Apakah yang dimaksud dengan Bullying?

tindakan bullying

Bullying adalah perilaku dari seseorang untuk menakuti atau membahayakan orang lain. Pelakunya biasanya anak-anak atau remaja yang memilih anak lain yang lebih lemah, mengganggunya, dan mengulanginya setiap ada kesempatan. Bullying sering ditemui pada sekolah dasar dan sekolah menengah pertama.

Apakah yang di maksud dengan bullying dan tindakan bullying ?

Beberapa tindakan bullying yang kerap dilakukan Pelaku baik individual maupun group secara sengaja menyakiti atau mengancam korban dengan cara:

  • menyisihkan seseorang dari pergaulan,
  • menyebarkan gosip, mebuat julukan yang bersifat ejekan,
  • mengerjai seseorang untuk mempermalukannya,
  • mengintimidasi atau mengancam korban,
  • melukai secara fisik,
  • melakukan pemalakan/ pengompasan.

Menurut Nelson dan Israel (2009), bullying dicirikan dengan adanya ketidaksetaraan kekuatan dan adanya perilaku yang bertujuan untuk menyakiti dan menyebabkan ketakutan pada orang lain. Sementara itu, Hemphill et.al (2014) berpendapat bahwa parameter bullying dapat dilihat dari tiga aspek, yakni adanya intensi untuk melakukan tindakan agresif terhadap orang lain yang mengakibatkan kerusakan secara fisik, psikologi, dan sosial pada diri orang tersebut; perilaku kekerasan atau agresif dilakukan secara berulang; dan adanya ketidaksetaraan kekuatan (power imbalance) antara pelaku dan korban.

Hemphill et.al (2014) menekankan bahwa indikator intensi untuk menyakiti orang lain tidak bersifat mutlak, artinya tindakan bullying bisa didasari kesengajaaan ataupun ketidaksengajaan. Sementara Olweus berpendapat bahwa segala tindakan yang bertujuan untuk menyakiti orang lain dikategorikan sebagai perilaku bullying. Olweus juga menjelaskan bahwa kekerasan atau perilaku agresif terhadap orang lain yang didasari pada motif untuk memperoleh keuntungan material, pribadi maupun sosial dikategorikan dalam perilaku bullying.

Intensi untuk melakukan tindakan bullying merupakan salah satu indikator bullying, namun intensi tidak dapat dijadikan ukuran tunggal mengkategorikan suatu tindakan sebagai bullying sehingga perlu adanya karakteristik lain yang menyertainya.

Suatu tindakan yang dilakukan sekali namun mengakibatkan serangkaian dampak negatif pada diri korban juga dikategorikan sebagai tindakan bullying. Artinya meskipun suatu tindakan tidak dilakukan berulang-ulang namun mengakibatkan dampak yang besar pada diri korban, maka tindakan tersebut termasuk dalam tindakan bullying. Kasus semacam ini biasanya terjadi dalam cyber bullying dimana pelaku hanya melakukan sekali tindakan bullying, namun tindakan bullying yang dilakukan memicu timbulnya tindakan bullying dari orang lain terhadap korban (Hemphill et.al, 2014).

Olweus secara rinci menyebutkan bahwa suatu perilaku dikategorikan bullying apabila perilaku agresif atau kekerasan dilakukan sekali dalam seminggu dan dilakukan dalam kurun waktu minimum enam bulan.
Ketidaksetaraan kekuatan (power imbalance) dapat diukur dari ketidaksetaraan secara faktual (factual power imbalance) maupun ketidaksetaraan yang dapat dirasakan (perceived power imbalance).

  • Ketidaksetaraan secara faktual (Factual power imbalance) merupakan kesetidaksetaraan yang dapat dilihat secara nyata oleh indra manusia. Ketidaksetaraan ini biasanya tampak dalam bentuk perbedaan fisik, misalnya adanya perbedaan umur, perbedaan wana kulit, perbedaan bentuk badan, perbedaan warna rambut dan lain lain.

  • Ketidaksetaraan kekuatan yang dirasakan (perceived power imbalance) merupakan ketidaksetaraan yang tidak tampak oleh indra manusia namun dapat dirasakan. Ketidaksetaraan ini biasanya dapat dilihat dalam perbedaaan sosial, perbedaan kemampuan, perbedaan ekonomi dan lain lain (Hemphill et.al, 2014).

Bullying adalah suatu perilaku agresif yang dilakukan secara berulang akibat adanya ketidaksetaraan kekuatan dan dilakukan untuk menyakiti orang lain secara fisik, sosial, atau psikologis.

Pelaku dan Korban Bullying

Perilaku bullying melibatkan pelaku dan korban bullying. Pelaku bullying adalah individu atau kelompok yang menyalahgunakan kekuatan untuk menyakiti orang lain secara sengaja dan berulang-ulang (Storey, 2013).

Olweus menyebutkan ciri-ciri pelaku bullying, yaitu :

  • Anak bersikap agresif baik terhadap teman ataupun orang dewasa,
  • Anak yang menunjukan kecenderungan sikap positif terhadap perilaku bullying,
  • Anak yang berperilaku impulsif,
  • Anak yang memiliki keinginan kuat untuk mendominasi dalam pergaulan, memiliki rasa empati yang rendah.

Sementara itu, Glicken (2009) berpendapat bahwa anak yang berperilaku bullying memiliki kepercayaan diri yang rendah, mudah melampiaskan emosi, dan memiliki rasa empati yang rendah terhadap orang lain.

Sementara itu, korban bullying dicirikan memiliki sikap khawatir dan menunjukan rasa takut terhadap anak lainya, pendiam, tidak agresif, memiliki rasa percaya diri yang rendah, dan memiliki tampilan fisik yang lemah (Nelson dan Israel, 2009).

Lebih lanjut, Storey (2013) menjelaskan bahwa korban bullying dicirikan dengan kepercayaan diri yang rendah, khawatir, ketakutan, patuh, depresi, rendah rasa humor, menyalahkan diri atas semua kesalahan, perasaan butuh pertolongan, isoasi diri dari pergaulan sosial, keterampilan sosial yang rendah, kurang populer, teman sedikit, dan menunjukan ketergantungan pada orang lain.

Bentuk-Bentuk Perilaku Bullying

Berdasarkan bentuknya, Bullying dapat dikategorikan dalam bullying fisik (physical bullying), bullying verbal (verbal bullying), dan bullying psikologis atau sosial (physicological/sosial bullying).

  • Bullying fisik (physical bullying) merupakan tindakan agresif yang dilakukan dengan menyakiti secara fisik dan mengakibatkan dampak fisik pada diri korban. Bullying fisik meliputi tindakan memukul, menendang, mencubit, menjegal, atau mendorong orang lain. Merusak barang atau properti milik korban juga dikategorikan sebagai tindakan bullying fisik (physical bullying).

  • Bullying verbal (verbal bullying) merupakan tindakan yang dilakukan dengan menyakiti orang lain secara lisan. Bullying verbal (verbal bullying) dapat berupa panggilan nama, ejekan, godaan, intimidasi, komentar rasis dan lain-lain.

  • Bullying psikologis atau sosial (physicological/sosial bullying) merupakan tindakan agresif terkait dengan reputasi atau harga diri sesorang. Tindakan ini dapat berupa fitnah, membuat atau menirukan gerakan atau ekspresi wajah orang lain, bercanda untuk mempermalukan orang lain, mendorong orang lain untuk mengeluarkan korban dari lingkungan pergaulan (Hemphill et.al, 2013).

Berdasarkan media perantaranya, Hemphill et.al, (2014) mengkategorikan bullying menjadi bullying traditional (traditional bullying) dan cyberbullying. Perbedaan antara bullying tradisional dengan cyberbullying selain terletak pada media perantaranya juga terdapat perbedaan pada bentuk bullying dan dampak bullying.

  • Bullying tradisional dicirikan dengan adanya tindakan agresif secara langsung atau face to face antara pelaku dan korban. Bullying tradisional dapat berbentuk bullying fisik, bullying verbal, dan bullying psikologis (Hemphill et.al, (2014).

    Bullying tradisional secara langsung berdampak negatif pada kondisi fisik dan psikologis korban bullying. Dampak terhadap korban bullying tradisional dapat berupa lebam, memar, kehilangan kepercayaan diri, penolakan dan isolasi sosial, permasalahan physicosomatic, kekhawatiran, dan ketidakmampuan sosial (Seeley et.al, 2011).

  • Cyberbullying merupakan tindakan agresif yang menggunakan perantara teknologi dalam pelaksanaan bullying. Tindakan cyberbullying dapat berupa bullying verbal dan psikologis yang terjadi melalui sosial media, email, blog, chatroom, atau texting biasa menggunakan Short Messanger Service (SMS).

    Cyberbullying diketahui secara langsung berdampak buruk pada kondisi psikologis korban, seperti korban menjadi merasa lemah dan kesepian. lebih lanjut kondisi psikologis yang buruk ini akan berdampak negatif pada kondisi fisik korban, seperti sakit fisik dan gangguan makan.

Kata bullying berasal dari bahasa Inggris, yaitu dari kata bull yang berarti banteng yang senang merunduk kesana kemari. Dalam bahasa Indoneesia, secara etimologi kata bully berarti penggertak, orang yang mengganggu orang lemah. Sedangkan secara terminologi menurut Tattum bullying adalah “…the willful, conscious desire to hurt another and put him/her under stress” . Kemudian, dan Olweus juga mengatakan hal yang serupa bahwa bullying adalah perilaku negatif yang mengakibatkan seseorang ada dalam keadaan tidak nyaman/terluka dan biasanya terjadi berulang-ulang. (Wiyani, 2012; 12)

Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (2005) mendefinisikan school bullying sebagai perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang/sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa/siswi lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut, yaitu dengan menciptakan suasana yang tidak menyenangkan bagi korban, bahkan dilakukan dengan tidak beralasan dan bertujuan untuk menyakiti orang lain, dan hal ini adalah bentuk agresi yang paling umum di sekolah dan pada umumnya membuat korban merasa tertekan (Smith dalam Salsabiela, 2010;13).

Rigby mengemukakan bahwa bullying merupakan salah satu bentuk dari perilaku agresif (Aznan, 2008). Kemudian pengertian agresif sendiri yaitu suatu serangan atau tindakan seseorang yang ditujukan kepada seseorang atau benda (Chaplin dalam Mawardah, 2009). Olweus (krahe, 2005) mengatakan bahwa bullying adalah tindakan yang bersifat negatif yang dimunculakan seseorang atau lebih, yang dilakukan berulang-ulang dan terjadi dari waktu ke waktu. Bullying melibatkan kekuatan dan kekuasaan yang tidak seimbang, sehingga korbannya berada dalam keadaan tidak mampu mempertahankan diri secara efektif untuk melawan tindakan negatif yang diterimanya. Krahe (2005), hampir setiap anak mungkin pernah mengalami suatu bentuk perlakuan tidak menyenangkan dari anak lain yang lebih tua atau lebih kuat. (dalam Mawardah, 2009).

Bentuk-bentuk Bullying


Untuk menentukan bentuk bullying perlu diperhatikan jenis bullying, dilihat dari kontak pelaku dengan korban (Mellor dalam Black dalam Salsabiela,2010; 16-17) yaitu:

  • Langsung, yaitu perilaku menyerang yang tampak dan dapat diamati terhadap korban.
  • Tidak langsung, yaitu perilaku menyerang dengan rahasia, sembunyi- sembunyi dan tidak tampak.

Sedangkan (Riauskina, Djuwita, dan Soesetio, 2005; 20) mengelompokkan perilaku bullying ke dalam lima kategori (dalam Salsabiela , 2010) :

  1. Kontak fisik langsung (memukul. Mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, juga termasuk memeras dan merusak barang-barang yang dimiliki orang lain).

  2. Kontak verbal langsung (mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama, sarkasme, merendahkan, mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gosip).

  3. Perilaku non-verbal langsung (melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam; biasanya disertai oleh bullying fisik atau verbal).

  4. Perilaku non-verbal tidak langsung (mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng). Pelecehan seksual (kadang dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal).

Peran Bullying


Marini, Farbaim, dan Zuber (1999) dalam jurnalnya, menyederhanakan peran bullying menjadi tiga kelompok, (Salsabiela ,2010; 18) yaitu :

Bullies atau pelaku adalah seseorang melakukan bullying dikarenakan beberapa faktor yang melatarbelakanginya, berdasarkan penelitian Mclaughlin, Ray, & Eve (2005), dinyatakan bahwa pelaku bullying sebenarnya ingin menyembunyikan rasa insecure (rasa tidak amannya) dan rasa bosan terhadap dirinya sendiri, dan pada kenyataanya berlaku bully dapat memunculkan rasa percaya diri dan harga diri yang tinggi.(dalam Salsabiela 2010; 18)

Ciri-ciri pelaku menurut Debord & Stephani (dalam Salsabiela,2010; 18-19) adalah:

  • Anak yang menunjukkan agresivitas dalam mengharapkan sesuatu ataupun perhatian

  • Kurang memiliki empati dan sulit bertenggang rasa terhadap anak lain

  • Tidak ada rasa bersalah. Pelaku bullying sepenuhnya percaya bahwa korban memprovokasi munculnya aksi bullying tersebut

  • Merasa diri lebih unggul, mengharapkan kemenangan disetiap situasi

  • Memiliki orang tua dan orang terdekat yang menjadi model perilaku agresif, serta

  • Memiliki jalan pikiran yang tidak realistik.

Victims atau korban merupakan individu yang lemah, tidak mampu baik secara fisisk maupun psikologis, terisolasi secara sosial, selalu terlihat sendiri (tampak kesepian), insecurity, dan memiliki kepercayaan diri yang rendah. Semua anak dapat menjadi korban bullying . Dan anak-anak atau remaja yang menjadi korban bullying ini memiliki karakteristik mudah cmas, dan rendahnya harga diri.(dalam Salsabiela, 2010).

(Debord & Stephani 2009 dalam Salsabiela, 2010; 19) merangkum ciri-ciri anak yang berpotensi sebagai korban bullying :

  • Terisolasi dan tak punya teman disekolah.

  • Mudah mengalami kecemasan, merasa tidak aman, dan kurang mampu dalam berteman

  • Kurang mampu bahkan tidak punya keberanian dalam membela diri sendiri

  • Mudah menangis, mudah menyerah (terutama saat di bully ) dan tidak tegar

  • Mungkin mengalami kekerasan dirumah

  • Mungkin mengalami kesukaran belajar.

Bystanders adalah orang yang tampak berada disekitar dan memiliki peran intervensi terhadap terjadinya bullying . Menurut Coloroso (Mestry, Martyn, & Joan, 2006 dalam Salsabiela, 2010;

Bystander dijelaskan sebagai peran pendukung dalam sebuah cerita” dimana peran tersebut mendukung perilaku bully melalui tindakan mendukung maupun membiarkannya. Mereka bisa diam saja ataupun tak peduli, karena takut untuk terlibat dan ikut menjadi korban, atau bahkan ikut serta dalam tindakan bullying .

Dalam sebuah tindak kekerasan seperti bullying tidak hannya peran seorang pelaku namun juga ada berbagai peran penting lainnya yang mendorong terjadinya perilaku bullying tersebut. Selain pelaku ada korban dan penonton terjadinya tindak kekerasan seperti bullying di sekolah.

bullying menurut Ken Rigby dalam Astuti (2008 ) adalah sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan ke dalam aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau sekelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang.

Bullying adalah bentuk-bentuk perilaku kekerasan dimana terjadi pemaksaan secara psikologis ataupun fisik terhadap seseorang atau sekelompok orang yang lebih “lemah” oleh seseorang atau sekelompok orang. Pelaku bullying yang biasa disebut bully bisa seseorang, bisa juga sekelompok orang, dan ia atau mereka mempersepsikan dirinya memiliki power (kekuasaan) untuk melakukan apa saja terhadap korbannya. Korban juga mempersepsikan dirinya sebagai pihak yang lemah, tidak berdaya dan selalu merasa terancan oleh bully. (Jurnal Pengalaman Intervensi Dari Beberapa Kasus Bullying , Djuwita, 2005 )

Menurut Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (Jurnal Psikologi Sosial 12 (01), 2005 ) mendefinisikan school bullying sebagai perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang/sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa/siswi lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut. Mereka kemudian mengelompokkan perilaku bullying ke dalam 5 kategori:

  1. Kontak fisik langsung (memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, juga termasuk memeras dan merusak barang-barang yang dimiliki orang lain)

  2. Kontak verbal langsung (mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama ( name-calling ), sarkasme, merendahkan ( put-downs ), mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gosip)

  3. Perilaku non-verbal langsung (melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam; biasanya diertai oleh bullying fisik atau verbal).

  4. Perilaku non-verbal tidak langsung (mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng).

  5. Pelecehan seksual (kadang dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal).

Ciri-ciri dan Karakteristik Bullying

Seperti hasil penelitian para ahli, bullying yang banyak dilakukan di sekolah umumnya menurut Rigby dalam Astuti (2008 ) mempunyai tiga karakteristik yang terintegrasi sebagai berikut:

  1. Ada perilaku agresi yang menyenangkan pelaku untuk menyakiti korbannya

  2. Tindakan itu dilakukan secara tidak seimbang sehingga menimbulkan perasaan tertekan korban

  3. perilaku itu dilakukan secara berulang-ulang. Astuti (2008) mencirikan Sekolah yang mudah terdapat kasus bullying pada umumnya yaitu;

    • Adalah sekolah yang didalamnya terdapat perilaku diskriminatif baik di kalangan guru maupun siswa.

    • Kurangnya pengawasan dan bimbingan etika dari para guru dan petugas Sekolah.

    • Terdapat kesenjangan besar antara siswa yang kaya dan miskin.

    • Adanya pola kedisiplinan yang sangat kaku ataupun yang terlalu lemah.

    • Bimbingan yang tidak layak adan peraturan yang tidak konsisten

Selain itu, terdapat faktor-faktor yang menyebabkan seorang anak menjadi pelaku bullying salah satunya adalah keluarga. Pelaku bullying seringkali berasal dari keluarga yang bermasalah : orangtua yang kerap menghukum anaknya secara berlebihan atau situasi rumah yang penuh stres, agresi dan permusuhan. Anak akan mempelajari perilaku bullying ketika mengamati konflik-konflik yang terjadi pada orangtua mereka dan kemudian menirunya terhadap teman-temannya. Jika tidak ada konsekuensi yang tegas dari lingkungan terhadap perilaku coba-cobanya itu, ia akan belajar bahwa mereka yang memiliki kekuatan diperbolehkan untuk berperilaku agresif, dan berperilaku agresif dapat meningkatkan status dan kekuasaan seseorang.

Selain keluarga, ada beberapa karakteristik lain yang terkait dengan perilaku bullying . Di bawah ini adalah karakteristik yang pada umumnya ditemui pada pelaku bullying , sehingga anak yang belum melakukan bullying , namun memiliki beberapa karakteristik berikut:

  1. Cenderung hiperaktif, disruptive , impulsif, dan overactive

  2. Memiliki temperamen yang sulit dan masalah pada atensi/konsentrasi

  3. Pada umumnya juga agresif terhadap guru, orangtua, saudara, dan orang lain

  4. Gampang terprovokasi oleh situasi yang mengundang agresi

  5. Memiliki sikap bahwa agresi adalah sesuatu yang positif

  6. Pada anak laki-laki, cenderung memiliki fisik yang lebih kuat daripada teman sebayanya

  7. Pada anak perempuan, cenderung memiliki fisik yang lebih lemah daripada teman sebayanya

  8. Berteman dengan anak-anak yang juga memiliki kecenderungan agresif

  9. Kurang memiliki empati terhadap korbannya dan tidak menunjukkan penyesalan atas perbuatannya.

  10. Biasanya adalah anak yang paling insecure , tidak disukai oleh teman- temannya, dan paling buruk prestasinya di sekolah hingga sering terancam drop out

  11. Cenderung sulit menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan dalam hidup

Dari pelbagai karakteristik yang dimiliki pelaku di atas, dapat kita lihat bagaimana para pelaku tersebut sebenarnya juga adalah korban dari fenomena bullying . “Pelaku” yang sebenarnya bisa dikatakan adalah mereka yang menutup mata terhadap fenomena ini atau menganggapnya normal dan membiarkannya terus-menerus terjadi. Mereka seringkali adalah orang-orang terdekat pelaku dan korban, yaitu teman sebaya, orangtua, dan guru. (Karakteristik Bullying, 2008)

Dalam bahasa Indonesia, secara etimologi kata bully berarti penggertak, orang yang mengganggu orang lemah. Istilah bullying dalam bahasa Indonesia bisa menggunakan menyakat (berasal dari kata sakat ) dan pelakunya ( bully ) disebut penyakat . Menyakat berarti mengganggu, mengusik, dan merintangi orang lain.

Sedangkan secara terminologi menurut Tattum bullying adalah “… the willful, conscious desire to hurt another and put him/her under stress”. Olweus juga mengatakan hal yang serupa bahwa bullying adalah perilaku negatif yang mengakibatkan seseorang dalam keadaan tidak nyaman/terluka dan biasanya terjadi berulang-ulang, repeated during successiveenscounters . Sementara itu Roland memberikan definisi bullying sebagai berikut : “Long standing violence, physical or psychological, perpetrated by an individual or group directed againts an individual who can not defend himself or herself” .

Definisi bullying menurut Ken Rigby adalah sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan dalam sebuah aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakuakan secara langsung oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang dan dilakukan dengan perasaan senang.

Penyebab Bullying

Maraknya beberapa kasus bullying, antara lain dipicu oleh belum adanya kesamaan persepsi antara pihak sekolah, orang tau maupun masyarakat dalam melihat pentingnya permaslahan bullying serta penanganannya. Ditambah lag dengan belum adanya kebijakan secara menyeluruh dari pihak pemerintah dalam rangka menanganinya. Terjadinya bullying antara lain disebabkan sebagai berikut :

  • Perbedaan kelas (senioritas), ekonomi, agama, gender, etnisitas/rasisme.

  • Tradisi senioritas.

  • Senioritas, sebagai salah satu perilaku bullying, seringkali pula justru diperluas oleh siswa sendiri sebagai kejadian yang bersifat laten. Bagi mereka keinginan untuk melanjutkan masalah senioritas ada untuk hiburan, penyaluran dendam, iri hati atau mencari popularitas, melanjutkan tradisi atau untuk menunjukkan kekuasaan.

  • Keluarga yang tidak rukun.

  • Situasi sekolah yang tidak harmonis atau diskriminatif.

  • Karakter individu atau kelompok, seperti :

  1. Dendam atau iri hati.

  2. Adanya semangat ingin menguasai korban dengan kekuatan fisik dan daya tarik senksual.

  3. Untuk meningkatkan popularitas pelaku di kalangan teman sepermainan (peer-group)-nya.

  4. Persepsi nilai yang salah atas perilaku korban.

Sejiwa (2008) istilah bullying diilhami dari kata bull (bahasa Inggris) yang berarti ”banteng” yang menanduk. Pihak pelaku bullying biasa disebut bully. Sejiwa (2008) mengatakan bullying sebagai sebuah situasi dimana terjadinya penyalahgunaan kekuatan atau kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok.

Pihak yang kuat tidak hanya berarti kuat dalam ukuran fisik, tapi bisa juga kuat secara mental. Pada hal ini korban bullying tidak dapat membela atau mempertahankan diri, karena lemah secara fisik atau mental. Perlu diperhatikan dampak tindakan tersebut bagi korban, bukan sekedar tindakan yang dilakukan.

Pendapat ini diperkuat dengan pandangan Olweus (dalam Krahe, 2005) adalah seseorang dianggap menjadi korban bullying, bila seseorang dihadapkan pada tindakan negatif dan dilakukan secara berulang-ulang, serta terjadi dari waktu ke waktu. Selain itu, bullying melibatkan kekuatan dan kekuasaan yang tidak seimbang, sehingga korbannya berada dalam keadaan tidak mampu mempertahankan diri secara efektif untuk melawan tindakan negatif yang diterimanya.

Selanjutnya definisi mengenai bullying menurut Rigby dalam Astuti (2008) ialah sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan dalam aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang.

Riauskina, dkk (2005) mendefinisikan bullying sebagai perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh sekelompok individu yang memiliki kekuasaan, terhadap individu lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut. Kemudian Menurut Tattum dan Tattum dalam Rigby (2002), bullying adalah perilaku yang disengaja, sadar keinginan untuk menyakiti orang lain dan menempatkannya di bawah tekanan.

Menurut Nusantara (2008) bullying adalah sebuah situasi dimana terjadinya penyalahgunaan kekuatan / kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang / sekelompok orang. Olweus (Flynt dan Morton, 2006 dalam Maghfiroh dan Rahmawati, 2009) mengartikan bullying sebagai suatu perilaku agresif yang diniatkan untuk menjahati atau membuat individu merasa kesusahan, terjadi berulang kali dari waktu ke waktu dan berlangsung dalam suatu hubungan yang tidak terdapat keseimbangan kekuasaan atau kekuatan di dalamnya.

Hergert (Flynt dan Morton, 2006 dalam Maghfiroh dan Rahmawati, 2009) mendefinisikan bullying dengan agresi secara bebas atau perilaku melukai secara penuh kepada orang lain yang dilakukan secara berulang dari waktu ke waktu.

Selanjutnya Coloroso (2007) menambahkan ada empat tanda-tanda penindasan :

  1. Ketidak seimbangan kekuatan: penindas bisa saja orang yang lebih tua, lebih besar, lebih kuat, lebih mahie secara verbal, lebih tinggi dalam status sosial, berasal dari ras yang berbeda, atau tidak berjenis kelamin sama. Sejumlah besar anak yang berkumpul bersama-sama untuk menindas dapat menciptakan ketidakseimbangan. Penindasan bukan persaingan antar saudara kandung dan bukan pula perkelahian yang melibatkan dua pihak yang setara.

  2. Niat untuk mencederai: penindasan berarti menyebabkan kepedihan emosional dan/atau luka fisik, memerlukan tindakan untuk dapat melukai, dan menimbulkan rasa senang di hati sang penindas saat menyaksikan luka tersebut. Tidak ada kecelakaan atau kekeliruan, tidak ada keseleo lidah atau godaan yang main-main, tidak ada kaki yang salah tempat, tidak ada ketidaksengajaan dalam pengucilan.

  3. Ancaman agresi lebih lanjut: baik pihak penindas maupun pihak yang tertindas mengetahui bahwa penindasan dapat dan kemungkinan akan terjadi kembali. Penindasan tidak dimaksudkan sebagai peristiwa yang hanya terjadi sekali saja. Ketika eskalasi penindasan meningkat tanpa henti, elemen keempat muncul.

  4. Teror: penindasan adalah kekerasan sistematik yang digunakan untuk mengintimidasi dan memelihara dominasi. Terror yang menusuk tepat di jantung korban penindasan bukan hanya merupakan sebuah cara untuk mencapai tujuan penindasan, terror itulah yang menjadi tujuan penindasan. Ini bukanlah suatu insiden agresi sekali saja yang dikeluarkan oleh kmarahan karena sebuah isu tertentu, bukan pula tanggapan impulsif atas suatu celaan.

Dampak Perilaku Bullying

Bullying merupakan tindakan negatif dan tentunya memiliki dampak yang sangat berpengaruh pada lingkungan sekolah beserta orang yang terlibat di dalamnya. Dampak bullying dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu dampak bagi korban, dampak bagi pelaku, dan dampak bagi penonton bullying yang dipaparkan sebagai berikut:

  1. Dampak Bagi Korban Bullying
    Dampak yang dialami korban bullying adalah mengalami berbagai macam gangguan yang meliputi kesejahteraan psikologis yang rendah (low psychological well-being) sehingga korban akan merasa tidak nyaman, takut, rendah diri serta tidak berharga, intovert, memiliki harga diri yang rendah kurangnya keterampilan sosial, khususnya di bidang ketegasan/assertive (Rigby dalam Setiyawati, 2012).

  2. Dampak Bagi Pelaku Bullying
    National Youth Violance Prevention mengemukakan bahwa pada umumnya para pelaku ini memiliki rasa percaya diri yang tinggi dengan harga diri yang tinggi pula, cenderung bersikap agresif dengan perilaku yang pro terhadap kekerasan, tipikal orang berwatak keras, mudah marah dan impulsif, toleransi yang rendah terhadap frustasi (Sanders dalam Ginting, 2013). Olweus (Setiyawati, 2012) menemukan bahwa pelaku bullying di usia muda akan lebih menjadi pelaku kriminal di usia dewasa. Pernyataan Olweus di atas mungkin saja terjadi jika perilaku bullying yang ditampilkan oleh seseorang saat remaja sampai pada kekerasan.

  3. Dampak Bagi Penonton Bullying
    Coloroso (Setiyawati, 2012) menyebutkan bahwa dampak yang dihadapi oleh seorang penonton peristiwa bullying adalah menurunnya perasaan bertanggung jawab individu, sebagai pengurang perasaan bersalah yang dirasakan oleh anak-anak secara perorangan dan membesarkan diri secara negatif yang dilekatkan pada target atau korban bullying, memiliki harga diri (self-esteem) yang rendah, berpotensi untuk menjadi pelaku bullying, memiliki sifat apatis yaitu dengan ketakutan-ketakutan dan kurangnya kemampuan untuk menghadapi bullying.

Perilaku bullying merupakan salah satu perilaku maladaptif dan merupakan hasil dari kekurangan dalam keterampilan sosial dan pengolahan informasi sosial (Volk et al., 2018).

Bullying menurut Olweus (2013) merupakan tindakan negatif dalam waktu cukup panjang dan berulang yang dilakukan oleh satu orang atau lebih terhadap orang lain, dimana terjadi ketidakseimbangan kekuatan dan korban tidak memiliki kemampuan untuk melindungi diri.

Menurut The Centers for Disease Control and Prevention , bullying adalah perilaku agresif yang tidak diinginkan oleh remaja lain atau kelompok remaja yang melibatkan ketidakseimbangan kekuasaan yang dapat diamati atau dirasakan dan terjadi berulang beberapa kali (Waseem et al., 2017).

Faktor Resiko Bullying

Menurut Gentile and Bushman (2012) faktor resiko yang menyebabkan seseorang menjadi pelaku bullying adalah:

1. Kecenderungan dalam permusuhan

Permusuhan tidak dapat dihindari dalam kehidupan sehari-hari, hal itu yng menyebabkan anak merasa dimusuhi dan merasa ingin balas dendam atas perlakuan yang diterimanya.

2. Kurangnya perhatian

Kurang perhatian dari orang tua menyebabkan anak akan mencari perhatian di luar rumah dengan cara menunjukkan kekuatannya dan mencari popularitas di luar rumah.

3. Jenis kelamin

Jenis kelamin laki-laki menjadi faktor resiko terjadinya bullying karena mereka berpikiran bahwa laki-laki harus kuat dan tidak boleh dikalahkan, inilah yang menyebabkannya berperilaku agresif.

4. Riwayat berkelahi

Seseorang yang pernah berkelahi akan cenderung mengulangi perbuatannya lagi, ini terjadi karena mereka merasa senang saat mendapatkan pujian.

5. Terpapar kekerasan dari media

Media yang berkembang pesat mempunyai peran besar dalam mempengaruhi perilaku seseorang. Adanya televisi, film, games akan menjadi percontohan dalam perilaku kekerasan pada anak.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bullying

Perilaku bullying dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terdiri dari faktor personal dan faktor situasional (Anderson and Groves, 2013). Faktor personal terdiri dari pola asuh orang tua dan harga diri. faktor situasional terdiri dari norma kelompok, sekolah, serta media dan teknologi.

1. Pola Asuh Orang tua

Pola asuh orang tua sangat berpengaruh dalam membentuk kepribadian dan perilaku seorang anak. Orang tua yang menggunakan bullying sebagai cara untuk proses belajar pada anak akan membuat anak beranggapan bahwa bullying adalah perilaku yang wajar dan dapat diterima dalam berinteraksi dengan orang lain.

2. Harga Diri

Harga diri dapat mempengaruhi perilaku bullying , dimana anak yang memiliki harga diri rendah akan memandang dirinya sebagai orang yang tidak berharga.

3. Norma Kelompok

Menurut (O’Connell, 2003) norma kelompok dapat membuat perilkau bullying dapat diterima sebagai perilaku yang wajar. Anak melakukan perilaku bullying adalah salah satu cara agar dapat diterima dalam kelompoknya.

4. Teman Sebaya

Pergaulan dengan teman sebaya dapat mempengaruhi terjadinya bullying , jika anak bergaul dengan teman sebaya yang mempunyai kecenderungan berperilaku agresif maka dapat memperkuat pembentukan perilaku bullying pada diri anak.

5. Sekolah

Budaya sekolah dapat mempengaruhi perilaku bullying . Menurut O’Connell (2003), guru dan pihak sekolah yang tidak peduli terhadap kekerasan yang dilakukan oleh siswanya dapat meningkatkan perilaku bullying di sekolah.

6. Media dan Teknologi

Media merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku bullying . Anak yang terekspos bullying melalui media baik cetak maupun masa akan cenderung bersikap lebih agresif dan menunjukkan sikap kekerasan pada teman sebayanya.

Peran-peran dalam Bullying

  1. Bullies (pelaku) yaitu seseorang yang dikategorikan sebagai pemimpin, mempunyai inisiatif, dan terlibat aktif dalam perilaku bullying . Pelaku bullying dibedakan menjadi tiga, yaitu:
  • Pelaku pintar ( the clever bully ) yaitu mereka yang pandai menyamarkan perilakunya.

  • Pelaku tidak pintar ( the not so clever bully ) merupakan orang yang berpikiran jahat dan mempunyai pandangan negatif terhadap dunia.

  • The bully/victim adalah pelaku bullying dalam suatu situasi namun mereka juga merupakan korban pada situasi yang lain.

  1. Victim (korban) merupakan target tindakan bullying yang dilakukan oleh pelaku. Korban bullying adalah individu yang kurang popular dibandingkan kelompok pelaku bullying maupun kelompok yang tidak terlibat dalam bullying (Olweus, 1993)

  2. Bystander (penonton) merupakan peran penting dalam keberlangsungan perilaku bullying , dimana dapat menghentikan atau membuat perilaku bullying terus terjadi.

Peran bystander dibagi menjadi tiga yaitu:

  • The sidekicks merupakan orang terdekat dengan pelaku.

  • Reinforcers yaitu seseorang yang ada saat kejadian bullying terjadi, melihat, menertawakan korban, menjadi provokator, dan mengajak anak lain untuk melihatnya.

  • Outsider yaitu orang yang mengetahui terjadinya perilaku bullying , tapi tidak melakukan apapun, mereka tidak peduli dengan apa yang terjadi (Salmivalli, 2010).

  1. Defender yaitu orang yang tidak menyukai bullying dan berusaha membela serta membantu korban bullying (Olweus, 1993).

Siklus Bullying

image

A = Bully (pelaku): memulai bullying dan mengambil bagian aktif

B = Followers/henchmen (pengikut/henchmen): mengambil peran yang aktif tetapi tidak memulai bullying

C = Supporters , passive bully/bullies (pendukung, pengganggu pasif): mendukung bullying namun tidak termasuk bagian aktif

D = Passive supporters , possible bullies (pendukung pasif, mungkin pengganggu): seperti bullying namun tidak terbuka dalam terlibat.

E = Disengaged onlookers (orang yang tidak terlibat): memperhatikan apa yang sedang terjadi namun tidak mengambil sikap apapun atau bersikap acuh tak acuh

F = Possible defender (kemungkinan pembela): tidak menyukai perilaku bullying dan berpikir untuk membantu korban bullying namun tidak melakukannya

G = Defenders of the target (pembela sasaran): tidak menyukai perilaku bullying dan mencoba membantu target

H = The target (target): orang yang sedang di bully (korban) (Coloroso, 2009)

Definisi Bullying

Istilah bullying berasal dari bahasa Inggris, yaitu bully yang artinya banteng, suka menanduk. Adapun pihak pelaku bullying disebut bully. Bullying merupakan suatu masalah berdampak kompleks baik bagi pelaku, korban ataupun yang menyaksikan tindakan bullying . Olweus, mengartikan bullying sebagai perilaku agresif yang bermaksud untuk menjahati atau membuat individu merasa kesusahan, terjadi berulang kali dari waktu ke waktu dan berlangsung dalam hubungan yang baik terdapat keseimbangan kekuatan dan kekuasaan di dalamnya.

Definisi Bullying menurut Ken Rigby adalah sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat untuk diperlihatkan ke dalam aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung atau seseorang atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang.

Bullying adalah kekerasan berulang yang dilakukan oleh satu atau lebih orang kepada seorang target yang lebih lemah dalam kekuatan. Sminth and Brain, mengungkapkan bahwa Bullying merupakan tindakan yang dilakukan secara senagaja ditujukan kepada seseorang yang diketahui lemah, mudah diserang, dan tidak dapat membela diri atau tidak berdaya.

Andrew Mellor, pakar masalah Bullying dari The Scottish Council, menambahkan bahwa Bullying terjadi kalah seseorang secara signifikan terluka oleh tindakan orang lain dan takut hal itu akan terjadi lagi dan ia merasa tidak punya kekuatan untuk mencegah sera khawatir hal itu akan terjadi. Kondisi ini juga terjadi karena ada ketidakseimbangan kekuatan. Selain fisik, maslah kakutan atau kuasa juga berperan. “Bahkan juga emosional,”. Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Bullying adalah perilaku agresi yang dapat berupa kekerasan fisik, verbal, maupun psikologis, biasanya dilakukan secara berulang-ulang dari seseorang atau kelompok orang lebih senior, lebih kuat, lebih besar dari seseorang yang lebih junior, lebih lemah, lebih kecil, da perilaku ini menyebabkan seseorang atau kelompok dibully merasa menderita baik secara fisik maupun psikis.

Referensi

http://digilib.uinsby.ac.id/28568/1/Mokhammad%20Ainul%20Yaqien_E73214059.pdf

Menurut Olweus (1999) bullying meruapakan masalah psikososial dengan cara hinaan dan merendahkan oranglain secara berulang terhadap pelaku yang memiliki kekuatan lebih dibandingkan korban bullying. faktor-faktor yang menyebabkan perilaku bullying menurut Rosen et al(2017) diantaranya faktor internal dan faktor eksternal. faktor internal meliputi sikap impulsive minimnya regulasi diri dan apabila melakukan tindakan bullying pelaku tidak merasa bersalah atau berempati kepada korban. sedangkan faktor eksternal mengakibatkan tindakan bullying adalah pola asuh orang tua, seperti perilaku kekerasan kepada pelaku bullying atau control rendah dengan kehangatan yang tinggi. selanjutnya apa saja dampak dampak yang ditimbulkan ketika ada perilaku bullying, dampak yang dirasakan tidak hanya korban bullying akan tetapi dampak juga dirasakan oleh pelaku. penelitian yang dilakukkan Skrzypiec et al (2012) menjelaskan bahwa dampak negative bullying pada korban, pelaku, korban-pelaku bullying mengalami gangguan mental.
Sumber :
Darmayanti, K. K., & Kurniawati, F. (2019). Bullying di sekolah : Pengertian, Dampak, Pembagian dan Cara Menanggulanginya. Jurnal Ilmu Pendidikan, 55-66.

Bullying adalah perbuatan tidak baik yang dilakukan oleh seseorang atau lebih kepada orang lainnya. Perbuatan tidak baik yang dimaksud bisa berupa hal-hal yang menyakiti secara fisik, seperti memukul, mendorong, dan lain-lain. Bisa juga menyakiti secara verbal, misalnya mengejek penampilan, menghina kemampuan, dan masih banyak lagi.

Bullying dapat dikelompokkan ke dalam 6 kategori:
 Kontak fisik langsung. Tindakan memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, juga
termasuk memeras dan merusak barang yang dimiliki orang lain.
 Kontak verbal langsung.
Tindakan mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama (name-calling), sarkasme, merendahkan (put- downs), mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gosip.
 Perilaku non-verbal langsung.
Tindakan melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam; biasanya disertai oleh bullying fisik atau verbal.
 Perilaku non-verbal tidak langsung.
Tindakan mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng.
 Cyber Bullying
Tindakan menyakiti orang lain dengan sarana media elektronik (rekaman video intimidasi, pencemaran nama baik lewat media social)
 Pelecehan seksual
Kadang tindakan pelecehan dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal.