HTS lebih baik dari pacaran, bagaimana bisa ? “Pengakuan saja tidak ada mananya yang lebih baik ? HTS kan Cuma alasan untuk bermain-main.” Saya sering sekali mendengar pernyataan tersebut ketika saya menyampaikan pendapat saya mengenai menjalin komitmen. Sah saja bagi anda berpendapat maka izinkan saya juga berpendapat mengenai hal ini. Mari saya jelaskan.
1. Kepercayaan
Berkomitmen tanpa status berarti kita berkomitmen tanpa jaminan, dan apa yang
memungkinkan kita menjalankan sebuah komitmen tanpa jaminan ? Ya apa lagi kalau bukan kepercayaan. Menurut saya ketika sebuah komitmen dilandaskan oleh kepercayaan pada dasarnya, maka hubungan tersebut memiliki pondasi yang kuat. Komitmen, cinta, rasa sayang, atau apa pun itu harusnya bersifat percaya. Makanya ketika salah berkomitmen yang terjadi akan penuh dengan pengkhianatan, betulkan ?
2. Rasa tidak aman = usaha tak kenal lelah
Dasar argument saya yang kedua adalah komitmen tanpa status berarti tak ada keamanan, tak ada keamanan berarti masing-masing dituntut terus menjaga komitmen dengan baik. Komitmen yang baik berarti masing-masing orang yang terlibat menguasakan sesuatu yang terus-menerus dan berulang untuk menjaga komitmen mereka.
Dengan berusaha terus tanpa henti berarti komitmen mereka pasti akan mengalami banyak perkembangan. Sederhananya usaha adalah energi dan energi adalah asupan penting untuk kita terus bertumbuh dan berkembang. Badan semakin membesar dan meninggi, Pemikiran semakin dewasa dan luas adalah bentuk hasil dari adanya energi, tanpa energi maka segala sesuatunya akan mati bukan ?
3. Kepemilikan ≠ Kenyamanan
Pondasi saya yang ketiga dan yang terakhir menurut saya adalah tanpa status berarti tidak ada legalitas kepemilikan. “ Loh ? Memiliki saja tidak lalu apa baiknya ?” pertanyaan ini sering sekali mencuat, oleh karena itu akan saya bedah. Rasa memiliki akan selalu seiring dengan tindakan otoriter atau mengatur, otoriter atau mengatur berarti kita mengesampingkan hak mereka untuk memilih dan secara tidak langsung memaksakan kehendak, di sini permasalahan dimulai.
Ketika dikesampingkannya hak seseorang maka terenggut sudah kenyamanan orang- orang di dalamnya, akibatnya lalu yang terjadi tidak lain dan tidak bukan adalah mereka akan mencari sesuatu yang lebih nyaman untuk mereka. Ingat rasa nyaman adalah motivasi terbesar orang tinggal dalam sebuah komitmen. Ibaratkan komitmen adalah rumah, jika kamu sudah tidak nyaman dengan rumah yang kamu tempati maka kamu pasti akan mencari rumah baru yang lebih nyamankan ?
Nah, sudah saya sampaikan alasan-alasan argumen saya, diterima atau tidaknya itu hak setiap orang dan saya tidak berhak untuk memaksakan kehendak saya. Semua pilihan akhirnya akan kembali lagi pada kalian yang menjalankan komitmen.