Apakah kita dapat memilih bagaimana cara kita meninggal ?

Ada kehidupan dan ada kematian. Keduanya adalah bagian dari takdir Allah S.W.T. Namun, bagaimana kita berakhir di dunia akan ditentukan dengan bagaimana cara kita hidup selama hidup kita.

Apakah kita dapat memilih bagaimana cara kita meninggal ?

Bagaimana kita hidup, begitulah kita akan mati. Itulah mafhum yang bisa kita ambil dari kata-kata hujjatul Islam. Kalau kita hidup sebagai orang baik insyaa Allah baik-lah cara kita meninggalkan hidup. Yup, semua ini berkaitan dengan habit, behavior dan cara pandang kita dalam menjalani hidup.

Sebagai contoh, orang yang jarang sekali ke masjid, maka jangan pula berharap meninggal dalam keadaan sujud ketika shalat berjamaah di rumah Allah. Kalau seharian kita habiskan waktu di laman sosial, tak mustahil kita meninggal dalam keadaan yang seperti itu.

Sahabat, jika kita ditakdirkan meninggal esok hari, di manakah kiranya lokasi kematian kita? Bagaimanakah cara dan keadaannya?

Percayalah, kita memang tak kuasa memastikan bagaimana kematian kita. Seperti seorang sahabat rasulullah saw, Khalid bin Walid ra, yang mendapatkan julukan Sayfullah (pedang Allah) karena ketangguhannya dalam medan perang. Tercatat bahwa Khalid bin Walid tak pernah terkalahkan dalam medan jihad. Puluhan kali peperangan ia ikuti, tak satupun perang yang menyebabkan mereka mati. Di sinilah makna sebuah iman jika kita tadabburi. Bahwa jihad fiy sabilillah itu tidak mempercepat kematian, pun juga jika kita tidak berjihad maka tak akan membuat usia kita lebih panjang.

Allah berfirman :

“[Allah] Yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kalian; siapakah diantara kalian yang terbaik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk: 2)

Tadabbur saya secara sederhana,

  1. bahwa kehidupan dan kematian adalah makhluk. Ia diciptakan oleh Allah untuk mendampingi setiap makhluk hidup Allah yang lain.

  2. bahwa tidak penting bagi Allah untuk hambaNya mereka hidup atau mati, yang terpenting adalah hambaNya melakukan amalan terbaik menurutNya. Itulah kenapa Allah menutup ayat dengan menyebutkan Allah maha Perkasa (kuasa atas makhlukNya yaitu manusia, kehidupan, dan kematian), dan Allah Maha Pengampun (hanya kita peroleh jika kita meminta maaf kepadaNya – bertaubat).

  3. bahwa taubat adalah keadaan terbaik dari setiap anak adam yang pasti memiliki salah (kullu bani adaam khaththa’un, wa khayru khaththa’in tawwabun)

Maka yang ingin saya sampaikan dalam memilih cara/jalan mati, adalah dengan memilih jalan taubat. Mari kita bertaubat terlebih dahulu, bertaubat lagi, dan bertaubat terus. Seperti rasulullaah saw yang tak kurang dari 70 kali sehari dalam bertaubat. Jadikan taubat sebagai habit, yang selalu kita dawamkan menjadi behaviour, sehingga insya Allah kita meninggal dalam keadaan bermindset taubat (kembali – inaabah) kepada Allah SWT.

Setelah itu, berlanjut pada jalan taqwa, memilih jalan (bekal) taqwa (QS. 2 : 198). Berjihad nafs (beramal shalih nahi munkar), jihad harta, jihad intelektual, jihad jiwa. Dan yakinlah, tak selamanya mujahid itu gugur di medan perang. Yang terpenting adalah kita mati dalam keadaan bersih karena taubat dan memilih berjalan di jalanNya, dalam keadaan Islam. (Walaa tamuttunna illa wa antum muslimuun. QS Ali-Imran : 102)

“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap jiwa memperhatikan apa yang telah dipersiapkan olehnya untuk hari esok…” (QS. Al-Hasyr: 18)

Allaahummarzukna taubatan nasuuhah, Allaahummarzukna syahaada fiy sabilik wa bi husnil khaatimah.

http://m.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2015/12/06/84768/bagaimana-cara-hidup-kita-begitu-cara-mati-kita-kelak.html