Apakah sampai pahala pada orang yang sudah meninggal dunia?

Meninggal

Ketika kita mendoakan orang yang sudah meninggal, berbuat kebaikan untuk orang yang sudah meninggal, apakah pahala-pahala tersebut masih dapat diterima oleh orang sudah meninggal tersebut?

Pada dasarnya kita tidak dapat mengetahui secara pasti apakah amal yang kita lakukan untuk orang yang sudah meninggal dunia pahalanya diterimakan kepada orang yang sudah meninggal dunia atau tidak. Semua itu adalah hak Allah swt. Tidak ada satu makhlukpun yang berhak untuk menerima amal ibadahnya, dan mendapat ganjaran pahala, kecuali Allah swt.

Jangankan kepada orang yang sudah meninggal, apakah amal ibadah yang kita lakukan selama masih hidup ini mendapatkan pahala atau tidak, kita juga tidak tahu pasti. Serahkan semuanya kepada Allah swt.

Tetapi, ajaran Islam memberikan pedoman bagi kita terkait dengan hal tersebut. Berikut adalah beberapa hadis yang membahas terkait dengan sampainya pahala kepada orang yang sudah meninggal dunia.

Imam An-Nawawi menyatakan, berdasarkan kepada hadis ini, sedekah untuk si mati dapat memberi manfaat kepada si mati dan pahalanya juga boleh sampai kepada si mati. Perkara ini telah di-ijma’-kan oleh ulama. Adapun membaca Al-Qur’an kepada si mati, ulama berselisih pendapat tentang hal ini. Berdasarkan kepada pendapat yang masyhur dalam mazhab As-Syafi’i, pahala membaca Al-Qura’n tidak sampai kepada si mati.

Walau bagaimanapun, berdasarkan pada pendapat satu jamaah ulama-ulama bermazhab Mazhab Syafi’i, bahwa pahala bacaan Al-Qur’an sampai juga kepada si mati. Pendapat Mazhab As-Syafi’i ini menyamai dengan pandangan Imam Ahmad bin Hanbal. Adapun salat dan seluruh amalan yang berbentuk taat, tidak sampai pahalanya kepada si mati berdasarkan pada pendapat jumhur ulama. Pendapat ini menyalahi pendapat Imam Ahmad bin Hanbal yang menyatakan, semua pahala amalan-amalan yang taat sampai kepada yang mati sebagaimana sampainya pahala mengerjakan haji untuk yang mati.

Kalau al-Qur’an sudah menjelaskan bahwa orang mukmin dapat memperoleh manfaat dari amal orang lain, di dalam Hadis juga menerangkan dalil-dalil di antaranya :

Hadis yang di riwayatkan oleh Abu Hurairah RA…

“Dari Abu Hurairah RA., “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “jika kamu semua menshalati mayit, maka berdo’alah dengan ikhlas untuknya”

Hadis| tersebut secara jelas menerangkan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan kepada umat Islam untuk mendo’akan orang yang sudah meninggal dunia dengan tulus ikhlas. Hal ini berarti bahwa do’a yang dibaca dengan ikhlas dapat bermanfaat bagi mayit yang dimaksud.

Hadis yang diriwayatkan oleh Auf bin Malik RA…

_“Diriwayatkan dari ‘Auf bin Malik RA., “ia berkata, Rasulullah SAW pernah menshalati jenazah dan saya hafal do’a Rasulullah SAW tersebut. Do’a yang Beliau baca adalah, “Ya Allah, ampunilah dosanya, kasihanilah dia, selamatkan dan maafkanlah dia. Ya Allah, baguskanlah tempat kembalinya, luaskanlah kediamanya, bersihkanlah ia dengan air embun, bersihkanlah ia dari dosa-dosanya sebagaimana Engkau membersihkan baju yang putih nan suci dari kotoran. Berilah ia rumah yang lebih bagus, karuniakanlah isteri yang lebih baik dari isterinya (ketika di dunia), masukkanlah ia kedalam surga, dan selamtkanlah ia dari siksa kubur dan siksa api neraka” _

Hadist tersebut menerangkan bahwa Rasulullah SAW pernah mendo’akan orang yang sudah mati dan memohon agar dosanya di ampuni. Maka semakin jelas bahwa orang mati dapat memperoleh manfaat dari amal orang-orang yang masih hidup.

Hadis yang diriwayatkan oleh Buraidah bin Khashib RA…

“Diriwayatkan dari Buraidah bin Khasib RA., “ia akan berkata,” Rasulullah SAW mengajari kaum muslimin jika berziarah ke pemakaman. Dalam riwayat Abu Bakar, (hendaklah seseorang mengucapkan) “salam sejahtera. atas engkau semua wahai ahli kubur”. Sedangkan menurut riwayat Zuhair, hendaklah mereka mengucapkan, “salam sejahtera. atas engkau semua ahli kubur dari golongan mukminin dan muslimin, Insya Allah kami akan menyusul kalian. Kami memohon semoga Allah SWT melimpahkan keselamatan atas kami dan kalian semua”

Hadis yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah RA…

_“Sesungguhnya ‘Aisyah RA. bertanya kepada Rasulullah SAW, “ Apa yang harus di baca ketika kami memohon ampun bagi ahli kubur? “ Rasulullah SAW menjawab,” ucapkanlah, “ ucapkanlah salam sejahtera atas engkau semua wahai ahli kubur dari golongan mukminin dan muslimin. Semoga Allah SWT melimpahkan Rahmat-Nya bagi orang- orang yang mendahului serta orang yang datang kemudian dari kami. Dan Insya Allah kami akan menyusul kalian” _

Hadis riwayat Aisyah RA…

“Diriwayatkan dari ‘Aisyah RA., “ia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah SAW keluar dimalam gilirannya di akhir malam ke makam Baqi’. Kemudian Rasulullah SAW mengucapkan, “Salam sejahtera atas kalian semua wahai (penghuni) rumah kaum mukminin. Akan datang janji yang telah di akhirkan kepada kalian semua. Dan Insya Allah kami akan menyusul kalian. Ya Allah, berilah ampunan bagi Ahli Baqi’ Al- Gharqad”

Hadis-Hadis di atas menerangkan bahwa Rasulullah SAW senang berziarah kubur dan mengucapkan salam kepada ahli kubur. Bisa dipahami bahwa ahli kubur dapat mendengar salam Rasulullah SAW dan memperoleh manfaat dari do’a beliau.

Hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Utsman bin Affan RA…

“Dari Utsman bin Affan RA., “ia berkata, “ Jika Nabi Muhammad SAW selesai menguburkan jenazah, beliau berdiri di dekat kubur dan bersabda, Hendaklah kamu sekalian memintakan ampunan bagi saudaramu (yang meninggal ini) dan mohonkanlah ketetapan (keteguhan iman) baginya karena saat ini dia sedang ditanya oleh Malaikat”

Hadis ini menerangkan agar kita mendo’akan mayit yang baru dikebumikan supaya ia di ampuni dosa-dosanya, serta di beri ketetapan iman dan islam dan menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir.

Hadis riwayat Aisyah ra.

“Dari Aisyah RA. Dari Nabi SAW bersabda: “seorang mayit yang disholati oleh seratus orang muslimin yang sama-sama memintakan ampun (syafa’at) baginya tentu permohonan mereka diterima”

Hadis riwayat ‘Aisyah RA…

“Dari ‘Aisyah RA., “seorang laki-laki bertanya kepada Nabi SAW: “Ibu saya meninggal dunia secara mendadak dan tidak sempat berwasiat. Saya menduga seandainya ia dapat berwasiat, tentu ia akan bersedekah. Apakah ia akan mendapat pahala jika saya bersedekah atas namanya? Nabi SAW menjawab, “ya”.

Hadis riwayat Abi Hurairah RA…

“Dari Abu Hurairah RA., “Ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi SAW, “Ayah saya meninggal dunia dan tidak berwasiat. Apakah beliau akan mendapatkan kemanfaatan jika saya bersedekah atas namanya ?: Nabi SAW menjawab, “ya

Hadis Abu Dzar RA…

_“Dari Abu Dzar RA., ada beberapa sahabat berkata kepada Nabi SAW, “Ya Rasulullah, orang-orang yang kaya bisa (beruntung) mendapatkan banyak pahala. (Padahal) mereka shalat seperti kami shalat. Mereka berpuasa seperti kami berpuasa. Mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka. Nabi SAW menjawab, “bukankah Allah SWT telah menyediakan untukmu sesuatu yang dapat kamu sedekahkan? Sesungguhnya setiap satu tasbih (yang kamu baca) adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah dan setiap tahlil adalah sedekah” _

Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas RA…

“Dari Ibn Abbas RA., ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi SAW, “Wahai Rasulullah, ibu saya meninggal dan mempunyai tanggungan puasa Ramadlan, apakah saya boleh meng-qadla’nya? Rasulullah SAW menjawab, “ya, hutang kepada Allah SWT lebih berhak untuk dilunasi

Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas RA…

“Dari Ibn Abbas RA., “ia berkata, “Ada seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW lalu bertanya, “saudara perempuan saya bernadzar haji namun ia meninggal dunia (sebelum melaksanakan nadzar-nya)” Rasulullah SAW kemudian menjawab, “Apakah jika engkau mempunyai hutang akan membayarnya?, laki-laki itu menjawab, “Ya”. Lalu Rasulullah SAW bersabda “Tunaikanlah hutang kepada Allah SAW karena hutang kepada-Nya lebih berhak untuk dilunasi”

Hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah RA…

“Dari Siti ‘Aisyah RA., bahwa Nabi SAW menyuruh menyediakan satu kambing domba yang bertanduk, kaki, perut, dan matanya sehat untuk dijadikan kurban. Kemudian Nabi SAW bersabda, “wahai ‘Aisyah, ambilkan pisau, dan asahlah pisau itu dengan batu asahan!”. ‘Aisyah lalu mengerjakan perintah Nabi SAW tersebut. Setelah itu Nabi SAW mengambil pisau lalu membaringkan kambing itu dan menyembelihnya sambil berdoa: “Ya Allah, hendaklah Engkau menerima dari Muhammad dan keluarganya dan dari umat Muhammad. Lalu daging kambing dijadikan kurban”

Hadis riwayat Ibnu Abbas RA…

“Diriwayatkan dari Ibn Abbas RA., ia berkata: “Suatu hari Nabi SAW berjalan melewati dua pemakaman. Kemudian beliau bersabda, “Kedua orang yang berada dalam kubur ini sekarang sedang disiksa. Namun keduanya disiksa bukan karena dosanya besar. Yang satu disiksa karena ia kencing dan tidak menutup auratnya. Dan yang lain disiksa karena suka mengadu domba. Lalu Nabi SAW mengambil pelepah kurma dan membelahnya menjadi dua, kemudian menancapkannya di atas kubur masing-masing. Para sahabat bertanya, “Mengapa engkau melakukan hal tersebut? “Nabi SAW menjawab, “Semoga keduanya mendapatkan keringanan siksa selama pelepah kurma itu belum kering”

Hadis riwayat Ma’qil bin Yasar RA…

“Diriwayatkan dari Ma’qil bin Yasar RA Bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Surat Yasin adalah intisari al-Qur‘an. Tidaklah seseorang membacanya dengan mengharap rahmat Allah SWT kecuali Allah SWT akan mengampuni dosa-dosanya. Maka bacalah Surat Yasin atas orang-orang yang telah meninggal di antara kamu sekalian

Hadis riwayat ‘Ali RA…

“Dari Ali RA, Rasulullah SAW bersabda: “Barang-siapa berjalan melewati pemakaman, lalu membaca surat al-Ikhlas sebelas kali dan menghadiahkan pahalanya kepada ahli kubur, maka ia akan diberi pahala sejumlah ahli kubur”

Imam Nawawi berkata:

“Telah kami riwayatkan dalam Sunan al-Baihaqi dengan sanad yang hasan, bahwa Ibn Umar mensunnahkan membaca awal dan akhir dari surat al-Baqarah di atas kubur setelah mayit selesai (dikubur)”

Demikianlah hadis hadis dari Rasulullah yang memperkuat pandangan bahwa sesungguhnya banyak keterangan-keterangan dari Nabi SAW dan sahabat yang menunjukkan sampainya hadiah pahala terhadap si mayit.

Referensi : Mausu’ah al-Hadis al-Syarif al-Kutub al-Tis‘ah ,

Berikut adalah pandangan dan pendapat para ulama ulama tentang sampainya hadiah pahala terhadap orang yang meninggal dunia :

Dalam Syarh dari kitab al-Kanz, Imam al-Syaukani menyatakan:

“Dalam Syarh al-Kanz disebutkan bahwa seseorang boleh menghadiahkan pahala perbuatan baik yang ia kerjakan kepada orang lain, baik berupa salat, puasa, haji, sadaqah, bacaan al-Qur’an, atau semua bentuk perbuatan baik lainnya, dan pahala perbuatan tersebut sampai kepada mayit dan memberi manfaat kepada mayit tersebut menurut ulama Ahlussunnah”

Sedangkan ayat al-Qur’an yang sering digunakan oleh para ulama untuk menguatkan hal itu adalah QS. Al-Hasyr (59): 10, yang berbunyi:

Artinya: “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan Saudara-saudara kami yang Telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.”

Hadis lain yang sering digunakan oleh para ulama untuk menyatakan pendapat para ulama tentang sampainya hadiah pahala kepada mayit adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitabnya (jami’ al-Hadis : 1672) dengan jalur periwayatan dari Umm al-Mukminin ‘Aisyah ra. Dengan menniadakan jalur periwayatan hadis, hadis tersebut berbunyi:

“Dari Aisyah RA, “ Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi SAW, “Ibu saya meninggal dunia secara mendadak dan tidak sempat berwasiat. Saya menduga seandainya ia dapat berwasiat, tentu ia akan bersedekah. Apakah ia akan mendapat pahala jika saya bersedekah atas namanya? Nabi SAW menjawab, “ya”

Menurut Ibnu taimiyah, tidak terdapat keterangan dalam al-Qur’an dan As Sunnah yang menjelaskan bahwa sesungguhnya do’a orang yang masih hidup tidak bermanfaat bagi si mati. Bahkan menurut beliau, sebenarnya bukan hanya do’a yang sampai kepada orang yang mati, semua perbuatan manusia yang hidup bisa berpengaruh terhadap orang yang sudah mati. Para ulama telah sepakat mengenai manfaat do’a bagi orang yang sudah mati ini, dan dalil-dalilnya sudah sangat jelas, baik dalam Al-Qur’an maupun As sunnah. Maka barang siapa yang berbeda mengenai hal ini, berarti ia ahli bid’ah.

Al-‘Allamah al-Marghinani menyebutkan dalam permulaan bab Haji untuk orang lain: “Setiap orang bisa menjadikan pahala amalannya untuk orang lain, baik itu berupa shalat atau puasa atau sedekah dan amalan-amalan lainnya.” Menurut pandapat para Ulama Ahlissunnah wa al-Jama’ah sampainya hadiah pahala untuk orang lain ini juga mengambil I’tibar dari sebuah hadis yang diriwayatkan bahwa Nabi Saw pernah menyembelih binatang qurban berupa dua ekor kambing yang gemuk, satu untuk beliau sendiri sedangkan satunya lagi untuk siapapun yang mengakui ke-esaan Allah SWT dan kerasulan beliau dari semua umat islam.

Sayyid Alwi bin Abbas al-Maliki al-Hasani berpendapat: Terputusnya amal anak adam akibat kematian sudah sangat jelas sekali karena si mayyit sudah tidak dapat melakukan apapun dan tidak dituntut apapun setelah kematiannya, yang dimaksud disini adalah bahwa sebagian amalannya tetap membuahkan hasil meski setelah kematiannya tanpa terputus sedikitpun pahalanya dengan sebab amal-amal itu dilakukan berulangkali.

Oleh karena itu, dikatakan dalam sabda Nabi Saw, “kecuali tiga perkara”;

  • Pertama, “sedekah jariyah” yaitu amalan yang tidak terputus seperti menggali sumur, mewakafkan al-Qur’an, membangun masjid dll.

  • Kedua, “ilmu yang bermanfaat” artinya ilmu syari’at yang membawa keberuntungan memperoleh kenikmatan abadi dan selamat dari siksa neraka, termasuk diantaranya mengarang kitab-kitab dan mewakafkannya karena pada intinya yang dimaksud adalah dapat memberi manfaat baik secara langsung maupun dengan perantara.

  • Ketiga, “anak yang saleh” yaitu muslim yang mendo’akannya karena dari hasil usahanya, Allah telah berkenan menuliskan pahalanya seperti pahala amal kebajikan yang dilakukan oleh anak-anaknya tanpa menuliskan dosa dari perbuatan buruk mereka.

Dari penjelasan di atas diketahui bahwa tidak hanya terbatas pada tiga perkara ini saja karena pemahaman tentang batas jumlah tidak bisa dijadikan hujjah, atau karena Nabi Saw kala itu mengungkapkan tentang tiga perkara ini kemudian Allah memberitahu beliau Nabi Saw akan tambahannya sebagai tanda karunia dan kemurahan-Nya.
Karena hadis Rasulullah Saw riwayat Ibnu Majah dari Abu Hurairah ra, ia berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda:

”Sesungguhnya yang diikut sertakan dalam amalan dan kebaikan seorang mukmin setelah kematiannya adalah ilmu yang ia sebarkan, anak saleh yang ia tinggalkan, mushaf yang ia wariskan, masjid yang ia bangun, rumah untuk para musafir yang ia bangun, air sungai yang ia alirkan, dan sedekah yang ia keluarkan dari hartanya sendiri saat ia masih sehat dan masih hidup dan diteruskan setelah ia meninggal.”

Mayoritas Ulama menyatakan bahwa mayit dapat memperoleh manfaat dari usaha (amal) orang yang masih hidup. Di antara mereka adalah:

  1. Imam al-Qurtubi:

    “Imam Ahmad bin Hanbal RA berkata, “apabila kamu berziarah ke pemakaman, maka bacalah surat al fatihah, A-Mu’awwidzatain, dan surat Al-Ikhlas. Kemudian hadiahkanlah pahalanya kepada ahli kubur. Maka sesungguhnya pahala tersebut sampai kepada mereka.

  2. Ibnu Taimiyyah :

    Artinya: “Syaikhul Islam Taqiyudin Ahmad bin Taymiyah dalam kitab Fatawanya berkata, “pendapat yang benar dan sesuai dengan kesepakatan para Imam, bahwa mayit dapat memperoleh manfaat dari semua ibadah, baik ibadah badaniyah, (ibadah fisik) seperti shalat, puasa, membaca Al-Qur’an, atau ibadah maliyah (ibadah materil) seperti sedekah dan lain-lainnya. Hal yang sama juga berlaku untuk berdo’a dan membaca istigfar bagi mayit”.

  3. Ibnu Hajar

    “Ibnu Hajar dengan mengutip Syarh Al-Mukhtar berkata, “Madzhab Ahlusunnah berpendapat bahwa seseorang dapat menghadiahkan pahala amal dan do’anya kepada orang yang telah meninggal dunia. Dan pahalanya akan sampai kepadanya”

  4. Ibnu Al-Qayyim al-Jauzi

    “Ibnu Qayyim Al-jauziyah berkata, Sebaik-baik amal yang dihadiahkan kepada mayit adalah memerdekakan budak, sedekah, istigfar, do’a dan haji. Adapun pahala membaca Al-Qur’an secara suka rela (tanpa mengambil upah) yang di hadiahkan kepada mayit, juga sampai kepadanya. Sebagaimana pahala puasa haji”

  5. Ibnu Abi Al-‘Izz Al-Hanafi :

    “Ibnu Abi Al-‘Izz Al-Hanafi berkata, “pahala membaca Al-Qur’an secara suka rela (tanpa mengambil upah) yang di hadiahkan kepada mayit adalah sampai kepadanya. Sebagai mana puasa pahala puasa dan haji” (keterangan ini di kutip dari kitab Syarh Al-‘Aqidah Al-Thahawiyah : 517, salah satu kitab wajib di seluruh perguruan tinggi Arab Saudi).

  6. Dalam kitab Is’af al-Muslimin wa Al-Muslimat dinyatakan:

    “Ibnu Rusyd dalam kitab al-Nawazily berkata “kalau ada orang membaca al-Qur‘an dan menghadiahkan pahalanya untuk orang yang meninggal dunia, hukumnya boleh dan mayit akan memperoleh pahala bacaan tersebut.

  7. Imam Al-Qurtubi:

    “Imam al-Qurtubi berkata, “para ulama telah sepakat mengenai sampainya pahala sedekah kepada orang yang telah meninggal dunia. Begitu juga mengenai bacaan al-Qur‘an, doa dan istighfar, karena semua itu adalah sedekah. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “setiap kebaikan adalah sedekah (HR Bukhari dan Muslim). Nabi SAW tidak mengkhususkan sedekah itu hanya berupa harta benda saja (namun juga bisa berupa bacaan al-Qur‘an, do’a istighfar dan sebagainya.

  8. Dalam kitab Nail al Authar, Al-Syaukani mengutip Syarh kitab Al-Kanz:

    “Dalam kitab Syarah Al-Kanz disebutkan bahwa seorang boleh menghadiahkan pahala perbuatan baik yang ia kerjakan kepada orang lain, baik berupa shalat, puasa, haji, shadaqah, bacaan Aal-Qur’an atau semua bentuk perbuatan baik lainnya, dan pahala perbuatan tersebut sampai kepada mayit dan memberi manfaat kepada mayit tersebut menurut ulam Ahlussunnah.

  9. Hampir seluruh ulama telah sepakat tentang sampainya pahala bacaan al- Qur’an atau zikir lainnya kepada mayit, Sayyid Alawi Al-Maliki, salah seorang guru besar di Masjid Al-Haram pada zamannya berkata:

    “Kalau ada orang menyangka bahwa hal tersebut (menghadiahkan pahala kepada orang mati) hukumnya haram, maka tanyakanlah kepadanya, “pada bagian manakah di dalam Al-Qur’an atau hadits yang mengharamkan hal tersebut?” kemudian bacalah ayat yang artinya “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut- sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah SWT. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah SWT tiadalah beruntung” (QS.Al-Nahl, 116). Katakan juga kepadanya, “kalau memang anda merasa sebagai seorang mujtahid, maka ijtihad Anda tidak lebih benar dari Ijtihad para imam yang di sebut di atas, yang berpendapat boleh menghadiahkan pahala kepada orang lain berdasarkan dalil yang kuat dari hadits Nabi SAW. Namun jika Anda masih dalam tingkatan muqallid, maka selesailah diskusi ini dengan anda”

Wallahu a’lam bissawab.

Referensi :

  • Muhammad bin Ali bin Muhammad al-Syaukani, Nail al-Awtar, (Kairo: Maktabah Dar al-Turas, tt)
  • Mausu’ah al-Hadis al-Syarif al-Kutub al-Tis‘ah
  • Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa, Saudi Arabia,
  • Badruddin Hsubky, Bid’ah-bid’ah di Indonesia, (Jakarta : Gema Insani Press, 1993)
  • Muhammad bin Alwi al-Maliki, Sampaikah Pahala Yasin Dan Tahlil kepada Mayit,
    terj. Ahmad Yunus al-Mukhdar (Surabaya: Cahaya Ilmu, 2007)
  • Abd al-Wahhab al-Sya’rani, Mukthtasar tadzkirat Al-Qurthubi, (Surabaya: Dar al- Ihya al-Kutub, tt)
  • Hasanain Muhammad Makhluf, Hukum Al-Syariah Al-Islamiyah fi Ma’tamil Arba’ain
    (Beirut: Musthafa Bab al-Hallaby, 1968)
  • Abu Abd al-Mu’ti bin Umar bin Ali al-Nawawi, Nihayah Al-Zain ( Bandung: Al- Ma’arif, tt)
  • Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Al-Ruh ( Beirut: Dar al-Kutub, 2002)
  • Abdul Wahab al-Sya’rani, Mukhtasar Tadzkirat al-Qurthubi, (Surabaya : Dar al-Ihya’ al-Kutub al-‘arabi, tt)
  • Muhammad bin Ali bin Muhammad al-Syaukani, Nail Al-Authar ( Beirut: Dar al-Kutub, 1998).