Gangguan jiwa menurut pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ) III adalah sindrom pola perilaku seseorang yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya (impairment) di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia, yaitu fungsi psikologik, perilaku, biologik, dan gangguan itu tidak hanya terletak di dalam hubungan antara orang itu tetapi juga dengan masyarakat (Maslim, 2002; Maramis, 2010).
Gangguan jiwa merupakan deskripsi sindrom dengan variasi penyebab. Banyak yang belum diketahui dengan pasti dan perjalanan penyakit tidak selalu bersifat kronis. Pada umumnya ditandai adanya penyimpangan yang fundamental, karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta adanya afek yang tidak wajar atau tumpul (Maslim, 2002).
Sumber Penyebab gangguan Jiwa
Manusia bereaksi secara keseluruhan—somato-psiko-sosial. Dalam mencari penyebab gangguan jiwa, unsur ini harus diperhatikan. Gejala gangguan jiwa yang menonjol adalah unsur psikisnya, tetapi yang sakit dan menderita tetap sebagai manusia seutuhnya (Maramis, 2010).
-
Faktor somatik (somatogenik), yakni akibat gangguan pada neuroanatomi, neurofisiologi, dan neurokimia, termasuk tingkat kematangan dan perkembangan organik, serta faktor pranatal dan perinatal.
-
Faktor psikologik (psikogenik), yang terkait dengan interaksi ibu dan anak, peranan ayah, persaingan antarsaudara kandung, hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permintaan masyarakat. Selain itu, faktor intelegensi, tingkat perkembangan emosi, konsep diri, dan pola adaptasi juga akan memengaruhi kemampuan untuk menghadapi masalah. Apabila keadaan ini kurang baik, maka dapat mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu, dan rasa bersalah yang berlebihan.
-
Faktor sosial budaya, yang meliputi faktor kestabilan keluarga, pola mengasuh anak, tingkat ekonomi, perumahan, dan masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka, fasilitas kesehatan, dan kesejahteraan yang tidak memadai, serta pengaruh rasial dan keagamaan.
Klasifikasi gangguan Jiwa
Klasifikasi diagnosis gangguan jiwa telah mengalami berbagai penyempurnaan. Pada tahun 1960-an, World Health Organization (WHO) memulai menyusun klasifikasi diagnosis seperti tercantum pada International Classification of Disease (ICD). Klasifikasi ini masih terus disempurnakan, yang saat ini telah sampai pada edisi ke sepuluh (ICD X).
Asosiasi dokter psikiatri Amerika juga telah mengembangkan sistem klasifikasi berdasarkan diagnosis dan manual statistik dari gangguan jiwa (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder— DSM). Saat ini, klasifikasi DSM telah sampai pada edisi DSM-IV-TR yang diterbitkan tahun 2000. Indonesia menggunakan pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ), yang saat ini telah sampai pada PPDGJ III (Maslim, 2002; Cochran, 2010; Elder, 2012; Katona, 2012).
Sistem klasifikasi pada ICDdan DSM menggunakan sistem kategori. ICD menggunakan sistem aksis tunggal (uniaksis), yang mencoba menstandarkan diagnosis menggunakan definisi deskriptif dari berbagai sindroma, serta memberikan pertimbangan untuk diagnosis banding. Kriteria diagnosis pada DSM menggunakan sistem multiaksis, yang menggambarkan berbagai gejala yang harus ada agar diagnosis dapat ditegakkan (Katona, 2012). Multiaksis tersebut meliputi hal sebagai berikut.
-
Aksis 1 : sindroma klinis dan kondisi lain yang mungkin menjadi fokus perhatian klinis.
-
Aksis 2 : gangguan kepribadian dan retardasi mental.
-
Aksis 3 : kondisi medis secara umum.
-
Aksis 4 : masalah lingkungan dan psikososial.
-
Aksis 5 : penilaian fungsi secara global.
Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di Indonesia (PPDGJ) pada awalnya disusun berdasarkan berbagai klasifikasi pada DSM, tetapi pada PPDGJ III ini disusun berdasarkan ICD X. Secara singkat, klasifikasi PPDGJ III meliputi hal berikut.
-
F00 – F09 : gangguan mental organik (termasuk gangguan mental simtomatik).
-
F10 – F19 : gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif.
-
F20 – F29 : skizofrenia, gangguan skizotipal, dan gangguan waham.
-
F30 – F39 : gangguan suasana perasaan (mood/afektif).
-
F40 – F48 : gangguan neurotik, gangguan somatoform, dan gangguan terkait stres.
-
F50 – F59 : sindroma perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik.
-
F60 – F69 : gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa.
-
F70 – F79 : retardasi mental.
-
F80 – F89 : gangguan perkembangan psikologis.
-
F90 – F98 : gangguan perilaku dan emosional dengan onset biasanya pada anak dan remaja.
Secara umum, klasifikasi gangguan jiwa menurut hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 dibagi menjadi dua bagian, yaitu
- gangguan jiwa berat/kelompok psikosa dan
- gangguan jiwa ringan meliputi semua gangguan mental emosional yang berupa kecemasan, panik, gangguan alam perasaan, dan sebagainya. Untuk skizofrenia masuk dalam kelompok gangguan jiwa berat.
Klasifikasi diagnosis keperawatan pada pasien gangguan jiwa dapat ditegakkan berdasarkan kriteria NANDA (North American Nursing Diagnosis Association) ataupun NIC (Nursing Intervention Classification) NOC (Nursing Outcame Criteria). Untuk di Indonesia menggunakan hasil penelitian terhadap berbagai masalah keperawatan yang paling sering terjadi di rumah sakit jiwa.
Pada penelitian tahun 2000, didapatkan tujuh masalah keperawatan utama yang paling sering terjadi di rumah sakit jiwa di Indonesia, yaitu:
-
perilaku kekerasan;
-
halusinasi;
-
menarik diri;
-
waham;
-
bunuh diri;
-
defisit perawatan diri (berpakaian/berhias, kebersihan diri, makan, aktivitas sehari-hari, buang air);
-
harga diri rendah.
Hasil penelitian terakhir, yaitu tahun 2005, didapatkan sepuluh diagnosis keperawatan terbanyak yang paling sering ditemukan di rumah sakit jiwa di Indonesia adalah sebagai berikut.
- Perilaku kekerasan.
- Risiko perilaku kekerasan (pada diri sendiri, orang lain, lingkungan, verbal).
- Gangguan persepsi sensori: halusinasi (pendengaran, penglihatan, pengecap, peraba, penciuman).
- Gangguan proses pikir.
- Kerusakan komunikasi verbal.
- Risiko bunuh diri.
- Isolasi sosial.
- Kerusakan interaksi sosial.
- Defisit perawatan diri (mandi, berhias, makan, eliminasi).
- Harga diri rendah kronis.
Sumber :
Ah. Yusuf, Rizky Fitryasari PK, Hanik Endang Nihayati, Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa, Penerbit Salemba Medika, 2015.