“Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang kemudian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.”
Pepatah tersebut sering kita dengar, tetapi apakah ada korelasi antara hal tersebut dengan kehidupan kita?
“Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang kemudian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.”
Pepatah tersebut sering kita dengar, tetapi apakah ada korelasi antara hal tersebut dengan kehidupan kita?
Sabar adalah suatu sikap menahan emosi dan keinginan, serta bertahan dalam situasi sulit dengan tidak mengeluh. Sabar merupakan kemampuan mengendalikan diri yang juga dipandang sebagai sikap yang mempunyai nilai tinggi dan mencerminkan kekokohan jiwa orang yang memilikinya.
Salah satu percobaan yang sering dikaitkan dengan hubungan antara kemampuan menahan diri dengan kesuksesan seseorang adalah Percobaan Marshmallow.
Percobaan Marshmallow adalah sebuah percobaan yang dilakukan oleh Walter Mischel dari Universitas Stanford untuk mempelajari mengenai kepuasan tertunda. Profesor Walter Mischel mengambil anak-anak usia empat tahun dan menempatkan tiap anak sendirian dalam suatu ruangan. Lalu dia berkata pada anak berusia empat tahun itu,
“Hi, aku akan meninggalkanmu di sini dengan sebuah marshmallow, selama 15 menit. Jika saat aku kembali marshmallow ini masih ada, kamu akan mendapatkan satu lagi. Jadi nanti kau punya dua.”
Meminta seorang anak empat tahun untuk menunggu 15 menit demi sesuatu yang mereka sukai adalah hal yang berat. Sama halnya seperti kita diminta untuk bekerja keras saat ini untuk meraih kesuksesan di masa yang akan datang.
Hasil dari percobaan yang dilakukan oleh Profesor Walter Mischel adalah hanya sepertiga anak-anak dapat menunda kepuasaan saat itu dengan harapan akan mendapatkan lebih ketika mereka mampu bersabar.
Sepertiga anak tersebut telah belajar dan mempunyai prinsip yang sangat luar biasa,
Kemampuan menunda kesenangan diri dan disiplin diri merupakan faktor paling penting untuk SUKSES.
Hal ini dibuktikan ketika 15 tahun kemudian, Profesor Walter Mischel melakukan penelitan lanjutan terhadap anak-anak yang telah diteliti sebelumnya. Saat anak-anak tersebut telah berumur 18-19 tahun
Profesor Walter Mischel menemukan bahwa 100 persen anak yang tak makan marshmallow sukses. Nilai sekolah bagus. Punya banyak keberhasilan. Mereka bahagia. Punya cita-cita jelas. Memiliki hubungan yang baik dengan guru dan siswa lain. Mereka baik-baik saja.
“… Bersabarlah kalian. Sungguh Allah bersama orang-orang yang sabar.” Surah Al-Anfal : 46
Kalau sabar diartikan sebagai bertahan dalam situasi sulit dengan tidak mengeluh, saya sepakat banget kalau hal itu akan berdampak positif dalam kehidupan.
Tapi kalau sabar diartikan menahan emosi dan keinginan, rasanya perlu berhati-hati dalam menyikapinya.
Manusia pasti punya emosi dan keinginan, jadi ngga semua emosi dan keinginan harus ditahan-tahan. Bisa-bisa malah menjadi kontraproduktif.
Contohnya, kalau kita sedang sedih, ya sedih aja, ngga perlu ditahan2 agar kita terlihat kuat. Ntar bisa jadi toxic positivity lho. Kata-kata seperti, “udah sabar aja, ngga usah sedih” ini bisa jadi kontraproduktif sama kesehatan mental kita sendiri. Kuncinya adalah bagaimana kita melampiaskan emosi kita, apakah dengan cara yang baik atau buruk ? Ketika kita sedih, apakah kita menangis sambil intropeksi diri dan menata kembali hidup kita, atau malah cari pelampiasan dengan obat-obatan terlarang ?
Begitu juga dengan keinginan, ketika kita menahan keinginan kita, bisa jadi malah bikin kita ngga semangat. Apalagi kalau dibumbui dengan kata “sabar”, bisa-bisa malah jadi pembenar atas kegagalan kita sendiri.
Keinginan itulah yang memotivasi kita. Ibarat mesin, keinginan itu adalah bahan bakar agar kita bisa bergerak. Apakah kita pakai premium, pertalite atau premix, semua tergantung keinginan kita. Misalnya, kalau kita ingin mencapai sesuatu dengan cepat, ya kudu pakai premix, biar tarikannya kuat.
Jangan sampai kita berpikir “alon-alon asal kelakon”, hanya gara-gara memahami konsep sabar yang salah. Kalau model seperti ini, bukan sabar namanya, tapi malas
Alon-alon asal kelakon itu konsep agar kita lebih berhati-hati dalam melakukan sesuatu. Jadi jangan diartikan harfiahnya, jadi melakukan sesuatu secara pelan-pelan. Kalau gitu, kapan nyampenya