dan kecemasan serta 400.000 penderita skizofrenia.

Masyarakat Indonesia masih menganggap gangguan jiwa hanyalah penyakit yang diderita oleh orang di Rumah Sakit Jiwa. Padahal gangguan jiwa bisa menyerang siapa saja, tidak terkecuali diri kita dan orang-orang terdekat. Sayangnya, kesadaran dan pengetahuan mengenai keadaan ini masih rendah, terutama di Indonesia. Jadi, jangan heran bila banyak tidak menyadari bahwa mereka mengalami gejala dari gangguan jiwa.

Stigma bahwa orang dengan gangguan jiwa adalah orang gila

Masih ada stigma di masyarakat sehingga orang yang mengalami gejala ini enggan berobat karena tidak ingin dikatakan “gila”. Padahal gangguan jiwa dapat muncul dalam bentuk yang ringan dan mungkin hanya berupa kecemasan dan rasa sedih.

Bila gejala yang muncul sudah mengganggu fungsi Anda dalam bekerja dan bersosialisasi, misalnya, Anda sudah dapat dikatakan memiliki gangguan jiwa. Meskipun orang-orang mungkin hanya bilang bahwa Anda hanya “capek” atau “jenuh”. Anda mungkin tidak menyadari bahwa yang Anda alami jauh lebih serius dari itu.

Stigma ini juga berkaitan karena anggapan bahwa terdapat perbedaan antara penyakit fisik dan penyakit kejiwaan. Sehingga, orang enggan berobat karena merasa bahwa gangguan yang dialaminya tidak akan bisa sembuh dengan berobat. Padahal gangguan jiwa diketahui berkaitan erat dengan ketidakseimbangan neurotransmitter atau kimiawi otak. Misalnya saja orang dengan depresi diketahui memiliki serotonin yang rendah. Untuk itulah, pada kasus tertentu, dokter meresepkan obat untuk membantu kimiawi otak kembali seimbang. Ini biasanya diberikan bersamaan dengan terapi-terapi lainnya.

Stigma ini menyebabkan gejala gangguan jiwa tidak disadari dan ditangani yang kemudian akan semakin berat yang bahkan bisa berakhir ke bunuh diri. Karena itu, perlu dimulai adanya kesadaran mengenai gangguan jiwa agar kita semua bisa menangani dan mencegah sebelum menjadi berat

Apa saja gejala gangguan jiwa?

Gejala gangguan jiwa bisa sangat bervariasi dan muncul pada kegiatan sehari-hari. gejala ini biasanya muncul dengan adanya perubahan pada emosi, pikiran ataupun perilaku. Contoh gejala yang muncul seperti:

  • Merasa sedih
  • Kesulitan konsentrasi
  • Cemas atau takut yang berlebihan
  • Mengindar dari teman dan keluarga
  • Merasa selalu lelah atau kesulitan tidur
  • Kesulitan untuk menghadapi stres sehari-hari
  • Penggunaan alkohol atau obat-obatan berlebihan
  • Perubahan kebiasaan makan
  • Timbulnya marah dan kekerasan yang berlebihan
  • Timbulnya halusinasi
  • Rasa bersalah dan tidak berguna

Gejala yang harus diwaspadai adalah timbulnya pikiran untuk bunuh diri. Apabila hal ini muncul atau adanya orang terdekat yang menunjukkan ini, segera minta bantuan orang lain atau dokter psikiatri.

Jangan malu untuk mencari bantuan

Apabila hal ini terjadi pada diri kita, janganlah merasa malu ataupun berkecil diri. Gangguan jiwa merupakan hal yang bisa terjadi dan tidak berbeda dengan gangguan fisik. Bila gejala ini tidak kunjung hilang, jangan ragu untuk berbicara dengan orang-orang terdekat karena beban yang ditanggung bersama akan terasa lebih ringan. Janganlah takut meminta bantuan profesional, karena gangguan yang dialami bisa terkontrol dan membaik. Ini dibuktikan dengan banyaknya orang dengan gangguan jiwa yang bisa kembali beraktivitas secara optimal.

Bila orang terdekat mengalami gangguan jiwa

Apabila hal ini terjadi pada orang terdekat, anda bisa melakukan mental health first aid yang terdiri dari:

  1. Melakukan pendekatan, deteksi gejala berbahaya, dan membantu orang terdekat pada berbagai keadaan. Gejala berbahaya yang muncul seperti pikiran bunuh diri, ingin melukai diri sendiri atau orang lain, atau menghindar dari keluarga, teman atau aktivitas sosial.

  2. Mendengarkan cerita mereka tanpa menghakimi.

  3. Memberi dukungan dan informasi.

  4. Mendorong penderita untuk mendapat bantuan profesional,

  5. Membantu dalam hal lain seperti olahraga, terapi relaksasi, mengajak diskusi dalam support group, dan mengajak mereka dalam aktivitas sosial dengan teman ataupun keluarga.

Gangguan jiwa memang merupakan masalah yang serius yang belum dipahami oleh kebanyakan orang sehingga menimbulkan stigma. Karena itu, marilah kita bersama-sama menghadapi hal ini. Ini bisa dimulai dengan memberi info yang benar mengenai gangguan jiwa, sehingga masyarakat bisa mengenali dan menghilangkan stigma yang ada.

Gangguan jiwa adalah gangguan pada fungsi mental yang meliputi emosi, pikiran, perilaku, perasaan, motivasi, kemauan, keinginan, daya tarik diri, dan persepsi yang dapat mengganggu
dalam proses hidup di dalam masyarakat (Nasir & Muhith, 2011). Gangguan jiwa merupakan gangguan dalam cara berpikir (cognitive), kemauan (volition), emosi (affective), dan tindakan (psychomotor). Gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaankeadaan yang tidak normal yang berhubungan dengan fisik, maupun mental (Yosep, 2007).

Orang dengan gangguan jiwa merupakan seseorang yang mengalami kegagalan dalam berinteraksi dan pencapaian keinginan, sehingga menimbulkan perasaan tertekan. Gangguan jiwa dapat mempengaruhi kehidupan seseorang. Aktivitas, kehidupan sosial, pekerjaan, serta hubungan dengan keluarga menjadi terganggu karena adanya gejala ansietas, depresi, dan psikosis. Seseorang dengan gangguan jiwa harus segera mendapatkan pengobatan. Keterlambatan dalam pemberian pengobatan akan semakin merugikan penderita, keluarga dan masyarakat (Yosep & Sutini, 2014).

Penyebab Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa tidak hanya dilihat dari keadaan fisik saja tapi juga di lihat secara keseluruhan. Penyebab gangguan jiwa dibagi menjadi 3 (Yusuf, Fitryasari, & Nihyati, 2015), yaitu:

  1. Faktor somatik (somatogenik), yakni adanya gangguan pada neuroanatomi, neurofisiologi, dan neurokimia, tingkat kematangan dan perkembangan organik, serta faktor pranatal dan perinatal.

  2. Faktor psikologik (psikogenik), yakni berkaitan dengan interaksi dalam keluarga, hubungan dalam keluarga, pekerjaan dan masyarakat. Kemampuan seseorang dalam menghadapi masalah dipengaruhi oleh penyesuaian secara cepat dan tepat, emosi yang meningkat, konsep diri dan pola adaptasi. Jika masalah tidak dapat teratasi akan menyebabkan depresi, cemas, rasa malu, dan rasa bersalah.

  3. Faktor sosial budaya, yakni terkait dengan faktor kestabilan dalam keluarga, pola asuh anak, tingkat ekonomi, sosial masyarakat, dan masalah kelompok seperti prasangka, kesejahteraan yang tidak memadai, fasilitas kesehatan, serta pengaruh kepercayaan dan rasial.

Ciri-Ciri Gangguan Jiwa
Ciri-ciri gangguan jiwa terbagi menjadi tiga (Suliswati, Jeremia, Yenny, & Sumijatun, 2005), sebagai berikut :

  1. Individu yang tidak mampu melakukan fungsi dasar kebutuhan secara mandiri, seperti menjaga kebersihan diri dan sosialisasi.

  2. Individu yang apatis, menarik diri, mengisolasi diri dari temanteman dan keluarga, ketrampilan interpersonal yang minimal.

  3. Individu yang tidak dapat berespon secara adaptif dalam menghadapi stress, depresi sehingga mudah masuk kedalam keadaan kritis. Sedangkan menurut Keliat (2005) ciri-ciri gangguan jiwa yang dapat diidentifikasi pada seseorang, yaitu :

    1. Marah tanpa sebab
    2. Mengurung diri
    3. Tidak kenal orang lain
    4. Bicara kacau
    5. Bicara sendiri dan
    6. Tidak mampu merawat diri sendiri

Jenis Gangguan Jiwa
Menurut International Classification of Diseases (ICD 10) dan DSM 5 dalam Maslim (2013), jenis-jenis gangguan jiwa diklasifikasikan, sebagai berikut :

  1. Gangguan Mental Organik
    Gangguan mental organik adalah gangguan mental yang berkaitan dengan penyakit atau gangguan fisik/kondisi medik yang secara primer atau secara sekunder (sistemik) mempengaruhi otak secara fisiologis sehingga terjadi disfungsi otak.

  2. Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat
    Gangguan mental ini dapat dilihat dari adanya riwayat penggunaan zat psikoaktif yang secara fisiologis mempengaruhi otak dan menimbulkan gangguan mental dan perilaku. Namun, tidak semua orang yang menggunakan zat psikoaktif menunjukan gejala gangguan jiwa.

  3. Skizofrenia, Schizotypal dan Gangguan Delusional
    Jenis gangguan jiwa ini ditandai oleh adanya penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta adanya tindakan tidak wajar atau tumpul. Gangguan mental ini dapat memunculkan gejala yang berupa gejala psikotik: halusinasi, waham, perilaku kataton, perilaku kacau, pembicaraan kacau (tidak selalu), disertai tilikan yang buruk.

  4. Gangguan Mood (afektif)
    Jenis gangguan jiwa ini adalah perubahan suasana perasaan/mood (depresi atau manik) yang biasanya kearah depresi (dengan atau tanpa anxietas yang menyertainya) atau kearah elasi (suasana perasaan yang meningkat). Perubahan ini biasanya disertai dengan adanya perubahan pada keseluruhan tingkat aktivitas, yang biasanya disertai gejala sekunder.

  5. Gangguan Neurotik, Gangguan Somatoform dan Gangguan Terkait Stress
    Gangguan cemas dan fobik, gejala utamanya berupa kecemasan yang bersifat kronis (misal gangguan cemas menyeluruh) atau episodik (mis. Gangguan panik), atau kecemasan timbul bila dihadapkan dengan situasi/objek fobik atau bila melawan pikiran obsesif. gangguan somatoform memiliki gejala utama berupa keluhan preokupasi dengan rasa sakit atau menderita penyakit tertentu walaupun tidak ada dasar gangguan medis/fisik yang mendasarinya.

  6. Sindrom Perilaku yang Berhubungan dengan Gangguan Fisiologis dan Faktor Fisik
    Jenis gangguan jiwa ini ditandai dengan adanya gangguan makan, gangguan tidur non organik, disfungsi seksual bukan disebabkan gangguan atau penyakit organik.

  7. Gangguan Kepribadian Dewasa dan Perilaku
    Keadaan dan pola perilaku yang secara klinis bermakna yang cenderung menetap dan merupakan ekspresi dari gaya hidup yang khas dari seseorang serta cara berhubungan dengan
    diri sendiri serta orang lain. Pola ini bisa muncul sejak dini saat masa pertumbuhan maupun perkembangan sebagai hasil dari faktor genetik, konstitutional, maupun pengalaman sosial.

  8. Keterbelakangan Mental
    Adanya keterlambatan perkembangan pada semua aspek atau terhenti sehingga menimbulkan disfungsi.

  9. Gangguan perkembangan psikologis
    Gangguan jiwa ini dapat terlihat dengan gejala yang dimulai dari masa bayi atau kanak-kanak. Gangguan perkembangan pervasif, ciri khasnya adalah gangguan dasar berupa abnormalitas kualitatif dalam interaksi timbal balik dengan orang lain, sehingga pada kasus berat dapat terjadi retardasi mental.

  10. Perilaku dan Gangguan Emosional dengan Onset Biasanya
    Terjadi Pada Masa Kanak-kanak dan Remaja Gangguan ini merupakan gangguan yang mencakup gangguan fungsi sosial yang berada pada masa perkembangan.

  11. Gangguan Mental Unspecified