Apakah violence Video Game saat ini membuat orang menjadi lebih beringas/bengis?

  • Agree
  • Not Agree

0 voters

Tidak seperti musik dan film yang hanya bisa dinikmati saja, video game merupakan sebuah hiburan interaktif. Aktifitas yang dilakukan dalam game tersebut secara langsung dikendalikan oleh gamer. Gamer memainkan video game tersebut layaknya berkomunikasi dengan komputer. Hal ini yang menjadi daya tarik tersendiri dalam dunia hiburan, karena para pemain akan aktif berinteraksi dengan video game tersebut. Tidak seperti musik dan film yang hanya dinikmati secara pasif.

Video game yang beredar sekarang cenderung menampilkan adegan-adegan kekerasan yang vulgar. Contoh video game seperti Call of Duty: Modern Warfare 3 (Treyarch, 2011), Assassin’s Creed III (Ubisoft, 2012), Battlefield 3 (DICE, 2011), dan video game lain yang sejenis.

Menurutmu apakah violence Video Game saat ini membuat orang menjadi lebih beringas/bengis? Setuju atau tidak? Jelaskan alassanmu!

3 Likes

:negative_squared_cross_mark: Not Agree

Memang benar bahwa game-game yang disebutkan diatas adalah contoh game yang mengandung unsur kekerasan. Akan tetapi saya kurang setuju apabila dikatakan violence video game menyebabkan perilaku orang menjadi beringas. Sebagian besar game yang mengandung unsur kekerasan adalah game yang bertema action atau perang, contohnya Call of Duty. Game semacam ini memang menjadi salah satu game dengan genre yang sangat diminati. Tapi saya rasa banyak manfaat ketika kita memainkan game semacam ini, mulai dari melatih strategi, akurasi, dsb. Dan benar saja menurut penelitian “The November issue of the Proceedings of the National Academy of Sciences” menjelaskan bahwa bermain video game action pada hakekatnya meningkatkan kinerja pemahaman, persepsi serta penyelesaian dalam sebuah masalah.
Selain itu, para peneliti menemukan bahwa bermain video game action seperti Call of Duty atau Unreal Tournament akan memberikan manfaat yaitu melatih pikiran memperkirakan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi atau membangun pola persepsi. Penelitian Profesor Daphne Bavelier dari University of Rochester pun berkata “Dalam rangka mempertajam kemampuan prediksi, otak kita terus membangun model, atau pola. Semakin baik pola, semakin baik kinerja. Dan sekarang kita tahu bermain aksi video game sebenarnya memupuk pola yang lebih baik”.
Jadi menurut saya perilaku beringas bukan semata-mata karena telah memainkan game semacam ini. Pada dasarnya game dibuat untuk hiburan. Menurut saya unsur kekerasan yang terdapat pada game-game tersebut hanya tambahan efek atau bumbu agar gamer merasakan suasana fantasi yang memacu adrenalin ketika memainkannya.

1 Like

:negative_squared_cross_mark: Not Agree

Bagi saya, kekerasan dalam video game sama saja seperti lagu lama yang dinyanyikan generasi sebelum kita.

Orang tua kita mengingatkan kita agar tidak terpengaruh game
Orang tua dari orang tua kita mengingatkan agar tidak terpengaruh televisi
Orang tua dari kakek nenek kita mengingatkan agar tidak terpengaruh musik rock and roll
Orang tua dari buyut kita mengingatkan agar tidak terpengaruh komik dan ilustrasi di koran

Ya, sebenarnya hal-hal yang disebut “kekerasan” dan pengaruhnya dalam sebuah media kultur pop tidak banyak memberikan dampak pada psikologis penggunanya.

Saya sendiri adalah seorang gamer, berikut adalah game yang saya mainkan dan selesaikan:

  • Assassin’s Creed Brotherhood

  • Assassin’s Creed Revelations

  • Assassin’s Creed III

  • Assassin’s Creed Rogue

  • Gears of War

  • Left 4 Dead 2

  • Splinter Cell Conviction

  • Tomb Raider

  • Broforce

Dan masih banyak lagi.

Perlu diketahui, game game ini menampilkan darah, menunjukkan cara membunuh efektif hingga brutal, mempertontonkan pornografi dan horror.
Terutama Assassin’s Creed dan Splinter Cell, yang mengajarkan pemainnya dalam membunuh dengan cara secerdik mungkin tanpa diketahui siapapun.
Sedangkan Gears of Wars, Broforce dan Left 4 Dead adalah permainan dimana kita menjadi seorang protagonis super maskulin sedunia yang tugasnya meluluh-lantahkan musuh dengan cara se brutal mungkin.
Memotong tubuh, mencincang korban, menggergaji hampir setengah tubuh musuh dan menggencet kepala mereka dengan sepatu boots adalah hal biasa dilihat dari game game macam ini.

Saya sangat senang dan merasa puas jika metode membunuh saya terlihat begitu brutal dengan hancurnya tubuh musuh saya dengan gergaji yang saya bawa di video game.:smiling_imp:

Akan tetapi, suatu kali disebuah jalan di raya di Bali, saya melihat mayat anjing yang terlindas mobil hingga mata dan organnya keluar.
Melihatnya saja sudah membuat saya mual disepanjang jalan :confounded:
Saya ketakutan dan merasa tidak nyaman dengan hanya melihat dan mengingat kembali bentuk mayat anjing terlindas itu.

Tentu, saya akan melakukan hal yang sangat brutal dan membunuh sekejam mungkin didalam video game agar mendapatkan skor tertinggi.
Tapi beda halnya dengan dunia nyata. Melihat mayat anjing saja sudah membuat saya tidak mau makan, apa yang terjadi jika saya melihat mayat manusia yang tubuhnya terlindas dan organnya keluar? Bisa jadi saya tidak mau makan satu minggu karena terus teringat :sweat_smile:

Pada intinya, sebuah kekerasan dalam video game hanyalah bentuk imajinasi dan virtual untuk melepaskan diri dari penat yang tersimpan di dunia nyata.
Jadi, mainkanlah video game dengan tenang :grin:

3 Likes

:negative_squared_cross_mark: Not Agree

Saat ini memang banyak sekali game-game yang memiliki sisi kekerasan di dalamnya. Saya sependapat dengan pendapat @Ferdinan bahwa saya rasa game bukan menjadi faktor seseorang menjadi berperilaku beringas.

Namun kita juga tidak dapat memungkiri bahwa console-console saat ini, saya rasa sudah menarget remaja hingga dewasa. Hal ini terlihat dari konten-konten game yang ditawarkan. Salah satunya Call of Duty seperti yang disebutkan oleh Ferdinan. Contoh lainnya, seperti God of War, GTA V, Battlefield, dan lain-lain. Nintendo pun yang dikenal sebagai konsol universal, sekarang nampak mulai menarget pasar gamer remaja dan dewasa. Walaupun masih terdapat beberapa game yang diperuntukkan bagi anak kecil.

Kita juga harus waspada jika kita memiliki adik atau anak yang masih kecil. Karena anak kecil memiliki sifat copycat atau sifat suka meniru sesuatu yang ia lihat. Jadi orang tua perlu waspada dan selalu mengontrol apa saja yang dilakukan oleh anak kecil, sekalipun dengan video game yang mereka mainkan. Anda dapat membaca artikel mengenai copycat pada anak kecil pada link.

Demikian pendapat dari saya :slight_smile:

Sumber:

3 Likes

:white_check_mark:

Tetapi pada wujudnya telah terjadi banyak kasus, bahkan ada kasus yang melibatkan pada seseorang berumur 18 tahun yang bahkan bisa dianggap dewasa melakukan pembunuhan pada 9 orang di Munich, Jerman. Dan dia adalah seorang penggemar game menembak (Shooting). Dan hal ini tentunya dapat membuat kerugian bagi banyak orang dan menimbulkan keresahan juga bagi warga sekitar terutama orang tua yang anaknya masih dibawah umur. Dan pada faktanya terdapat lebih dari 400 studi menungkapkan bahwa ada hubungan antara kekerasan pada game dan media terhadap perilaku agresif/beringas dan rasa marah seseorang (The American Academy of Pediatrics). Dan meskipun dikatakan bahwa game - game kekerasan juga dapat meningkatkan kecerdasan akan merencanakan sebuah strategi tetap saja akan ada unsur perubahan emosional menjadi lebih beringas yang terjadi meskipun sedikit.

Sumber: Do video games lead to violence? | CNN

2 Likes

:white_check_mark: Agree

Saya tidak setuju dengan pendapat Ferdinan,games kekerasan sekilas memang terlihat hanya sebagai hiburan semata, hanya sebagai pelepas lelah. tapi ada hal yang menarik dari, 2 hasil penelitian yang saya baca.

Pertama, yakni sebuah meta-analisis mengenai pengaruh violent games, dari 98 penelitian, menunjukan bahwa, mendekati 37.000 peserta menunjukan hasil bahwa violece video games dapat meningkatkan keagresifan pengguna.

Seorang pisikolog Alessandro Gabbiadini, mengatakan bahwa “sebuah tingkah laku, dipengaruhi oleh kontorl diri sendiri” dari penilitian yang ia lakukan menemukan bahwa memainkan games kekerasan dapat mengpengaruhi pemainya. Selanjutnya penilitian dari Italia, yang dipublikasikan di jurnal Social Psychological and personality Science, menujukan bahwa, 172 siswa sekolah menengah atas yang memainkan violent vidio game(Grand Theft Auto III atau Grand Theft Auto San Andreas) hanya dalam waktu 35 menit, memperlihatkan hasil mereka menjadi kehilangan kontrol diri, lebih hanyut dalam games, dan lebih agresif, dibandingkan siswa yang memainkan nonviolent vidio game(Pinball 3D atau Mini Golf 3D).

sumber : https://psmag.com/violent-video-games-and-bad-behavior-the-evidence-mounts-32e602c58527#.x72iyoije

:negative_squared_cross_mark: Not Agree

Saya kurang setuju dengan pendapat @FerdianM10 untuk kasus pembunuhan di Munich, Jerman yang disebabkan pembunuh tersebut adalah seorang penggemar game menembak. Kita coba lagi lihat komentar diatas. Mas @sk8lintang yang menaku bahwa ia seorang gamer action yang ada unsur kekerasannya. Diantara game-game yang dimainkan dan diselesaikan terdapat game menembak, otomatis dia juga gamer game shooting.

Yang menjadi pertanyaan, mohon maaf, mengapa dia tidak melakukan kekerasan pada dunia nyata? Kenapa dia tidak membunuh orang seperti kasus yang @FerdianM10 angkat? Bahkan dari ceritannya dia masih jijik melihat anjing mati yang organnya sampai keluar. Menurut anda bagaimana ini bisa terjadi? Dimana pelaku pembunuhan dan Mas @sk8lintang sama-sama penggemar game menembak.

Menurut saya itu semua karena diri kita memiliki kontrol terhadap sesuatu yang berbeda dari yang semestinya, seperti adegan membunuh pada game. Kita tidak mungkin semudah itu ingin membunuh orang karena kita tahu itu perbuatan yang menyalahi kodrat. Kita masih sadar dan bisa membedakan mana yang baik dan buruk ketika bermain game, kecuali anak kecil. Para gamer juga sudah tahu bahwa itu semua hanya game. Walaupun dia marah atau kesal dalam bermain mereka hanya meluapkannya di dalam game tersebut.

Dari kasus tadi, menurut saya kita tidak boleh semena-mena langsung menyalahkan bahwa pembunuhan tadi disebabkan karena pelaku seorang gamer shooting tanpa mengetahui lebih jelas. Kita harus mengetahui dulu latarbelakang pelaku tersebut secara keseluruhan bedasarkan data yang valid. Bisa saja karena rusaknya morak pelaku tersebut sejak awal dan bukan karena game. Jikalaupun benar karena game, itu dia memainkannya dari kecil pada saat sifatnya masih meniru apa saja yang dilihat. Apa yang salah dari hal ini? Orang tua yang kurang mengawasi anaknya, bukan gamenya, terimakasih.

sumber :
https://www.lanecc.edu/lfc/characteristics-children

:negative_squared_cross_mark: Not Agree

Untuk apa yang diungkapkan @Vrishi tentang violence video game meningkatkan keagresifan, menurut saya tetap kembali pada diri sendiri. Keagresifan tidak akan berdampak pada perilaku di dunia nyata apabila diri kita sendiri mampu mengendalikannya dan menyadari itu semua hanya game semata.

Kemudian tentang sejumlah siswa SMA yang memainkan game GTA. Hanya 35 menit langsung kehilangan kontrol diri? Menurut saya malah menimbulkan persepsi baru. Kita sedang membicarakan anak SMA. Berdasarkan menurut sumber yang saya baca (Adolescence (15-17 years old) | CDC) anak di umur 15 - 17 saja sudah bisa membedakan mana yang baik mana yang buruk. Mungkinkah anak SMA tadi begitu mudah terpengaruh hanya dengan main game GTA 35 menit saja? Kecuali ada hal-hal lain yang kita sama-sama tidak tahu. Tidak menuntut kemungkinan bahwa siswa tersebut sudah sering sekali memainkan game GTA sebelumnya bahkan semenjak mereka kecil, mengingat jaman sekarang banyak anak kecil yang memainkan game GTA di rental playstation dan tanpa pengawasan orang tuanya. Apabila sejumlah siswa SMA tadi sudah main game ini sejak kecil tanpa pengawasan orang tua dan sudah menjadi kebiasaan, game tidak selayaknya disalahkan.

Dan satu lagi yang harus digaris bawahi, semua yang berlebihan itu tidak baik. Mengkonsumsi minuman untuk daya tahan tubuh dalam jumlah yang berlebihanpun juga tidak baik, bisa berdampak pada ginjal kita. Apalagi game yang hakikatnya hanya untuk hiburan saja. Violence video game tidak akan menyebabkan orang lebih beringas jika menggunakannya secara bijaksana, terimakasih.

:negative_squared_cross_mark: Not Agree

Saya tidak setuju dengan topik karena menurut saya hal yang utama menjadikan anak yang bringas adalah mental yang terbentuk dari didikan orang tua, menurut journal ilmilah peuradeun tentang pendidikan dalam keluarga.

kemudian jika dilihat dari mental anak sendiri, violence game sendiri hanya menggunakan pandangan searah oleh mata dan anak-anak tau bahwa itu tidak nyata, sehinnga jika di analogikan violence game menjadi penyebab anak menjadi bringas itu tidak benar karena ketika seorang melakukan pembunuhan atau hal keji lainnya, dimana seluruh tubuh merasakannya karena itu adalah kejadian yang nyata

sumber : http://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0111790

:white_check_mark: Agree

Hal yang diungkapkan ferdinan, memang benar bahwa jika kita memiliki kontrol diri sendiri, maka tidak akan menimbulkan efek kekerasan. Akan tetapi ada yang perlu diperhatikan, masa anak-anak dan remaja merupakan masa yang paling rawan, dimana kebanyakan dari mereka tidak bisa mengontrol emosinya. Kondisi psikologi anak-anak dan remaja yang masih labil inilah yang menimbulkan kekawatiran, kondisi ini membuat mereka mudah untuk larut dalam suatu kondisi. Terlepas dari apakah mereka sudah sering memainkanya atau tidak.

Bahkan 2 asosiasi di Amerika (American Psychological Assosiation dan American Academy of Pediatrics), mengambil tindakan tegas terhadap anak-anak dan remaja yang memainkan games kekerasan.

Sumber : Do video games lead to violence? | CNN

:negative_squared_cross_mark: Not Agree

Untuk pendapat @Vrishi memang benar masa anak-anak dan remaja merupakan masa yang rawan, oleh karena itu seperti komentar-komentar saya sebelumnya, pengawasan orang tua menjadi salah satu hal terpenting. Dan juga jika kita memainkan video game dengan bijaksana dan tidak berlebihan maka tidak akan berdampak apa pun oleh pengguna

Sumber yang anda tampilkan tentang asosiasi di Amerika (American Psychological Assosiation dan American Academy of Pediatrics) itu sama seperti sumbar yang Ferdian berikan, tentang pembunuhan 9 orang dijerman yang diduga karene pelaku seorang gamer game menembak. Latarbelakang pelaku pada kasus pembunuhan ini masih belum jelas. Bahkan pada artikel tersebut terdapat kalimat “What is the truth?” yang mengartikan bahwa memang kita semua belum tahu kebenarannya. Jika American Psychological Assosiation dan American Academy of Pediatrics mengambil tindakan tegas kepada anak-anak dan remja yang bermain game kekerasan atas dasar kasus pembunuhan tadi saya rasa kurang tepat atau sekedar menyalah-nyalahkan keberadaan game.

Pada artikel (Video Games Not to Blame for Violence | Live Science) menjelaskan bahwa dalam beberapa dekade penelitian, tidak ada hubungan yang nyata antara kekerasan video game dan kekerasan di dunia nyata. Jika kekerasan dalam game menyebabkan kekerasan pada dunia nyata, logika akan mendikte bahwa tingkat kejahatan kekerasan akan meroket dalam beberapa tahun terakhir. Akan tetapi justru sebaliknya, kejahatan kekerasan telah menurun secara signifikan selama 20 tahun terakhir, padahal video game semakin menjadi hal yang umum dan lebih ganas.

:white_check_mark: Agree

American Psychological Assosiation (APA), memberikan pendapat bahwa violent video games,
memang bukan satu-satunya faktor yang bisa mengarahkan seseorang kepada tindakan kekerasan, tapi violent video game bisa menjadi salah satu klasifikasi dari faktor resiko.

:white_check_mark: Agree

@Ferdinan Penelitian mana yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan nyata antara kekerasan video game dengan kekerasan di dunia nyata? Anda tidak menyatakan siapa peniliti yang menyatak hal tersebut. Sedangkan argumen saya menyatakan organisasi yang nyata telah meneliti hal tersebut bahwa ada hubungan antara bermain video game dengan sikap yang menjadi lebih pemarah dan beringas/kasar. saya telah menyatkan sebelumnya bahwa sudah ada lebih dari 400 studi atau penelitian lebih yang benar-benar mendukung bahwa game kekerasan dapat membuat orang bertindak lebih agresif dalam hubungan mereka di dunia nyata.

Ada karya terbaru untuk menjawab argumen tersebut, yang diterbitkan dalam jurnal JAMA Pediatrics, para ilmuwan yang dipimpin oleh Craig Anderson, direktur pusat untuk studi kekerasan di Lowa State University, menemukan petunjuk bahwa video game kekerasan dapat mengatur anak-anak hingga bereaksi lebih bermusuhan dan mengarah pada kekerasan. Mereka memberikan kuesioner pada 3.034 anak laki - laki dan perempuan 1-7 kali pada tenggang waktu yang berbeda dan bertahap. Secara keseluruhan memang nilai perilaku agresif mereka menurun. Namun melihat lebih dekat pada anak-anak yang bermain game kekerasan per minggu dengan jam lebih lama mengungkapkan peningkatan perilaku kekerasan dan kecenderungan agresif, dibandingkan dengan mereka yang bermain jam lebih sedikit seminggu. Ketika ditanya apakah itu baik-baik saja untuk anak laki-laki untuk menyerang teman jika teman kita mengatakan sesuatu yang negatif tentang dia, misalnya, anak-anak ini lebih cenderung untuk mengatakan ya. Mereka juga lebih tinggi pada pengukuran permusuhan, menjawab bahwa mereka akan merespon dengan tindakan agresif ketika diprovokasi, bahkan sengaja. Gamer jangka panjang juga lebih mungkin untuk berfantasi tentang memukul seseorang yang mereka tidak suka.

Sumber: Violent Video Games Change Kids to Think More Aggressively | Time

:negative_squared_cross_mark: Not Agree

@FerdianM10 “Penelitian mana yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan nyata antara kekerasan video game dengan kekerasan di dunia nyata?”

dari pertanyaan tersebut jawabannya adalah penelitian dari Christopher Ferguson, beliau adalahh profesor dan wakil ketua Departemen Psikologi di Stetson University, dalam penelitiannya dijelaskan bahwa bermain violent game tidak akan membuat seorang anak menjadi beringas, bahkan sebaliknya, “dengan memberikan sebuah permainan yang anak anda suka, maka anda menyelamatkan anak dari kejahatan sosial yang ada diluar sana” yang dimaksud disini adalah anak yang diberikan game yang dia suka (shooting, killing, etc) maka dia akan tetap dirumah dan jauh dari dampak negatif yang ada diluar sana, karena diluar sana banyak sekali dampak negatif, seperti omongan kasar, dan bahkan perilaku beringas itu sendiri yang berasal dari luar rumah bukan dari dalam (bermain game shooting dll)

jadi dapat kita simpulkan menjaga anak tetap aman dirumah dan diberi apa yang ia sukai akan sangat lebih baik jika kita membiarkan anak kita, main dengan teman-temannya yang memberikan dampak negatif bagi anak kita.

Sumber : Do video games lead to violence? | CNN

:white_check_mark: Agree

Ternyata saat kita bermain game kekerasan ternyata hal tersebut sudah merubah fungsi otak kita. Dr. Vincent Matthews dan rekan-rekannya di Indiana University, yang telah lama mempelajari kekerasan di media, melihat apa yang terjadi di dalam otak 28 siswa yang ditugaskan secara acak untuk bermain game kekerasan. Tak satu pun dari peserta memiliki banyak pengalaman gaming sebelumnya. Lalu setelah mereka ditugaskan untuk bermain game kekerasan dalam seminggu para peneliti menemukan bahwa mereka yang bermain video game kekerasan menunjukkan kurangnya aktivitas di daerah yang melibatkan emosi, perhatian dan terdapat penghambatan impuls. Studi Perilaku telah menunjukkan peningkatan perilaku agresif setelah bermain video game kekerasan, dan apa yang mereka tampilkan adalah penjelasan fisiologis. Mereka telah menunjukkan bahwa ada perubahan dalam fungsi otak yang mungkin berhubungan dengan perilaku itu.

Ini adalah penelitian yang nyata, sudah jelas bahwa ada perubahan rasa emosional yang terjadi pada seseorang yang bermain game kekerasan. Dan ini telah diteliti dengan mengamati kerja otak. Maka dari itu sejatinya penelitian ini sudah bisa mematahkan penelitian lain yang menyatakan bahwa game kekerasan tidak berpengaruh pada sikap beringas pada seseorang. Dan penelitian ini bahkan bukan dilakukan pada anak kecil yang mudah terpengaruh. Tapi dilakukan pada mahasiswa (Orang dewasa). Jadi game kekerasan tidak hanya dapat mempengaruhi anak kecil, bahkan pada orang dewasa yang sudah tau mana yang baik dan benar pun juga bisa. @mufendew @Ferdinan

Sumber: Violent Video Games Lead to Harmful Brain Changes | TIME.com

:negative_squared_cross_mark: Not Agree

@FerdianM10 enurut saya tidak ada sebuah peneletian yang dinyatakan benar 100% dan dengan otomatis membantah sebuah penelitian yang dinilai sudah tidak relevan, penelitian juga dapat memberikan hasil yang tidak akurat karena target yang diteliti mungkin tidak tepat, dalam kasus tersebut mungkin dari 28 siswa tersebut memang sudah memiliki sifat psycopath terlebih dahulu, atau bahkan dalam penelitian tersebut memiliki jangka waktu 1 minggu, apakah 1 minggu tersebut digunakan hanya untuk bermain game ? atau tidak ? kalau iya, maka jelas akan tumbuh rasa bringas karena otak yang lelah akibat bermain game dan secara tidak langsung timbul halusinasi yang menyebabkan orang tersebut masuk ke dunia game tersebut, dalam sumber tersebut masih tidak jelas mengenai hal tersebut.

lalu jika ditelaah lagi dengan hasil penelitian dari Christopher Ferguson, apakah ke 28 orang tersebut menyukai game violent atau tidak, kalau memang suka, mungkin hasilnya akan sama dengan peneilitan dari Christopher Ferguson, tetapi kalau tidak penelitian dari Dr. Vincent Matthews akan tidak relevan karena target yang diteliti salah,

sumber : Do video games lead to violence? | CNN

:white_check_mark: Agree

@mufendew. Sebelumnya saya belum menyantumkan fakta ini, bahwa setelah satu minggu 28 orang tersebut diperintahkan untuk bermain game kekerasan, mereka dilihat aktivitas otaknya menggunak MRI. Lalu terlihat aktivitas otak yang mengalami perbuhan dari sebelumnya yang mengarah pada perasaan beringas. Lalu setelah itu mereka diperintahkan lagi selama satu minggu kemudian untuk tidak bermain game kekerasan lagi. Kemudian aktivitas otak mereka discan lagi menggunakan MRI dan aktivitas mereka kembali normal seperti awal sebelum memainkan game kekerasan, meskipun tidak senormal awal mereka belum memainkan game kekerasan sama sekali.

Dan perlu diingat bahwa Dr. Vincent Matthews dan rekan-rekannya memilih 28 orang yang sebelumnya sama sekali belum memainkan game kekerasan. Dan alasannya agar terlihat perbedaan yang mencolok aktivitas otak seseorang yang sama sekali tidak pernah bermain game kekerasan dengan penggunanya.

Sumber: Violent Video Games Lead to Harmful Brain Changes | TIME.com

:negative_squared_cross_mark: Not Agree

Saya kurang setuju dengan pendapat @FerdianM10 jika 1 penelitian tersebut langsung membantah penelitian lain. yang sedang kita diskusikan adalah perilaku seseorang, selalu ada kemungkinan-kemungkinan Menurut sumber Violent Video Games Don't Influence Kids' Behavior: Study - Consumer Health News | HealthDay para penelitian Inggris mengungkapkan bahwa video game tidak berpengaruh pada perilaku. Kemudian dari http://www.massgeneral.org/news/newsarticle.aspx?id=3929 menjelaskan bahwa sebuah tim peneliti Mass General dipimpin oleh Dr. Cheryl Olson mempelajari perilaku 1.254 anak juga mengungkapakan tidak ada pengaruh violence video game kepada perilaku.

Anda mengungkapkan bahwa setelah satu minggu 28 orang diperintah untuk bermain game, aktivitas otak mengalami perubahan yang mengarah pada perasaan beringas. Jika hanya sebatas perasaan yang beringas ketika bermain game bukankah tidak masalah? Game violence dengan contoh game menembak memang dibuat agar gamer merasakan sensasi bermain. Kemudian anda juga mengungkapkan bahwa setelah satu minggu 28 orang tadi diperintah untuk tidak main game aktivitas otak kembali normal. Bukankah ini menandakan perasaan beringas hanya muncul hanya saat 28 orang tadi bermain game. Dan tentunya mereka meluapkan perasaan beringasnya hanya pada game tersebut, tidak pada dunia nyata, terimakasih

:white_check_mark: Agree

Saya kan sudah mengatakan, bahwa aktivitas otak kembali normal setelah tidak bermain game selama satu minggu, tetapi tidak senormal pada awalnya seperti dia belum bermain game kekerasan sama sekali. Lalu menurut @Ferdinan bahwa hanya menimbulkan perasaan beringas saja tidak masalah, saya tidak setuju. Karena bermain game kekerasan tersebut hanya dilakukan selama satu minggu, pikirkan jika itu dilakukan selama sebulan, setahun, berpuluh tahun. Dampaknya pasti akan semakin berbahaya.

:negative_squared_cross_mark: Not Agree

Iya itu adalah hal yang normal, apalagi dari penelitian yang @FerdianM10 angkat 28 orang tadi tidak memiliki banyak pengalaman gaming atau bisa disebut jarang ngegame. Jika mereka diperintah untuk bermain game selama satu minggu penuh otomatis mereka akan terbawa sensasi game tersebut. Sebagai contah anda pergi ke tempat wisata yang asyik dan belum pernah anda kunjungi, pasti ketika sudah pulang anda masih merasakan euforia keseruannya. Sama seperti mereka walaupun diperintah untuk tidak bermain game lagi selama satu minggu, otak mereka masih mengingatnya, bahkan bisa saja sampai satu minggu kedepan.

jika hanya perasaan beringas pada saat bermain game menurut saya bukan masalah. Perasaan itu hanya ada ketika mereka bermain game. Dan tidak mereka luapkan melalui tindakan yang merugikan mereka sendiri dan orang lain.

Pada komentar saya diatas sudah saya jelaskan bahwa pada artikel (Video Games Not to Blame for Violence | Live Science) menjelaskan bahwa dalam beberapa dekade penelitian, tidak ada hubungan yang nyata antara kekerasan video game dan kekerasan di dunia nyata. Jika kekerasan dalam game menyebabkan kekerasan pada dunia nyata, logika akan mendikte bahwa tingkat kejahatan kekerasan akan meroket dalam beberapa tahun terakhir. Akan tetapi justru sebaliknya, kejahatan kekerasan telah menurun secara signifikan selama 20 tahun terakhir, padahal video game semakin menjadi hal yang umum dan lebih ganas.

Bermain game bertahun-tahunpun bukan menjadi masalah asal tetap memperhatikan durasi setiap bermain dan tidak berlebihan. Tidak menyalahgunakan fungsi aslinya yang hanya sebagai hiburan sesaat. STOP BLAMING VIDEO GAME