Apakah yang dimaksud dengan Estetika (Aesthetic)?

Estetika bangunan

Aesthetic yang berarti estetika merupakan ilmu yang membahas tentang keindahan, bagaimana keindahan tersebut bisa terbentuk dan bagaimana keindahan itu bisa kita rasakan. Keindahan dalam arti luas merupakan keindahan dari alam, hasil seni, serta moral dan intelektual. Pengertian keindahan dalam estetik mencangkup pengalaman estetik seseorang dalam hubungannya dengan segala sesuatu yang diserap, sedangkan dalam arti terbatas keindahan sangat berkaitan dengan keindahan bentuk dan warna.

Estetika juga berhubungan dengan filosofis seni yang mengajarkan tentang keseimbangan, keindahan alami dengan corak ekspresionis. Sehingga estetika bisa diartikan sebagai dorongan atau motivasi tentang keseimbangan / tekstur dari ekspresi diri yang mengungkapkan keindahan secara alami.

Nilai estetika itu sangatlah abstrak dan identik dengan kebenaran. Batas keindahan akan berhenti pada sesuatu yang indah dan bukan pada keindahan itu sendiri. Keindahan mempunyai daya tarik yang selalu berubah sesuai dengan selera seseorang dimanapun dan kapanpun.

Untuk mencapai nilai estetika, seseorang harus mampu berimajinasi, rajin, kreatif, dan peka dalam menghubungkan benda satu dengan yang lainnya, karena keindahan mempunyai keterkaitan / interaksi yang sangat luas baik dengan apapun. Untuk memperoleh pemahaman lebih, estetika juga dimasukkan ke dalam materi pendidikan seni budaya maupun seni rupa. Pendidikan seni rupa berarti pembelajaran dan pelatihan dalam keterampilan-keterampilan mengenai karya seni yang bisa diindra oleh mata dan dirasakan dengan rabaan.

Nilai estetika itu sangat penting karena dengan makna dari estetis itu sendiri yang berisi keindahan dapat membuat kita sebagai manusia bisa merasakan keindahan dari seni, alam yang menimbulkan rasa nyaman bagi penikmatnya. Keindahan dari estetis mampu mengubah mood sesorang dari yang awalnya galau menjadi ceria. Bahkan dengan seringnya kita melihat keindahan, maka kesehatan kita akan terjaga, bahkan raga menjadi sehat karena pikiran yang nyaman dengan keindahan yang memberikan efek kesehatan pada tubuh dengan sugesti kenyamanan pada psikologi manusia.

Softskill yang berkaitan dengan estetika memang banyak menimbulkan dampak positif karena bisa mengasah kreativitas serta meningkatkan rasa cinta terhadap keindahan. Namun untuk mencapai hal tersebut memang tidak mudah dan dibutuhkan pengalaman bahkan sejak dini. Maka dari itu kita sangat membutuhkan estetika keindahan, apapun bentuknya yang paling bagus adalah keindahan alam dan seni yang memberikan dampak signifikan bagi pikiran.

Salah satu tokoh dunia dengan penekanan nilai estetika yang tinggi adalah Zaha Hadid. Wanita kelahiran Baghdad, Irak pada tanggal 31 Oktober 1950 ini dibesarkan di salah satu bangunan pertama Baghdad Bauhaus selama era “modernisme glamor dan progresif berpikir” di Timur Tengah. Dia menerima gelar di bidang matematika dari Universitas Amerika di Beirut sebelum pindah untuk belajar di Sekolah Asosiasi Arsitektur Arsitektur di London, di mana ia bertemu Rem Koolhaas, Elia Zenghelis, dan Bernard Tschumi.

Kepekaan, keberanian, serta rasa haus akan keindahan alam dari Zaha Hadid membuatnya akan terus dikenang di sepanjang masa di dunia arsitektur karena dengan keberanian membuat desain yang ekstrim namun tetap memiliki nilai estetika yang tinggi yang disebut Arsitektur Dekonstruksi. Dengan desain yang berani, kontemporer, organik, inovatif yang menggunakan teknologi dengan material yang luar biasa, bangunannya telah memperoleh berbagai penghargaan dan pernah dinominasikan untuk penghargaan bergengsi termasuk MAXXI (2010), Stasiun Kereta Api Kabel Nordpark (2008), Phaeno Science Centre (2006) dan BMW Central Building (2005). Salah satu karyanya London Aquatic, Olimpiade London 2012 dengan kapasitas 17500 orang.

Sumber :

Estetika pada dasarnya terkait dengan beberapa masalah seperti: keindahan, seni, ekspresi, bentuk serta pengalaman estetis. Secara garis besar, Estetika dapat juga digolongkan menjadi dua yakni estetika (keindahan) alami dan estetika (keindahan) buatan (diwujudkan oleh manusia).

  • Pertama, Estetika alami tidak dapat dibuat oleh manusia, misalnya : gunung, laut, pepohonan, bunga (anggrek, mawar, dsb), binatang (kupu-kupu, burung, ikan hias, kuda, dsb), atau sesuatu wujud keindahan akibat peristiwa alam, seperti: pelangi, keindahan panorama pantai selatan Jawa akibat dari benturan ombak dalam jangka waktu yang lama, keindahan dalam gua, air terjun dan lain sebagainya.

    Estetika alam dapat kita nikmati saat matahari terbit maupun terbenam, terjadi perpaduan bentuk-bentuk awan, warna langit, bintang-bintang pada malam hari. Di samping itu, keindahan yang paling sempurna adalah bentuk tubuh manusia. Keindahan bentuk tubuh manusia dapat disaksikan pada saat manusia melakukan gerakan-gerakan seperti olah raga senam dan menari.

  • Kedua, Estetika yang diwujudkan oleh manusia pada umumnya disebut sebagai benda-benda yang memiliki nilai seni (lukisan, patung, dsb). Benda-benda seni, selain memiliki nilai-nilai estetika atau mengandung unsur-unsur estetika, juga merupakan penuangan ekspresi dari seorang seniman dalam mengungkapkan perasaannya.

Dengan demikian, estetika dapat dikatakan sebagai sesuatu yang menimbulkan rasa senang, rasa puas, rasa aman, rasa nyaman dan rasa bahagia. Pada saat perasaan itu sangat kuat, manusia yang menyaksikannya akan merasa terharu, terpaku, terpesona, serta menimbulkan keinginan untuk mengalaminya kembali perasaan itu, meskipun telah menikmatinya berulangkali.

Estetika terdiri dari komponen-komponen yang masing-masing mempunyai ciri-ciri dan sifat-sifat yang menentukan nilai estetika. Untuk mengenal estetika dapat dilakukan dengan cara menafsirkan unsur-unsur estetika sebagai suatu masalah yang praktis, yaitu masalah yang menyentuh pelaksanaan kegiatan dalam bidang kesenian.

Di samping masalah praktis, unsur-unsur estetika juga mencakup masalah-masalah tentang filsafat keindahan dan filsafat kesenian, seperti yang dipahami oleh beberapa filsuf pada masa lalu dan masa sekarang. Estetika merupakan pengetahuan tentang keindahan alam maupun seni. Sedang pada masa sekarang, estetika tidak dapat terlepas dengan masalah-masalah ilmu pengetahuan dan teknologi.

Estetika pada dasarnya mempersoalkan hakekat keindahan alam dan karya seni, namun demikian estetika dapat pula masuk dalam wilayah tentang keindahan karya-karya teknologi. Karya teknologi maupun karya arsitektur, pada perkembangannya tidak hanya mempersoalkan tentang masalah fungsi dan kecanggihan belaka. Karya teknologi dan arsitektur dapat pula mengekspresikan gagasan dan perasaan tentang keindahan. Oleh karena itu, kualitas desain dalam karya teknologi dan arsitektur tidak lagi hanya mempertimbangkan fungsi, namun telah memasuki wilayah estetika yang dapat memberikan rasa keindahan secara visual maupun rasa kenyamanan bagi masyarakat penggunanya.

Estetika pada dasarnya memiliki pengertian yang beranekaragam. Mencari kesepakatan tentang pengertian estetika bukanlah sesuatu yang mudah. Hal ini tergantung dari titik tolak yang digunakan, estetika sebagai ilmu pengetahuan atau estetika sebagai filsafat tentang seni. Kata estetika dikutip dari bahasa Yunani aisthetikos atau aisthanomai yang berarti mengamati dengan indera.

Estetika dapat dihubungkan dengan kata Yunani aisthesis yang berarti pengamatan atau persepsi (K. Kuypers, 1977).

An Aesthetic (also esthetic and æsthetic) is a philosophical theory concerning beauty and art (Estetika adalah sebuah teori filosofi tentang keindahan dan seni).

Estetika berarti sebagai ilmu pengetahuan pengamatan (E.B. Feldman, 1967).

Estetika berarti sebagai ilmu pengetahuan Inderawi (The science of sensuous knowledge) (The Liang Gie, 1976).

David Hume dalam falsafahnya tentang estetika mengatakan bahwa subyek lebih berperan dari pada obyek. Subyektivisme ini didasarkan pada empirik atau pengalaman yang nyata. Ini berarti bahwa meskipun dasar pikiran tentang estetika bersifat subyektif, namun cara untuk menentukan standard of taste benar-benar obyektif, dilakukan secara ilmiah melalui observasi dan analisa.

Sedangkan Immanuel Kant tidak setuju dengan obyektivikasi konsep estetika. Ia menganggap bahwa obyektivikasi akan menimbulkan kekeliruan dalam mencari jawaban tentang apa estetika itu. Ia tidak membantah pengalaman empiris dengan menyelidiki sebanyak mungkin orang sehingga bisa didapatkan standard of taste atau ukuran tentang perasaan indah oleh penilaian orang tersebut.

Namun penemuan standard of taste tersebut belum bisa menjawab pertanyaan tentang apakah yang disebut estetika. Cara ini hanya menemukan ciri-ciri tentang benda estetis yang secara umum memberi perasaan nikmat-indah pada manusia. Ia berpendapat bahwa pengalaman estetis yang dihasilkan oleh daya estetika pada hakekatnya memberi kesenangan.

Rasa senang ini terletak pada pengamat (subyek) dan bukan terletak pada benda (obyek). Berdasarkan atas persamaan dan perbedaan perasaan manusia terhadap sesuatu yang sama, maka Immanuel Kant menyusun teori estetika yang menyatakan bahwa dalam diri manusia sudah terdapat apriori terhadap keindahan (AAM Djelantik, 2001).

Teori pengamatan menurut Immanuel Kant merupakan bagian dari teori cita rasa. Pengamatan dibicarakan dalam kaitannya dengan cita rasa (taste : the ability to judge an object, or a way of presenting it, by means of a liking or disliking devoid of all interest) ( cita rasa : kemampuan untuk menilai suatu obyek, atau cara menampilkan sesuatu, yang berarti sesuatu yang disukai atau tidak menyukai sesuatu tanpa adanya perhatian secara total/menyeluruh) (George Dickie, 1989).

Sedangkan Denis Huisman (1964) mengatakan bahwa perjalanan estetika barat dibagi menjadi tiga periode :

  1. Periode Platonis atau dogmatis, yang menyangkut Platonisme, Aristotelisme, dan Neo-Platonisme,

  2. Periode Kantianisme atau kritisisme yang meliputi, masa pendahulu Kant, masa Kant dan pasca Kant,

  3. Periode Positivisme atau modern, yang menyangkut estetika dari atas (estetika analitis-filsafati), estetika dari bawah (estetika empirik-keilmuan), estetika dari bawah ke atas sebagai estetika masa depan.

Teori estetika sebagian dilandasi oleh tradisi empirisme dan sebagian lagi bertumpu pada tradisi lain yang melihat keindahan menurut pandangan Platonisme dan Neo-Platonisme. Struktur teori ini telah dikembangkan atas lima bagian yaitu : perception (persepsi), faculty of taste (cita rasa sebagai kemampuan), mental product (produk mental), the kind of object in the perceived world (obyek pengamatan), judgments of taste (pertimbangan cita rasa) (George Dickie, 1989).

Menurut pandangan Plato, bahwa estetika dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

  • Pertama, mengingatkan kita akan seluruh filsafatnya tentang dunia idea. Dalam pandangannya yang pertama, Plato mengemukakan bahwa ajaran Sokrates tentang estetika diterima dari seorang Dewata bernama Diotima yang berasal dari Mantineia. Menurut pandangannya, yang disebut indah adalah yang ada pada benda material seperti bentuk tubuh manusia. Jika kita melihat keindahan itu berulang kali, maka pengalaman tentang estetika itu akan meningkat. Lebih jauh lagi, ada yang lebih indah dari bentuk tubuh manusia itu sendiri yaitu jiwa. Menurut Sokrates idea merupakan idea yang indah, itulah yang paling indah, sumber segala keindahan. Semua keindahan lain hanya ikut ambil bagian pada yang indah dalam dunia idea itu, seperti: idea tentang kebenaran dan kebaikan.

  • Kedua, lebih membatasi diri pada dunia nyata. Disini, Plato mengatakan bahwa sumber segala keindahan adalah sesuatu yang paling sederhana. Yang dimaksud dengan sederhana adalah bentuk dan ukuran yang tidak dapat diberi batasan lebih lanjut berdasarkan sesuatu yang lebih sederhana lagi. Namun demikian, sesuatu yang majemuk dapat juga dikatakan indah, jika tersusun secara harmonis berdasarkan pada sesuatu yang benar-benar sederhana. Pandangan yang terakhir ini, memberikan kesan bahwa pandangan Plato tentang keindahan sebagai sesuatu yang secara fisik paling sederhana, bergeser kepada pandangan bahwa yang paling indah adalah yang paling memiliki kesatuan. Plato memang setuju bahwa kesatuan adalah gejala yang ikut menandai keindahan, tetapi gejala itu juga dapat menandai gejala lainnya. Plato tetap mempertahankan pandangannya bahwa kesederhanaan sebagai ciri kas dari suatu keindahan, baik dalam alam maupun karya seni.

Estetika Dalam Konteks Arsitektur


Dalam karya arsitektur, nilai-nilai estetika memiliki permasalahan yang lebih kompleks, hal ini disebabkan oleh banyaknya faktor yang terkait dalam mempengaruhi keberhasilan sebuah karya, seperti: faktor ekonomi, sosial, budaya, teknologi, ergonomi, antropometri termasuk faktor psikologi, keselarasan serta pelestarian lingkungan. Rasa estetika yang terdapat dalam karya arsitektur, didasarkan pada elemen dan prinsip-prinsip perancangan yang dapat dijelaskan secara rasional.

Persepsi visual dari elemen-elemen yang mendasari, semuanya bermuara pada prinsip-prinsip estetika dan merupakan kebutuhan emosional yang sangat vital, tetapi merupakan penentu keberhasilan sebuah karya.

Menurut Tillman dan Cahn (1969), pokok bahasan dalam estetika dapat dibagi menjadi :

  1. Perumusan karya seni,
  2. Sikap estetis,
  3. Kualitas dan nilai estetis,
  4. Pertimbangan dan argumentasi kritis,
  5. Gaya dan bentuk,
  6. Interpretasi,
  7. Ekspresi dan emosi,
  8. Lambang dan metafora,
  9. Imitasi,
  10. Makna dan kenyataan,
  11. Maksud dan tujuan mencipta,
  12. Psikologi,
  13. Seni, masyarakat dan moralitas,
  14. Seni dan religi,
  15. Arsitektur, seni lukis, dan skulptur.

Sedangkan dari berbagai pandangan, estetika dikelompokkan menjadi beberapa aliran utama :

  1. Estetika filosofis-transendental menempatkan kesadaran akan keindahan dan pertimbangan atas dasar cita rasa sebagai fokus telaah,

  2. Estetika formalistis menelaah berbagai aspek lahiriah karya seni dan arsitektur sebagai obyek estetis, seperti : arti dan peran perbandingan keemasan (the golden section) ,

  3. Estetika yang berbicara tentang substansi rokhaniah karya seni dan arsitektur, seperti : metafisis- spekulatif dan antropologi-kefilsafatan budaya yang berbicara tentang nilai- nilai moral-didaktis (K. Kuypers, 1977).

Dalam karya seni dan arsitektur, terdapat tiga unsur estetika yang paling mendasar yaitu :

  1. Unsur Keutuhan atau kebersatuan (unity),
  2. Unsur Penonjolan (dominance),
  3. Unsur Keseimbangan (balance).

Unsur Keutuhan (unity) terdiri dari :

  • Keutuhan dalam keanekaragaman (unity in diversity) – simetri, irama (ritme), keselarasan (harmony),

  • Keutuhan dalam tujuan (unity of purpose),

  • Keutuhan dalam perpaduan (AAM Djelantik, 1999).

Estetika Arsitektur dalam Perspektif Teknologi


Applying aesthetic considerations to buildings and related architectural structures is complex, as factors extrinsic to spatial design (such as structural integrity, cost, the nature of building materials, and the functional utility of the building) contribute heavily to the design process

(Penerapan pertimbangan estetika pada bangunan dan hubungan antara struktur arsitektural adalah kompleks, sebagai faktor luar pada desain spasial ( seperti integritas struktural, biaya, sifat alami bahan bangunan, dan fungsi utilitas pada bangunan) merupakan kontribusi yang berat pada proses disain)

Notwithstanding, architects can still apply the aesthetic principles of ornamentation, texture, flow, symmetry, color, granularity, the interaction of sunlight and shadows, transcendence, and harmony

(Sekalipun demikian, para arsitek masih dapat menerapkan prinsip-prinsip estetika pada ornamen (ragam hias), tekstur, aliran, simetri, warna, butiran-butiran kecil, interaksi pada cahaya matahari dan bayangan, sesuatu yang sulit dipahami secara harfiah, dan harmoni (keselarasan)

Penerapan estetika pada bangunan dan hubungannya dengan struktur arsitektural adalah sebagai sesuatu yang sangat kompleks, seperti: faktor-faktor extrinsic pada desain visual (seperti integrity structural (keutuhan struktur), cost (biaya), bahan-bahan (bangunan) alam, dan fungsi utilitas pada bangunan, merupakan beban kontribusi pada proses desain. Desainer-desainer arsitektural masih dapat menerapkan prinsip-prinsip estetik pada ornamen, bagian tepi / bingkai / frame, tekstur, aliran air, kesungguhan, simetri, warna, butiran-butiran kecil / pasir, interaksi sinar matahari dan bayangan, di luar batas pemahaman manusia, dan harmoni (selaras / serasi).

Beberapa unsur nilai estetika yang terkait dengan penerapannya dalam arsitektur dapat disusun sebagai berikut :

Unsur-unsur simetri dan asimetri, focal point (fokus utama), pola (susunan), kontras, perspektif (3 dimensi), gerak, irama, kesatuan dan proporsi. Di samping itu juga terkait dengan unsur-unsur harmoni (selaras/serasi), kontras, warna, tekstur, ornamen, ekspresi, bentuk, struktur bangunan secara utuh, bahan-bahan alam, aliran air, fungsi utilitas pada bangunan, interaksi sinar matahari dengan bayangan, unsur-unsur tepi bangunan, serta unsur-unsur transendental.

Penerapan elemen estetika pada karya arsitektur sangat penting karena para pengguna pada dasarnya menuntut kepuasan fungsional dan emosional. Dan masalah-masalah yang bersangkutan dengan keberhasilan karya arsitektur ditentukan oleh persepsi visual yaitu faktor estetika, di samping faktor-faktor lain seperti: faktor struktur, fungsi, kondisi fisik, konstruksi, bahan, sosial, budaya, ekonomi, perilaku dan ergonomi.

Nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah karya arsitektur tidak hanya terbatas pada bentuk luarnya, tetapi juga pada implikasi lain yang lebih universal. Karya arsitektur sebagai seni visual, diharapkan dapat dihayati melalui visualisasi bentuk, di samping dapat menangkap kesan dan pesan yang diekspresikan oleh seorang arsitek. Elemen estetika dalam karya arsitektur merupakan kesatuan wujud yang tidak dapat dipisahkan dan selalu mengikuti perkembangan jaman terkait dengan proses transformasi sosial budaya yang terjadi dalam masyarakat.

image
Gambar. The Staatsgalerie in Stuttgart (1977-1984), James Stirling & Michael Wilford.

Kuwait Water Tower
Gambar. Kuwait Water Tower (1978), Lindstrom, Egnell & Bjorn.

image
Gambar. Art Tower Mito, Mito City, Japan, Arata Isozaki.

Karya-karya arsitektur sebagai unsur budaya, mengandung nilai-nilai keindahan yang diakui keabsahannya secara obyektif maupun subyektif. Dalam estetika, faktor keindahan merupakan fenomena yang memiliki nilai-nilai ekstrinsik dan intrinsik yaitu nilai-nilai yang erat kaitannya dengan bentuk luar serta pesan atau makna yang terkandung di dalamnya.

Dimensi keindahan dalam arsitektur yang terdiri dari unsur-unsur titik, garis, bidang, massa, komposisi, warna dan lain sebagainya, masih kurang mendapatkan porsi yang memadai dalam proses perancangan. Padahal pengolahan unsur-unsur tersebut jika dilakukan secara kreatif dan inovatif akan mampu mewujudkan nilai-nilai estetika dalam karya arsitektur. Persepsi masyarakat sebagai pengamat terhadap nilai estetika tidak selalu sama, hal ini tergantung pada kedalaman rasa, pengalaman intelektualitas serta latar belakang sosial budaya.

Karya arsitektur pada hakekatnya merupakan daya kreativitas, yaitu ekspresi berupa bentuk yang keindahannya dapat dianalisis secara wajar dan rasional. Dalam menganalis keindahan karya arsitektur dapat dilakukan secara obyektif, sehingga hal ini dapat berlaku secara universal. Estetika dalam arsitektur tidak terikat oleh ruang dan waktu, melainkan dapat menjelajah keseluruh segi kehidupan masyarakat dan kebudayaan.

Estetika dalam arsitektur pada hakekatnya tidak berbeda dengan estetika dalam ilmu-ilmu bidang seni yang lain. Sekalipun arsitektur termasuk dalam kategori ilmu seni terapan, namun pembahasan tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan unsur-unsur seperti: proporsi, ritme, bentuk, harmoni, gerak, kontras, warna, tekstur, kesatuan, ornamen, ekspresi dan lain sebagainya, merupakan fenomena yang tidak dapat diabaikan.

Dalam karya arsitektur, masalah estetika sangat erat kaitannya dengan komunikasi dalam arsitektur yang terdiri dari unsur-unsur seperti: komunikator (arsitek), pesan (disampaikan kepada pengamat melalui karya-karya arsitektur), dan komunikan (sebagai pengamat). Dalam membahas tentang apresiasi karya arsitektur, sering terjadi perbedaan pendapat atau ketimpangan persepsi antara arsitek dan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh adanya kesenjangan tata nilai atau konsep kebudayaan yang dipahami oleh arsitek dan masyarakat.

Kesenjangan yang terjadi tentang persepsi terhadap nilai estetika dalam karya arsitektur, antara arsitek dan masyarakat menjadi semakin lebar, hal ini karena kesenjangan waktu pada saat karya arsitektur tersebut dirancang dengan rentang waktu yang dilampaui. Namun demikian, mengingat bahwa keindahan itu bersifat universal, maka pembahasan tentang karya-karya arsitektur yang terkait dengan masalah estetika berdasarkan pada unsur-unsur atau faktor-faktor yang bersifat umum.

Estetika Arsitektur dalam Perspektif Seni


Dalam estetika, keutuhan yang dimaksud adalah menunjukkan secara keseluruhan sifat yang utuh. Menunjukkan hubungan yang bermakna (relevan) antara komponen yang satu dengan lainnya, tanpa adanya bagian yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan komponen yang lain. Hubungan yang relevan antar komponen bukan berarti gabungan semata-mata, melainkan komponen yang satu memerlukan komponen yang lain dan saling mengisi, sehingga terjadi kekompakan antara komponen yang satu dengan yang lainnya.

Some aesthetic effects available in visual arts include tonal variation, juxtaposition, repetition, field effects, symmetry, asymmetry, perceived mass, subliminal structure, linear dynamics, tension and repose,* pattern, contrast,, perspective ,3dimensionality , movement, rhythm, unity, matrixiality and proportion

(Beberapa efek estetika yang terdapat di dalam seni visual meliputi variasi yang mengikuti gaya suara, sejajar, pengulangan, efek bidang, simetri/asimetri, secara masal, struktur yang indah, linier yang dinamik, ketegangan dan ketenangan, pola, kontras, perspektif, 3 dimensional, gerakan, irama, kesatuan/Gestalt, susunan angka- angka dan proporsi)

Generally, art adheres to the aesthetic principles of symmetry/asymmetry, focal point, pattern, contrast, perspective, 3D dimensionality, movement, rhythm, unity/gestalt, and proportion

(Pada umumnya, seni bertahan pada prinsip-prinsip estetika tentang simetri/asimetri, focal point , pola, kontras, perspektif, 3D dimensional, pergerakan, irama, unity/ gestalt , matrixiality dan proporsi)

Dalam sebuah karya arsitektur, keanekaragaman dari elemen-elemen pembentuk dapat menjadikan karya tersebut sangat menarik dan estetis. Namun, keanekaragam yang sangat berlebihan dapat mengurangi kesan estetis, karena jika berlebihan, maka kualitas estetika menjadi berkurang. Komponen-komponen dalam sebuah komposisi, jika semuanya terdiri dari wujud maupun bentuk yang sama, maka keutuhan yang terjadi akan nampak jelas. Tetapi, jika komponen-komponen yang satu dengan lainnya sangat berlainan, maka keutuhan dapat dicapai dengan cara membuat hubungan yang sangat kuat antara komponen-komponen yang satu dengan lainnya.

image
Gambar. Administration Building, Wisconsin (1936-1939), Frank Lloid Wright.

image
Gambar International Airport (1956-1962), Eero Saarinen.

image
Gambar Kaedi Regional Hospital, Kaedi City, Mauritania (1989), Fabrizio Carola.

Persepsi visual dari elemen-elemen estetis, kesemuanya bermuara pada prinsip- prinsip estetika dan merupakan kebutuhan emosional yang sangat vital serta merupakan penentu keberhasilan karya arsitektur. Persepsi visual dari bentuk fisik suatu karya arsitektur bila diamati secara rinci, terdiri dari berbagai elemen estetis yang ditimbulkan oleh kondisi lingkungan optik. Pada saat melihat suatu konteks lingkungan di sekitarnya, pengamat dapat membedakan satu obyek dari obyek lainnya. Sedangkan dengan mengamati secara teliti suatu benda melalui sifat dari wujud yang tampak, akan dirasakan adanya pesan yang terkandung di dalamnya.

Dalam mengamati wujud dari bentuk suatu obyek, pengamat dapat mengamati perbedaan suatu benda dengan bidang yang melatarbelakanginya. Kemudian, pengamat baru mendapatkan gambaran tentang sosok atau bentuk suatu obyek yang semakin lama semakin jelas bagian- bagiannya. Wujud suatu benda tidak akan tampak jelas, bilamana benda tersebut dikelilingi oleh benda-benda lain yang beranekaragam, karena obyek yang satu dengan yang lain saling mempengaruhi dan saling mendominasi. Secara umum, daya pengihatan mempunyai hubungan langsung dengan seluruh panca indra, dengan demikian pengamat dapat menganalisa suatu obyek yang dilihat secara rinci seperti: warna, bentuk, tekstur, fungsi, proporsi, dan skala. Susunan elemen-elemen estetis yang diamati ternyata mampu menghasilkan sensasi yang menyenangkan. Adanya reaksi dari hubungan serta keterkaitan unsur-unsur tersebut telah berhasil menimbulkan rasa keindahan.

Peran keindahan yang muncul adalah akibat persepsi visual dari berbagai elemen yang tersusun dalam satu kesatuan yang harmonis. Adanya tujuan yang selalu ingin dicapai oleh para arsitek adalah bagaimana susunan persepsi visual dari berbagai elemen estetika tersebut mampu menimbulkan rasa keindahan atau rasa estetik. Bila suatu bentuk karya arsitektur dapat diamati secara utuh antara obyek dengan bidang yang melatarbelakanginya, maka pengamat sebagai subyek akan memiliki gambaran total mengenai keindahan atau estetika obyek tersebut.

Simetri merupakan salah satu ciri dari suatu kesatuan. Benda-benda yang berbentuk simetris memberikan rasa estetis maupun rasa ketenangan, karena memperkuat rasa keutuhan, contohnya seperti benda-benda alam: daun, bunga, kupu- kupu, binatang, dan manusia. Dalam karya-karya arsitektur, simetris memberikan rasa estetis yang tinggi, misalnya: karya-karya bangunan candi pada masa lalu, bentuk- bentuk bangunan istana, bangunan-bangunan tradisional, monumen, pintu gerbang dan lain sebagainya.

Untuk mempertahankan kualitas nilai estetika bahkan menambah kualitas nilai estetika, karya-karya arsitektur dapat juga berbentuk a-simetris, jika dalam karya tersebut tetap terdapat unsur-unsur keutuhan maupun unsur-unsur keseimbangan. Irama (ritme) merupakan kondisi yang menunjukkan kehadiran sesuatu yang berulang-ulang secara teratur. Keteraturan tersebut dapat berupa jarak yang sama pada struktur bangunan, seperti yang nampak dalam karya-karya arsitektur. Sama dengan simetri, manusia sudah terbiasa dengan ritme-ritme dalam karya arsitektur.

Berulang-ulangnya sesuatu secara teratur pada sebuah bangunan gedung maupun jembatan, memberikan kesan tentang tentang ketaatan terhadap hukum yang berlaku, sesuatu yang harus ditaati, terkait dengan kedisiplinan. Oleh karena itu, ritme memiliki sifat memperkuat terhadap kesatuan dan keutuhan.

Ritme mempunyai peranan yang sangat besar dalam arsitektur. Ritme yang konstan dan tidak berubah, memberikan kesan monoton dan dapat menimbulkan rasa jenuh, sehingga mengurangi nilai estetka. Nilai estetika dapat diperoleh dengan membuat bentuk-bentuk pengulangan yang lebih bervariasi dengan melakukan perubahan-perubahan pada ritme secara teratur. Jika perubahan pada ritme terjadi secara teratur, maka kesatuan maupun keutuhan dalam karya arsitektur tidak akan hilang serta tidak akan mengurangi nlai estetika. Sedangkan harmoni dimaksudkan dapat menimbulkan keselarasan antara komponen-komponen yang disusun menjadi kesatuan dari komponen-komponen itu sehingga terjadi keterpaduan dan tidak saling bertentangan.

Dalam karya arsitektur, keselarasan terjadi pada bentuk, ukuran, jarak, warna maupun tekstur. Harmoni memperkuat keutuhan karena mampu memberikan rasa tenang, nyaman dan estetis. Sebagaimana simetri dan ritme , harmoni yang terjadi secara teratur dan terus-menerus dapat menimbulkan rasa kebosanan, sehingga hal ini dapat mengurangi nilai estetika. Dalam karya arsitektur yang berkualitas, akan muncul permainan pada unsur-unsur harmoni, sehingga terjadi sebuah komposisi yang lebih dinamis dan tidak terkesan monoton. Komposisi seperti inilah yang akan dapat menghasilkan karya-karya arsitektur dengan nilai estetika tinggi.

Penonjolan (dominance) memiliki maksud mengarahkan perhatian pengamat sebagai subyek dalam menikmati sebuah karya seni maupun karya arsitektur. Penonjolan dilakukan pada elemen yang dianggap lebih penting atau memiliki kelebihan dari elemen-elemen yang lain. Dalam karya arsitektur, penonjolan dapat dicapai dengan memanfaatkan unsur-unsur a-simetri, a-ritmis serta kontras dalam perancangannya.

Penonjolan juga dapat dilakukan dengan membedakan bentuk tertentu, melalui perubahan ritme dari bentuk-bentuk yang lainnya, sehingga perbedaan yang terjadi tampak mencolok. Penggunaan hal-hal tersebut pada hakekatnya sama dengan melakukan suatu hal yang bertentangan dengan keteraturan yang bersifat monoton. Penonjolan yang dilakukan dengan sengaja tersebut memberikan kesan sebuah kejutan, dan pada umumnya kejutan seperti ini akan menarik perhatian.

Perlawanan terhadap unsur-unsur yang monoton, jika dilakukan dengan terarah dan berdisiplin akan dapat menghasilkan karya-karya arsitektur yang memiliki nilai estetika maupun memiliki daya tarik. Selain memberikan intensitas, penonjolan dalam sebuah karya arsitektur dapat memberikan ciri kas atau karakter pada karya tersebut.

Keseimbangan yang terdapat dalam wujud karya arsitektur, paling mudah dilakukan dengan memanfatkan unsur simetri, seperti pada bangunan candi atau pagoda. Dan keseimbangan yang dicapai dengan simetri tersebut biasa disebut symmetric balance. Keseimbangan juga dapat dicapai dengan memanfaatkan unsur a- simetri, hal ini disebut a-symmetric balance.

Dalam karya arsitektur, karya-karya yang disebut sebagai a-symmetric balance adalah bangunan-bangunan yang tidak memiliki bentuk simetris, namun jika ditarik melalui garis tengahnya akan memiliki unsur keseimbangan, hal ini banyak terdapat pada karya-karya arsitektur masa kini yang memiliki fungsi beragam, seperti: rumah tinggal, pusat pertokoan, hotel dan lain sebagainya. Pada saat ini, a-symmetric balance lebih berkembang dalam karya arsitektur, karena dianggap lebih fleksibel, lebih dinamis, tidak terlalu formal, tidak sakral serta lebih inovatif, sehingga lebih mudah untuk berkembang.

Referensi
  • Davidson, Cynthia C, Architecture beyond Architecture, Academy Group Ltd, London, 1995.

  • Dickie, George, et al, Aesthetics - A Critical Anthology , St. Martins Press, New York, 1989.

  • Djelantik, A.A.M, Estetika - Sebuah Pengantar , MSPI, Bandung, 1999.

  • Gardiner, Stephen, Introduction to Architecture, Chancellor Press, London, 1993.

  • Gie, The Liang, Garis Besar Estetika - Filsafat Keindahan , Penerbit Karya, Yogyakarta, 1976.

  • Gossel, Peter & Leuthauser, Gabriele, Architecture in The Twentieth Century, Benedikt Tascen, Koln, Germany, 1991.

  • Huisman, Denis, Esthetica , Het Spectrum, Utrecht, 1964.

  • Kuypers, K, Encyclopedie van de Filosofie , Elsevier, Amsterdam, 1977.

  • Langer, Sussane K, Problematika Seni , STSI, Bandung, 1993.

  • Muller, Kal, Indonesia in Color, Periplus Editions, Berkeley, California, USA, 1990.

  • Sachari, Agus, Estetika Terapan , Penerbit Nova, Bandung, 1989.

  • Sumardjo, Jakob, Filsafat Seni , Penerbit ITB, Bandung, 2000.

  • Tillman, Frank A & Steven M. Cahn, Philosophy of Art and Aesthetics , Harper & Row Publishers, New York, 1969.

Berdasarkan pendapat umum, estetika diartikan sebagai suatu cabang filsafat yang memperhatikan atau berhubungan dengan gejala yang indah pada alam dan seni. Pandangan ini mengandung pengertian yang sempit. Estetika yang berasal dari bahasa Yunani ―aisthetika berarti hal-hal yang dapat dicerap oleh pancaindera. Oleh karena itu estetika sering diartikan sebagai pencerapan indera (sense of perception).

Alexander Baumgarten (1714-1762), seorang filsuf Jerman adalah yang pertama memperkenalkan kata ―aisthetika‖, sebagai penerus pendapat Cottfried Leibniz (1646-1716). Baumgarten memilih estetika karena ia mengharapkan untuk memberikan tekanan kepada pengalaman seni sebagai suatu sarana untuk mengetahui (the perfection of sentient knowledge).

Menurut Louis Kattsof, estetika adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan batasan rakitan (structure) dan peranan (role) dari keindahan, khususnya dalam seni. Estetika merupakan studi filsafati berdasarkan nilai apriori dari seni (Panofsky) dan sebagai studi ilmu jiwa berdasarkan gaya-gaya dalam seni (Worringer).

Estetika adalah salah satu cabang filsafatyang membahas keindahan Estetika merupakan ilmu membahas bagaimana keindahan bisa terbentuk, dan bagaimana supaya dapat merasakannya. Pembahasan lebih lanjut mengenai estetika adalah sebuah filosofi yang mempelajari nilai-nilai sensoris yang kadang dianggap sebagai penilaian terhadap sentimen dan rasa. Estetika merupakan cabang yang sangat dekat dengan filosofi seni.

Estetika berasal dari bahasa Yunani αἰσθητικός (aisthetikos, yang berarti “keindahan, sensitivitas, kesadaran, berkaitan dengan persepsi sensorik”), yang mana merupakan turunan dari αἰσθάνομαι (aisthanomai, yang berarti “saya melihat, meraba, merasakan”). Pertama kali digunakan oleh filsuf Alexander Gottlieb Baumgarten pada 1735 untuk pengertian ilmu tentang hal yang bisa dirasakan lewat perasaan.

Meskipun awalnya sesuatu yang indah dinilai dari aspek teknis dalam membentuk suatu karya, tetapi perubahan pola pikir dalam masyarakat akan turut memengaruhi penilaian terhadap keindahan. Misalnya pada masa romantisme di Prancis, keindahan berarti kemampuan menyajikan sebuah keagungan. Pada masa realisme, keindahan berarti kemampuan menyajikan sesuatu dalam keadaan apa adanya. Pada masa maraknya de Stijl di Belanda, keindahan berarti kemampuan memadukan warna dan ruang serta kemampuan mengabstraksi benda.

*Konsep The beauty dan the ugly

Perkembangan lebih lanjut menyadarkan bahwa keindahan tidak selalu memiliki rumusan tertentu. Ia berkembang sesuai penerimaan masyarakat terhadap ide yang dimunculkan oleh pembuat karya. Karena itulah selalu dikenal dua hal dalam penilaian keindahan, yaitu the beauty, suatu karya yang memang diakui banyak pihak memenuhi standar keindahan, dan the ugly, suatu karya yang sama sekali tidak memenuhi standar keindahan dan oleh masyarakat banyak biasanya dinilai buruk, tetapi jika dipandang dari banyak hal ternyata memperlihatkan keindahan.

Sejarah penilaian

Keindahan seharusnya sudah dinilai saat karya seni pertama kali dibuat, tetapi rumusan keindahan pertama kali didokumentasi oleh filsuf Plato yang menentukan keindahan dari proporsi, keharmonisan, dan kesatuan. Sementara Aristoteles menilai keindahan datang dari aturan-aturan, kesimetrisan, dan keberadaan.

Estetika klasik memiliki tiga tonggak yang berlanjut pada periode-periode estetika selanjutnya, tiga tonggak tersebut diantaranya:

  1. Karya seni adalah tiruan (mimesis) kenyataan
  2. Karya seni bersifat fungsional (dalam arti terkait erat dengan isu sosial, etis, dan politis)
  3. Keindahan adalah perkara keselarasan antar bagian (summetria).

Perkembangan periode estetika selanjutnya, Estetika Pertengahan sebagai periode lanjutan asih memegang tonggak-tonggak yang diciptakan oleh estetika klasik. Tokoh estetika abad pertengahan seperti Agustinus, ia mengartikulasikan bahwa wacana keindahan adalah soal kesesuaian dengan proporsi matematis semesta. Adanya bentuk segala sesuatu menyiratkan adanya struktur matematis dalam segala hal. Apabila sesuatu disebut indah, struktur matematislah yang menyebabkan hal itu. Pada gilirannya, struktur matematis itu berasal dari Tuhan sendiri. Teori seperti ini juga muncul dari Thomas Aquinas, ia berpendapat bahwa keindahan hanyalah aspek lain dari ketunggalan, kebenaran, dan kebaikan tuhan. Ia memandang keindahan karya seni ditentukan oleh tiga hal: keutuhan, keselarasan, dan kecemerlangan.

Ibn Al-Haytham berhasil menjelaskan fenomena perbedaan ukuran antara objek aktual dan objek visual yang akan membukakan pintu menuju teori perspektif dalam seni rupa Renaisans. Ibn Rushd mengupas duduk perkara pengalaman estetis dengan menunjukkan bahwa evaluasi estetis atas karya seni mesti dilakukan dengan semangat rasional serta tak dipengaruhi oleh emosi dan prasangka kultural yang sempit. Ia berargumen bahwa kekuatan seni terletak pada kemampuannya menggambarkan kemungkinan-kemungkinan kenyataan.

Estetika Renaisans memiliki kecenderungan penolakan terhadap estetika klasik, lewat tokoh-tokoh seperti da Vinci, Alberti seni didekatkan kepada sains.

Pengertian Estetika Menurut Para Ahli
Agar lebih memahami apa itu estetika, maka kita dapat merujuk pada pendapat beberapa ahli berikut ini:
1. Bruce Allsopp
Menurut Bruce Allsopp (1977), estetika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang proses dan aturan dalam menciptakan suatu karya seni, yang diharapkan bisa menimbulkan perasaan positif bagi orang yang melihat dan merasakannya.

2. Herbert Read
Menurut Herbert Read, pengertian estetika adalah kesatuan dan hubungan bentuk yang ada di antara pencerapan indrawi manusia. Biasanya, manusia menganggap estetika adalah seni, atau seni akan selalu mengandung nilai keindahan. Pandangan seperti ini sebenarnya salah dan justru membuat masyarakat kesulitan dalam mengapresiasi seni. Sebab, menurut Herbert Read, seni tidak selalu mengandung nilai keindahan.

3. J. W. Moris
Menurut J. W. Moris, pengertian estetika sama dengan seni karena estetika dapat dikenakan pada berbagai objek, baik yang indah maupun tidak. Selanjutnya, Moris juga menyebutkan bahwa estetikan adalah suatu objek seni (art).

4. Dra. Artini Kusmiati
Menurut Dra. Artini Kusmiati, pengertian estetika adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan sensasi keindahan yang baru bisa dirasakan seseorang jika terjalin perpaduan yang harmonis antar elemen yang ada dalam suatu objek.

5. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Menurut KBBI, istilah estetika memiliki dua arti. Estetika adalah suatu cabang filsafat yang membahas tentang seni, nilai keindahan, dan tanggapan manusia terhadapnya. Estetika juga dapat didefinisikan sebagai kepekaan manusia terhadap seni dan keindahan.

Unsur-Unsur Estetika

  1. Unsur Bentuk
    Bentuk (shape) sangat berpengaruh pada daya tarik suatu objek. Secara umum, bentuk objek terdiri dari dua jenis, yaitu; dua dimensi dan tiga dimensi.
    Objek berbentuk dua dimensi tidak memiliki volume dan bentuknya datar. Misalnya lukisan, foto, hiasan dinding, dan lainnya. Objek berbentuk tiga dimensi memiliki volume, kedalaman, dan ruang. Misalnya patung, pakaian, tas, dan lainnya.

  2. Unsur Warna
    Keindahan suatu objek juga sangat dipengaruhi oleh unsur warna. Umumnya pilihan warna objek akan disesuaikan oleh orang yang akan menggunakannya. Misalnya, selera warna pakaian anak muda cenderung berbeda dengan orang yang sudah tua.

  3. Unsur Tema
    Dalam hal ini tema adalah ide atau gagasan yang ini disampaikan oleh pembuat objek atau karya seni kepada orang lain. Biasanya tema suatu karya akan dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya letak geografis, adat istiadat, budaya, dan lainnya.

  4. Unsur Motif Hias
    Motif hias adalah pola atau gambar yang menjadi hiasan pada suatu objek atau produk. Tujuan menambahkan motif hias pada suatu objek adalah untuk menambah nilai keindahan/ estetika pada objek atau produk tersebut.

Secara etimologis, istilah “estetika” berasal dari bahasa Latin “aestheticus” atau bahasa Yunani “aestheticos” yang artinya merasa atau hal-hal yang dapat diserap oleh panca indera manusia. Ada juga yang menyebutkan bahwa arti estetika ialah suatu cabang ilmu filsafat yang membahas tentang keindahan dan biasanya terdapat didalam seni dan alam semesta.Pengertian Estetika
Estetika adalah hal yang mempelajari kualitas keindahan dari obyek, maupun daya impuls dan pengalaman estetik pencipta dan pengamatannya.

Estetika atau yang sering kita dengar sebuah keindahan mempunyai banyak makna dan arti, setiap orang mempunyai pengertian yang berbeda antara satu dan yang lainnya mengenai arti dan makna estetika. Sebab, setiap orang mempunyai penilaian dan kritera keindahan yang berbeda-beda. Tetapi disini akan mencoba sedikit memberikan pengertian estetika.

Estetika yang saat ini sering kita dengar dan raskan adalah estetika Barat. Jepang, Korea selatan, Hongkong, dan negara-negarakebangkitan baru merupakan contoh negara yang telah luruh kedalam estetika barat. Kunci utama ke arah itu adalah meleburkan diri dalam meterialisma Barat, menjasmani seluruhnya pada kearifan estetika Barat dalam wujud-wujud artifak ataupun nilai Estetika Barat secara substansial dan eksistensial. Di luar wacana itu, wujud estetis dapat dikategorikan sebagai sesuatu yang primitive dan terpinggirkan.

Referensi :dosenpendidikan.co.id

Secara etimologis, istilah “estetika” berasal dari bahasa Latin “aestheticus” atau bahasa Yunani “aestheticos” yang artinya merasa atau hal-hal yang dapat diserap oleh panca indera manusia. Ada juga yang menyebutkan bahwa arti estetika ialah suatu cabang ilmu filsafat yang membahas tentang keindahan dan biasanya terdapat didalam seni dan alam semesta. Agar lebih memahami apa itu estetika, maka kita dapat merujuk pada pendapat beberapa ahli berikut ini:
• Menurut Bruce Allsopp
Estetika ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang proses dan aturan dalam menciptakan suatu karya seni, yang diharapkan bisa menimbulkan perasaan positif bagi orang yang melihat dan merasakannya.
• Menurut Herbert Read
Pengertian estetika ialah kesatuan dan hubungan bentuk yang ada di antara penserapan indrawi manusia, biasanya manusia menganggap estetika ialah seni atau seni akan selalu mengandung nilai keindahan. Pandangan seperti ini sebenarnya salah dan justru membuat masyarakat kesulitan dalam mengapresiasi seni, sebab menurut Herbert Read, seni tidak selalu mengandung nilai keindahan.
• Menurut J. W. Moris
Pengertian estetika sama dengan seni karena estetika dapat dikenakan pada berbagai objek, baik yang indah maupun tidak. Selanjutnya Moris juga menyebutkan bahwa estetikan ialah suatu objek seni “art”.
• Menurut Dra. Artini Kusmiati
Pengertian estetika ialah suatu keadaan yang berhubungan dengan sensasi keindahan yang baru bisa dirasakan seseorang jika terjalin perpaduan yang harmonis antar elemen yang ada dalam suatu objek.
• Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “KBBI”
Estetika memiliki dua arti, estetika ialah suatu cabang filsafat yang membahas tentang seni, nilai keindahan dan tanggapan manusia terhadapnya. Estetika juga dapat didefinisikan sebagai kepekaan manusia terhadap seni dan keindahan.
• (Kattsoff, element of Philosophy,1953)
Estetika adalah segala sesuatu dan kajian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan seni.
• (Van Mater Ames, Colliers Encyclopedia, 1)
Estetika merupakan suatu telaah yang berkaitan dengan penciptaan, apresiasi, dan kritik terhadap karya seni dalam kontekx keterkaitan seni dengan kegiatan manusia dan peranan seni dalam perubahan dunia.
• (Jerome stolnitz, Encylopedia of Philoshopy, 1)
Estetika merupakan kajian filsafat keindahan dan juga keburukan.
• (AA Djelantik, Estetika Suatu Pengantar, 1999)
Estetika adalah suati ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keindahan, mempelajari semua aspek yang disebut keindahan.
• (William Haverson, dalam Estetika Terapan, 1989)
Estetika adalah segala hal yang berhubungan dengan sifat dasar nilai-nilai nonmoral suatu karya seni.
• (Jhon Hosper, dalam Estetika Terapan, 1989)
Estetika merupakan cabang filsafat yang berkaitan dengan proses penciptaan kaya estetis.

TEORI ESTETIKA
Teori Estetika pada dasarnya dapat dibagi menjadi 3, yaitu :
• Teori Estetik Formil
Banyak berhubungan dengan seni klasik dan pemikiran-pemikiran klasik. Teori ini menyatakan bahwa keindahan luar bangunan menyangkut persoalan bentuk dan warna. Teori beranggapan bahwa keindahan merupakan hasil formil dari ketinggian, lebar, ukuran (dimensi) dan warna. Rasa indah merupakan emosi langsung yang diakibatkan oleh bentuk tanpa memandang konsep-konsep lain. Teori ini menuntut konsep ideal yang absolut yang dituju oleh bentuk-bentuk indah, mengarah pada mistik.
• Teori Estetik Ekspresionis
Teori menyebutkan bahwa keindahan tidak selalu terjelma dari bentuknya tetapi dari maksud dan tujuan atau ekspresinya. Teori ini beranggapan bahwa keindahan karya seni terutama tergantung pada apa yang diekspresikannya. Dalam arsitektur keindahan dihasilkan oleh ekspresi yang paling sempurna antara kekuatan gaya tarik dan kekuatan bahan (material). Kini anggapan dasar utama keindahan arsitektur adalah ekspresi fungsi atau kegunaan suatu bangunan.
• Teori Estetik Psikologis
Menurut Teori ini keindahan mempunyai 3 aspek :

  1. Keindahan dalam arsitektur merupakan irama yang sederhana dan mudah. Dalam arsitektur pengamat merasa dirinya mengerjakan apa yang dilakukan bangunan dengan cara sederhana, mudah dan luwes.
  2. Keindahan merupakan akibat dari emosi yang hanya dapat diperlihatkan dengan prosedur Psikoanalistik. Karya seni mendapat kekuatan keindahannya dari reaksi yang berbeda secara keseluruhan.
  3. Keindahan merupakan akibat rasa kepuasan si pengamat sendiri terhadap obyek yang dilihatnya.
    Ketiga teori ini merupakan manifestasi untuk menerangkan keindahan dari macam-macam sudut pandang : secara mistik, emosional atau ilmiah intelektual.
    ASPEK ESTETIKA
    Seni selalu berhubungan dengan estetika karena seni adalah sesuatu yang indah. Sesuai dengan pengertiannya, estetika adalah ilmu (ajaran atau falsafat) tentang seni dan keindahan serta tanggapan manusia terhadapnya; kepekaan terhadap seni dan keindahan (KBBI, 2008:401). Estetika merupakan salah satu tolok ukur untuk menilai apakah sebuah seni itu dapat dikatakan bagus atau tidak.
    Dalam estetika terdapat tiga aspek yang dapat digunakan untuk menilai sebuah karya seni: Absolutisme, Anarki, dan Relativisme. Absolutisme merupakan penilaian sebuah karya seni yang mutlak, tidak dapat ditawar lagi. Penilaian ini didasarkan pada konvensi atau aturan yang telah ada. Kemudian, Anarki adalah penilaian berdasarkan pendapat tiap-tiap orang. Penilaian ini bersifat subjektif dan tidak perlu adanya pertanggungjawaban. Namun, penilaian tersebut tetap didasarkan pada aturan seni yang berlaku. Terakhir, Relativisme adalah penilaian seseorang yang tidak mutlak (absolut) dan masih bersifat objektif.
    Aspek yang digunakan untuk menilai sebuah karya seni, yaitu :
  4. Absolutisme merupakan penilaian sebuah karya seni yang mutlak, tidak dapat ditawar lagi. Penilaian ini didasarkan pada konvensi atau aturan yang telah ada.
  5. Anarki adalah penilaian berdasarkan pendapat tiap-tiap orang. Penilaian ini bersifat subjektif dan tidak perlu adanya pertanggungjawaban. Namun, penilaian tersebut tetap didasarkan pada aturan seni yang berlaku.
  6. Relativisme adalah penilaian seseorang yang tidak mutlak (absolut) dan masih bersifat objektif.
    UNSUR-UNSUR ESTETIKA
    Terdapat beberapa unsur yang perlu diperhatikan dalam mengkaji nilai estetika suatu objek, adapun beberapa unsur estetika ialah sebagai berikut:
    • Unsur Bentuk
    Bentuk “shape” sangat berpengaruh pada daya tarik suatu objek, secara umum bentuk objek terdiri dari dua jenis yaitu dua dimensi dan tiga dimensi. Objek terbentuk dua dimensi tidak memiliki volume dan bentuknya datar, misalnya lukisan, foto, hiasan dinding dan lainnya. Objek berbentuk tiga dimensi memiliki volume, kedalaman, dan ruang. Misalnya patung, pakaian, tas dan lainnya.
    • Unsur Warna
    Keindahan suatu objek juga sangat dipengaruhi oleh unsur warna, umumnya pilihan warna objek akan disesuaikan oleh orang yang akan menggunakannya. Misalnya selera warna pakaian anak muda cenderung berbeda dengan orang yang sudah tua
    • Unsur Tema
    Dalam hal ini tema ialah ide atau gagasan yang ini disampaikan oleh pembuat objek atau karya seni kepada orang lain. Biasanya tema suatu karya akan dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya letak geografis, adat istiadat, budaya dan lainnya.
    • Unsur Motif Hias
    Motif hias ialah pola atau gambar yang menjadi hiasanya pada suatu objek atau produk. Tujuan menambahkan motif hias pada suatu objek ialah untuk menambah nilai keindahan/estetika pada objek atau produk tersebut.
    MANFAAT ESTETIKA
    Estetika sebagai salah satu bidang pengetahuan dipandang penting untuk dipelajari, terutama bagi mereka yang berkecimpung atau menggeluti dunia seni, baik sebagai praktisi maupun sebagai pengamat atau kritikus. Manfaat yang dapat diperoleh setelah mempelajari bidang ini di antaranya:
    • Memperdalam pengertian tentang rasa indah pada umumnya dan tentang kesenian pada khususnya.
    • Memperluas pengetahuan dan penyempurnaan pengertian tentang unsur-unsur objektif yang membangkitkan rasa indah pada manusia dan faktor-faktor objektif yang berpengaruh kepada pembangkitan rasa indah tersebut.
    • Memperluas pengetahuan dan penyempurnaan pengertian tentang unsur-unsur subjektif yang berpengaruh terhadap kemampuan menikmati rasa indah.
    • Memperkokoh rasa cinta kepada kesenian dan kebudayaan bangsa pada umumnya serta mempertajam kemampuan untuk mengapresiasi (menghargai) kesenian dan kebudayaan bangsa.
    • Memupuk kehalusan rasa pada umumnya.
    • Memperdalam pengertian keterkaitan wujud berkesenian dengan tata kehidupan, kebudayaan, dan perekonomian masyarakat yang bersangkutan.
    • Memantapkan kemampuan menilai karya seni yang secara tidak langsung mengembangkan apresiasi seni di dalam masyarakat pada umumnya.
    • Memantapkan kewaspadaan atas pengaruh-pengaruh negatif yang dapat merusak mutu kesenian dan berbahaya terhadap kelestarian aspek-aspek dan nilai-nilai tertentu dari kebudayaan kit
    • Secara tidak langsung, dengan bobot yang baik, yang dibawakan kesenian, dapat memperkokoh masyarakat dalam keyakinan akan kesusilaan, moralitas, perikemanusiaan, dan ketuhanan.
    • Melatih diri berdisiplin dalam cara berfikir dan mengatur pemikiran secara sistematis, membangkitkan potensi untuk berfalsafah yang akan memberikan kemudahan dalam menghadapi segala permasalahan, memberi wawasan yang luas dan bekal bagi kehidupan spiritual dan psikologi kita.
    Sumber: Estetika Adalah - Pengertian Menurut Ahli, Fungsi, Teori & Contoh