Apakah yang dimaksud dengan efisiensi sektor publik?

image

Apakah yang dimaksud dengan efisiensi sektor publik?

Konsep Efisiensi


Efisiensi saat ini merupakan isu utama dalam bidang ekonomi dalam hubungannya dengan penentuan posisi strategis pada era globalisasi dunia. Semakin tingginya tingkat kompetisi dan meningkatnya kelangkaan sumber daya, yang berarti semakin tingginya harga faktor produksi, menuntut setiap pelaku ekonomi untuk melakukan berbagai inovasi dalam meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya.

Secara terminologi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, efisiensi adalah ketepatan cara (usaha, kerja) dalam menjalankan sesuatu (dengan tidak membuang waktu, tenaga, biaya); kedayagunaan; ketepatgunaan; kesangkilan. Dalam The Concise of Encyclopedia of Economics (Paul Heyne), pengertian efisiensi adalah:

“efficiency is a relationship between ends and means. When we call a situation inefficient, we are claiming that we could achieve the desired ends with less means, or that the means employed could produce more of the ends desired. “Less” and “more” in this context necessarily refer to less and more value. Thus, economic efficiency is measured not by the relationship between the physical quantities of ends and means, but by the relationship between the value of the ends and the value of the means.”

Menurut Darnton dan Darnton (1997), suatu aktifitas dikatakan relatif lebih efisien dibanding aktifitas lain yang sama dan sejenis, jika membutuhkan lebih sedikit input atau memproduksi output lebih banyak untuk mencapai tujuan tertentu. Efisiensi yang dimaksud disini terdiri dari efisiensi teknis (technical efficiency) yang merefleksikan kemampuan untuk memaksimalkan output dengan input tertentu dan efisiensi alokatif (allocative efficiency) yang merefleksikan kemampuan untuk memanfaatkan input secara optimal dengan tingkat harga yang telah ditetapkan. Kedua ukuran ini kemudian dikombinasikan untuk menghasilkan efisiensi ekonomi. Sehingga efisiensi dapat diinterpretasikan sebagai suatu titik atau tahapan dimana tujuan dari pelaku ekonomi secara penuh telah dimaksimalkan

Efisiensi dalam Perspektif Sektor Publik


Sektor publik secara legal definition meliputi organisasi pemerintah dan organisasi yang tunduk pada hukum publik (Kuhry and van der Torre, 2002). Dalam pengertian ini sektor publik termasuk organisasi yang seluruh atau sebagian keuangannya dibiayai dari anggaran negara.

Organisasi publik dalam melakukan aktifitasnya tidak semata-mata bertujuan keuntungan sebagaimana perusahaan-perusahaan swasta, melainkan juga sebagai alat bagi pemerintah untuk mengejar kemaslahatan umum pada tujuan-tujuan ekonomi dan sosial yang lebih luas. Karakteristik spesifik organisasi publik yang membedakannya dengan organisasi umum dikemukakan oleh Azhar Kasim (1993) sebagai berikut :

  • Organisasi (institusi) publik tidak sepenuhnya otonom tetapi dikuasai oleh faktor-faktor eksternal;

  • Organisasi publik secara resmi menurut hukum diadakan untuk pelayanan masyarakat;

  • Organisasi publik tidak dimaksudkan untuk berkembang menjadi besar dengan merugikan organisasi publik lainnya;

  • Kesehatan organisasi publik diukur melalui kontribusinya terhadap tujuan politik (political impact) dan kemampuan mencapai hasil maksimal dengan sumber daya yang tersedia;

  • Kualitas pelayanan masyarakat yang buruk membawa pengaruh politik yang negatif (merugikan)

Bertitik tolak pada perbedaan tersebut, Ben dan Gauss (Assifie, 2004) mengatakan bahwa kinerja sektor publik lebih diukur oleh kriteria kesejahteraan yang bersifat komunal dan keterbukaan pada akuntabilitas publik ( public scrunity ), kedudukan sektor publik bukan sebagai representasi individu melainkan agen masyarakat. Antony dan Herzlinger (Assifie, 2004) menyatakan bahwa garis demarkasi antara sektor publik dan sektor swasta adalah bahwa sektor publik bertujuan untuk menghasilkan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki dan kinerja sektor publik dilihat dengan tolok ukur berapa banyak pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dan bagaimana kualitas dari pelayanan tersebut.

Lenvine mengemukakan tiga konsep yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja organisasi publik, yakni :

  1. Responsivitas (responsiveness) : menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Penilaian responsivitas bersumber pada data organisasi dan masyarakat, data organisasi dipakai untuk mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan dan program organisasi, sedangkan data masyarakat pengguna jasa diperlukan untuk mengidentifikasi demand dan kebutuhan masyarakat.

  2. Responsibilitas (responsibility): pelaksanaan kegiatan organisasi publik dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi baik yang implisit atau eksplisit. Responsibilitas dapat dinilai dari analisis terhadap dokumen dan laporan kegiatan organisasi. Penilaian dilakukan dengan mencocokan pelaksanaan kegiatan dan program organisasi dengan prosedur administrasi dan ketentuan-ketentuan yang ada dalam organisasi.

  3. Akuntabilitas (accountability): menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat. Data akuntabilitas dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti penilaian dari wakil rakyat, para pejabat politis, dan oleh masyarakat.

Pengukuran kinerja organisasi (sektor publik dan swasta) secara umum terdiri dari dua komponen yaitu

  1. efisiensi, yang menggambarkan bagaimana suatu organisasi menggunakan sumber daya dalam produksi, ini berhubungan dengan kombinasi input yang aktual dan optimal untuk menghasilkan sejumlah output tertentu, doing the thing right

  2. efektifitas, menunjukkan tingkat pencapaian produksi terhadap tujuan dan kebijakan yang ingin dicapai, doing the right thing .

Pengukuran efisiensi suatu organisasi pada intinya adalah berusaha menganalisa hubungan antara output yang dihasilkan dengan input yang digunakan. Untuk organisasi yang menghasilkan hanya satu jenis output dari satu jenis input, pengukuran efisiensi relatif mudah dilakukan. Namun, dalam kenyataannya kebanyakan organisasi – publik dan swasta – memproduksi beragam jenis output yang dihasilkan oleh lebih dari satu jenis input.

Perusahaan swasta yang menjual output yang dihasilkannya pada pasar yang kompetitif ( competitive market ), output yang beragam dapat diagregasi dengan menggunakan harga observasi (Diewert, 1992). Tapi organisasi sektor publik umumnya menghasilkan output yang tidak diperjualbelikan pada pasar kompetitif dan bersifat non-rivalry. Hal ini akan menyulitkan dalam agregasi output, sehingga pengukuran efisiensi sektor publik menjadi lebih kompleks.

Untuk menyempurnakan pengukuran efisiensi sektor publik yang lebih akurat, Thompson (Assifie, 2004 : 17) menyatakan bahwa menetapkan kriteria efisiensi kepada sektor publik tergantung kepada dua hal yaitu : Pertama, tingkat kejelasan ( clarity ) dan keterukuran ( measurability ) dari sasaran-sasaran yang ingin dicapai; dan Kedua, sejauh mana hubungan sebab akibat dalam proses organisasional dapat diketahui. Dengan dua ukuran ini maka sektor publik dapat diklasifikasikan dengan matriks berikut :

Matriks Kriteria Efisiensi Sektor Publik

image

Jika sebuah organisasi publik termasuk dalam tipe A, artinya memiliki tujuan-tujuan terdefinisi jelas serta pola hubungan sebab akibat yang diketahui secara pasti dalam proses produksi public goods yang dihasilkannya, maka kriteria efisiensi ekonomi dapat diterapkan dalam kasus ini. Namun apabila kasus yang dihadapi adalah selain tipe A, maka kriteria efisiensi ekonomi tidak bisa diterapkan dengan mudah.

Metode Pengukuran Efisiensi


Ada berbagai metode yang dapat dilakukan untuk mengukur efisiensi seperti menggunakan statistik, akuntansi, dan keuangan. Untuk pengukuran dengan statistik ada dua metode pengukuran yang umum digunakan yaitu metode non-parametrik dan parametrik. Metode non-parametrik meliputi Data Envelopment Analysis (DEA) dan Free Disposal Hull (FDH), sedang metode parametrik meliputi Stochastic Frontier Analysis (SFA), Thick Frontier Approach (TFA), dan Distribution Free Approach (DFA).

Dari berbagai penelitian empiris mengenai pengukuran efisiensi, metode pengukuran yang sangat berkembang dan paling banyak digunakan adalah DEA dan SFA. Dalam tesis ini hanya akan dipaparkan mengenai Stochastic Frontier Analysis (SFA) yang merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengukur efisiensi. Sebagai pembanding, akan dijelaskan pula secara singkat mengenai Data Envelopment Analysis (DEA) berikut keunggulan dan kelemahan DEA dibanding SFA.

Stochastic Frontier Analysis


Fungsi produksi frontier pertama kali dikembangkan oleh Aigner et al. (1977) dan Meeusen dan Van den Broek (1977). Fungsi ini menggambarkan produksi maksimum yang berpotensi dihasilkan untuk sejumlah input produksi yang dikorbankan. Greene (1993) menjelaskan bahwa dengan model produksi frontier dimungkinkan mengestimasi atau memprediksi efisiensi relatif suatu kelompok atau perusahaan tertentu yang didapatkan dari hubungan antara produksi dan potensi produksi yang diobservasi.

Model stochastic frontier mengasumsikan bahwa output dibatasi ( bounded ) oleh suatu stochastic function yang disebut Stochastic production frontier . Stochastic production frontier adalah suatu frontier yang menggambarkan maximum output yang bisa dihasilkan dari faktor input, aktual output akan tepat berada pada frontier bila faktor input digunakan secara efisien. Bila tidak, maka aktual output akan berada dalam frontier, semakin besar gap/selisih antara frontier dengan aktualnya berarti semakin tidak efisien dalam penggunaan faktor input.

Karakteristik yang cukup penting dari model Stochastic production frontier untuk mengestimasi efisiensi teknik adalah adanya pemisahan dampak dari exogenous variable shock terhadap output dengan kontibusi variasi dalam bentuk efisiensi teknik (Giannakas et al. 2003). Dengan kata lain, aplikasi metode ini dimungkinkan untuk mengestimasi ketidakefisienan suatu proses produksi tanpa mengabaikan kesalahan baku dari modelnya. Hal ini dimungkinkan karena kesalahan baku ( error term ) dalam model terdiri dari dua kesalahan baku yang keduanya terdistribusi normal yaitu :

  1. komponen simetrik yang memungkinkan keragaman acak dari frontier antar pengamatan dan menangkap pengaruh kesalah an pengukuran, kejutan acak, dsb.,

  2. komponen satu-sisi ( one-sided ) dari simpangan yang menangkap pengaruh inefisiensi.

Pada model ini, simpangan yang mewakili gangguan statistik ( statistical noise ) d iasumsikan independen dan id entik dengan distribusi norma l. Distribusi yang paling sering diasumsikan adala h setengah-normal (half-normal ). Jika dua simpangan diasumsikan independen satu sama lain serta independen terhadap
input, dan dipasang asumsi distribusi spesifik (normal dan setengah-normal secara berturut-turut), maka fungsi likelihood dapat didefinisikan dan penduga
maximum likelihood ( maximum likelihood estimators ) dapat dihitung.

Data Envelopment Analysis


Data Envelopment Analysis ( DEA) adalah sebuah teknik pemrograman matematis non-parametrik yang digunakan untuk mengevaluasi efisiensi relatif dari seb uah kumpulan unit-unit pembuat keputusan ( decision making unit /DMU), dalam mengelola sumber daya (input) dengan jenis yang sama, sehingga menjadi hasil (output) dengan jenis yang sama pula, dimana hubungan bentuk fungsi dari input ke output tidak diketahui. Istilah DMU dalam metode DEA ini dapat bermacam-macam unit seperti bank, rumah sakit, perusahaan, dan apa saja yang memilik i kesamaan karakteristik operasional (Siswadi dan Purwantoro, 2006).

Model matematis umum metode DEA yang biasa digunakan dalam mengukur efisiensi relatif suatu DMU sejenis yang dituliskan sebagai berikut :

image
image