Apakah setuju dengan gerakan "Selamatkan Warung Tradisional" ?

Gerakan “Mari berbelanja di warung tetangga”

Berbelanja kebutuhan harian, mingguan atau bulanan keluarga, biasanya kita lakukan di hari libur. Tetapi, bijakkah kita bila membeli jauh - jauh ke pusat belanja “modern”?

Coba tengok kebiasaan kita ini. Belanja di swalayan IndoMart atau AlfaMart, semua barang memang terpampang. Tapi, hampir tak ada interaksi kemanusiaan. Apalagi pertemanan dan persaudaraan. Bertahun-tahun kita menjadi pelanggan, yang bahkan dibuktikan dengan “kartu pelanggan”, tapi sungguh penjualnya tetap tidak kita kenal. Bahkan pelayanpun kita tak tahu siapa, apa dan bagaimana kehidupan mereka. Komunikasi hanya dengan “pelayan”, ingat bukan “penjual”. Dan hanya seputar transaksi saja. Itupun sekarang diwakili dengan tulisan.

Sementara ketika kita membeli di warung tetangga, selain dekat, juga ada interaksi sosial kemasyarakatan yang akrab. Ada “obrolan”, bukan sekedar transaksi barang yang menghilangkan nilai sosial kemanusiaan kita. Kita jadi tahu, kenal dan dekat dapat silaturahmi dengan masyarakat dan lingkungan. Komunikasi beginilah yang manusiawi. Yang menghubungkan antar orang, komunitas dan masyarakat. Bukan sekedar barang, angka penjualan dan plastik kemasan.

Membeli di warung tetangga akan menumbuhkan kekuatan ekonomi keluarga itu. Kita jadi berperan bagi tegaknya ekonomi dan ketahanan sebuah keluarga. Suami, istri dan anak - anaknya. Dan mereka, berperan sebagai penjual. Berwirausaha. Bukan sekedar menjadi pelayan alias babu dari para pemilik modal kapitalis liberal yg berdalih seragam karyawan…
Bayangkan, sampai umur berapa toko - toko modern “mau” mempekerjakan para pelayan ini? Cuma saat usia muda. Sedang dengan menjadi “penjual”, sebenarnya mereka akan “terhidupi” Bahkan sampai anak-anak mereka dewasa.

Belum lagi soal efektifitas budget kita. Bayangkan, saya pernah uji coba, membawa uang 100 ribu dan pergi ke toko swalayan modern. Ternyata kurang! Dan lihat belanjaannya. Saya banyak membeli barang yang tak perlu. Karena godaan iklan dan penataan, saya melakukan pemborosan.

Sedang ketika saya ke warung tetangga, uang 100 ribu masih sisa. Barangnya pun sangat fungsional, benar-benar kebutuhan pokok. Dan saya mendapatkan bonus ungkapan penjual yang membahagiakan, “Alhamdulillah syukur ya, pagi - pagi sudah ada yang belanja 75 ribu… makasih ya bu”, sambil tersenyum tulus…

Sungguh itu bonus yang lebih mahal daripada sekedar “obral dan diskon ngakali” yang penuh strategi bisnis.

Jadi berpikirlah sebelum berbelanja! Shopping lah di warung tetangga atau pasar tradisional. Nikmatilah sisi kemanusiaan anda. Disitulah “rekreasi sebenarnya”.Jangan buang waktu anda di swalayan dan supermall modern hanya untuk membeli kebutuhan pokok rumah tangga anda. Warung tetangga jauh Lebih murah, manusiawi, menumbuhkan ekonomi, memberdayakan masyarakat, dan ada nilai silaturahmi antar tetangga.
Mau umur panjang dan banyak rejeki? .

Mari biasakan berbelanja di warung tetangga baik kita…

Sekali lagi " Ayo Selamatkan Warung/Toko dan Pasar Tradisional di sekeliling kita"

Mohon dishare ya.

"GERAKAN BELANJA DI WARUNG TETANGGA".

Salam Ekonomi Kreatif
Uti Prawiro

( Ekonomi Kerakyatan Adalah Fondasi Kekuatan Ekonomi)
Gerakan Peradaban Kembali ke PANCASILA

Bagaimana pendapat anda terkait dengan gerakan ini ?

Saya sendiri netral dengan masalah ini. Saya setujua saja namun diperbaiki dengan lebih baik. Misalkan lebih steril. Namun tidak ada salahnya juga jika ada warung dengan sistem yang bisa mempermudah pembeli untuk membeil di watung tersebut. Warung tradisional mungkin sudah dirindukan oleh pembeli-pembeli. Namun jika ada sesuatu yang lebih baik kenapa tidak diterapkan. Toh kita hidup mengikuti zaman dan teknologi yang ada yang pastinya sudah disesuaikan dengan keinginan pelanggan.