Apakah tinta pulpen tergolong sebagain penghalang wudhu?

Pulpen (dari bahasa Belanda: vulpen) adalah alat tulis berupa mata pena berujung tajam yang dilengkapi pegangan berisi kantong tinta yang bisa diisi kembali. Tinta berbasis air diisi melalui mata pena dengan mekanisme penyedot yang memasukkan tinta dari botol tinta ke dalam kamar tinta.

Bagaimana jika kita ingin mengambil wudhu tetapi ada tinta pulpen?

Tinta cair tidak menghalangi wudhu, namun tinta yang berwujud, yang dimaksud berwujud adalah yang sangat tebal seperti cat, yaitu jika digaruk atau digesek dengan jari, ia terlepasan seperti cat, maka ini menghalangi air wudu sampai ke kulit.

Berbeda dengan tinta biasa, jika kita gesek dengan tangan maka jikapun lepas hanya warna saja, tidak ada wujudnya yang terasa oleh telapak tangan seperti cat yang jika dikorek oleh kuku atau lainnya, terlihat wujudnya seperti sesuatu yang pecah berserakan, maka ini menghalangi wudhu dan mesti dibersihkan sebelum disentuh air wudhu.

Patokannya adalah apabila zat yang menempel di kulit itu kita kerik, memiliki wujud nyata berupa lapisan yang menutupi sebagian kulit. Maka wudhunya tidak sah dan harus mengulang wudhunya setelah menghilangkan zat tersebut.

Contoh zat yang dapat menghalangi mengalirnya air ke bagian yang harus di sucikan adalah cat, cat kuku (kutek) dan sisik ikan.
.
Jika itu sekedar tinta pulpen yang tercoret pada telapak tangan, dan coretan tersebut tidak menghalangi air untuk keabsahan wudhu, maka in syaa Allah wudhu nya sah. Seperti juga pewarna kuku yang meresap ke kuku dan tidak membentuk lapisan yang menutupi kuku (seperti hena/inai/pacar), zat ini tidak sampai menghalangi sampainya air. Sebaliknya, jika pewarna kuku (cat kuku/kutek) membentuk lapisan di kuku (bisa dikerik), ini menghalangi sampainya air ke kuku.
.
Ada beberapa dalil yang bisa dijadikan landasan tentang keharusan membasahi semua bagian dari anggota wudhu’, dan wudhu’ menjadi tidak sah jika tidak sampai basah/disucikan:
.
“Ada seseorang yang berwudhu lalu dia membiarkan seluah satu kuku di jari kakinya tidak terkena air. Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam memperhatikannya dan menyuruhnya, “Kembali, ulangi wudhumu dengan baik.” Orang inipun mengulangi wudhunya, lalu dia shalat.” (HR. Muslim).
.
Hadis ini menunjukkan bahwa orang yang meninggalkan/membiarkan sebagian anggota tubuh yang wajib dibasuh tidak sampai terkena air/disucikan dengan air wudhu, maka wudhunya tidak sah.
.
Dalam kitab fiqih mazhab Asy-Syafi’i, Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab, menjelaskan :

“Jika di tangan masih ada bekas pacar kuku, dan warnanya, namun zatnya sudah hilang, atau bekas minyak kental, dimana air masih bisa menyentuh kulit anggota wudhu dan bisa mengalir di kulit anggota wudhu, meskipun tidak tertahan, wudhunya sah.” (Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab, jilid 1 hal. 468)