Apakah Pola Pikir Bisa Membawa Kita kepada Kesehatan Mental?


Ilustrasi: freepik

Kesehatan mental didefinisikan oleh WHO sebagai keadaan kesejahteraan dimana setiap individu menyadari potensi mereka sendiri, dapat mengatasi tekanan yang normal dalam kehidupan, dapat berfungsi secara produktif dan bermanfaat, dan mampu memberikan kontribusi untuk lingkungan. Kemudian definisi dari pola pikir adalah sekumpulan kepercayaan ( belief ) atau cara berpikir yang mempengaruhi perilaku dan sikap sesorang yang dilakukan dalam menentukan arah hidup yang pada akhirnya akan menentukan keberhasilan hidupnya (Dweck, 2008).

Manusia diciptakan berbeda dengan makhluk hidup yang lain karena manusia disempurnakan dengan diberi akal dan pikiran. Manusia memang begitu rumit, memiliki hawa nafsu, perasaan, tingkah laku, dan kemampuan berpikir, sehingga permasalahan manusia sangat beragam sampai akhirnya, kita sesama manusia, harus tolong-menolong untuk menyelesaikan berbagai permasalahan. Nyatanya, permasalahan itu mati satu tumbuh seribu. Satu solusi ditemukan, munculah keluhan baru. Kesehatan mental adalah salah satunya. Jika berbicara tentang masalah kesehatan mental, akan kita temukan banyak sekali pendekatan untuk menanganinya, salah satu pendekatan yang ada yaitu cognitive-behavioral .

Permasalahan datang dari pikiran kita sendiri yang kemudian terbawa sampai pada tingkah laku. Tingkah laku kita bergerak sesuai dengan apa yang kita pikirkan.
-Albert Elis, tokoh psikologi cognitive-behavioral (dalam Olson, 2007)

Hampir seluruh permasalahan antar manusia adalah permasalahan perbedaan pola pikir. Manusia memang diciptakan berbeda-beda, bukan hanya tampak luarnya saja, tetapi juga bagaimana cara mereka berpikir. Banyak orang mengatakan bahwa pola pikir manusia mencerminkan kecerdasannya. Tentu saja hal itu benar, tetapi tidak banyak orang yang menyadari bahwa pola pikir manusia bukan hanya berbicara soal kecerdasan logika, kecerdasan sosial, dan kecerdasan akademik. Lebih dalam dari itu, pola pikir kita seringkali merupakan akar dari permasalahan diri kita sendiri, sampai pada akhirnya mengarah kepada kesehatan mental.

Ada beberapa kasus kesehatan mental yang bermula dari kesalahan pada pola pikir diri sendiri. Contoh kasus yaitu depresi. Bagi beberapa orang yang mengalami depresi, mereka kadang berpikir bahwa dunia sudah tidak layak untuk diperjuangkan lagi bahkan mereka juga berpikir bahwa keberadaan mereka di bumi ini sudah tidak ada gunanya. Padahal pada kenyataanya, manusia diciptakan dengan peran masing-masing yang harus dijalani. Selain itu masih ada orang-orang yang menyayangi mereka dan tidak ingin mereka pergi, tetapi karena pola pikir yang salah, terkadang beberapa kasus sampai kepada bunuh diri. Banyak orang yang mengalami depresi terkurung pada pola pikir mereka dan kesulitan mencari jalan keluar. Overthinking, kecemasan, panik, dan berbagai macam gangguan lainnya disebabkan oleh pemikiran kita sendiri. Ketakutan akan bahaya yang mungkin bisa terjadi, ketakutan akan masa depan, ketakutan akan pandangan sosial, dan ketakutan-ketakutan lain yang sebetulnya belum benar-benar terbukti tidak kita butuhkan dalam porsi yang berlebihan. Pikiran-pikiran yang berlebihan nantinya akan membuat kita kesulitan berpikir.

Memiliki mental yang sehat tentu dibentuk dari berbagai macam aspek, namun mengendalikan pola pikir adalah kuncinya. Dweck mengatakan (2017) bahwa tingkah laku kita terbentuk dari bagaimana kita berpikir. Kata-kata yang kita ucapkan pun mencerminkan bagaimana pola pikir kita bekerja. Orang lain di sekitar kita tidak akan bisa membaca apa yang kita pikirkan kecuali dengan melihat bagaimana kita bertingkah laku dan mendengar apa yang kita ucapkan. Sehingga pola pikir berpengaruh pada peran kita dalam relasi sosial. Lalu apa saja yang mempengaruhi proses terbentuknya pola pikir kita? Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pola pikir manusia, diantaranya:

  • Orangtua. Orangtua sangat berperan penting pada pembentukan pola pikir. Orangtua mengajarkan kita tentang perilaku, ekspresi wajah, pengekspresian emosi, keyakinan agama, norma, prinsip, nilai-nilai budaya, dan masih banyak lagi, sehingga sejatinya sebagai orang tua harus mengerti bagaimana pola pikir yang baik untuk membentuk anak menjadi individu yang berpikiran terbuka.

  • Keluarga. Saudara kandung, saudara sepupu, dan anggota keluarga besar lainnya juga berpengaruh pada pembentukan pola pikir manusia. Keluarga dapat memperkuat pola pikir kita atau membukakan kita pada cara berpikir yang lain.

  • Masyarakat. Luasnya lingkungan sekitar membuat kita mempelajari dan mengenal berbagai macam pola pikir manusia yang nantinya juga bisa menguatkan atau membuka pikiran kita akan suatu hal baru.

  • Sekolah. Hampir sama dengan orangtua, peran sekolah cukup tinggi dalam membentuk pola pikir manusia karena bagaimana sikap guru terhadap murid, bagaimana peraturan sekolah dibentuk, dan bagaimana budaya sekolah yang diajarkan dapat memperkaya proses pembentukan pola pikir. Sekolah juga merupakan rumah kedua bagi individu bersekolah sehingga sangat memungkinkan terjadi berbagai pengalaman manusia yang terjadi disekolah

  • Teman. Lingkungan pertemanan merupakan salah satu gambaran dari bagaimana pola pikir kita menentukan pengambilan keputusan berupa hubungan pertemanan dengan individu lain. Teman merupakan bagian yang penting dalam hidup kita karena melalui relasi pertemanan kita dapat bertukar pikiran, melakukan penyelesaian masalah bersama, dll. Teman dekat bahkan memiliki peran yang hampir sama dengan keluarga karena bersama dengan teman dekat kita mengatasi berbagai permasalahan.

  • Media massa. Media massa dapat menggiring kita pada berbagai macam opini dari masyarakat. Pada media massa pula terdapat public figure yang bisa kita idolakan. Unsur pengidolaan ini dapat menimbulkan peniruan-peniruan dari public figure yang diidolakan.

  • Pendidikan. Dalam buku edisi terbaru dari Dweck (2017), pendidikan menjadi faktor pembentuk pola pikir karena pendidikan membantu kita menemukan cara berpikir yang tepat melalui proses belajar mengajar.

Faktor-faktor di atas adalah faktor eksternal yang mempengaruhi bagaimana pola pikir kita terbentuk. Meskipun banyak faktor di luar diri sendiri, tetapi penentu dari pembentukan pola pikir kita adalah diri kita sendiri dibantu dengan pengalaman yang pernah dilewati. Berbagai kisah panjang yang sudah pernah dilewati merupakan proses pembelajaran kita dalam menentukan pola pikir. Kita yang mampu memilih mana pengaruh baik dan pengaruh buruk. Kita juga yang memilih ingin menjadi pribadi yang baik atau menjadi pribadi yang buruk.

Dalam bukunya yang berjudul Mindset Carol Dweck mengatakan:

Jika orangtua ingin memberikan hadiah terindah bagi anak-anaknya, hal yang terbaik yang bisa dilakukan adalah mengajarkan mereka untuk menyukai tantangan, memahami dan belajar dari kesalahan, mau berusaha, dan menumbuhkan rasa butuh untuk belajar di sepanjang hidup. Dengan begitu, anak tidak tumbuh menjadi budak pujian. Mereka akan memiliki kemampuan seumur hidup untuk membangun dan memperbaiki kepercayaan diri mereka sendiri.

Selama masih hidup, kita tidak akan pernah berhenti belajar untuk mengembangkan pola pikir kita, oleh karena itu perubahan pola pikir dapat terjadi pada usia berapapun dan kapanpun. Kita mungkin saja dilahirkan di keluarga yang kurang beruntung atau broken home, mungkin juga ada beberapa perilaku negatif orang tua yang kurang baik untuk kita contoh. Seiring bertambahnya usia, ketika kita sudah mampu berpikir sendiri, orangtua bukan lagi alasan kita memiliki tingkah laku yang buruk karena mencontoh apa yang pernah mereka lakukan. Memang tertanam memori bagaimana mereka bertingkah laku, tetapi perlu diingat bahwa kita adalah individu yang berbeda dari orangtua kita. Hal ini pun berlaku dalam kehidupan sosial. Kita hidup sebagai individu mandiri. Manusia memang makhluk sosial, tetapi semua hal yang ada pada diri sendiri, kitalah yang berhak menentukan. Jika ingin mengubah kecanduan ubahlah pola pikir kita terhadap hal-hal yang membuat kita candu. Jika ingin terhindar dari panik, stress, dan cemas ubahlah pola pikir kita dan batasi pikiran kita dari hal-hal yang memicu. Jika ingin memiliki mental yang sehat, ubahlah pola pikir kita menjadi lebih terbuka, fleksibel, dan adaptif.

Bisa jadi kita adalah individu yang perfeksionis, bisa jadi kita adalah individu yang terlalu keras kepala, bisa jadi kita adalah individu yang terlalu mudah sakit hati, bisa jadi kita adalah individu yang mudah menyerah, bisa jadi kita adalah individu yang terlalu cuek, dan masih banyak sifat-sifat lain yang mungkin kita miliki. Kadang memang sifat itu mengganggu diri sendiri sampai kita merasa tidak produktif karena sifat-sifat itu akan muncul ketika kita menghadapi permasalahan. Bahkan pada beberapa kasus, sifat yang kita miliki menyebabkan kita dijauhi sosial atau menjauhi sosial. Hal ini akan berdampak kepada disfungsi sosial, yang menjadi gerbang utama gangguan mental. Mengapa kita bisa menjadi individu seperti itu? Pola pikir adalah pembentuknya. Dalam perjalanan hidup , kita belajar untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi. Pembelajaran itu kemudian melekat pada pola pikir sehingga terbentuklah tingkah laku. Jika kita ingin menjadi individu yang bisa mengatasi masalah dengan baik dan bisa menjalin relasi sosial dengan nyaman, ubahlah pola pikir kita dalam menghadapi segala permasalahan. Belajarlah untuk selalu mengendalikan pikiran. Tidak perlu buru-buru menyalahkan orang lain dan keadaan, coba kita bercermin. Apakah ada kesalahan yang bisa diinstropeksi dari diri kita? Jawaban dari pertanyaan ini akan membantu kita untuk memperbaiki kekurangan diri dan mempertahankan kelebihan yang sudah kita miliki. Jika pertanyaan ini mengarahkan kita kepada “menyalahkan diri sendiri” secara berlebihan, hal ini bisa menjadi bukti bahwa masih ada yang perlu diubah dari pola pikir kita.

Pola pikir dapat membantu kita menjadi individu sehat mental, namun kesalahan dalam berpikir juga dapat mengantarkan kita kepada gerbang gangguan mental. Oleh sebab itu, kemauan untuk selalu belajar di sepanjang proses kehidupan adalah cara kita untuk selalu menggenggam kunci kehidupan: pola pikir.

Referensi:

  • Dweck, Carol. (2017). Mindset . New York: Ballantine Books
  • Dweck, Carol. (2008). Mindset: The New Psychology of Succsess . New York: Ballantine Books
  • Hergenhahn, B. R., & Olson, M. H. (2007). An introduction to theories of personality . Upper Saddle River, N.J: Pearson Prentice Hall.